You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Isolasi Sosial adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidak mampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara
wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang
ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, di mana pasien melakukan usaha untuk
melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga
melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin
sering pasien

menarik

diri,

semakin

banyak

kesulitan

yang

dialami

dalam

mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain.


Gambaran menurut penelitian WHO (2009), prevalensi masalah kesehatan jiwa saat
ini cukup tinggi, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25%
penduduk dunia diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu
hidupnya. Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara 18-20 tahun 1% diantaranya
adalah gangguan jiwa berat, potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang
tinggi, setiap saat 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa,
saraf maupun perilaku. Salah satu bentuk gangguan jiwa yang paling banyak terjadi di
seluruh dunia adalah gangguan jiwa skizofrenia. Prevalensi skizofrenia didunia 0,1 per
mil dengan tanpa memandang perbedaan status sosial atau budaya (Varcarolis and Halter
2010 dalam Efendi, 2011). Menurut National Institute of Mental Health gangguan jiwa
mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang
menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian tersebut akan memberikan andil meningkatnya
prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di berbagai Negara. Berdasarkan hasil
sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2% penduduk yang
berusia 18-30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa, jika prevalensi gangguan jiwa
diatas 100 jiwa per 1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per
1000 penduduk. (NIMH, 2011) yang dikutip oleh (Hidayati, 2012).
Menurut Riskedes tahun 2013 bahwa prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk
Indonesia 1,7 per mil.

Gangguan

jiwa

berat terbanyak

di Yogyakarta,

Aceh,

Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Proporsi Rumah Tangga (RT) yang
pernah

memasung Anggota Rumah Tangga (ART) gangguan

jiwa

persen dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2%),

berat 14,3
serta

pada
1

kelompok

penduduk

dengan

kuintil

indeks kepemilikan terbawah

(19,5%).

Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0 persen. Provinsi
dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur (Riskesdes, 2013).
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan umum:
Mampu mengetahui asuhan keperawatan jiwa dengan masalah isolasi sosial.
Tujuan khusus:
1. Untuk mengetahui definisi dari isolasi sosial.
2. Untuk mengetahui etiologi dari isolasi sosial.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi dari isolasi sosial.
4. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan dari isolasi sosial.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak
mampu untuk membuat kontak. (Rusdi dan Dermawan: 2013)
Isolasi sosial adalah penurunan interaksi atau ketidakmampuan untuk berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. (Keliat, Budi Anna.
2011)
Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan
sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang
mengancam. (Sujono dan Teguh Purwanti: 2009)
Jadi dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial adalah keadaan di mana individu menarik
diri dari lingkungan sosial yang diakibatkan karena kesepian dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain.
2.2 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugastugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
b.

Faktor Komunikasi Dalam Keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu
keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam

keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar


keluarga.
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi social atau mengasingkan diri dari dari lingkungan social merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini di
sebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap
anggota yang tidak produktif seperti usia lanjut, penyakit kronis, dan penyandang
cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
d.

Faktor Biologis
Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan social
adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan social memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak,
serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel.

2. Faktor Presipitasi
a. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya (Ade Herman Surya Direja, 2011,
Hal.123).
3. Perilaku
Perilaku pada klien gangguan social menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis,
sedih, afek tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri,
kurang peka terhadap lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur
seperti janin saat tidur. Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi
tidak mempercayai orang lain, sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia.
Kemudian perilaku pada klien dengan gangguan social manipulasi adalah kurang
asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga diri rendah, dan sangat tergantung
pada orang lain (Sujono Riyadi dan Teguh Purwanto,2009,Hal.157).
1. Pernah trauma dalam berhubungan dengan orang lain.
2. Tidak dapat bercakap-cakap.
3. Gangguan jiwa.
4

2.3 Manifestasi Klinis


a. Gejala Subjektif :
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3) Respons verbal kurang dan sangat singkat.
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
9) Klien merasa ditolak.
b. Gejala Objektif :
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
2) Tidak mengikuti kegiatan.
3) Banyak berdiam diri dikamar.
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
6) Kontak mata kurang.
7) Kurang spontan.
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan).
9) Ekspresi wajah kurang berseri.
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
11) Mengisolasi diri.
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
13) Masukan makan dan minuman terganggu.
14) Aktivitas menurun.
15) Kurang energy (tenaga).
16) Rendah diri.
17) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fectus/janin (khususnya pada posisi tidur)
(Iyus Yosep,2011,Hal.231).

Tanda gejala isoslasi sosial yang dapat ditemukan dengan cara wawancara adalah :
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3. Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
6. Pasien merasa tidak berguna.
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi adalah :
1. Tidak memiliki teman dekat.
2. Menarik diri.
3. Tidak komunikatif.
4. Tindakan berulang dan tidak bermakna.
5. Asyik dengan pikirannya sendiri.
6. Tidak ada kontak mata.
7. Tampak sedih, efek tumpul.
2.4 Patofisiologi
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi
social yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bisa dialami klien dengan
latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan
kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan
hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan
diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi
Pattern of Parenting

Inefectieve

Lack of Develop

Stressor

internal

(Pola Asuh Keluarga)

coping

ment Task

and external (stress

(Koping

(Gangguan

internal

individu tidak

Tugas

eksternal)

dan

efektif)

Perkembangan)

Misal :

Misal :

Misal :

Pada anak yang

Saat individu Kegagalan

Stress terjadi akibat

kelahirannya tidak

menghadapi

menjalin

ansietas yang

dikehendaki (unwanted

kegagalan

hubungan intim

berkepanjangan dan

child) akibat kegagalan

mengalahkan

dengan sesame

terjadi bersamaan

KB, hamil diluar nikah,

orang

jenis kelamin yang tidak

ketidakberday

jenis, tidak

keterbatasan

diinginkan, bentuk fisik

aan

mampu mandiri

kemampuan

kurang menawan

mengangkat

individu untuk

menyebabkan keluarga

tidak mampu

mengatasi. Ansietas

mengeluarkan komentar-

menghadapi

terjadi akibat

komentar negative,

kenyataan dan

berpisah dengan

merendahkan,

menarik

orang terdekat,

menyalahkan anak

dari

hilang pekerjaan

lingkungan.

atau orang yang

lain, jenis atau lawan

diri

Misal :

dengan

dicintai.

2.5 Pohon Masalah


Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
Core problem
Isolasisosial: menarikdiri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah


(Fitria, 2010)
2.6 Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori

persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan
aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri (Deden Dermawan dan
Rusdi,2013,Hal.40).
2.7 Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. kecemasan koping yang
sering digunakan adalah regrasi, represi, dan isolasi. sedangkan contoh sumber koping
yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam hubunga yang luas dalam keluarga
dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan keriatifitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian musik atau tulisan.
2.8 Pemeriksaan diagnostik
1. Minnesolla Multiphasic Personality Inventory (MMPI)
Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater dan psikolog dalam
menentukan kepribadian seseorang yang terdiri dari 556 pernyataan benar atau salah.
2. Elektroensefalografik (EEG)
Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membantu membedakan antara etiologi
fungsional dan organik dalam kelainan mental.
3.

Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah gangguan jiwa


disebabkan oleh genetik.

4. Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan kelainan


struktur anatomi tubuh.
2.9 Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi
Obat anti psikotik
Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas,

kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik

diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi -fungsi mental: waham,


halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu bekerja,
hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung
tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama ja
8

ntung),

gangguan

ekstra

piramidal

(distonia

akut,

akatshia,

sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin,


metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.

Haloperidol (HLD)

Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi


netral serta dalam fungsi kehidupan sehari hari.
Efek samping : sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik
(hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi,
gangguan irama jantung).

Trihexy phenidyl (THP)

Indikasi: Segala jenis penyakit parkinson, termasuk paska ensepalitis dan


idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.

Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik


(hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra oluker meninggi,
gangguan irama jantung)
(http://nophienov.wordpress.com).

2. Electro Convulsive Therapi


Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan Elektroshock
adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik dalam usaha
pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang
tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali
diperkenalkan oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun
1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap
tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi
efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15 detik. Kejang yang dimaksud
adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami
rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat

dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT


dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada
pasien depresi yang tidak responsive terhadap terapi farmakologis.

3.

Therapy Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan
memberi stimulus bagi klien dengan ganggua interpersonal.

4. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan
harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara
kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang
yang akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan
memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang
(Deden Dermawan dan Rusdi ,2013: 40).

10

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.N DI RUANG CEMPAKA 1 RSUD dr.
LOEKMONOHADI KUDUS

1. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama
: Ny. N
Tanggal Masuk
: 29 April 2016
Tanggal Lahir
: 01 Mei 1994
Alamat
: Undaan Kidul 01/01 Undaan Kudus
Pendidikan
: SMA
CM
: 732847
Dx. medis
: Katatonik dengan riwayat depresi
Tanggal Pengkajian
: 2 Mei 2016-06-12
B. Identitas Penanggung Jawab
Nama
: Tn.K
Umur
: 55 tahun
Alamat
: Undaan Kidul 01/01 Undaan
Hubungan dengan klien : Ayah
C. Alasan Masuk
Depresi 5 hari tidak mau makan, bicara sendiri dan menyendiri.
D. Faktor Predisposisi
1) Biologis : pasien mulai sakit 5 hari. Pernah mengalami gangguan jiwa 2
tahun yang lalu. Pasien pernah berobat ke dokter desa, 5 bulan terakhir pasien
tidak mengkonsumsi obat dan kambuh lagi 1 bulan terakhir, pasien tidak mau
makan dan bicara sendiri dan lebih suka menyendiri.
2) Psikologis : saat SMA pasien di tuduh gurunya membuang sampah
disembarangan tempat, semenjak itu pasien depresi, lebih suka menyendiri
dikamar.
3) Sosiokultural : pasien berumur 21 tahun, perempuan, pendidikan terakhr
SMA, ketika ada masalah pasien kadang-kadang mengadu kepada ibunya,
setelah mengalami kejadian tersebut pasien menarik diri dari lingkungan dan
lebih suka diam.
E. Faktor Presipitasi
1) Nature : pasien kambuh ketika komsumsi obat terputus
2) Origin : stresor awal datang dari eksternal yaitu sekolahnya.
3) Number and timing : stresor awal muncul sejak SMA atau sejak 2 tahun yang
lalu sempat sembuh dan kambuh lagi 1 bulan terakhir dan yang paling parah 5
hari sebelum dibawa ke RS.
F. Pengkajian Fisik
11

1) Keadaan umum
Pasien kurus, psikologis terganggu, pandangan kosong, kesadaran
composmentis.
2) Vital Sign
BP : 95/75 mmHg
RR : 20x/mnt
HR : 80x/mnt
T : 36,5 C
3) Pemeriksaan Fisik
BB : 37 kg
TB : 157 cm
a. Kepala
: Mesocepal
b. Rambut
: Hitam, panjang, Kumel, bau, tidak mudah rontok.
c. Mata
: Konjungtiva anemis, simetris kanan kiri, warna sklera
putih, ada kotoran
d. Hidung
: tidak terdapat sinusitis, tidak ada sekret
e. Telinga
:simetris, tidak ada gangguan pendengaran, terdapat
serumen.
f. Mulut
: kotor, bau, gigi berlubang bagian atas.
g. Paru
Inspeksi
: simetris tidak ada otot bantu pernapasan
Palpasi
: tidak ada nyeri tekan
Perkusi
: sonor disemua lapang paru
Auskultasi : vesikuler disemua lobus paru
h. Jantung
Inspeksi
: Simetris
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS 5 mid clavicula sinistra
Perkusi
: Terdengar bunyi pekak
Auskultasi : Bunyi s1 dan s2 normal
i. Abdomen
Inspeksi
: Simetris
Auskultasi : peristaltik usus 10x/menit
palpasi
: tidak ada nyeri tekan
perkusi
: timpani
j. Genetalia
: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, tidak ada
tanda-tanda infeksi.
k. Ekstremitas : jari tangan dan kaki lengkap, tidak tremor, kuku kotor dan
panjang-panjang, akral hangat, kulit lembab.
l. Kekuatan otot : 4

12

G. Pengkajian Psikososial
1) Genogram

Keterangan :
: laki-laki
: Pasien umur 21 tahun dengan diagnosa katatonik riwayat depresi
: Perempuan
: Tinggal serumah
-Ibu bekerja sebagai pedagang ikan
-Pasien membantu ibunya berjualan
-Pasien masih sekolah di MA
-Pasien merupakan anak kedua dari 4 bersaudara
2) Konsep diri
a. Gambaran diri
Pasien masiih sulit diidentifikasi.
b. Identitas diri
Pasien adalah pelajar, anak ke 2 dari 4 bersaudara, pasien berperilaku
sesuai jenis kelaminnya yaitu sebagai perempuan.
c. Peran
Pasien berperan sebagai anak, sebelum dirawat di cempaka 1 pasien
membantu jualan ikan dipasar dan membantu membersihkan rumah .
d. Harga diri
Pasien jarang berkomunikasi dengan keluarga dan tetangga, pasien minder
dan malu.
3) Hubungan Sosial
-Orang terdekat pasien di rumah adalah ibunya, ketika ada masalah pasien
kadang-kadang menceritakan pda ibunya. Ketika ada di rumah pasien jarang
berkomunikasi dengan keluarga, pasien lebih suka diam dan menyendiri.
-Orang terdekat pasien di cempaka 1 adalah Ny. I teman satu kamar pasien
tidak pernah berinteraksi dengan teman-temannya yang lain kecuali Ny.I.
Pasien jarang berinteraksi dengan perawat cempaka 1.
13

4) Nilai Keyakinan dan spiritual


Klien mengatakan bahwa dia beragama islam semenjak di cempaka 1 tidak
pernah sholat.
H. Status Mental
1) Penampilan Umum
Rambut acak-acakan, kuku panjang, kulit lembab, badan kumel, kontak mata
kosong, lebih suka menundukkan kepala, mandi diarahkan.
2) Pembicaraan
Pasien tidak mampu memulai pembicaraan, bila berbicara pelan dan lambat,
bila diajak komunikasi pasien cenderung diam, tidak ada kontak mata dan
menunduk.
3) Aktivitas Motorik
Pasien mampu melakukan aktivitas secara mandiri, seperti mandi dan makan.
Terlihat lesu dan hipoaktif.
4) Alam perasaan
Pasien masih sulit diidentifikasi.
5) Afek
Afek dasar tidak ada perubahan roman muka pada saat stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan.
6) Interaksi selama wawancara
Selama wawancara pasien tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau
menatap lawan bicara.
7) Proses Pikir
Pasien masih sulit diidentifikasi lebih banyak diam.
8) Isi Pikir
Pasien mengalami depolarisasi, yaitu perasaan klien yang asing terhadap
lingkungan.
9) Tingkat Kesadaran
Pasien tampak bingung dan kacau.
10) Memori
Belum mendapat data mengenai daya ingat.
11) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pasien masih belum mampu konsentrasi, pasien mampu berhitung.
12) Kemampuan Penilaiaan
Pasien tidak mampu mengambil keputusan secara mandiri.
13) Daya tilik diri
Klien tidak mengetahui mengenai penyakitnya.
I. Mekanisme Koping
Klien lebih memilih untuk menyendiri, tidak mau menceritakan masalahnya
kepada orang lain.
J. Aspek Medis
Diagnosa Medis : katatonik dengan riwayat depresi dan anoreksia.
Terapi yang diberikan
-Resperidon : 2x2 mg
14

-Amitriptilin : 1x25mg
ANALISA DATA
Tanggal/ jam
2-05-2016
08.30 WIB

2-05-2016
09.00 WIB

2-05-2016
09.30 WIB

Data Fokus
S: O: Klien nampak
kumel, rambut bau
dan mulut kotor,
kuku tangan da kaki
kotor dan panjangpanjang, ditelinga
terdapat serumen,
mau mandi jika
dipaksa,klien
kurang
motivasi
merawat dirinya.
S: O: Klien selalu
diam, sering duduk
sendirian didepan tv
dan lebih banyak
dikamar. Nampak
bingung dan tidak
kooperatif. Terlihat
lesu dan hipoaktif,
pasien hanya mau
berinteraksi dengan
Ny.I,
sosialisasi
kurang.
S: O: Tidak ada reaksi
ketika
dipanggil,
ekspresi
wajah
datar,
selama
wawancara pasien
tidak
kooperatif,
kontak mata kurang,
memalingkan muka
ketika
diajak
biacara,
pasien
selalu menunduk,
bicara dengan suara
pelan dan lambat.

Diagnosa
Paraf
Defisit perawatan
diri

Isolasi
sosial:
Menarik diri

Harga diri rendah

15

POHON MASALAH
Halusinasi
Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi Sosial

Rencana Tindakan Keperawatan


Tgl/Jam

Diagnosis Rencana Keperawatan


Tujuan
Tindakan
2/05/2016 Isolasi
TUM :
1.Bina hubungan saling
10.30
sosial
: Klien dapat percaya
WIB
menarik
berinteraksi
a.Sapa
klien
dengan
diri
dengan orang ramah
baik
verbal
lain.
maupun Nonverbal
TUK 1 : b.Perkenalkan diri dengan
Klien dapat sopan
membina
c.Tanyakan nama lengkap
hubungan
klien dan nama panggilan
saling
yang disukai klien.
percaya.
d.Jelaskan
tujuan
pertemuan
e.Tunjukkan
sikap
empatidan
menerima
klien apa adanya
f.Buat kontrak interaksi
yang jelas
g.Beri perhatian pada
klien dan perhatikan
kebutuhandasar klien
TUK 2 :
1.Tanyakan pada klien
Klien mampu tentang
menyebutkan a.Orang yang tinggal
penyebab
serumah, teman
menerik diri
b.Orang yang paling dekat
dengan klien dirumah dan
di rumah sakit
c.Apa yang membuat
klien dekat dengan orang
tersebut
d.Orang yang tidak dekat

Rasional
Dengan
membina
hubungan saling
percaya, pasien
akan
merasa
aman
dan
bersedia untuk
berinteraksi
dengan perawat
dan
untuk
memfasilitasi
dalam
mengungkapkan
dan
menyelesaikan
masalah.

-Memfasilitasi
pasien
untuk
mengungkapkan
orang terdekat
dalam
kehidupan
pasien.
-Perilaku
menarik
diri
dapat
teridentifikasi
16

TUK 3 :
Klien dapat
menyebutkan
keuntungan
berhubungan
dengan orang
lain
dan
kerugian bila
tidak
berhubungan
dengan orang
lain.

TUK 4 :
Klien dapat
melaksanakan
hubungan
sosial secara
bertahap

dengan
klien
di
rumah/ruang perawatan.
e.Apa yang membuat
tidak dekat dengan klien
f.Upaya
yang
sudah
dilakukan agar dekat
dengan orang lain
2.Kaji pengetahuan klien
tentang perilaku menarik
diri dan tanda-tandanya
3.Diskusikan
dengan
klien penyebab menarik
diri atau tidak mau
bergaul dengan orang lain
4.Beri pujian terhadap
kemampuan
klien
mengungkapkan
perasaannya.
1.Kaji pengetahuan klien
tentang manfaat
dan
keuntungan
bergaul
dengan orang lain.
2.Beri kesempatan klien
untuk mengungkapakan
perasaan
tentang
keuntungan berhubungan
dengan orang lain.
3.Diskusikan
bersama
klien tentang manfaat
berhubungan
dengan
orang lain
4.Berikan reinforcement
positif
terhadap
kemampuan
mengungkapkan perasaan
tentang
keuntungan
berhubungan
dengan
orang lain
1.Berikan motivasi dan
bantuan
klien
untuk
berkenalan/berkomunikasi
dengan orang lain.
2.Observasi perilaku klien
saat berhubungan dengan
orang lain
3.Berikan reirforcement
terhadap
keberhasilan
yang telah tercapai.
4.Motivasi dan libatkan
klien untuk mengikuti

lebih awal
-Dapat
melakukan
penatalaksanaan
sesuai penyebab
-Meningkatkan
rasa percaya diri
klien.

-Dengan klien
mengetahui
keuntungan
berteman
diharapkan
klien
dapat
berinteraksi
dengan teman
yang lain.
-Ungkapan
perasaan klien
diperlukan agar
klien
lebih
dapat terbuka.
-Menjadikan
klien memiliki
teman
lebih
banyak.

-Dukung
interaksi klien
agar
dapat
menigkatkan
komunikasi
terhadap orang
lain.
-Untuk
mengetahui
kemajuan klien
-TAK
dapat
dijadikan solusi
17

kegiatan TAK
agar klien lebih
5.Diskusikan
jadwal interaktif.
kegiatan harian yang -Meningkatkan
dapat dilakukan untuk rasa
percaya
meningkatkan
diri.
kemampuan
berkomunikasi.

CATATAN KEPERAWATAN
Nama : Ny. N

Dx. Medis : katatonik dengan riwayat depresi

Umur : 21 tahun

Alamat : Undaan kidul 01/01 Undaan

CM : 732847
Tgl/jam
2/04/2016
09.30
WIB

3/04/2016
09.00
WIB

Diagnosa
Implementasi
Isolasi Sosial: SP 1:
menarik diri
a.Melakukan BHSP,
memperkenalkan diri
sendiri
dan
menanyakan nama
klien.
b.Menanyakan
keluhan klien saat
dirawat
diruang
cempaka 1
c.Menanyakan
kegiatan yang klien
lakukan
bersama
temannya
d.Berdiskusi dengan
klien
tentang
keuntungan
berinteraksi dengan
orang lain.
e.Mengajarkan cara
berkenalan
Isolasi sosial SP 1
mandiri
a.Melakukan BHSP
meminta klien untuk
menyebutkan nama
kita (perawat)
b.Menanyakan
keluhan klien saat
dirawat dicempaka 1
c.Menanyakan
Kegiatan yang klien

Evaluasi
TTD
S:O:Klien tidak ada
ekspresi, tidak ada
respon, tidak ada
kontak mata, tidak
mau bicara, klien
hanya
diam
dan
menunduk
A:
Isolasi
sosial
menarik diri
P:Ulangi SP 1
-Tingkatkan BHSP
-Menjelaskan
keuntungan
berinteraksi
dengan
orang lain
-Mengajarkan
cara
berkenalan

S:O:Tidak ada ekspresi,


tidak ada respon, diam
tidak mau bicara,
menunduk tidak ada
kontak mata.
A:
Isolasi
sosial
menarik diri
P: Masalah belum
teratasi, Ulangi SP1
18

4/04/2016
16.15
WIB

5/04/2016
16.00
WIB

6/04/2016
08.30
WIB

lakukan
bersama
teman-temannya
d.Berdiskusi dengan
klien
tentang
keuntungan
berinteraksi dengan
orang lain
e.Mengajarkan cara
berkenalan
SP 1
a.Melakukan BHSP
meminta klien untuk
menyebutkan nama
kita (perawat)
b.Menanyakan
keluhan klien saat
dirawat dicempaka 1
c.Menanyakan
Kegiatan yang klien
lakukan
bersama
teman-temannya
d.Berdiskusi dengan
klien
tentang
keuntungan
berinteraksi dengan
orang lain
e.Mengajarkan cara
berkenalan
SP 1
a.Melakukan BHSP
meminta klien untuk
menyebutkan nama
kita (perawat)
b.Menanyakan
keluhan klien saat
dirawat dicempaka 1
c.Menanyakan
Kegiatan yang klien
lakukan
bersama
teman-temannya
d.Berdiskusi dengan
klien
tentang
keuntungan
berinteraksi dengan
orang lain
e.Mengajarkan cara
berkenalan
SP 1
a.Melakukan BHSP
meminta klien untuk

tingkatkan BHSP

S:O:Tidak ada ekspresi,


tidak ada respon, diam
tidak mau bicara,
menunduk tidak ada
kontak mata.
A:
Isolasi
sosial
menarik diri
P: Masalah belum
teratasi, Ulangi SP1
tingkatkan BHSP

S:O: Respon senyum,


sedikit kontak mata,
klien belum mau
bicara

S:Klien mengatakan
tidak
bisa
tidur
(kemaren malam)
19

menyebutkan nama
kita (perawat)
b.Menanyakan
keluhan klien saat
dirawat dicempaka 1
c.Menanyakan
Kegiatan yang klien
lakukan
bersama
teman-temannya
d.Berdiskusi dengan
klien
tentang
keuntungan
berinteraksi dengan
orang lain
e.Mengajarkan cara
berkenalan

O: respon senyum,
sedikit kontak mata,
kurang
kooperatif,
berkenalan
dengan
perawat, sudah mau
berkomunikasi
A: Isolasi sosial
P: Evaluasi SP1

20

BAB IV
PENUTUP

4.1 SIMPULAN
Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan
dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan
negatif yang mengancam. Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab
dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau
kegagalan. Kegagalan perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan
dan meresa tertekan, berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain
untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien
berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan.
Dengan tanda dan gejalanya seperti Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul,
menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari orang lain,
misalnya pada saat makan, komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak
bercakap-cakap dengan klien lain / perawat, tidak ada kontak mata, klien lebih sering
menunduk, berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya,
menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap, tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan
diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan. Jadi membina hubungan
saling percaya klien dengan keluarga, perawat dengan klien dapat mempercepat
menyelesaikan masalahnya dan mengajarkan untuk berinteraksi dengan orang lain
dan beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya yang nmenyebabkan
klien menarik diri.
4.2 SARAN
Binalah hubungan saling percaya diantara orang tua dengan mahasiswa, kelompok/
masyarak dengan mahasiswa
1. Mahasiswa harus mengetahui tanda- tanda dari menarik diri dan jika ada suatu
masalah sebaiknya dibicarakan dan mencari jalan penyelesaiannya.
2. Saling mendukung terhadap apa yang akan dilakukan selagi positif

21

DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosheng Publishing.
Keliat, Budi Anna.2011. Manajemen Keperawatan psikososial dan kader kesehatan jiwa.
Jakarta: EGC.
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanti. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

22

You might also like