You are on page 1of 14

Laporan Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)

F4. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GIZI BURUK

PUSKESMAS TEGALREJO
YOGYAKARTA

A. LATAR BELAKANG
1

Pembangunan

sektor

kesehatan

bertujuan

meningkatkan

derajat

kesehatan

masyarakat, yang mana derajat kesehatan di pengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan, dan kependudukan. Program perbaikan gizi mengacu pada 4 masalah
gizi utama yang ada di Indonesia umumnya masalah di dominasi oleh masalah Kurang Energi
Protein (KEP)/ Gizi Buruk, Anemia, Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) dan
Kekurangan Vitamin A (KVA).
Millenium Development Goals (MDGs). MDGs adalah upaya untuk memenuhi hakhak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB
untuk melaksanakan 8 tujuan pembangunan yang mulai dijalankan pada September 2000.
Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015.
Salah satu dari delapan tujuan tersebut adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan.
Alasan dilakukan program ini karena salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia
adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara
berkembang khususnya Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu penyebab yang menonjol
diantaranya karena keadaan gizi yang kurang baik atau bahkan buruk. Kondisi gizi anak-anak
Indonesia rata-rata lebih buruk dibanding gizi anak-anak dunia. Tercatat satu dari tiga anak di
dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas nutrisi. Sebuah riset juga
menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena kekurangan gizi serta
buruknya kualitas makan. Badan kesehatan dunia WHO (2011), memperkirakan bahwa 54%
kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Sementara masalah gizi di
Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 persen kematian anak.
Gizi buruk merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam asupan makanan sehari-hari hingga tidak memenuhi Angka
Kecukupan Gizi (AKG).
Prevalensi balita gizi buruk merupakan indikator Millenium Development Goals
(MDGs) yang harus dicapai disuatu daerah (kabupaten/kota) pada tahun 2015, yaitu
terjadinya penurunan prevalensi balita gizi buruk menjadi 3,6% atau kekurangan gizi pada
anak balita menjadi 15,5%. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010, secara
nasional prevalensi balita gizi buruk sebesar 4,9% dan kekurangan gizi 17,9%.
Sedangkan berdasarkan hasil pemantauan Status gizi tahun 2004 hingga tahun 2006
prevalensi gizi kurang dan buruk di Indonesia sebesar 28,6% dengan persentase gizi kurang
2

20,8% dan gizi buruk 7,8%. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
dilaporkan dari 25 juta balita 4,6 juta diantaranya menderita gizi kurang dengan berat badan
tidak memenuhi berat normal menurut usianya. Sementara sebesar 3,4 juta balita tergolong
kurus dengan berat badan kurang proporsional terhadap tinggi badan dan 3,1 juta balita
kegemukan.
Berdasarkan data pada tahun 2004 kasus gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 5,1 juta.
Kemudian pada tahun 2005 turun menjadi 4,42 juta. Tahun 2006 turun menjadi 4,2 juta
(944.246 diantaranya kasus gizi buruk). Sepanjang tahun 2006, pemerintah baru menangani
19.567 kasus gizi buruk. Jumlah tersebut menurun jauh dibanding pada tahun 2005, yang
mencapai 76.178 kasus. Dari 19.567 kasus, 193 anak meninggal karena terlambat ditangani,
dan tahun 2007 turun lagi menjadi 4,1 juta (755.397 diantaranya kasus gizi buruk). Pada
2009, angka gizi kurang dan gizi buruk berkurang hingga 20%. Berdasarkan data Survei
Sosial Ekonomi Nasional 2005, angka gizi buruk dan gizi kurang adalah 28% dari jumlah
anak Indonesia.
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF
ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu kurangnya asupan gizi dari makanan.
Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak
memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
Yang kedua adalah akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini
disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat
makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu faktor ketersediaan
pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat, perilaku dan budaya dalam pengolahan
pangan dan pengasuhan asuh anak, pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang
tidak memadai. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi
buruk pada balita, yaitu keluarga miskin, ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang
baik bagi anak, faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran
pernapasan dan diare.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, khususnya Dinas Kesehatan, baik
pendekatan strategis maupun pendekatan taktis. Pendekatan strategis yaitu berupaya
mengoptimalkan operasional pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan pelayanan
kesehatan balita diantaranya pengoptimalan fungsi posyandu. Pendekatan taktis merupakan
upaya antisipasi meningkatnya prevalensi balita gizi buruk serta upaya penurunannya melalui
berbagai kajian atau penelitian yang berkaitan dengan balita gizi buruk.
3

Kurang energi protein (KEP) merupakan keadaan kekurangan gizi pada seseorang
yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam intake sehari-hari. Anak
disebut KEP bila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U)
baku WHO-NCHS (National Center Health Statistic). KEP merupakan defisiensi gizi paling
berat dan meluas terutama pada balita.
Status gizi anak ditentukan dengan menilai pertumbuhan fisik anak. Pertumbuhan
adalah setiap perubahan dari tubuh yang berhubungan dengan bertambahnya ukuran fisik
(anatomis) maupun struktural dalam arti sebagian atau keseluruhan. Perkembangan adalah
berkembangnya kemampuan (skill), struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks.
Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Penilaian secara langsung dapat dilakukan melalui pemeriksaan/pengukuran antropologi,
klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak langsung terdiri dari survei
konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor etiologi.
Parameter antropologi merupakan dasar bagi penilaian status gizi. Beberapa indeks
antropologi yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi adan
menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). BB/U baik untuk
mengukur status gizi akut dan kronis, TB/U baik untuk menilai status gizi masa lampau,
BB/TB dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus).
Dari berbagai jenis indeks diatas, untuk interpretasi diperlukan ambang batas. Untuk
menentukan ambang batas diperlukan kesepakatan para ahli gizi. Ambang batas dapat
disajikan ke dalam 3 cara, yaitu persen terhadap median, persentil dan standar deviasi unit.
DepKes RI saat ini menggunakan Z-scores atau standar deviasi unit untuk menilai status gizi
secara antropometri untuk bayi dan anak berdasarkan dari Ditjen Kesmas sejak tahun 2000.
Standar yang digunakan adalah standar WHO-NCHS.
Deteksi dini perkembangan anak dilakukan dengan cara pemeriksaan perkembangan
secara berkala, apakah sesuai umur, atau telah terjadi penyimpangan dari perkembangan
normal. Pada kegiatan ini untuk menilai perkembangan anak digunakan Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan (KPSP). Tujuan skrining/ pemeriksaan perkembangan anak
menggunakan KPSP adalah untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada
penyimpangan. Formulir KPSP berisi 9-10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan
yang telah dicapai anak, sasaran KPSP adalah anak berusia 0-72 bulan.

B. PERMASALAHAN
4

Di wilayah kerja Puskesmas Tegalrejo kasus balita dengan gizi kurang maupun gizi
buruk masih memerlukan perhatian lebih. Setiap desa yang berada di wilayah kerja
Puskesmas ini (Tompeyan, Bener, Karangwaru) terdapat balita dengan gizi kurang atau gizi
buruk. Beberapa anak yang mengalami gizi buruk juga mengalami gangguan perkembangan
baik fisik maupun mental.
Selain itu juga ada yang memiliki penyakit tertentu, seperti kasus gizi buruk yang ada
di kelurahan Tompeyan.
C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
Status gizi biasanya erat kaitannya dengan keluarga miskin, ketidaktahuan orang tua
atas pemberian gizi yang baik bagi anak, faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung,
TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare. Asma merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan genetik, sehingga kemungkinan penyebab gizi buruk pada anak ini adalah karena
asma. Sehingga pemilihan intervensi harus dilakukan dengan tepat. Untuk itu dipilih
pendekatan secara personal dan kekeluargaan.
Pendekatan personal ini dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah keluarga
balita gizi buruk. Hal ini dimaksudkan agar dapat dilakukan wawancara mendalam dengan
orang tua anak sehingga dapat diperoleh informasi mengenai riwayat tumbuh kembang anak,
adanya penyakit penyerta pada anak, riwayat gizi dan pemberian ASI, imunisasi, keadaan
ekonomi, sosial, kondisi keluarga, dan lingkungan tempat tinggal anak, sehingga pemberian
intervensi dapat disesuaikan dengan kondisi keluarga.
Pada kasus gizi buruk ini, rencana yang dipilih adalah dengan melakukan penilaian
pertumbuhan dan perkembangan anak. Kemudian dicari penyebab gangguan pertumbuhan
dan perkembangan yang ditemukan. Berdasarkan hasil penilaian yang ditemukan, kita dapat
memberikan edukasi kepada orang tua mengenai pemberian gizi yang baik bagi anak. Selain
itu juga memberikan edukasi kepada anggota keluarga yang lain agar ikut serta dalam
mendukung program rehabilitasi gizi anak. Selain itu juga direncanakan untuk merujuk anak
tersebut ke Puskesmas Dharmarini di bagian gizi untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut
terutama masalah gizinya.

D. PELAKSANAAN
5

Pada tanggal 20 november 2013 telah dilakukan kunjungan ke rumah An.MD di


Tompeyan. Balita ini adalah salah satu dari balita yang mempunyai masalah gizi buruk. Dari
kunjungan rumah didapatkan hasil sebagai berikut:
Identitas balita
Nama

: An. M. D.

Jenis kelamin

: laki-laki

Usia

: 4 tahun 2 bulan

Usia ayah

: 42 tahun

Pendidikan ayah

: lulusan SD

Pekerjaan

: karyawan swasta

Usia ibu

: 35 tahun

Pendidikan ibu

: lulusan SD

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Pendapatan keluarga per bulan


Gol. Ekonomi

: + Rp.700.000 ,-

: Menengah

Pada pemeriksaan tgl 20/11/2013 didapatkan:


Riwayat penyakit sekarang :
Sejak usia 2 tahun anak didiagnosis asma oleh dokter spesialist anak. Saat serangan asma
anak masih dapat berjalan, bisa berbaring, masih dapat berbicara membentuk kalimat,
kesadaran penuh, anak tidak tampak pucat/biru, terdengar suara nafas mengi, terlihat sesak,
dan nafas cepat. Rata-rata serangan asma 2x dalam tiga bulan, namun juga tidak menentu.
6

Biasanya berhubungan dengan cuaca dingin, saat kecapekan dan berdebu. Ibu tidak
mengetahui apakah terdapat riwayat anggota keluarga dengan asma.
Sejak menderita asma, anak menjadi sulit makan, hingga usia sekarang anak hanya mau
makan nasi dan lauk 2 kali sehari dengan nasi hanya 1 centhong kadang kurang tiap kali
makan, dan anak menolak minum susu. Anak juga tidak menyukai sayur, buah, maupun roti.
Anak tidak pernah bermasalah dengan pencernaan.
Riwayat penyakit dahulu
-

Sejak berusia 2 tahun anak menderita asma yang didiagnosis oleh dokter spesialist
anak, setiap kali serangan asma anak selalu dibawa ke UGD terdekat.

Sejak menderita asma, berat badan anak sulit naik karena nafsu makan anak menurun

1 tahun yang lalu anak pernah opname di RS karena asmanya, saat itu anak terlihat
lemas dan oleh dokter disarankan untuk opname

Riwayat Antenatal Care


Ibu rutin melakukan pemeriksaan kehamilan lebih dari 4x ke bidan desa. Ibu selalu
mengkonsumsi suplemen besi dan vitamin yang diberikan. Ibu tidak pernah ada keluhan
ataupun sakit kronis saat kehamilan dan muntah-muntah disangkal.
Riwayat kelahiran
Anak merupakan anak kedua dari dua bersaudara (G2P1A0), lahir di bantu bidan desa saat
umur kehamilan 38 minggu, secara spontan, tidak ada penyulit, langsung menangis, skor
apgar 9/10. Berat badan lahir 3100 gram. Panjang badan, lingkar kepala dan lingkar lengan
ibu mengaku lupa.
Saat usia + 2 tahun, anak sesak nafas disertai mengi, kemudian oleh dokter spesialist anak
didianosis asma. Sejak saat itu nafsu makan anak menurun dan sulit makan sehingga berat
badannya sulit naik. sebelum menderita asma, berat badan anak terlihat cukup dan nafsu
makan baik.
Riwayat gizi
0-6 bulan ASI
6 bulan- 2 tahun ASI+ susu formula+ bubur susu nestle
2 tahun-hingga sekarang nasi+lauk
Sejak usia 2 tahun nafsu makan anak menurun. Makanan sehari-harinya hanyalah nasi dan
lauk (telur dan lele, tidak menyukai tahu tempe). Anak hanya makan nasi sehari 2 kali, setiap
kali makan sebanyak 1 enthong nasi, kadang kurang. Anak tidak menyukai sayur, buah,

maupun roti. Dan sejak terkena asma, anak menolak minum susu. Anak tidak pernah
mengalami gangguan pencernaan.
Riwayat perkembangan
Perkembangan anak sesuai umur. Anak dapat berjalan dengan lancar saat usia 15 bulan dan
dapat berbicara dengan lancar saat usia 18 bulan. Dilakukan tes perkembangan dengan
menggunakan KPSP. Anak dinilai dari aspek motorik kasar, bahasa, motorik halus dan
personal sosial, hasilnya anak tidak mengalami keterlambatan di semua aspek tersebut.
Riwayat Imunisasi
Anak telah mendapatkan imunisasi dengan lengkap.
Riwayat sosial keluarga
Anak tinggal bersama ayah dan ibunya serta 1 orang kakak perempuannya yang masih SMP.
Ayahnya bekerja sebagai karyawan swasta dan ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Status gizi

Berat badan (BB)

: 10,7 kg BB//U <-3SD (gizi buruk)

Tinggi badan (TB)

: 92 cm TB//U -3 SD s/d -2,1 SD (pendek)

BB//TB -3 SD s/d -2,1 SD (kurus)

Pemeriksaan Fisik

Respirasi rate

: 28x/menit, tipe torakoabdominal

Nadi

: 96x/menit

Kepala

Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)


-

Hidung

Mulut

Leher

Thorak :
-

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Askultasi

: sekret hidung (-)


: atrofi papil lidah (-)
: pembesaran lnn. Leher (-)

: simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)


: fremitus kanan =fremitus kiri
: sonor +/+
: wheezing (-/-), S1 S2 regular, tunggal, bising (-)

Perut : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, supel, peristaltik (+), timpani (+),
nyeri tekan (-), turgor dan elastisitas dalam batas normal.
hepar dan lien tak teraba

Ekstremitas

: akral hangat(+), edema (-)


8

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik saat kunjungan rumah, untuk
selanjutnya anak dirujuk ke Puskesmas Dharmarini di bagian gizi untuk untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut terutama masalah gizinya.

E. MONITORING DAN EVALUASI


Depkes RI telah menyusun penatalaksanaan KEP berat, berupa 10 langkah yang telah
diadopsi dari WHO.
Penatalaksanaan KEP Berat :

Setelah dilakukan kunjungan awal untuk mendapatkan data yang lengkap, selanjutnya
ibu dan anak dirujuk ke Puskesmas Dharmarini di bagian gizi untuk mendapatkan edukasi
mengenai menu gizi yang sesuai untuk anak dengan gizi buruk.
Hasil penilaian perkembangan anak dengan KPSP menunjukkan perkembangan anak
sesuai dengan usia baik dari segi personal sosial, motorik halus adaptif, bahasa maupun
motorik kasar.
Pada kasus ini anak menderita asma sejak usia 2 tahun. Asma adalah mengi berulang
dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik,
cenderung pada malam/dini hari, musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma
atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. Serangan asma (eksaserbasi) adalah episode
perurukan gejala-gejala asma secara progresif. Gejala yang dimaksud adalah sesak nafas, auk,
mengi, dada rasa tertekan, atau berbagai kominasi gejala tersebut. Derajat serangan asma
ervariasi mulai dari yang ringan, sedang, erat dan serangan yang mengancam jiwa. Serangan
akut biasanya timul akibat pajanan terhadap faktor pencetus (paling sering infeksi virus atau
alergen) .
Berikut ini Consider Diagnosi of Asthma menurut IDAI/Ikatan Dokter Indonesia
(2010) :

Apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi berulang?

Apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?

Apakah anak mengalami mengi atau batuk setelah berolahraga?


10

Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa berat, atau batuk setelah terpajan
alergen atau polutan?

Apakah jika mengalami pilek anak membutuhkan lebih dari 10 hari untuk sembuh?

Apakah gejala klinis membaik setelah pemberian pengobatan anti asma?


Pertanyaan-pertanyaan diatas digunakan untuk pertimbangan diagnosis asma. Dari

hasil anamnesis pada ibu pasien, dari semua pertanyaan itu jawabannya adalah iya, sehingga
diagnosis ke arah asma lebih besar, dan anak memang sudah pernah didiagnosis asma oleh
dokter spesialist anak, sehingga diagnosis asma dapat ditegakkan
Berikut ini pembagian derajat penyakit asma pada anak
Parameter

klinis,

Asma episodik jarang

Asma episodik sering

Asma persisten (asma

kebutuhan obat, dan

(asma ringan)

(asma sedang)

berat)

faal paru
Frekuensi serangan
Lama serangan

< 1x/bulan
< 1 minggu

> 1x/ bulan


> 1 minggu

Sering
Hampir

Intensitas serangan
Diantara serangan

Biasanya ringan
Tanpa gejala

Biasanya sedang
Sering ada gejala

tahun, tidak ada remisi


Biasanya berat
Gejala
siang dan

Tidur dan aktivitas


Pemeriksaan fisik di

Tidak terganggu
Normal
(tidak

Sering terganggu
Mungkin terganggu

malam
Sangat terganggu
Tidak pernah normal

luar serangan
Obat pengendali anti

ditemukan kelainan)
Tidak perlu

(ditentukan kelainan)
Perlu, non steroid

Perlu, steroid

inflamasi
Uji faal paru (di luar

PEF/PEV1 > 80%

PEF/PEV1 60-80%

PEF/PEV1 <60%

serangan)
Variabilitas faal paru

Variabilitas >15%

Variabilitas >30%

Variabilitas 20-30%
Variabilitas >50%

sepanjang

(bila ada serangan)

Berikut ini merupakan klasifikasi penilaian serangan asma menurut IDAI 2010 :
Parameter
klinis,

Ringan

Sedang

Berat

fungsi

Ancaman henti
nafas

paru, Lab
Sesak

Berjalan

Berbicara

(breathless)

Bayi:

Bayi:

menangis

keras

Istirahat
tangis

pendek

dan

lemah,

kesulitan

Bayi: tidak mau


minum/makan

Posisi

Bisa berbaring

menyusu/makan
Lebih suka duduk

Duduk bertopang

Bicara
Kesadaran

Kalimat
Mungkin iritable

Penggal kalimat
Biasanya iritable

lengan
Kata-kata
Biasanya iritable

Kebingungan
11

Sianosis
Mengi

Penggunaan otot

Tidak ada
Sedang, sering

Tidak ada
Nyaring,

Ada
Sangat

hanya pada akhir

sepanjang

terdengar

ekspirasi
Biasanya tidak

ekspirasi+inspirasi
Biasanya ya

stetoskop
Ya

nyaring,
tanpa

Nyata
Sulit/tidak
terdengar
Gerakan

bantu

paradoks torako-

respiratorik
Retraksi

Laju nafas

Dangkal, retraksi

Sedang, ditambah

Dalam, ditambah

interkostal

retraksi

nafas

Takipnea

suprasternal
Takipnea

hidung
Takipnea

abdominal
Dangkal/ hilang

cuping
Bradipnea

Dari hasil anamnesis dengan ibu pasien, pada anak ini tergolong asma ringan.
Tatalaksana pada serangan asma ringan adalah sebagai berikut :
-

Jika dengan sekali neulisasi pasien menunjukkan respon yang aik (complete
response), berarti derajat serangannya ringan

Pasien diobservasi selama 1-2 jam, jika respon tersebut bertahan, pasien dapat
dipulangkan. Pasien dibekali obat antagonis (hirupan/oral) yang harus diberikan tiap
4-6jam

Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat diamahkan steroid oral jangka
pendek (3-5 hari)

Pasien kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48 jam
untuk evaluasi ulang tatalaksana

Jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat tersebut
diteruskan hingga evaluasi ulang yang dilakukan di klinik rawat jalan. Namun, jika
setelah oservasi 2 jam gejala timbul kembali, pasien diperlakukan sebagai serangan
asma sedang
Setiap kali mengalami serangan asma orang tua selalu membawa anak ke UGD.

Biasanya di UGD anak mendapatkan terapi uap dan obat oral anti asma yang dibawa pulang.
Sehingga langkah orang tua dalam memberikan terapi farmakologi asma untuk anak ini sudah
sesuai dengan terapi asma yang dianjurkan oleh IDAI.
Selain terapi farmakologi seperti diatas, penatalaksanaan asma yang paling utama
adalah menghindari faktor pencetus. Sehingga pada kasus ini kita memberikan edukasi
kepada orang tua pasien bahwa serangan asma akan muncul jika terdapat pencetus, yaitu
berupa aktivitas, emosi (menangis atau tertawa), debu, makanan/minuman, pajanan terhadap
12

hewan berbulu, perubahan suhu lingkungan atau cuaca, aroma parfum yang kuat atau aerosol,
asap rokok, asap dari perapian dan infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian latar belakang, bahwa menurut Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu keluarga
miskin, ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak, faktor penyakit
bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare. Asma
termasuk penyakit saluran pernafasan yang bersifat genetik sehingga pada pasien ini dapat
dikatakan bahwa salah satu penyebab gizi buruknya adalah asma. Ditambah pengakuan dari
ibu pasien bahwa setelah menderita asma, berat badan anak menjadi sulit naik dan anak sulit
makan padahal sebelumya berat badan anak cukup dan nafsu makan baik.
Evaluasi dilakukan pada kunjungan rumah berikutnya yaitu pada hari rabu, 15 agustus
2012. Dari kunjungan ini didapatkan hasil bahwa ibu sudah mulai menerapkan pola dan menu
makan yang disarankan oleh ahli gizi yang ada di puskesmas yang meliputi variasi menu,
perbaikan pola makan menjadi 3x perhari, pemberian multivitamin dan susu dari puskesmas,
dan ibu telah lebih memahami mengenai faktor pencetus asma, sehingga ibu berusaha
menghindarkan anaknya terhadap faktor-faktor pencetus tersebut

DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2005. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita). Keputusan Menteri
Kesehatan RI nomor: 920/ Menkes/ SK/VIII/2005, Jakarta
Anonim., 2009. Laporan Program Gizi Masyarakat Kasus Gizi Buruk. Dinkes Lampung
Selatan.
http://keslamsel.wordpress.com/2009/04/28/laporan-program-gizimasyarakat-kasus-gizi-buruk/
Anonim., 2011. Deskripsi Kejadian Balita Gizi Buruk dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh
di Provinsi Jawa Timur. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17943Chapter1-99086.pdf
Anonim., 2009. Pengaruh Metode Ceramah dengan Media Audio Visual dan Poster
Kalender terhadap Perilaku Ibu Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk di Kabupaten
Bireuen
Provinsi
Aceh.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29818/5/Chapter%20I.pdf
Bappeda., 2011. Dukungan Provinsi Jawa Tengah Dalam Upaya Penanggulangan
Kemiskinan.
http://p3b.bappenas.go.id/Loknas_Wonosobo/content/docs/materi/3Bappeda%20Jateng%20-%20Makalah%20MDG%27s.pdf
Depkes RI.,2011. Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat Tahun 2010-2014.
http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/658
13

Fransiska, Claris., 2010. Gizi Buruk. http://www.scribd.com/doc/60507102/BAB-I-GiziBuruk


Lusa., 2009. Gizi Buruk. http://www.lusa.web.id/gizi-buruk/
Mansjoer, et all., 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI, Jakarta
Naning, et all., 2011. Panduan Belajar Ilmu Kesehatan Anak. FKUGM, Yogyakarta.
Pudjiadi, antonius., 2010. Pedoman Pelayan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pengurus
Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta
Soetjiningsih,dr., 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC, Jakarta

Komentar/ Feed Back

14

You might also like