Professional Documents
Culture Documents
TERAPI OKSIGEN
Anna Uyainah Z.N.
PENDAHULUAN
MEKANISME HIPOKSIA
di awal tahun
1960-an
sistem hematologi.
161
.162
Sistem
Respirasi
Kardiovaskular
SistEm saraf
pusat
Neuromuskular
Metabolik
o xy g
en
th
membutuhkan oksigen.
MANFAATTERAPIOKSIGEN
Tujuan terapi oksigen adaiah mengoptimalkan oksigenasi
jaringan dan meminimalkan asidosis respiratorik.
163
TERAPIOKSIIGEN
lndikasi
pulmonal
kongestif
lndikasi khusus
Nocturnal hypoxemia
40%o
9jYo
Pendapaian terapi
PaOz > 60mmHg atau SaO2 >
latihan
PaOz > 60mmHg atau SaO2'>
90%
Dosis oksigen sebaiknya
disesuaikan saat tidur dan
latihan
disesuaikansaat latihan
kebakaran.
Pasien yang tidak menerima terapi adekuat
pasiet yang
KONTRAINDIKASI
Suplemen oksigen tidak direkomendasi pada :
. Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang berat
dengan keluhan utama dispneu, tetapi dengan PaO,
simple mask.
Alat oksigen arus tinggi di antaranya venturi mask
dan res ert,oir nebulizer blenders.
764
di
ini menunjukkan
FiO,
paslen.
Aliran 02 100%
Fio, (%)
1Um
24
2Ll
aa
3L/m
32
36
40
44
4Llm
5L/m
6L/m
Transtrakeal
0,5-41lm
24-40
Mask Oksigen
5-6Um
6-7Um
7-8 L/ m
Mask dengan kantong
reservorr
6L/m
7Ll
8L/m
9L/m
40
50
60
60
70
80
90
>99
'10 L/ m
Nonrebreathing
4-10 L/m
60-'100
24
6Um
2B
9 L/m
40
40
50
12Llm
15 Um
165
TERAPIOKSIGEN
KESIMPULAN
digunakan.
REFERENSI
dada
- l.
2000:343; 4:269-280.
Brusasco V, Pellegrino R. Oxygen in the rehabilitation of patients
with chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit
Care Med. 2003;168:1021 -2.
Celli B.R., MacNee W, and Committee members. Standard for the
diagnosis and treatment of patients with COPD Eur Respir J.
2OO4:23;932-46.
Emtner M, Porszasz J, Burns M, et all. Benefits of supplemental
oxygen in exercise training in nonhypoxemic chronic obstructive pulmonary disease patients. Am J Respir Crit Care Med.
2003;168:1034-42.
Michael F. Beers. Oxygen therapy and pulmonary oxygen toxicity.
In: Fishman AP, ed. 3'd ed. Fishman's pulmonary diseases and
23
DUKUNGAN VENTILATOR MEKANIK
Ceva W. Pitoyo, Zulkifli Amin
PENDAHULUAN
Ventilator adalah suatu sistem alat bantuan hidup yang
dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi
pernapasan yang normal. Tujuan utama pemberian
dukungan ventilator mekanik adalah untuk mengembalikan
.
.
.
.
.
.
.
.
.
negatif
Ventilator tekanan
positif
a. Cuirass ventilator
b. Tank ventilator (iron lung)
a. Pressure limit devices
Volume limit devices (MA-2'
erpenuhi'
dan penyampaian oksigen yang
juga
untuk
digunakan
Tekanan positif ventilator dapat
9008, e00c)
Ventilatorfrekuensi
tinggi
a. Jet ventilators
b. High frequency
c.
Bear 2)
c.
neuromuskular.
b.
Ventilatortekanan
Mengatasi hipoksemia
Mengatasi asidosis respiratorik akut
Mengatasi distres pemapasan
venti lators
Ossilators
r66
t67
Limit (larget)
CONTROLMODES
Padamodes ini inisiatifbemapas seluruhnya dikontrol oleh
ventilator, alat menghantarkan volume tidal (volume r4asuk
sekali napas) tanpa usaha napas dari pasien. Pada pasien
{68
Assisfed-co ntro I I ed
ve
inisiatif
t69
Hipoksemia
Vo I u m
volume
ata:u
asidosis.
.
.
.
Synchronous lntermittent Mandatory Ventilation
(srMV)
Hiperkapnia
ekspirasi.
pada
IN
.
.
.
di otak
pada
Cuillain-Bane)
Atrofi otot
lama, steroid)
Kelelahan.
delivery)
170
92-94%.
Pasanglah volume tidal awal pada 8- I Oml/kgBB. Pasien
pos1s1.
ATURANMEMULAI PEEP
hiperkapnik.
oksigesnasi.
gnakanlahfl owrateatauRRyangmenghindarinapas
yang bertumptkan(stacking) dan auto PEEP. Inspira-
VE ratio dan RR
toksik oksigen.
'
17t
o"f
1.
a.
b.
c.
2.
ekstubasi.
a. Sapihlah sampai frekuensi 2-4. hka gas darah tetap
memperlihatkan ventilasi adekuat ( PaCO, rtormal)
ubah seting ventilator ke CPAP (Continous Positive
Airway Pressure). Perhatikan laju pernapasan
b.
b.
3.
Mempersiapkan ekstubasi.
a. Tentukan tingkat kesadaran, pasien harus sadar
(bangun) dan kooperatif. Mintalah pasien untuk
mengangkat kepalanya untuk memperlihatkan
kekuatan yang adekuat dan kemampuan untuk
mengikuti perintah.
b.
curah jantung.
172
c.
4.
ml atau lebih
besar.
P0r>7OmmHg
dilakukan
a.
b.
PC0r<5OmmHg
endotrakeal
selang
.
.
Persyaratan
pH < 7,35.
Kapasitas vital >15 ml/kg
Kemungkinan perlu
ventilasi mekanik
Anam nesis/pem eriksaan fisik
Kapasitas vital
-l<--
V!,
K ro
nik
Prognosis ad malam
+
Apneu
iperkapn
ia
mHg
Teruskan tera pi
Teruskan tera pi
Penyakit paru akut
PaCO, < 60 mmHg
Fto,
ringan
PaCO, < 45
Hemodinamik
mmHg
stabil
1,0
PaCO,> 45 mmHg
mmHg
PaC0, < 4$
I
t-t
Kesadaran menurun
Kesadlran baik
[-----------l
jelas
Kelelahan
Lanjutkan terapi
T.,.r.ki
l\.4
Bukan Pascasurgical
Kapasitas vital
<'10 ml/kg
Bukan bypass
kardiopulmonari
Sukar menelan
rJi
Kelelahan lelas
>'1 0 ml/kg
Bisa menelan
Tidak ada kelelahan
Teruskan terapi
Hemodinamik
tak stabil
Peninggiantekanan Asidosismetabolik
intrakranial
1.
Kapasitas vital
Gambar
t.,,.pi
YV
By pass
Obesitas
p16q
berat
173
'
HrO
(lebih negatifl.
c.
d.
5.
a. Pasang40-50o%maskermuka
b. Sucsion bilamana perlu
c. Bila pasien telah mengalami
bantuan pernapasan
di samping
ventilator
biarkanlah
dalam waktu lama,
dapat
jam,
waktu
setiap
karena
pasien selama24
KOMPLIKASI
jalan napas
positive pressure.
untuk istirahat.
NIPPV disebut juga body ventilator (iron lung, pneumo
Pada pneumo
774
Keuntungan
Keterbatasan
Stres psikis
Peningkatan pengawasan
perawatan
Timbul hipoksemi saat dilepas
Timbul iritasi mata
Sulit higienis jalan napas
Tak ada proteksi jalan napas
Tak nyaman di muka
Distensi lambung
Terbatas kemampuan
ventilasinya
Tidak ada perlindungan udara
REFERENSI
Dellinger RP. Mechanical ventilation. In : The ACCP pulmonary
board review 1998-1999. Illinois. ACCP: 346-359.
Gomella LG, Braen GR, Haist SA, Olding M. Fundamental of
ventilator management. In:Clinicians pocket reference 6'h ed.
California: Appleton&Lange; 1989.p.226-32.
Marini JJ and Wheeler AP. Indications and option on mechanical
ventilation. In: Critical care medicine, the essentials. 2'd,ed.
Baltimore: Williams&Wilkins; 1997.p.1 16-35.
24
GANGGUAN KESEIMBANGAN
CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Parlindungan Siregar
INTRASEL
6O% BB
Cairan Total
Tubuh
EKSTRASEL
intravaskular.
Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solut
berupa kation dan anion (elektrolit) yang penting dalam
mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Ada dua
kation yang penting, yaitu natrium dan kalium. Keduanya
mempengaruhi tekanan osmotik cairan ekstrasel dan
r75
L76
ini khususnya
hipotalamus.
ob
'
ginjal akibat peningkatan sistem renin-angiotensinaldosteron. Akibat semua ini terjadi penimbunan air pada
interstisium yang akan menimbulkan edema umum.
177
Dehidrasi
terhambat.
hipotiroid.
DefisitCairan
PENANGGUI-ANGAN GANGGUAN KESEIMBANGAN
CAIRAN
Hipovolemia
Ada dua tindakan yang dilakukan dalam mengatasi
keadaan ini yaitu menanggulangi penyakit yang mendasari
dan penggantian cairan yang hilang. Untuk mengetahui
jumlah cairan yang akan diberikan perlu diketahui prediksi
cairat yang hilang dari tubuh. Pada hipovolemia, cairan
Hipervolemia
Hipervolemia (volume overloaQ, volume intravaskular
yang meningkat, pada kegagalan otot jantung dan
penurunan fungsi ginjal dapat menimbulkan edema paru'
Penganggulangan yang dilakukan dalam hal ini adalah
pemberian diuretik kuat, furosemid, serta restriksi asupan
air. Asupan air yang dianjurkan hanya sebanyak'insensiblewater losses' yaitu + 40 mVjam. Pasien dengan gagal
Edema
Penanggulangan edema yang dilakukan meliputi:
178
atau lambat.
refe
laju filtrasi
natitmyang
179
menyebabkan hiponatremia.
normal.
Pseudohiponatremia, padakeadaanhiperlipidemia
berkurang.
Padakelompok-I (ADH meningkat) dapat dibagi dalam:
Volume sirkulasi efektifturun.
- Na keluar berlebihan dari tubuh. l). Melalui ginjal:
diuretik aktt, renal salt wasting, muntah akut,
hipoaldosteron.
2).
HIPONATREMIA
Di
dalam
dengan
180
Penatalaksanaan
iponatremia
.
.
.
.
.
.
kronik.
Tanda atau penyakit lain yang menyertai hiponatremia
perlu dikenali (deplesi volume, dehidrasi, gagal jantung,
gagal ginjal)
setelah istirahat.
HIPERNATREMIA
Respons fisiologis hipernatremia adalah meningkatnya
pengeluaranADH dari hipotalamus sehingga ekskresi urin
berkurang oleh karena saluran-air (AQP2) di bagian apikal
duktus koligentes bertambah (osmolalitas urin tinggi).
Hipernatremia terjadi bila :
. Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi
ekskresi natrium atau asupan air yang kurang. Misalnya
pada pengeluaran air tanpa elektrolit mel alui 'insensible
water loss' ataukeringat; osmotik diare akibatpemberian
Gejala Klinis
Timbul pada keadan peningkatan natrium plasma secara
akut hingga di atas 158 meqlL. Gejala yang ditimbulkan
akibat mengecilnya volume otak oleh karena air keluar dari
dalam sel. Pengecilan volume ini menimbulkan robekan
Penatalaksanaan Hipernatremia
Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan
etiologi hipernatremia. Sebagian besar penyebab
181
hiperkalsemia).
Pengeluaran kalium berlebihan melalui keringat dapat
terjadi bila dilakukan latihan berat pada lingkungan yang
panas sehingga produksi keringat mencapai 10 L.
Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis
ekstrasel, pemberian insulin, peningkatan aktivitas beta-
HIPOKALEMIA
Disebut hipokalemia bila kadar kalium dalam plasma kurang
ar.tara
Gejala Klinis
Kelemahan pada otot, perasaan lelah, nyeri otot, 'restless
legs syndrome'merupakan gejalapada otot yang timbul
pada kadar kalium kurang dari 3 meq/L. Penurunan yang
182
tubuh.
Penyebab hiperkalemia dapat disebabkan oleh
: l.
diuretiklama.
Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis
metabolik dan tekanan darah yang rendah, petanda dari
olahraga.
Sindrom Bartter.
Gejala Klinis
Hiperkalemia dapat meningkatkan kepekaan membran sel
Pengobatan
Indikasi koreksi kalium dapat dibagi dalam
Pengobatan
Prinsip pengobatan hiperkalemia adalah:
. Mengatasi pengaruh hiperkalemia pada membran sel,
dengan cara memberikan kalsium intravena. Dalam
beberapa menit kalsium langsung melindungi membran
merut.
HIPERKALEMIA
183
100
184
Pengobatan
Kadar kalsium-ion normal adalah 4-5,2 mgldl atau l-1,3
mmol/L. Gejala hipokalsemia belum timbul bila kadar
kalsium-ion lebih dari 3,2 mg/dl atau lebih dari 0,8 mmol/L
atau kalsium-total sebesar lebih dari 8-8,5 mgldl. Pada
keadaan asimptomatik, dianjurkan meningkatkan asupan
kalsium dalam makanan sebesar 1000 mglhari. Gejala
hipokalsemia baru timbul bila kadar kalsium-ion kurang
dari 2,8 mgldl ata:u kurang dari 0,7 mmolil atau kadar
kalsium-total < 7 mgl dl.
Gejala hipokalsemia berupa parestesi, tetani, hipotensi
dan kejang. Dapat ditemukan tanda-Chovstek atau tandaTrousseau, bradikardi dan interval-QT yang memanjang.
Pengobatan yang diberikan bila timbul gejala adalah
pemberian kalsium intravena sebesar 100-200 mg kalsiumelemental ata:uT gram-2 gramkalsium glukonas dalam 1020 menit. Lalu diikuti dengan infus kalsium glukonas dalam
larutan dextrosa atau NaCl isotonis dengan dosis 0,5-1,5
mg kalsium-elemental/Kg BB dalam 1jam. Kalsium infus
kemudian dapat ditukar dengan kalsium oral dan kalsitriol
0,25-0,5ig/irai.
Hipomagnesemia dapatjuga menimbulkan hipokalsemi.
HIPOKALSEMIA
Etiologi
HIPERKALSEMIA
anak. Pengobatan eklampsia dengan memakai magnesiumsulfat, dapat menekan sekresi hormon paratiroid. Efek toksik
hormon
paratiroid.
Tumor ganas. Sering terjadi pada karsinoma paru, buahdada, ginjal, ovarium dan keganasan hematologi. Faktor
penyebab hiperkalsemia disebabkan oleh 1) faktor lokal
pada tulang akibat metastasis yang bersifat osteoklastik
dan 2) faktor humoral. Faktor humoral disebabkan oleh
substansi yang beredar dalam darah dihasilkan oleh sel
Iliperfosfatemia. Terjadi
185
I '.4
fosforilasi glukosa.
Sindrom'Milk-Nlkalil.
Pengobatan Hiperkalsemia
4IU,&gBB.
Bifosfonat-menghambat aktivitas metabolik osteoklas
dan juga bersifat sitotoksik terhadap osteoklas.
.
.
12
USUS.
186
60%o
di reabsorbsi di tubulus
proksimal, 10%-25% di tubulus distal sedang sisanya 5o%20o/o terdapat dalam urin. Reabsorbsi fosfor di tubulus
proksimal melalui kohanspor Na-Pi dengan bantuan energi
dari pompa NaK-ATPase di basolateral, fosfor keluar dari
sel bersama natrium sebesar 10%o dan tidak tergantung
natrium sebesar 30o%. Ada tiga jenis kotranspor Na-Pi yaitu
tipe I, II dan III. Kotranspor Na-Pi yang dominan dalam
tubulus manusia adalah tipe II Q.{a-Pi2a). Hanya reabsorbsi
di bagian luminal tubulus yang dipengaruhi oleh hormon
paratiroid dan oleh regulator lain.
..
HIPOFOSFATEMIA
HIPOFOSFATEMIA
Ada tiga hal yang dapat menyebabkan berkurangnya kadar
fosfor dalam darah antara lain:
. Redistribusi fosfor dari ekstrasel ke dalam sel.
- Meningkatnya sekresi insulin khususnya pada
realimentasi. Pemberian insulin atau glukosa pada
orang dengan keadaan kekurangan fosfor misalnya
ketoasidosi s diabetik, hiperglikemi non-ketotik, pada
keadaan malnutrisi, pasien dengan realimentasi.
- Alkalosis respiratorik:lakut. Pada keadaan ini, CO,
akan menghambat
187
EFF:
[Ufo
x Pcr x 100] :
[Pfo
Ucr)
Pengobatan
Pengobatan terhadap hipokalsemia tidak diberikan bila
HIPERFOSFATEMIA
Ekskresi fosfor melalui urin sangat efisien, dengan sedikit
saja kenaikan fosfor darah, ekskresi melalui urin akan
meningkat.
Hiperfosfatemi dis ebabkan oleh terutama diseb abkan
oleh ketidakmampuan ginjal dalam ekskresi fosfor :
. Jumlah fosfor yang meningkat tinggi dalam darah pada
.
.
.
Pengobatan
subuh.
188
HIPOMAGNESEMIA
[(0,7
seperti
Gejala KIinis
seau
hipokalsemia.
.
.
.
el diloop
aritmia ventrikel.
Diagnosis
Untuk membedakan apakah hipomagnesemia diakibatkan
oleh gangguan renal atau non-renal dapat dilakukan
Mg urin 24 jam
atau
kadar Mg plasma.
Pengobatan
Bila fungsi ginjal baik, kita tidak perlu takut memberikan
magnesium agak berlebihan. Bila ada gangguan fungsi
ginjal, pemberian harus berhati hati. Pemberian dapat
dilakukan secara intravena atau intramuskular MgSO4.
Pada pasien tetani atau aritmia ventrikel dapat diberikan
50 meq (600 mg) MgSO4 dalam 8-24 jam. Pemberian secara
HIPERMAGNESEMIA
Hipermagnesemia dapat terjadi pada keadaan gangguan
fungsi ginjal. Pada pasien gagal ginjal terminal, kadar magnesium serum adalah2-3 meq/L(2,4-3,6 mgldl). Pemberian
antasid yang mengandung magnesium pada pasien
fatal.
Gejala
. Kadar magnesium plasma sebesar 4,8-7,2 mg/dl,
menimbulkan gejala nausea, flushing, sakit kepala,
Pengobatan
Langkah pertama adalah antisipasi akan terjadinya
hipermagnesemia. Misalnya kehati-hatian pemberian
magnesium padapasien gangguan fungsi ginjal. Bila timbul
DAN'I
E'KTROI
189
IT
REFERENSI
Halperin ML, Goldstein MB. Fluid, electrolyte, and acid-base
ed.
WB.Saunders.1999.
Rose
B.D.
Symptoms
Zalman
26
GANGGUAN KESEIMBANGAN
ASAM BASA METABOLIK
Parlindungan Siregar
PENDAHULUAN
Keseim bangan
asam -basa
Penyangaan
kimiawi
kstra se lu la r
lntraselular
Ginjal
Eksresi Co,
Sekresi H'
H- + H PO,'
;ifu--;l
Reab srop si
HCO3-
Gambar
1.
190
L9t
HCO3-
kiri sehingga:
K'a = (H.)(HCO3-)/(COr-terlarut)
Dalam plasma pada suhu 37 derajat celcius, K'a adalah
sebesar 800 nmol/L sehingga:
(H+)
800
(H+)
x (CO2-terlarut)/(HCO3-)
24 x (PCO,) /(HCO3-)
pH
6,10
+ log (HCO3-) /
0,03
PCq
.
.
.
pH7
pH7,l0
pH7,20
. pH6,9
: 100 nmol/L
:
: kadar ion-H 100 x 0,8 nmol/L
: kadar ion-H : 100 x 0,8 x 0,8
: kadar ion-H
: kadarion-H:100x 1,25
RUMUS HENDERSON.HASSELBALCH
ASIDOSIS METABOLIK
Asidosis metabolik ditandai dengan turunnya kadar ionHCO3 diikuti dengan penurunan tekanan parsiil CO2 di
dalam arteri. Kadar ion-HCO3 normal adalah sebesar 24
meq/L dan kadar normal PCO2 adalah 40 mmHg dengan
kadar ion-H sebesar 40 nanomol/L.
Penurunan kadar ion-HCO3 sebesar 1 meq/L akan
diikuti olehpenurunanPCO2 sebesar 1,2 mmHg. Penyebab
asidosis metabolik dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu:
I. Pembentukan asam yang berlebihan di dalam tubuh.
II. Berkurangnya kadar ion-HCO3 di dalam tubuh.
Itr. Adanya retensi ion-H di dalam tubuh.
H2CO3
e II* +
HCO3-
192
c)
Tubulus proksimal
sebesar 7,2mmHg.
\a
HCO, +
H-
+3
l-
+'
H,CO3
cA
l,lembran
basolateral
Peran Ginjal
Dalam keadaan asidosis metabolik, kompensasi tubuh
melalui ginjal adalah meningkatkan sekresi dan ekskresi
ion-H (asidifrkasi urin, pH urin turun) sebanyak 50-100
2K'
2.
Gambar
0,+
11
,6
lvlembran
luminal
di tubulus
Tubulus proksimal
2K'
-3
H'-
Difiltrasi Disekresi
H,O
HPO,'+
l-1'
t
I
O,+OH
H,P O.'
em bran
Membran
basolatera
luminal
bagian medula-luar.
193
Tubulus proksimal
_E
2K
o
=
o
'=
o
3d
lumen.
6
Y
4.
NH.
H-
ATP
_q
H-
-3
=
L
HrO
cr'
eo
t
I
3HC03+
CO,+OH
CA
asola
te ra
l\ilembran
b
dihitung (C1, HCO3 danNa) dan ada anion dan kation yang
tak dapat dihitung (anion atau kation lain darizat organik).
Selisih antara Na dengan HCO, dan Cl atau selisih dari
intoksikasi etanol.
(RTA-I atauMA-4).
t94
RTA4.
dapat dilakukan.
l.
2.
3. Nyeri perut
4. Nyeri tulang
5. Mualimuntah
pH kurang dari atau sama dengan 7,1
1. GejalapadapH>7.1
2. Efek inotropik negatip, aritmia
3. Konstriksi vena perifer
4. Dilatasi arteri perifer (penurunan resistensi perifer)
5. Penurunan tekanan darah
6. Aliran darah ke hati menurun
7. Konstriksi pembuluh darah paru (pertukaran O,
terganggu)
tulang.
BB (kg)
195
I.
Contoh:
Ru-bikar pada kadar bikarbonat plasma 20 meq/L adalah :
{0,4+ (2,6: 20)} x BB atau 0,53 BB atau 53% BB (lihat
sel.
II.
Tabet 1)
%BB HCO3
HCO3
BB
HCO3
meq/L
I
2
3
4
592
683
777
872
300
170
9
10
127
11
105
12
13
14
15
ID
17
18
19
20
21
22
23
24
69
66
64
62
60
58
57
56
%BB
Ru-bikar
55
54
54
53
52
52
51
51
{0,4 + (2,6 : I 0) x BB
660/oBB
atau 53YoBB
J-\
Yo.
Ru-bikar
2}
x 60 x
Berat Badan
Aldosteron
Volume sirkulasi
efektifturun
(20
10)}
Renin
dilepas
di
duki
I
I
Ang ll
Meningkal
CIJ
K1
pH,l
kol
lon K
keluar
d ari sel
I
I
Stimulasi
357 meq.
Na H-ATPase
dan ClHC0rexchanger
ALKALOSIS METABOLIK
Alkalosis metabolik merupakan suatu proses terjadinya
peningkatan primer bikarbonat dalam arteri. Akibat
peningkatan ini, rasio PCO, dan kadar HCO, dalam arteri
ks.io
-H
.t
Reabsorbs HC0
196
REFERENSI
Pengobatan
l.
darahlebihdari 7,7.
2.
3.
4. Bila penyebabnya
5.
6.
26
REHIDRASI
Rizka
Hu
ma rdewaya
nti Asdie, Don i Pria mbodo Witja ksono, Soeba gjo Loehoeri
PENDAHULUAN
foodborne.
1.000
I ,5
kali
EPIDEMIOLOGI
197
198
c.
form diaruhea
& PL)
2.
telah
c.
at
berat.
d. Pasien
darl
b.
i-
ETIOLOGI
a.
I er
b.
1. Kehilangan cairan
diobati.
e.
3.
hiperosmolaritas
Kehilangan cairan karena hiperosmolaritas. Hal ini terjadi
jika cairan ekstraselular karena suatu sebab menjadi
199
REHIDRASI
52o/o berat
4s%.
trilyun sel tubuh, disebut cairan intraselular. Masingmasing sel berisi cairan yang berisi campuran beberapa
unsur yang berbeda, namun konsentrasi unsur-unsur ini
serupa antara safu sel dengan yang lainnya.
Semua cairatyang berada di luar sel disebut cairan
Suhu
normal
Cuaca
panas
Latihan berat
dan lama
lnsensible loss:
Kulit
Saluran
350
350
350
350
250
650
1400
1200
500
100
1400
5000
napas
Urin
Keringat
Feses
Total
100
100
100
2300
3300
6500
.
.
.
Semua udara yang melalui alat pemapasan mencapai
kelembaban yang jenuh, sampai tekanan uap hampir 47
Cairanintraselular(CIS) :4}YoBB
Cairan ekstraselular (CES) : plasma (5% BB) dan cairan
Cairantransselular(CTS)
Hal ini
200
Masukan
Sekresi endogen
Kelenjar ludah
Perut
1500 ml
Empedu
2500 ml
500 ml
Pankreas
1500 ml
Usus
1000 ml
Reabsorbsi
ileum
colon
1300 ml
b. Kelenjar
8800 ml
Balans di tinja
duodenum
9000 ml
8800 ml
5500 ml
membran sel.
7000 ml
Total input
200 ml
c.
d.
Pada penyakit kolera yang disebabkan oleh vibrio
kholera yang tinggal di lumen usus, menghasilkan suatu
toksin yang mengikat adenosin difosfat ribosilase subunit
201
REHIDRASI
1.
2.
3.
4.
5.
6. Fosfatase
7. Natrium
alkali meningkat
dan kalium masih normal, setelah rehidrasi
DIAGNOSIS
negara yang sedang berkembang dengan fasilitas
laboratorium yang terbatas tidak semua diagnosis etiologi
bisa ditegakkan, sehingga sering kali diagnosis klinis yang
dapat digunakan. Media kultur yang tidak lengkap, hasil
kultur yang tidak tumbuh, sehingga diagnosis klinis lah
Di
yang digunakan.
Diagnosis etiologi penyebab diare akut atau dehidrasi
dibagi atas
1.
Virus
.
.
'
2. Bakteri
vili
202
atrofi
'
gembung.
Entamoeba histolytica. Prevalensi disentri amoeba ini
bervariasi, namun penyebarannya di seluruh dunia.
Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur, dan
terbanyak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi
asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica rron
patogenik (E dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat
berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri
yang fulminant.
Cryptosporidium.
Di
cryptosporidiosls 5 -
.
.
.
Microsporidium spp
3. Protozoa
villi
nyeri abdomen.
Clostridium
Amoeba histolytica
KOMPLIKASI
Dehidrasi akibat bakteri patogen noninvasif biasanya
ringan, namun pada kondisi pasien yang jelek tanpa
memperoleh rehidrasi yang adekuat dapat menjadi nekrosis
tubular akut hingga bisa menyebabkan kematian yang
diakibatkan dengan renjatan hipovolemik. Untuk rehidrasi
sendiri jika tidak mencapai hidrasi normal dapat terjadi
gagal ginjal akutdan sebaliknyajika terjadi overhidrasi bisa
meninggal akibat edemaparu akut.
Dehirasi akibat bakteri patogen invasif biasanya lebih
Isospora belli
Cyclospora cayatanensis
PENGOBATAN
4. Helminths
.
.
penyebab diare.
perdarahan usus..
REHIDRASI
203
REHIDRASI
Cara
15
Czra2z
Jika pasien dapat ditimbang tiap hari maka kehilangan berat
badan4 kg pada fase akut sama dengan defisit air 4 liter
Cara3:
Dengan kenyataan konsentrasi natrium dalam plasma
Cara Pemberian
Bila pasien dapat menelan, air diberikan per oral, kecuali
kalau pasien muntah-muntah. Air j uga diberikan per rektal.
Air murni tidak boleh diberikan perinfus dilcarenakan akan
menyebabkan eritrosit membengkak dan terjadi hemolisis.
Oleh karena itu harus diberikan cairan per infus. Puruhito
(19S0) memberikan pedoman sebagai berikut :
. Ligasi pungsi
Na2xBW2:NalxBWl
Dimana:
N,
BW2
: kadarnatriumplasmanormal(l42nBqL)
: volume air badan normal, biasanya 60% dari BB
pria dan 50% dari BB wanita
: kadar natrium plasma sekarang
: volume air badan sekarang
Gejala klinis
I
1
1
sebagai berikut
1.
- 1 (negatif)
- 2 (nesatif)
Urutankerja:
Lihat etiket pada botol infus, apakah sesuai dengan
yang dijadwalkan, lihat kualitas cairan apakah ada
koma
Skor
Muntah
Voxs Choleric (Suara serak)
Kesadaran apatis
1.025 x BB (kg) x 4
0,001
Nal
BWl
2.
jaringan interstisial.
Kecepatan Tetesan
Biasanya kehilangan cairan dapat dikoreksi dalam2hari.
Setengah kebutuhan diberikan pada hari yang pefiama,
dapat per oral, rektal atau infus. Bila kehilangan cairan
204
REFERENSI
2009, Jakarta.
.
.
jadi
sifat
.
.
Journal
of Family Practice,
: http.//
PROGNOSIS
baik, terutama jika mendapat penanganan
cepat, tepat dan adekuat. Kematian terjadi jika mempunyai
Pada umumnya
REHABILITASI
Terutama bila pasien mempunyai penyakit dasar apalagi
lebih dari satu penyakit dan multiorgan seperti pada geriatri.
ASPEK KHUSUS
Penanganan rehidrasi yang terlambat dan tidak adekuat
sering menimbulkan penyulit gagal ginjal, tetapi jarang
yang memerlukan hemodialisis kecuali kalau memang
27
PENATALAKSAN ATN UMUM KOMA
Budiman
PENDAHULUAN
Kondisi tidak sadar dan koma merupakan masalah umum
dalam kedokteran. Keadaan ini mendominasi unit gawat
srArq
diri dari
pupil
pupil
maka
205
206
terjadi.
yatg
parahipokampus.
.
.
.
mm
hipoglikemia) atau dengan mengganti eksitabilitas neuron. Neuron cerebral sangat tergantung pada aliran darah
207
Addison.
.
.
.
.
berlebih)
perdarahan serebelar (sakit kepala oksipital, muntah,
gaze
208
Kematian Otak
Kematian otak terjadi akibat terhentinya aliran darah
serebral, hasil dari hilangnya fungsi otak secara global
sementara itu pemapasan dipertahankan dengan alat dan
jantung terus dipompa. Kerusakan otak ini merupakan jenis
yang dapat dikatakan sama dengan kematian.
Diagnosis kematian otak, terdiri dari beberapa elemen
Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah mencegah kerusakan sistem saraf
. Ringan : l3 - 15 poin
. Moderat:9-l2poin
. Berat:3-8poin
. Koma: nilai< 8 poin
Eye Opening
Response (E)
Respons
Motorik (M)
jika tidak
terdapat
Respons
Verbal (V)
3 sampai dengan 15
+Y:
dengan
verbal,
Spontan: terbuka
kedipan pada garis dasar
Terbuka pada perintah
bicara, atau jeritan
Terbuka pada rasa sakit,
terlihat pada wajah
Tidak ada
tidak
respons
yang
Melakukan gerakan
diperintahkan
Gerakan karena rangsang
sakit (rasa sakit lokal)
Tidak merasakan sakit
Fleksus tidak normal,
decofticate posture
Respons ekstensor (rgtrd),
decerebrate posture
Tidak ada respons
Terorientasi
Pembicaraan membingungkan,
tetapi dapat menjawab
rasa
pertanyaan.
Respons tidak jelas, kata-kata
jelas
Kata-kata
Tidak ada
meracau
respons
4 poin
3 poin
2 poin
1 poin
6 poin
5 poin
4 poin
3 poin
2 poin
1 poin
5 poin
4 poin
3 poin
2 poin
1 poin
209
PROGNOSIS
REFERENSI
Bartiett D. The coma cocktail: indications, contraindications,
adverse effects, proper dose, and proper route. J Emerg Nurs
2004;6:30
Fukuda N, Tanizawa Y Progress in diagnosis of and therapy for
hypoglycemic coma in patients with well-controiled diabetes.
Nippon Naika Gakkai Zasshi. 20O4;8:93.
Gerber CS. Understanding and managing coma stimulation: are we
doing everything we can? Crit Care Nurs Q. 2005:2:28.
Kochanek PM,
severe
28
SINKOP
Kasim Rasjidi, Sally Aman Nasution
PENDAHULUAN
Berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata syn dan
koptein, yang artinya memutuskan. Sehingga definisi dari
sinkop tersebut adalah kehilangan kesadaran dan kekuatan
postural tubuh yang tiba-tiba dan bersifat sementara,
KLASIFIKASI
Hipotensi ortostatik.
210
2tt
SINKOP
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
diuretika
penghambat adrenergik alfa misalnya : terazosin
penghambat saraf adrenergik misalnya : guanetidin
penghambatACE
alkohol
penghambat ganglion misalnya : heksametonium,
mekamilamin
tranquilizermisalnya: fenotiazin,barbiturat
vasodilator : prazosin, hidralazin, penghambat saluran
kalsium
metildopa, clonidin.
212
UJIDIAGNOSTIK
Mengetahui penyebab pasti dari sinkop seringkali
merupakan sesuatu keadaan sulit yang menantang. Hal
ini disebabkan oleh karena kejadian sinkop tersebut terjadi
secara sporadis dan jarang, sehingga sulit untuk dapat
melakukan pemeriksaan fisis ataupun membuat rekaman
jantung saat kejadian sinkop tersebut.
213
SINKOP
akibatnya.
Rekomendasi klas
.
.
.
214
dijelaskan
Posisi berdiri dalam waktu lama
atau di keramaian, tempat yang
hangat
Mual, muntah berhubungan
dengan sinkop
Satu jam setelah makan
Setelah latihan flsik
Sinkop dengan nyeri di daerah
tenggorokan atau wajah
Kemungkinan Penyebab
Vasovagal
Vasovagal
Post prandial (gangguan
otonom)
Vasovagal atau gangguan
otonom
Neuralgia (neuralgia
glosofaringeal atau
trigeminal)
Sinkop akibat gangguan
sinus karotis yang
spontan
Hipotensi ortostatik
dan diplopia
Lengan yang sering
dipergunakan untuk latihan
Perbedaan tekanan darah atau
denyut nadi pada kedua lengan
Pemeriksaan elektrokardiografi. Rekaman elektrokardiografi 1 2 sandapan harus selalu dilakukan pada pasien
dengan sinkop. Walaupun tidak banyak informasi yang
dapat diperoleh apabila sinkop tersebut disebabkan
keadaan non-kardiak, tetapi pemeriksaan ini mudah, cepat,
tanpa risiko dan tidak mahal. Beberapa penemuan penting
yang dapat diperoleh dari pemeriksaan ini serta
kemungkinan dapat diidentifikasi sebagai penyebab sinkop
Drug lnduced
Sinkop kardiak
Takiaritmia
Sindrom QT memanjang,
sindrom Brugada,
Displasi Ventrikel
Kanan, Hipertrofi
Kardiomiopati
Tl A (Transient
schemic
Attack) pada batang
otak
Subclavian steal
I
Kejang
Kejang
Gelombang
kanan,
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin. Pemeriksaan laboratorium darah
rutin seperti elektrolit serum, enzim jantung,kadar gola
darah dan hematokrit memiliki nilai diagnostik yang rendah.
aritmogenik
Gelombang Q diduga infark miokard.
2t5
SINKOP
struktur jantung.
testing
hipotensi
Pemijatan pada sinus karotis. Pemijatanpada sinus karotis
ini adalah suatu teknik dengan melakukan tekanan secara
ini
sangat
dilakukan manuver
Tipe
sinko
turun
dari 10 detik tetapi tidak terjadi episode asistol yang > 3 detik.
Tekanan darah menurun sebelum penurunan denyut jantung.
Tipe 2 B. Hambatan kardiak dengan asistol. Asistol terjadi
> 3 detik. Tekanan darah menurun bersamaan dengan atau
terjadi sebelum penurunan denyut jantung.
Tipe 3, Vasodepresor. Denyut jantung tidak menurun lebih
dari 10olo dari puncaknya pada saat sinkop.
Pengecualian 1. lnkompetensi kronotropik. Tidak terjadi
216
simtomatik.
SINKOP
I
Diagnostik
(termasuk vasovagal, situasional,
hipotensi oilostatlk, dan poliiarmasi
pada usia lanlut)
Suggestlve
belum jelas
I
I
+
IERAPI
Pemeriksaan khusus
(E koka rdlografi, kateterisasi
>60th
Us a
Tidak dicurigai
terdapat peny
Jantung
c
TE
PJo
RAP
Ekokardioorafi
dan treadmilltest
I
eloQ
lrama sinus normal
dengan gejala
Aritm ia dengan
I
I
'I
Hentikan mencari
penyebab aritm ia
Gejala berulang
I/, lesl
evaluasi psikiatri
Tidak diagnostik
n.,.'.
I
Studi elektrofisiolog
el
J
STOP
Sering
ttt
lllonitor
EKG,
Tidak
Sering
fi/t lesl,
Gambar 1. Algoriime Diagnostik Sinkop (Sumber: Linzer M, et al, Ann lntern Med. 1997;126:989-96)
Episode pertama
evaluasi
STOp
217
SINKOP
.
.
.
Indikasi lain
.
.
bermotor.
REFERENSI
Abboud FM, Neurocardiogenic syncope N Engl J Med 1993; 328:
ttt7 -20
Alboni P, Menozzi C, Brignole M et a1. An abnormal neural reflex
plays a role in causing syncope in sinus bradycardia. .l Am Col1
Cardiol 1993;22: 1123-9
Alboni B Brignole I\{, Menozzi C et al. The diagnostic value ol
history in patients with syncope with or without heart disease.
J
Denes P, IJretz
E, Ezri MD et
of consciousness.
Zhang
\02:2849-55.
29
GAGAL NAPAS AKUT
Zulkifl i Amin, Johanes Purwoto
PENDAHULUAN
DEFINISI
Gagal napas terjadi bila: 1). PO, arterial (Paor) < 60 mmHg,
atau 2). PCO, arterial (Pacor) > 45 mmHg, kecuali jika
218
2t9
GAGALNAPASAKUT
spesifik
penyakit dan derajat beratnya. Perubahan hubungan
Kelainan yang terutama mempengaruhi komponen nonparu sistem pernapasan. Tipe kelainan ini umumnya
alveolar,
tidak
yang ber
ngkat). MeskiPun
umlah total udara
Vo
J:l
",
Vo=Vr-Vo
GAGAL NAPAS HIPERKAPNIA
x\
(L/menit)
t q-%A/')
863
nilai
Patofisiologi
Hipoventilasi alveolar. Dalam keadaan stabil, pasien
memproduksi sejumlah CO, dari proses metabolik setiap
menit dan harus mengeliminasi sejumlah CO, tersebut dari
keduaparu setiap menit. Jikakeluaran semenit CO, (VCOr)
menukarkan CO, ke ruang pertukaran gas di kedua paru,
sedangkan Vo adalah volume udara yang dipertukarkan di
alveolus selama semenit (ventilasi alveolar), didapatkan
rumus:
J863
1. nilaiVu
di
2. nilai\ no
3. nilai Vu di
,tetapirasioVr/V, meningkat,
,
dan rasio
VrA/, meningkat.
220
muflak.
Gejala hiperkapnia dapat tumpang tindih dengan gejala
hipoksemia. Hiperkapnia menstimulasi ventilasi pada
orang normal, pasien dengan hiperkapnia mungkin memiliki
regional melebihi jumlah aliran darah regiorral (ventilationperfusion lY I Ql tnismatching) . Walaupun V/Q mismatching
umumnya dianggap sebagai mekanisme hipoksemia dan
bukan hiperkapnia, secara teori V/Q mismatching j:uga
akan menyebabkan peningkatan PaCOr. Kenyataannya
mengembalikan PaCO, ke tingkat normal. Iadi,YlQmismatching umumnya tidak menyebabkan hiperkapnia, tetapi
normokapnia dengan peningkatan V.. Seperti dapat dilihat
pada gambar l, peningkatan V. pada kondisi PaCO, nor-
V.
dan frekuensi
Gambaran Klinis
Hiperkapnia akut terutama berpengaruh pada sistem saraf
pusat (Tabel 1). Peningkatan PaCO, merupakan penekan
sistem saraf pusat, tetapi mekanismenya terutama melalui
GAGALNAPAS HIPOKSEMIA
Gagal napas hipoksemia jauh lebih sering dijumpai
daripada gagal napas hiperkapnia. Pasien tipe ini
Hiperkapnia
Hipoksemia
Somnolen
Ansietas
Takikardia
Takipnea
Diaforesis
Aritmia
Perubahan status mental
Bingung
Sianosis
Hipertensi
Hipotensi
Letargi
Koma
Asteriks
Tidak dapat tenang
Tremor
Bicara kacau
Sakit kepala
Edema papil
Kejang
Asidosis laktat
221
GAGALNAPASAKUT
Patofisiologi
Hipoksemia dan hipoksia. Istilah hipoksemia paling sering
menunjukkan PO, yang rendah di dalam darah arteri (PaOr),
dan dapat digunakan untukmenunjukkan PO, padakapiler,
vena dan kapiler paru. Istilah tersebut juga dipakai untuk
menekankan rendahnya kadar O, darah atau berkurangnya
saturasi oksigen di dalam hemoglobin.
Hipoksia umumnya berarti penurunan penyampaian
ialah jumlah dari PO, PCO, PHrO, dan PNr. Bila PI{rO dan
PN, tidak berubah bermakna, setiap peningkatan pada
PACO2 akan menyebabkan penurunan PaO, Hipoventilasi
alveolar menyebabkan penurunan PAO, yang menimbulkan
penumnan PaO, bila darah arteri dalam keseimbangan
dengan gas di ruang alveolus. Persamaan gas alveolar, bila
disederhanakan, menunjukkan hubungan antara PO, dan
PCO, alveolar:
PAOr=FiO, x PB - Pnco,
penyampaian O, ke jaringan.
(Tabel2).
Mekanisme
POz alveolar
PO2 inspirasi
Hipoventilasi
PaCOz
(PACO'
hipoventilasi.
Pencampuran vena (venous admixture). Meningkatnya
jumlah darah vena yang mengalami deoksigenasi, yang
mencapai arteri tanpa teroksigenasi lengkap oleh paparan
gas alveolar. Perbedaan PO, alveolar-arterial (P(o_") Or)
meningkat dalam keadaan hipoksemia karena peningkatan
pencampuran darah vena. Dalam pernapasan udara ruangan,
P,o-rO, normalnya sekitar 10 dan20 mmHg, meningkat
dengan usia dan saat subyek berada pada posisi tegak.
Dalam pemapasan udara ruangan, FiO, : 0,2 I ; j ika R
0,8, PaCOr:40 mmHg, dan PaOr: 55 mmHg, maka :
Contoh
Normal
Normal
Normal atau J
Normal atau J
Normal atau 0
PnOz
Campuran darah
vena
.
.
Normal
Normal
Normal
t
1
1
> 550
> 550
Ketinggian
Penyakit neuromuskular, sindrom
obesitas-hipoventilasi
<550
>550
>550
222
PAO,
(0,21 x 713)
40
150
50 = 100 mmHg
0r8
dan
P1o*;
Pada contoh
O, = 100
55 = 45 mmHg
60 mmHg) dan
P11-a
O,
alveolus seringkali
.
'
Penyakitvaskularparu
Gambaran Klinis
Manifestasi gagal napas hipoksemik merupakan kombinasi
dari gambaran hipoksemia arterial dan hipoksia jaringan
223
GAGALNAPASAKUT
2.
:
(ml/menit)
Ordelivery
mL
CaO,
a
(L/menit)
darah:
mmHgx
tidak m
1,34
x10'
akah
Penurunan saturasi O,
berkurangnya PaO, atau bergesernya kurva
hemoglobin karena
.
.
Alemia,
Karbon monoksida, yang akan menggantikan O,
karena afinitas terhadap hemoglobin yang tinggi,
serta menggeser kurva disosiasi oksihemoglobin ke
puir,
224
mungkin diperlukan ventilasi mekanik, positive endexpiratoy pressure (PEEP) dan terapi respirasi tipe lain.
Walaupun umumnya tidak didapatkan hiperkapnia, tetapi
dapat terjadi karena beban kerja pernapasan menyebabkan
tindakan-suportif lainnya.
Pada beberapa pasien dengan penyakit paru yang tidak
merata pada semua bagian paru (tidak mengenai kedua
paru), memiringkan pasien pada posisi di mana area paru
yang tidak terlibat atau yang kurang terlibat berada lebih
bawah dapat meningkatkan oksigenasi. Hal ini karena
gravitasi dan berat paru meningkatkan perfusi dan ventilasi
ke derah paru yang tergantung/lebih di bawah. Pasien
dengan hemoptisis berat atau sekret /dahak banyak, tidak
bronkoskopi fiberoptik.
invasif,NIPPV:NIV).
Oksigen. Besarnya oksigen tambahan yang diperlukan
tergantung pada mekanisme hipoksemia; tipe alat pemberi
oksigen tergantung pada jumlah oksigen diperlukan,
kecenderungan pasien dan doktel potensi efek samping
225
GAGALNAPASAKUT
Alat
Ozflow
rate (Um)
Keuntungan
Fio2
Kerugian
Kanul nasal
Simple mask
2-6
0,24
4-8
0,24
- 0,40
Venturi mask
2-12
0,25
- 0,50
Nonrebreathing mask
6-15
0,70
- 0,90
FlO2 tinggi
High-ftow
0,50
- 0,90 FlO,
O2btender
- 20
226
TATALAKSANALAIN
Fisioterapi dada dan nutrisi merupakan aspek tata laksana
yang perlu diintegrasikan dalamtata laksana menyeluruh
gagal napas akut.
Pemantauan hemodinamik dilakukan sesuai kondisi dan
dapat
Ventilasi Mekanik
Mengenai ventilasi mekanik akan dibicarakan dalamjudul
tersendiri.
REFERENSI
Amir, Z. Acute Respiratory Distress Syndrome. 2"d National Symp.
Cardiovascular, Respiratory and Immunology, Jakarta Mei 2003
Bellini LM. Nutrition in Acute Respiratory Failure. In Fishman Ap,
Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM (eds).
Fishman's Manual of Pulmonery Diseases and Disorders. New
20.
30
RESUSITASI JANTUNG PARU
Arif Mansjoer
PENDAHULUAN
Resusitasi jantung pam mempakan upaya perlolongan
pertama pada orang tidak sadar yang mengalami henti
jantung atau henti napas. Perkembangarr lupaya
pertolongan ini memiliki sejarah yang panjang. Tercatat
pada tahun 1740 Paris Academy of Science secara resmi
merekomendasikan resusitasi mulut ke mulut pada korban
.
.
ini
kemudian
Association Guidelines
for
Cardiopulmonary Resuscitation
227
228
2.
5%".
on-Shockkable
(P
Give 1 shock
During CPR
Maintain open airway
Ventilate and oxygenate
0btain vascular access
Verify electrode/paddle postion
and contact
Correct reversible causes
Consider:
Airway adjunct
Vasopresso rs/a ntiarrhythm ics
A/A sv sto le )
229
4.
Bantuan hidup lanjut dini dan perawatan pascaresusitasi. Kualitas pengobatan selama fase pasca-
hidup
dasar.
kan jalan napas yang dapat dilakukan secara noninvasif maupun invasif. Breathing adalah upaya
memberikan pernapasan atau ventilasi. Circu lation
adalah upaya mempertahankan sirkulasi darah baik
dengan obat-obatan maupun dengan kompresi dada
fiantung). Pembukaan jalan napas dengan teknik non-
230
Jika
jetas:
i
i--------------- i
rrioetirz i
;5
;i
i
-.-l
231
dengarkan instruksi
Gambar 7. Langkah-langkah pemasangan AED (automated external defibriltator): a. buka tutup tas atau kotakAED,
apeks di sisi
elektroda
dan
klavikula
pada
di
bawah
sternal
kanan
sisi
yang terdengar dari mesin Reb, n,c,O. iempelkan elektroda sternal
tidak memegang
Lteiat apetJpada garis aksilaris anterior, e,f,g,h ikuti instruksi menghentikan kompresi dada saat mesin AED menganalisis,
pasien saat mesin AED melakukan shock, melanjutkan kompresi dada, dan pemberian napas buatan
232
Pulseless Arrest
Algorilme bantuan hidup dasar: meminta
bantuan, lakukan RJP
Bedkan oksigen jika tersedta
Pasang monitor/defibrilator jika tersedia
Shockable
'l
Cet r rm-"
R im e
sho.trhlp?
No/ Shockab/e
Aslsto e/PEA
t
;*r*
I
Berikan 5 sik us
RJF
I
Berikan 5 siklus RJP
Cek rtme
R rtm e shockable?
engisi lcharying)
h
tinggi
.
-
'T",.^
Not
asisto
ridak
able
lanjulkan
Shockable
Berlk
kotak
bih tinggi
SaaI RJP
_ Te
enit)
- lvli
resi dada
-Pa
Sa
Monofasik: 360 J
JP
'
Hrndar h peryenlrasi
IV
o H poksia
o on Hidrogen (as dosis)
o Hipo/h perka em a
o H pog ikem a
o H potermla
o
o
o
o
Toks
Tamponade,la
Tension pneum
Trombosis (kor
o lrauma
teu paru)
PENUTUP
Perubahan pada rekomendasi tahun 2005 didasarkan pada
Trauma.
for
233
Handley
REFERENSI
American Heart Association. Guidelines 2000 for cardiopulmonary
resuscitation and emergency cardiovascular care. Circulation.
2000;1 02(suppl):I 1 -I3 84.
American Heart Association, In collaboration with International
Liaison Committee on Resuscitation Guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care - an
international consensus on science. Resuscitation. 2000;46:l-
430.
31
ACUTE RESPIRATORY DIS TRESS S r/VDR OME
(ARDS)
Zulkifl i Amin, Johanes Purwoto
DEFINISI
ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan
2.
3.
4.
Akibat Sistemik
a
a
gagaljantung kiri).
(ALI)
Konsensus juga mensyaratkan terdapatnya faktor
risiko terjadinyaAll dan tidak adanya penyakit paru konik
Acute LungInjury
yang bermakna.
Acute Lung Injury (ALI) danARDS didiagnosis ketika
bermanife stasi seb agai kegagalan pernapasan berbentuk
hipoksemi akut bukan karena peningkatan tekanan kapiler
paru.
Luka berat
Sepsis
Pankreatitis
Shock
Tranfusi berulang
DIC
Luka bakar
Obat-obatan/overdosis
Opiat
Aspirin
Phenothiazines
Tricyclicls
antidepresan
Amiodarone
Khemoterapi
Nitrofurantoin
Protamine
Thrombotic
thrombocytopenic
purpura
Cardiopulmonary
bypass
Trauma kepala
Paraquat
Near-drowning
Terhisap gas beracun:
Nitrogen diosida
Chlorine
Sulfur dioksida
Amonia
Asap
Keracunan Oksigen
Trauma paru
Ekspose radiasi
High-altitude exposure
Lung reexpansion or
repeffusion
o
o
o
o
o
234
235
Diagnosis Klinis
Onset akut umumnya berlangsung 3-5 hari sejak adanya
diagnosa kondisi yang menjadi faktor risiko ARDS (lihat
fase injury.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
2.
3.
Penyebab
Ciri-ciri
Elastisitas
Usaha napas
(!
Compliance)
t V"o,
t elastisitas
Hipertensi pulmoner
Toraks
< 300 mmHg
< 200 mmHg
lnfiltrat bilateral
<
236
9.
10. Vaskulitis
I 1.
Pneumonitis hipersensitivitas
interstisial
patofisiologi
ALI,
1.
Edemaparukardiogenik
4.
5.
6.
7. Pneumonitis radiasi
8. Sindrom emboli lemak
PERJALANAN PENYAKIT
ARDS muncul sebagai respons terhadap berbagai trauma
dan penyakit yang mempengaruhi paru secara langsung
'
rmstator
Hipoksemia efrakter terhadap terapi oksigen (misal P02
< 8.0 kPa (60 mmHg) dengan 40% oksigen). Derajat
hipoksemia dapat terlihat sebagai rasio tekanan oksigen
arteri @O2) terhadap konsentrasi fraksi oksigen inspirasi
@i02l100% oksigen:FiO2 dari l). PadaARDS PO2E(O2
<261OaQ0}mmHg)
'
'
237
Nonkardiogenik (ARDS)
Kardiogenik
Riwayat penyakit
jantung
Bunyi jantung ketiga
Kardiomegali
lnfiltrat pada foto dada
distribusinya ditengah
Pelebaran pembuluh
darah mediastinum
(increased width of
mediastinum at level of
azygos vein)
Peninggian tekanan baji
afteri paru
Keseimbangan cairan
neqatif
Frekuensi napas
Denyut nadi
Tekanan darah
Suhu
Produksi urin
Derajat kesadaran
Oksigenasi
Asidosis
Normal atau
menurunnya tekanan
baji arteri paru
Keseimbangan cairan
positif
support ventilation)dapat memberikan interaksi pasienventilator yang lebih baik dan memungkinkan peningkatan
oksigenasi (V/Q mismatch) yang lebih baik. Sebagai hasil
dari kontraksi diafragma.
(>380
C.
'1oO
40
C),
(<360 C. 96.80 C)
<30 ml/jam selama 3 jam
238
TARGETKADARGAS DARAH
Target Karbondioksida
239
Prostasiklin lnhalasi
oksigenasi.
tambahan untuk
240
DALAII
dat'rain
out' dari aerosol. Selain itu, preparat yang digunakan
TERAPIANTI INFLAMASI
Optimalisasi Hemodinamik
Penurunan tekanan arteri pulmonal mampu mengurangi
derajat kebocaran kapiler pulmonal. Hal ini dapat dicapai
Prognosis
Meskipun telah banyak penelitian mekanisme infamasi
ARDS dan tehnik ventilasi dan kontrol hemodinamik,
namun mortalitas pasien ARDS masih sangat tinggi > 50
0%.
Pasien yang masih hidup mungkin dengan fibrosis paru
dan gangguan difusi oksigen namun beberapa pasien
sembuh sempuma walaupun telah melewati masa kritis
pada
A.Manajemen Cairan
Apakah sebaiknya volume intravaskular sebaiknya
241
konservatif, pada protokol yang bebas menghasilkan ratarata keseimbangan cairan yang positif mendekati 7000m1.
Tidak ada perbedaan kematian pada 60 hari tetapi strategi
konservatif ini menghasilkan durasi yang lebih pendek dari
ventilasi mekanik dan tinggal di ICU. Tidak ada komplikasi
tambahan.
Pada sebuah studi lain, randomisasi pasien ALI pada
insersi dan penggunaan kateter arteri pulmonar atau kateter
vena sentral menunjukkan tidak ada perbedaan pada
REFERENSI
di paru meskipun
In:
32
SYOK HIPOVOLEMIK
Ika Prasetya Wijaya
PENDAHULUAN
PATOFISIOLOGI SYOK
ETIOLOGI
Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan
berusaha untuk meningkatkan tekanan sistemik guna
menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak
melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya
Perdarahan
Hematom subkapsular hati
Aneurisma aorta pecah
Perdarahan gastrointestinal
Perlukaan berganda
Kehilangan plasma
Luka bakar luas
Pankreatitis
Deskuamasi kulit
Sindrom Dumping
Kehilangan cairan ekstraselular
Muntah (vomitus)
Dehidrasi
Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh
baroreseptor dan kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor
Kardiovaskular
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap
tekanan (ejeksi) ventrikel dan kontraktilitas miokard,
bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah
jantung, penentu utama dalam perfusi laringan, adalah
Diare
242
243
SYOKHIFOVOIT,MIK
Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal,
maka terjadi peningkatan absorpsi endotoksin yang
dilepaskan oleh bakteri gram negatifyang mati di dalam
usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta
peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi
sel dan menyebabkan depresi jantung.
Ringan
(<20% volume
darah)
dingin
pengisian
Ekstremitas
Waktu
kapiler meningkat
Diaporesis
Vena kolaps
Cemas
Sedang
volume
darah)
l2O-40%
Sama, ditambah
Takikardia
Takipnea
Oliguria
Hipotensi ortostatik
Berat
(>40% volume
darah)
Sama, ditambah:
Hemodinamik tak
stabil
Takikardia
bergejala
Hipotensi
Perubahan
kesadaran
Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan
hipoperfusi, frekuensi terjadinya sangat jatang karena
cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi
DIAGNOSIS
Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda
berupa ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan
adanya sumber perdarahan. Diagnosis akan sulit bila
perdarahan tak ditemukan denganjelas atau berada dalam
GEJALA KLINIS
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik
akibat non-perdarahan serla perdarahan adalah sama meski
ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok'
Respons fisiologi yang normal adalah memperlahankan
perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki volume darah dalam sirkulasi dengan efektif. Disini akan
terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh
vena yang kolaps, pelepasan horrnon stres sefia ekspansi
besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan
TATALAKSANA
Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang
harus dilakukan adalah menempatkan pasien dalam posisi
kaki lebih tinggi, menjaga jalur pernapasan dan diberikan
244
REFERENSI
Boeuf B, et a1 Naloxone for shock (review): The Cochrane Library:
issue 4, 2005
Hofmeyr JG Hypovolaemic shock: best practice & r'esearch. Clin
Wilkins; 2000.
Kumar, Clark. Intensive care medicine. Clinical medicine. Edisi ke5. In: Kumar, et al, ed. London: Elsevier Science; 2002.
Landry DW, et al. The pathogenesis of vasodilatory shock. New
33
SYOK KARDIOGENIK
Idrus Alwi, Sally Aman Nasution
PENDAHULUAN
kemudian menetap +
80%
.
.
.
paru> 18mmHg.
Termasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah :
. Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat > 90
mmHg dalam I jam setelah pemberian obat inotropik,
dan
. Pasien yang meninggal dalam I jam hipotensi, tetapi
memenuhi kriteria lain syok kardiogenik.
EPIDEMIOLOGI
Penyebab syok kardiogenik yang terbanyak adalah infark
miokard akut, di mana terjadi kehilangan sejumlah besar
245
246
ETIOLOGI
.
.
.
.
.
.
antaralail:
Efekproinflamasi
Penurunanresponsivisitaskatekolamin
Merangsangvasodilatasi sistemik
PREDIKTOR
kiri,
Killip dibuat
PATOFISIOLOGI
Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok
kardiogenik adalah depresi kontraktilitas miokard yang
mengakibatkan lingkaran setan penuflrnan curah jantung,
tekanan darah rendah, insufisiensi koroner, dan selar5'utnya
tef adi penunuran kontaktilitas dan curah jantung. Paradigma
247
SYOKKARDIOGENIK
MANIFESTASI KLINIS
Anamnesis
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya
syok kardiogenik tersebut. Pasien dengan infark miokard
akut datang dengan keluhan tipikal nyeri dada yang akut,
Ekokardiografi : Modalitas
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan
tekanan darah sistolik yang menurun sampai < 90 mmHg,
bahkan dapat turun sampai < 80 mmHg pada pasien yang
tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denlut jantung
biasanya cenderung meningkat sebagai akibat stimulasi
simpatis, demikian pula dengan frekuensi pemapasatyang
biasanya meningkat sebagai akibat kongesti di paru.
Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki.
Pasien dengan infark ventrikel kanan atau pasien dengan
keadaan hipovolemik yang menurut studi sangat kecil
kemungkinannya menyebabkan kongesti paru.
Sistem kardiovaskular yalg dapat dievaluasi seperti
vena-vena di leher seringkali meningkat distensinya. Letak
Pemeriksaan Penunjang
rekaman
Pemantauan hemodinamik : Penggunaan kateter SwanGanz untukmengukur tekanan afieri pulmonal dan tekanan
baji pembuluh kapiler paru sangat berguna, khususnya
untuk memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik,
serta sebagai indikator evaluasi terapi yang diberikan.
Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel kiri yang
berat, akan terjadi peningkatan tekanan baji paru. Bilapada
pengukuran ditemukan tekanan baji pembuluh darah paru
lebih dari 18 mmHg pada pasien infark miokard akut
memrnjukkan bahwa volume intravaskular pasien tersebut
cukup adekuat. Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau
hipovolemia yang signifikan, akan menunjukkan tekanan
baji pembuluh paru yang normal atau lebih rendah.
Pemantauan parameter hemodinamik juga membutuhkan
248
PENATALAKSANAAN
Volume pengisian ventrikel kiri harus dioptimalkan, dan
pada keadaan tanpa adanya bendungan paru, pemberian
cairan sekurang-larangnya25O ml dapat dilakukan dalam
10 menit. Oksigenasi adekuat penting, intubasi atau
l,lYo).
dapat
menjalaniCABG
Rekomendasi terapi reperfusi dini syok kardiogenik
karena komplikasi infark mokard akut dapat dilihat pada
Gamhar2.
249
SYOKKARDIOGENIK
Pem be rian
Pemberian
- C airan
- Transfusi darah
- lnlervensi spesifik
- Vasopresor
yang memadai
Kateterisasi jantung
dan angiografi koroner
CABG segera
Revaskularisasi m ekanis
segera dengan PCI atau CABG
direkomendasikan pada
1 Usia < 75 tahun
2. Elevasi ST, LBBB atau lM posterior
3 Terjadi syok < 36 jam setelah awitan ll\4
4, Revaskularisasi dapat dilakukan dalam
waktu 18 jam setelah syok
Gambar 2. Rekomendasi terapi reperfusi dini pada syok kardiogenik karena komplikasi infark miokard akut
250
inhibit nitric Oxide synthase in patients with Cardiogenic shock?) untuk menguji inhibitor NO, L-NMMA,
dengan uji acak yang baik pada pasien syok persisten
walaupun infarct related artery (IRA) paten.
alth seal
RERERENSI
Cotter G, Kaluski E, Blatt A, et al. L-NMMA (a nitric oxide
synthase inhibitor) is effective in the treatment of cardiogenic
shock. Circulation 2000; i01 : 1358-61
Ducas J, Grech ED. ABC of interventional cardiology. Percutaneous
BMJ
2O03;326:1450-2.
Davies CH. Revascularization for cardiogenic shock. Q J Med
ne way valve
Gambar
(kii)
dan
w
I
|
r. rela.anlL-g
2) (onsurs o<s,ger oteh
20Ol;94:57 -67
ne--'un
I I a ueninorarran rekanan d asloti(
r o(a'd merLrJn I | 5r. Menin_okatkan oerfJs, koroner
199
HARAPAN MASADEPAN
Peran NG-monomethyl-L-arginine (L-NMMA), suatu
inhibitor nitrik oksida selektif, cukup menjanjikan. Cotter
l;325:ll17
-22
2st
SYOKI(ARDIOGEMK
shock after thrombolitic therapy for acute myocardial infarction. J Am Coll Cardiol 2000;35:136-43.
Hochman JS, Sleeper LA, Godfrey E, et al. Should we emergently
revascularize occluded coronaries for cardiogenic shock : an
Intemational randomizes trial of emergency PTCA/CABG-trial
design. Am Heart J 1999;137:313-21.
Hasdai
Jacobs
of cardiogenic
Menon V, Hochman JS. Management of cardiogenic shock complicating acute myocardial infarction. Heart 2002;88:531-7.
Picard MH, Davidoff R, Sleeper LA, et al. Echocardiographic predictors of survival and response to early revascularization in
cardiogenic shock. Circulation 2003 ;1 07 :27 9 -84.
Webb JG Sanborn TA, Sleeper LA, et al. Percutaeous coronary
intervention for cardiogenic shock in the SHOCK trial registry.
Am Heart J 2001;14l:964-'70.
34
PENATALAKSANAAN SYOK SEPTIK
Khie Chen, Herdiman T. Pohan
PENDAHULUAN
>10o/o
Sepsis
Keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan
manifestasi SIRS
Sepsis berat
Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi
atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria dan
penurunan kesadaran.
perfusi organ.
252
253
ini terkait
dengan faktor
Oksigenisasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai
akibat disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena
gangguan ventilasi maupun perfusi. Traspor (delivety)
oksigen ke janngan dapat pula terganggu akibat keadaan
itihLrlL q pkcdnen
Stimulls
eksogen
(endotoks nl
Amp
ifikasi
MODS
lan.r
llepar
aE
CRp
L,B
Paru
ARDS
L-10
Jantung
Disfungs
K
LB P
]NOS
Endotel
vaskular
Aktivitas prokoag!lan
kemotaksis nekofil
No
Vasodilatasi
254
dan
Terapi Cairan
Hipovolemia dapat terjadi pada sepsis sebagai akibat
peningkatan kapasitas vaskular (penurunan aliran balik
vena), dehidrasi (karena asupan yang menurun, kehilangan
Bikarbonat
Bikarbonat telah lama digunakan dalam mengkoreksi
asidemia pada sepsis. Namun terapi bikarbonat untuk
oksigen.
DisfungsiRenal
Gangguan fungsi ginjal pada sepsis dan renjatan terjadi
secara akut, disebabkan karena gangguan perfusi ke organ tersebut. Bilamana pasien dalam keadaan hipovolemik
atau hipotensi, keadaan ini harus segera diperbaiki dengan
255
Nutrisi
Nutrisi merupakan terapi suportif yang penting dan harus
diperhatikan dalam perawatan pasien sepsis. Pada sepsis
terjadi slress yang menyebabkan gangguan metabolisme
berbagai zat nutrisi. Di satu pihak terjadi hiperkatabolisme
akibat kebutuhan yang meningkat, sedangkan keadaan
gangguan perfusi dan hipoksia menyebabkan proses utilisasi
darr
,/
diin
-\
i, paralisis (jika
) atau kekurangan
l*
<65mmHo r.
0batWsoaklll
mortalitas.
Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi dicoba pemberiannya pada
sepsis berat dan renjatan dengan hasil tidak terbukti
menurunkan mortalitas. Saat ini terapi kortikosteroid hanya
diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal, dan dapat
diberikan secara emprik bila terdapat dugaan keadaan
REFERENSI
kontrol.
71.
256
49.
Jumois D. Prophylaxis and management of acute renal failure during sepsis. In: Dhainaut JF, Thijs LG Park G, editors. Septic
shock. London: WB Sauders co. 2000 p. 511-20.
DALI\M
1998;41
35
RENJATAN ANAFILAKTIK
Iris Rengganis, Heru Sundaru, Nanang Sukmana, Dina Mahdi
PENDAHULUAN
pencegahan.
samplng.
adanya
lanjutan.
lnsidens
257
258
globulin
antilimfosit)
Protein manusia (insulin, vasopresin, serum)
Anafilaktoid (tidak melalui lgE)
Zat penglepas histamin secara langsung
Obat (opiat,vankomisin, kurare)
Cairan hipertonik (media radiokontras, manitol)
Obat lain (dekstran, fluoresens)
Aktivasi komplemen
:
DIAGNOSIS
Sistem
Umum
Prodromal
Pernapasan
Hidung
Laring
Lidah
Edema
Bronkus
Kardiovaskular
Gastro intestinal
Kulit
Mata
Susunan saraf
pusat
Gatal, lakrimasi
Gelisah, kejang
atau
perdarahan vagina.
DIAGNOSIS BANDING
259
RENJATANANAFILAKTIK
TERAPI
Tanpa memandang beratnya gejala anafilaksis, sekali diagnosis sudah ditegakkan pemberian epinefrin tidak boleh
gagal napas, hipotensi atau sianosis. Pasien kadangkadang pingsan meskipun hanya sementara. Penilaian
tanda-tanda vital dan status neurologik dengan cepat
membedakan keadaan ini dengan reaksi anafilaktik. Sering
pasien mengeluh parestesia.
Sindrom angioedema neurotik herediter merupakan
salah satu keadaan yang menyerupai anafilaksis. Sindrom
ini ditandai dengan angioedema saluran napas bagian atas
dan sering disertai kolik abdomen. Tidak dijumpai kelainan
angioedema neurotikherediter.
baik;2).
Sistem
Sistem Pernapasan
1. Memelihara saluran napas yang memadai. Penyebab
260
2.
3.
1.
manfaat
2.
intravaskular.
Oksigen mutlak harus diberikan di samping pemaniauan
3.
4. Bila
pada
dan
2.
Sistem Kardiovaskular
l.
3.
PENCEGAHAN
261
RENJATANANAFILAKTIK
risiko. Tindakan
desensitisasi jangka pendek dengan penisilin.
REFERENSI
Bamard JH. Studies of Hymenoptera sting death in the United States.
J Allergy Clin Immunol 1973:52:525-9.
Belleau J, Lieberman PL. Anaphylaxis. Dalam: Milgrom EC, Usatine
RP, Tan RA, spector SL (Eds). Practical Allergy. Mosby, China.
2004:97 -109
N Amer 1972;12:517-34.
Horan RF, Fennoyar DS, Sheffer AL. Management of anaphylaxis.
Immuno Allergy Clin N Amer 1991;11:117-41.
and
36
KEGAGALAN MULTI ORGAN
(DISFUNGSI ORGAN MULTIPEL)
Aryanto Suwondo
mempertahankan homeostasis.
Penelitian-penelitian terdahulu menemukan adany a
infeksi, kadang-kadang tersamar, sebagai faktor klinis
utama yang berhubungan dengan MODS. Tetapi dalam
penelitian-penelitian terakhir terbukti MODS dapat terjadi
tanpa adanya fokus infeksi, dan secara eksperimental
MODS dapat ditimbulkan dengan menl.untikkan media-
ini
pasien kritis
ETIOLOGI
system failure.
262
l).
263
Trauma
lnflamasi
non-infeksi
Baktereremia
Trauma
multipel
Pankreatitis
Kanker
Viremia
Pasca operasi
Vaskuliiis
Fungemia
lskemia viseral
HIV
Suntikan
sitokin
Reaksi obal
Penyakit riket
Status
epileptikus
Heat injury
Eklamsia
Abdominal
compadment
syndrome
Bypass
kardiopulmoner
Mycobacteria
lnfeksi
protozoa
lnfeksi organ
solid
Gagal hati
Sindrom
reperfusi
Reaksi
transfusi
Sindrom
asprrasr
Transfusi
masif
Kondisi proinflamasi
Pelepasan sitokin
Aktivasi komponen, pembekuan darah, kaskade
eikosanoid
Sepsis / SIRS
PATOGENESIS
Syok
MODS
Ke m atia n
MODS primer
M0DS sekunder
homeostatis.
Bila respons proinflamasi sistemik yang terjadi sifatnya
berat, atau bila respons anti-inflamasi sebagai
kompensasinya tidak adekuat sehingga gagal meregulasi
264
KEGAWTTDARUR/{IAN
Se T dan
rL-1 p
tL-2
tL-1 0
Sel NK
lL-10 tL-6,
Kardiovasku ar komproma
( syok )
L-6
tL-8
Elatase neutrofil
tL-4
apopto sis
PERAN SITOKIN
Sitokin adalah glikoprotein dengan berat molekul rendah,
Molekul antiinflamasi
lL-1 ra
tL-4
TNF-cr
IFN-y
Protein kinase
MCP-I (monocyte
chemoattractant protein)
MCP-2
Leukemia inhibitory factor
Tromboksan
PAF (platelet activating factor)
Molekul adhesi terlarut
Neuropetid vasoaktif
Fosfolipase 42
Tirosin kinase
Free radical generation
Neopterin
P Al1 (pl a s mi noge n activ ato r
inhibitor)
tL-13
Reseptor lLl tipe ll
Transforming grov/th factor B
Reseptor TNF-0 terlarut
LPS
CD-'14 terlarut
Prostaglandin
E2
tor)
dan
AA
(asam arahidonik).
(p
AA akan dimetaboslisme
265
karena Reperfusi
inflamasi. Hipoksia juga menyebabkan sel-sel epitel
melepaskan TNF-ct dan IL-S dengan akibat meningkatnya
permeabilitas epitel. IL-8 berperan sebagai kemoatraktan
terhadap neutrofil, dan memblok efek autokrin dari TNF-cr
PENGARUH GENETIK
APOPTOSIS
Kerusakan Jaringan
Kerusakan jaringan terjadi selama proses inflamasi dan
berjalan progresif menuju disfungsi dan berahir dengan
gagal organ. Endotel vaskular mengekspresikan molekulmolekul adhesi sehingga leukosit berpindah tempat dari
sirkulasi ke dalam jaringan. Leukosit berkelompok sebagai
respon terhadap kemokin seperli IL-S, degranulasi sel-sel
leukosit melepaskan protease-protease seperti elastase dan
metaloproteinase matriks yang merusak struktur jaringan.
Leukosit-leukosit yang teraktivasi mernproduksi ROS
Pengamatan
Penundaan
apoptosis
neutrofil
Hipotesis
Menguntungkan
Merugikan
Menguntungkan
Apoptosis
limfosit
meningkat
Merugikan
kerusakan jaringan.
Menguntungkan
Merugikan
Apoptosis
oarenkim
Meningkatkan fungsi
Memperpanjang fungsi
Memperpanjang elaborasi
metabolit yang toksik
Dapat berakibat nekrosis
neutrofil
Mengurangi otoreaktivitas
Mengurangi sel-sel efektor
yang dapat melanggengkan inflamasi
Supresi imun
Mengurangi beban selsel sekarat
Menghapus jejak inflamasi
Mengurangi kapasitas
fungsi dari organ
266
lntervensi Medis
Komplikasi kateterisasi
venasentral dan arteri
Pneumotoraks
Perdarahan
lnfeksi
Simpul dari kateter
Aritmia
lnfark paru, pecah arteri pulmonalis
Target terapi tidak tepat
pulmonalis
(Gambar5).
Komplikasi terapi cairan Hipovolemia yang tidak terditeksi
Penurunan tekanan onkotik
lnflamasi
Gagal vaskular
koloid berlebihan
lnflam asi
Anasarka
Edema paru
Komplikasi obat inotropik
dan vasopresor
c.srh.s;l
lnf la m asi
tr.nlb.rb l
fhk..h
Gambar
5.
Komplikasi ventilasi
mekanik
Aritmia
lskemia/infark miokard
Vasokonstriksi yang tidak dikehendaki
(dopamin dan norepinefrin)
Hiperglikemia
Asidosis metabolik (epinefrin)
Supresi hipofisis oleh dopamin
Volutrauma
Gangguan hemodinamik
Pelepasan sitokin ke dalam sirkulasi
sistemik
Supresi imun
Hipotensi dan atrofi otot (sedatif dan
relaksan otot)
Komplikasi nutrisi
Hiperglikemia
parenteral
INTERVENSIMEDIS
Supresi imun
dan
limfoid
Pemberian substansi
toksik
Toksisitas oksigen
Aminoglikosida
Kortikosteroid dosis tinggi
NSAID
GAMBARAN KLINIS
DisfungsiGinjal
Disfungsi Kardiovaskular
NO menurunkanresistensi vaskular sistemik,
miokard.
Pada MODS,
Disfungsi Respirasi
Disfungsi Gastrointestinal
Hipoperfusi
sp
267
tres s ul c er.
Gagal Respirasi
.
.
.
.
PaCOr25OmmHg
P(A-a)Or>350mmHg
Ventilasi mekanik atau CPAP pada hari ke-4
Disfungsi Neurologis
Ensefalopati sering terjadi dan berkolerasi dengan
mortalitas pada sepsis. Neuropati dan miopati yang
heterogen dapat timbul dalam perjalan MODS. Dari review
delapan penelitian yang mehbatkan242 pasien, didapatkan
kelainan EEG pada 76%o pasien dengan ventilasi mekanik
ARDS
. Riwayat penyakit yang menyokong
. Skor hipoksemia (Pa0r,/FIOr) < 200 mmHg
. Inhltrat difus pada foto rontgen dada
. Tidak ada infeksi paru atau penyebab lain dari distres
.
.
pernapasan
pulmonary compliance)
(PCWP ( Pulmonary Capillary Wedge Pressure ) < 18
mmHg)
(1,
ALI
.
.
Skorhipoksemia(PaOfIOr)< 300mmHG
:ARDS
.
.
.
DEFINISI
Gagal Kardiovaskular
. Hk(heartrate)< 54lmefit
.
.
Gagal Ginjal
BUN>100mg/dl
Kreatininserum>3,5 mg/dl
Gagal hati
. Bilirubinserum>6mgldl
. PT (Prothrombin time) > 4 s di atas kontrol (tanpa
antikoagulan)
fibrillation)
Klinis
Hipotensi
Hipoperfusi jaringan
lnfeksi
Trauma
Sasaran terapi
lntervensi
Monitor di lCU, ekspansi volume,
vasopresor
Monitor di lCU, ekspansi volume,
vasopresor, obat inotropik
.
.
.
,
268
KEGA1VATDARURATAN
Gagal Hematologis
. L< 1000/ml
.
.
Tr<20.000/ml
Ht<200/.
.
.
.
.
.
Trombositopenia
Pembedahan
Termasuk fiksasi patah tulang yang lebih dini, debridemen
luka bakar, reseksi usus yang iskemik atau jaringan mati
dan pengasatan pus. Sumber dari respon inflamasi tidak
Hipofibrinogenemia
TFDP
BTmemanjang
Antibiotik
Usaha mencari patogen penyebab infeksi harus dilakukan
Tatalaksana Suportif
Bilamana tidak berhasil ditemukan kausa yang spesifik
. Defisit harus dikoreksi
.
.
Sepsis
SIRS yang disebabkan infeksi.
TERAPIINOVATIF
Sepsis Berat
Sepsis dengan disfungsi organ, gangguan perfusi
Modulasi lmun
Syok Septik
lnhibitor NO
TATALAKSANA
Pencegahan
Filtrdsi Darah
Hemofiltrasi volume tinggi (2-6 L frltrasi/jam) mungkin
dapat menyaring sitokin-sitokin dan mediator inflamasi
Kortikosteroid
Konikosteroid dosis tinggi (metilprednisolon 30 mg/kg)
KontrolKausa
Hal terpenting dalam tatalaksana MODS adalah
menghilangkan faktor presipitasi dan penyebab atau
sumber infeksi.
269
REFERENSI
Baue
katekolamin.
III),yargmelibatkarr23T4pasien,tidakmenunjukkanefek
yang mengunfungkan.
KESIMPULAN
Walaupun dalam dua dekade terakhir ini banyak penelitian
pengobatan baru, hasilnya masih jauh dari memuaskan.
Mortalitas pasien MODS masih tetap tinggi. Dalam masa
ini
merekomendasikan suafu pegangan dalam tatalaksana sepsis berat dan syok septik: I j. Resusitasi awa|'2). Diagnosis; 3). Terapi antibiotik; 4). Kontrol sumber infeksi; 5).
37
SINDROM TERMAL DAN SENGATAN LISTRIK
Budiman
HIPOTERMIA
40o/"
Manifestasi Klinis
Manifestasi tidak seberat frosbite yang berupa luka
bergaung dan tidak ada jaringan yang terlepas. Trench
foot diaklbatkan jaringan di lingkungan yang lembab pada
suhu dingin selama beberapa jam sampai beberapa hari.
Diagnosis
Hipotermia didiagnosis bila suhu tubuh di bawah 35'C
(9
dan
insensitivitas dingin.
fisik
menjadi sepertimumi.
Penatalaksanaan
1. Luka di kaki ditangani dengan pengangkatan,
penghangatan, dan pembalutan jari yang terluka.
Nifedipin 20 mg per oral 3 kali sehari, kortikosteroid
2.
270
271
8.
Derajat pertama
.
.
.
9.
10.
Gejala
Seperti sengatan dan rasa terbakar, berdenyut dan bisa
timbul hiperhidrosis
Derajat kedua
. Luka jaringan kulit
sewaktu rendah.
11. Pada
diukur.
.
.
.
12. Pemanasan
HIPERTERMIA
kembali.
4
hipertermia.
Pencegahan terjadinya peningkatan suhu abnormal
tergantung pada keseimbangan antara pelepasan panas
dihangatkan.
Sumber Panas
Pencairan
Sesudah Pencairan
- Bersihkan luka
- Perbaiki jaringan yang mengalami pendarahan
- Oleskan daerah luka dan lepuh dengan krim aloe vera
- Profilaksis dengan imunisasi tetanus
- lbuproten 12 mlkglhr dalam dosis terbagi
- Mempertimbangkan limaprost 20lkg oral 3 kali/hari
- Memulai hidroterapi harian
ry bypass (45'C)
1l l/hari
28 llhr
Trunk immersion pada air panas (45oC)
Vasokonstriksi
Vasodilatasi
272
ini tidak
mempunyai
SENGATAN LISTRIK
Pada sengatan listrik dapat timbul kerusakan jaringan
dengan spekhum luas, mulai dari lukabakarkulit superfisial
sampai kerusakan organ-organ tubuh hingga kematian.
273
Gambaran Klinis
Listrik dapat menyebabkan kerusakan jaringan sebagai efek
langsung arus listrik searah pada sel dan oleh kerusakan
termal dari panas yang diteruskan oleh jaringan. Energi
terbesar terjadi pada titik kontak sehingga kerusakan
jaringan pada daerah tersebut harus diobservasi lebih baik.
Luka ke luar sengatan listrik lebih besar daripada luka
rrasuk. Bila sengatan listrik masuk ke dalam tubuh,
kerusakan terbesar terjadi pada jaringan saraf, pembuluh
darah dan otot. Sengatan listrik dapat mengakibatkan
nekrosis berupa koagulasi, kematian saraf, dan kerusakan
pembuluh darah. Luka yang ditimbulkan lebih menyerupai
jaringan nekrosis atau kerak daripada luka bakar termal.
Karena ukuran dari luka karena sengatan listrik tidak
berkorelasi baik dengan kerusakan yang ditimbulkan,
pemeriksaan teliti untuk luka yang dalam sangat penting.
Luka traumatik sering terjadi bersamaan dengan sengatan
listrik.
Diagnosis
Diagnosis sengatan listrik berdasarkan riwayat penyakit.
Bila riwayat penyakit tidak jelas, ciri-ciri luka pada kulit
sangat menolong. Pemeriksaan yang menyeluruh serta
memperhatikan luka akibat sengatan listrik sangat penting
unfuk mengesampingkan adatya suatu trauma.
Pemeriksaan untuk tulang patah dan dislokasi tetap
Kulit.
Tindakan
l. Airway, breathing dan sirkulasi harus diperbaiki,
mobilisasi spinal harus diperhatikan karetra potensial
2.
-).
5.
1.
274
luka
atas
terlokalisir
listrikll}-22}Y tanpa
gejala/luka. EKG normal dan pemeriksaan fisik normal
dapat dipulangkan.
REFERENSI
Bacon CJ, et al : Case controi study of thermal environmenl
proceeding haemorrogic shock encephalopathy. Arch Dis Chitd
81,1999
Bouchama
2002:.346:1978
Cauchy E et al: Retrospective study of 70 cases of severe frostbite
lesions: a proposed new classification scheme. Wildernedd
Environ Med,. 2001;12:248,
Daley BJ, et al: Electrical injuries. Updated November 11 20A4.
Available at: http ://www emedicine com/med/topic28 1 O.htm
eds.
Harrison's principles of Intemal Medicine. 16s edition. McGrawHil1. New York, 2005
Danzl DF: Hypothermia. Senib Respir Crit Care Med. 2002;23:57
Dinarello CA, et al: Fever and Hyperthermia. Kasper DL, et al eds.
Harrison's principles of intemal medicine. l6s edition. McGraw-
severe
38
SENGATAN SERANGGA
Budiman
PENDAHULUAN
SENGATAN SERANGGGA
seperti Arthus.
Mulanya gigitan tidak nyeri atau terasa panas. Setelah
beberapa jam terasa nyeri dan gatal dengan indurasi di
sekeliling gigitan ada daerah pucat iskemik dan daerah
kemerahan. Pada banyak kasus tanpa terapi akan sembuh
dalamwakhr2-3 hari.
keracunan sistemik.
Dari 30000 spesies laba-laba, ada seratus yang bersifat
275
276
mialgia,
ar
si
s dapat
'
/
Penatalaksanaan
.
.
.
.
.
.
henti napas.
Hiperlensi dan edema pulmonal dapat dikontrol dengan
nifedipin, hidr alazit atau prazosin dan bradiaritmia bisa
SENGATAN HYMENOPTERA
Yang termasuk di dalamnya adalah 1ebah, tawon dan semut.
SENGATAN KALAJENGKING
Penatalaksanaan
Pada sengatan dibersihkan, diberi desinfektan dan
diberikan es batu. Bila perlu diberikan analgetik,
antihistamin oral dan losion kalamin topikal. Reaksi lokal
Penatalaksanaan
277
SENGAfrAN SERANGGA
REFERENSI
Auerbach PS, Nonis RL. Disorders caused b1, reptile bites and marine animal exposures.In: Kasper DL, et al eds. Harrison's principles of internal medicine. 16th edition. New York:McGraw-
GIGITAN KUTU
Umumnya kutu yang menggigit manusia adalah kutu
anjing, kutu kucing atau kutu tikus yang mempunyai sarang
dan tinggal pada pejamu. Larva kutu memakan butir-butir
darah pejamu yang mengering yang dikeluarkan oleh kutu
dewasa pada waktu makan. Kutu manusia menetap pada
tempat tidur atau furnitur.
Pada orang yang sensitif akan timbul eritema, papul,
Hill; 2005
Auerbach PS, ed. lYilderness medicine.4h ed. St. Louis: Mosby;2001
Barzilai A et al.Insect bite-like reaction in patients with hematologic malignant neoplasms. Arch Dermatol .19991,135.
Goddard J.Physician's guide to arthropods of medical importance.
4'h ed Boca Raton: CRC Press; 2002
Gold BS et al.Bites of venomous snakes. N Engl J Med. 2002;347.
Mauguire JH, et al. Ectoparasite infestations and arthropod bites
and sting. Kasper DL, et al eds. Harrison's principles of intemal
medicine 16th edition New York:McGraw-Hill;2005
Sharma SK et al.Impact of snake bites and determinants of fatal
outcomes in Southeastern Nepal. Am J Trop Med Hyg.
2004;2:71.
Werner GTPoisonous-snake bites. Therapy and preventive measures. Fortschr Med. 1978;6:96.
39
PENATALAKSAN MTN KERACUNAN
BISA I(ALA"IENGKING
Djoni Djunaedi
KALAJENGKING
laindalamrumah.
Sengatan kalajengking terasa nyeri namun pada
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis pada lokasi sengatan kalajengking kadangkadang teriihat minimal dan secara umum racun kalajengking
menunjukkan sifat hemolitik dan neurotoksik yang dapat
bermuara pada tingkat keracunan berat (Wirtz, l99l).
C.
Gejala Lokal
Nyeri seperti terbakar, gejala peradangan disertai parestesi
Gejala Sistemik
278
279
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kasus sengatan kalajengking dapat
dipilah ke dalam:
Terapi Suprotif
Terapispesifik
Terapi antivenin dengan pemberian serum skorpion
(polivalen)
REFERENSI
Depkes: Penatalaksanaan keracunan bisa sengatan kalajengking
(scorpion). Dalam SIKer. Dirjen POM Depkes RI. Pedoman
penatalaks anaan keracunan untuk rumah s akil:2001.p.240-42
Dreisbach, R.H. dan Robertson, WO.Handbook of poisoning: prevenlion, diagnosis and lreatment. 12'h eds. Connecticut:
Appleton & Lange:i987.p. 486-90
Maguire, J.H., et.al:Ectoparasite infestations and arthropod bites
and stings. In D.L. Kasper et.al. (eds.). Harrisonb Principles of
40
PENATALAKSAN A/\N GIGITAN
ULAR BERBISA
Djoni Djunaedi
INSIDENSI
Luka akibat gigitan ular dapat berasal dari gigitan ular tidak
yang
FAKToRxZ
Ca--PL
PROTROIVBIN
II
Ca"
FIBRINOGEN
RIN
Xllla +-
Xlll
macam enzim, polipeptida non-enzimatik dan protein nontoksik. Berbagai logam seperti zink berhubungan dengan
beberapa enzim seperti ecarin (suafit enzim prokoagulan
dari E. carinatus venom yang mengaktivasi protrombin).
I
I
t
CROSS-LINKED FIBRIN
280
281
GAMBARAN KLINIS
Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan
bekas gigitan atau luka yang terjadi dan memberikan gejala
lokal dan sistemik sebagai berikut (Dreisbach, 1987):
1.
2.
3.
.
.
.
Famili Colubridaemisalnyaularpohon
paralysis, pulselesness)
Menurut Schwartz (Depkes, 2001), gigitan ular dapat
diklasifi kasikan sebagai berikut:
Derajat
panjang, 2). Gigi taring kecil, 3). Bekas gigitan: luka halus
berbentuk lengkungan
Venerasi
00+
l+l-+
ll
Nyeri
+l+++
+++
Edema/
Eritema
<3 cm / 12jam
0
+
neurotoksik,
mual,
puslng,
syok
>25 cml12 jam
++
> ekstremitas
ptekhiae,
syok,
ekhimosis
++
+++
Sistemik
gagal ginjal
akut, koma,
perdarahan
pembekuan).
s (lular welang),
Neurotoksik
sc
a tu
sebelumnya.
Pemeriksaan
serta
end-plate sedangkan neurotoksin prasinaps seperti bbungarotoxin, crotoxin, taipoxin dan notexin merupakan
fosfolipase-A2 yang mencegah pelepasan asetilkolin pada
neuromus cular j unction.
282
Gigitan Wperidae:
venin)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
.
.
.
(mioglobulinuria)
EKG
Foto dada
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaal pada kasus gigitan ular berbisa
adalah:
.
'
.
Menghalangi/memperlambatabsorpsibisaular
Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam
sirkulasi darah
Mengatasi efek lokal dan sistemik
Tindakan Penatalaksanaan
A. Sebelum penderita dibawa ke pusat
.
.
.
Gigitan Hydropiidae:
.
.
pengobatan,
B.
.
.
.
.
koagulopati
Apus tempat gigitan dengan yenom detection
283
l0-50LD1}bisaAnlEstrodon
25-50LD50bisaBzrngarus
25-50 LD50 bisaNaya Sputarix
Fenol 0.25ohvlv
.
.
.
.
Neostigmin
tidak dianjurkan.
Indikasi SABU adalah adarry a gejala venerasi sistemik
depresan
Terapiprofilaksis:
SABU
.
.
.
vial SABU
Lreratat
'
Tidak ada
Minimal
Sedang
Berat
Berat
0
I
il
ilt
Geiala
..
ststemtK
Beratnva
evenomast
+
+
+
+
+
<2
Jumlah
vtal
venom
0
2-15
1
5-30
>30
<2
++
+++
10
15
15
.
.
.
.
.
.
antivenom
- Jika koagulopati tidak membaik (fibrinogen tidak
(dan antivenin)
trombosit
REFERENSI
Auerbach, P.S. danNorris, R.L.2005. Disorders causedby
reptilebites andmarine animal exposures. InD.L. Kasper
et.al. (eds.). Harrison's Principles of Internal Medicine.
I 66 ed. NY: McGraw-Hill : 2593-2598
Depkes. 2001 . Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam
SIKer. Ditjen POM Depkes RI . Pedomanpenatalal<sanaan
keracunan untuk Rumah Sakit: 253-259
Dreisbach, R.H. dan Robertson, W.O. 1987. Handbook of
poisoning: prevention, diagnosis and treatment. l2th
eds. Connecticut: Appleton & Lange: 467-490
Rekam Medik RSUD dr. Saiful Anwar Malang, 2005
Warrell, D.A. 1991. Snakes. In G.T. Strickland(ed.). Hunter b
Tropical Medicine.l'h ed. Philadelphia: W.B. Saunders
Company: 877-888.
4l
INTOKSIKASI NARKOTIKA (OPIAT)
Nanang Sukmana
PENDAHULUAN
Kecepatan danketepatan penanganan intoksikasi
(keracunan) sangatlah penting agar penderita dapat
segera dikelola dan diobati sesuai dengan besar masalah
sehingga penderita tersebut tidak mengalami komplikasi
yang lebih berat maupun kematian. Akan tetapi pada
kenyataannya sering kita jumpai penanganan kasus
keracunan mendapat kesulitan karena penyebab yang
sukar diketahui atau banyak organ yang mengalami
Penatalaksanaan Kegawatan
terlambat dimulai.
Simtomatologi Opiat
Pada kelompok ini dimasukan beberapa obat dengan
simptomatolo gi yanghampir sama yaitu golongan opiat
(morpin, petidin, heroin, kodein) dan sedatif : 1). narkotika.
2).barbiturat. 3).benzodiazepin. 4). meprebamat. 5). etanol.
B
C
284
285
Pemberian Antidotum
Paru).
Penilaian Klinis
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa
penatalaksanaan keracunan harus segera dilakukan tanpa
menunggu hasil penapisan toksikologis. Walaupun diagnosis etiologi hampir sebagian sulit ditegakkan akan
tetapi dengan penilaian dan pemeriksaan klinis yang
cermat dapat ditemukan beberapa kelompok kelainan yang
memberi arah kepada diagnosis etiologi.
Oleh karena itu pada kasus keracunan bukan saja hasil
laboratorium toksikologis yang selalu harus diperhatikan
akan tetapi standar pemeriksaan kasus keracunan yang
telah disetujui di masing-masing rumah sakit perlu dibuat
unfuk memudahkan penanganan yang bertepat guna.
anamnesis yang
keracunan
.
.
.
.
ialah
mengatasi
Dekontaminasi
Umumnya zat atao bahan kimia tertentu dapat dengan
cepat diserap melalui kulit sehingga dekontaminasi
permukaan sangat diperlukan, sedang dekontaminasi
saluran cerna difujukafi agar bahan yang tertelan akan
sedikit diabsorbsi. Biasanya dapat diberikan arang aktif,
pencahar, pemberian obat perangsang muntah dan
kumbah lambung.
Beberapa upaya lain untuk mengeluarkan bahanl
obat dapat dilakukan dengan dialisis, akan tetapi kadangkadang peralatan tersebut tidak tersedia di rumah sakit
(hanya RS tertentu) sehingga pemberian diuretikum dapat
dicoba sebagai tindakan pengganti.
OPIAT
Umumnya kelompok opiat digunakan untuk mengatasi
jauh
Jenis obat
Dosis
Kodein
Dekstrometorfan
Heroin
Loperamid (imodium)
Meperidin (petidin)
Morfin
Naloxone (Narcan) -)
Opium ( Papaver
somniferum )
Pentazocaine (Talwin)
*) Antagonis narkotika
fatal
(s)
Dosis pengobatan
(ms)
0,8
60
60 -12Olhari
4
u,c
0,2
0,5
100
10
0,2
0,3
0,3
Farmakologi Opiat
Setelah pemberian dosis tunggal heroin (putaw) di dalam
tubuh akan dihidrolisis oleh hati (6 10 menit) menjadi 6
286
keracunan opiat
urin.
Oleh karena heroin (putaw) larut di dalam lemak maka
bahan tersebut (+ 60%) dapat melalui sawar otak dalam
Mekanisme Toksisitas
kelompok opiat mempunyai kemampuan
untuk menstimulasi SSP melalui aktivasi reseptomya yang
akan menyebabkan efek sedasi dan depresi napas.
Kematian umumnya terjadi karena apnea atau aspirasi
paru dari cairan lambung, sedangkan reaksi edema
Pada umumnya
Jenis obat
Amfetamin
Barbiturat
2 hari
t hari (kerja pendek)
3 minggu (kerja panjang)
Benzodiazepin
Kokain
3 hari
Kodein
Heroin
2-4 hari
2 hari
1-2 hari
Methadone
3 hari
Morfin
2-5hari
GAMBARAN KLINIK
Umumnya kasus keracunan dari golongan narkotika
cenderung adanya penurunan kesadaran (sampai koma)
dan gangguan sistem pernapasan (depresi napas). Kita
dan
Emergensi
Morpin
Meperidin
Nalorpin
Nalokson
Ag
(+++)
Ant
Ag
(+)
Ag
(0)
Ag
(+)
(-)
(+)
Ant
Ag
(As)
+++
Ant
Ant
Ag
G-)
(-)
(-)
c)
Kelompok risiko
tinggi
Ant
es
287
Tindakan
Penanganan kegawatan :
l). Bebaskanjalan
napas; 2).
l-2 mg iv hingga
Aloanam nesa
.
Trias intoksikasi opiat
Depresi napas
Pupil pin-point
Kesadaran menurun (kom a)
harus
.
Suport sistem pernapasan dan sirkulasi
danHIV.
PENGOBATAN
Nalokson intravena (lihat protokol)
Naloksone. Nalokson adalah antidotum dari intoksikasi
opiat baik kasus dewasa maupun anak. Dosis dewasa
:0,4 - 2.0 mg , dosis dapat diulang pada kasus berat
Observasi/pengawasan tanda vital dan
dipuasakan selama 6 jam
Gejala Klinis
Penurunan kesadaran diserlai salah satu dari: 1 ). Frekuensi
pemapasan < 12 kali/menit; 2). Pupil miosis (seringkalipin-
pemakaian morflrn/heroin/
288
REFERENSI
Bittikofer JA. Toxicology. Dalam : Bishop ML, Fody EP, Duben
von Laufen JL ( Editors). Philadelphia : Lippincott C, 1985
TIDAK EMERGENSI
overdosis
Gelala put!s obaUkegawatan psikialri
Erergens komplikasi (ARDS AIDS, dt
547
l\4asalah psikiatris
)
Masalah komunikasi
(HCV, pneumonia drug ahse, HlV, dll)
t-d_l
Penanganan sesuai besat masa ah
t-;;'**ffiil;-l
9.
8.
|-;_l
trol
rutin)
Ruang Rawat
lnap Penyak t Dalam
Psikiatrl
II
Ruanorawa
*-
inal
I
Detoksifikasl konvensional
REHABILITASI
Grant HD, Murray RH, Bergeron JD., editors. Basic life suppofi I
The airway and pulmonary resuscitation Emergency care. Fift
edition. London : Prentice Hall International Editions 1990.
Handley AJ, Fisher JM. Dalam : Colquhoun MC, Handley AJ, Evans
TR (Editors). Dalam : ABC of Resuscitation. London : BMJ
Publishing Group, 1995: 1 5.
Hung OL, Hoffman RS. Opioid Intoxication. Reversal. Medical
Progress 199'7;24 : 39 - 43
Micromedex, Inc. Volume 93. 1997.
Olson KR. Opiats and Opioids. Dalam : Olson KR, Anderson IB,
Blanc PD, Benowitz NL, Kearney TE, Osterloh JD dan Woo
OF (Editors). Poisoning & Drug Overdose Norwalk: Appleton
& Lange,1994:238
40.
Sukmana N. Penatalaksanaan kasus keracunan bahan kimia obatobatan. In service training for National and Provincial level
11
RSCM
Jakarta.
oral)
'
.
.
42
KERACUNAN BAHAN KIMIA,
OBAT DAN MAKANAN
Widayat Djoko, Djoko Widodo
PENDAHULUAN
Di masa kini makin sering terjadi masalah keracunan, mulai
dari kecelakaan wisata, kecelakaan kerja atau kecelakaan
rumah tangga sampai usaha bunuh diri, pembunuhan
perorangan bahkan pembunuhan masal yang dikaitkan
dengan "Bio terrorism". Penanggulangan masalah ini
cukup rumit karena beberapa faktor yaitu kurangnya
informasi tentang zat penyebab keracunan karena korban
tidak sadar atau enggan bicara dan faktor ketersediaan
antidot racun yang belum semuanya tersedia, serta
terkadang antidotnya sendiri merupakanbahan toksik, oleh
karena itu penatalaksanaan keracunan seringkali bersifat
simptomatis dan suportif.
DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis pasti penyebab keracunan cukup
sulit karena diperlukan sarana laboratorium toksikologi
yang cukup handal, dan belum ada sarana laboratorium
swasta yang ikut berperan sedangkan sarana laboratorium
rumah sakit untuk pemeriksaan ini juga belum memadai
sedangkan sarana instansi resmi pemerintah juga sangat
minimjumlahnya.
Untuk membantu penegakan diagnosis maka diperlukan
autoanamnesis dan aloanamnesis yang cukup cermat serta
diperlukan bukti-bukti yang diperoleh ditempat kej adian'
Bau
PenYebab
Aseton
Almond
Bawang putih
Telur busuk
Warna urin
Hijau/ biru
Kuning-merah
Coklat tua
Butiran keputihan
Coklat.
289
Penyebab
Metilin biru
Rifampisin, besi(Fe).
Fenol, kresol
Primidon
Mio/haemoglobin uria
290
KEGAWITIDARURAIAN
ini selain
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan terutama bila curiga
Laboratorium Klinik
Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama analisis gas
Gambaran klinis
Kemungkinan penyebab
Opioid.
lnhibitor kolinesterase
(organofosfat, carbamate
insektisida)
Klonidin.
Fenotiazin.
Benzodiazepin
Antidepresan trisiklik
Amfetamin,ekstasi, kokain
Antikolinergik (benzeksol,
benztropin)
Sianosis.
Antihistamin.
Obat depresan SSP.
Bahan penyebab
meth aem og lobinem ia.
Hipersalivasi
Organofosfat / karbamat,
insektisida.
Nistagmus, ataksia,
tanda serebelar
Antikcnvulsan (fenitoin,
karbamazepin)
lnterpretasi
Asidosis respiratorik
(pH<7,3; PCOz>5,6kPa)
Alkalosis respiratorik
(pH>7,45; PCOz<4,7kPa)
Hiperventilasi mungkin
sebagai respons hipoksia;
injuri obat (aspirin) atau
injuri SSP
Jarang tejadi akibat
keracunan, sebagai akibat
hilangnya asam atau
kelebihan alkali.
Sering pada keracunan, bila
berai waspada keracunan
etanol, metanol/ etilen glikol.
Alkalosis metabolik
(pH>7,45; HCO:>30mmol/l)
Alkohol.
Gejala ekstrapiramidal.
Seizures
Hipertermia
Hipertermia &
hipertensi, takikardi,
Fenotiazin, haloperidol.
Metoklopramid
Antidepresan trisiklik,
antikonvulsan.
ieofilin, antihistamin, OAINS.
fenothiazin, isoniazid.
Litium, antidepresan trisiklik,
antihistamin.
amfetamin, ekstasi, kokain.
agitasi.
Salisilat.
Bradikardia.
Abdominal cramp,
diare, takikardi,
halusinasi
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada kasus keracunan
karena sering diikuti terjadinya gangguan irama jantung
yang berupa sinus takikardia, sinus bradikardia, takikardia
supraventikular, takikardia ventrikular, Tbrs ade de pointes,
PEMERIKSAAN PENUNJANG
benzodiazepin.
291
doktermata.
Tindakan
Stabilisasi
Dekontaminasi
.
.
oksigenasi).
Perbaikan sistem sirkulasi darah.
Dekontaminasi
Pengenceran
Aspirasi dan
kumbah
lambung
Arang aktif
lrigasi usus
Bedah
Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat
pengeluaran racun yang sedang beredar dalam darah, atau
dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam.
Apabila masih dalam saluran cerna dapat digunakan
pemberian arang aktif yang diberikan berulang dengan
dosis 30-50 gram (0,5 - 1 gram / kg BB) setiap 4jam per oraV
enteral. Tindakan ini bermanfaat pada keracunan obat
s
ep ert
karb amazepin,
Ch Iordeco n
Perhatian Khusus
Kontraindikasi
Tata Cara
lnduksi muntah
Jenis
Tindakan
Efektif paparan
< 1jam.
Kehamilan, kelainan jantung,
depresi SSP, perforasi
lambung.
Konstipasi.
Distensi lambung.
292
AntiDotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis
Bahan racun
TERAPI
Anti dotum
Metode
Kimia.
Sianida
Metanol/
Etilen glikol
Timbal.
Merkuri.
Arsenicum.
Na hipoklorit
Talium
Organofosfat
Fe (besi)
Obat.
Amfetamine.
Digoxin.
lsoniazide.
OpioiJ
Parasetamol
Warfarin.
Propranolol.
Racun alam.
Datura/kecubung
Amanita
phaloides
Oleander
Terapi kelasi
iv
Desferrioxam ine.
'15
Lorazepam.
Fab fragmen (antibodispesifik)
Piridoksin.
Nalokson.
2mgi.v.
mg/kg BB/jam
N-asetilsistein, metionin
Vitamin K1 / FFP
lsoproterenol. Adrenalin
Glukagon
Fisostigmin salisilat
Salibinin.
Benzilpenisilin
Kolestiramin.
Racun binatang
Scorpion
Ubur-ubur
Ular berbisa.
Makanan.
Jengkol.
Antivenin (polivalen)
Antivenom
SABU
Na bikarbonat.
Antitoksin tipe A, B, E.
Toxin mikroba.
Botulinum.
293
REFERENSI
lst edition.
Kr
editor.
1s4
990; 202-203
43
HEMOPTISIS
Ceva W. Pitoyo
DEFINISI
adalahidiopatik.
gagal jantung. bronkoskopi perlu dilakukan pada kasuskasus hemoptisis, bila sarana memungkinkan.
PATOGENESIS
Arteri-arteri bronkialis adalah sumber darah utama bagi
saluran napas (dari bronkus utama hingga bronkiolus
terminalis), pleura, jaringan limfoid intra pulmonar, serta
persarafan di daerah hilus. Arteri pulmonalis yangpada
dasarnya adalah membawa darah dari vena sistemik,
memperdarahi jaringan parenkim paru, termasuk bronkiolus
ETIOLOGI
Upaya menduga etiologi hemoptisis dapat dilakukan dari
pendekatan masif atau tidak masifnya hemoptisis. Pada
dasarnya semua penyebab hemoptisis dapat menyebabkan
294
295
HEMOPTISIS
Angiosarkoma diseminata
Kapilaritis (dengan/tanpa vaskulitis
sistemik)
Farmer's lung
Granulomatosis Wagener
Hemosiderosis paru idioPatik
lnhalasi lsosianat
Keracunan trimellitik anhidrida
Krioglobulinemia campuran
Lupus eritematosus sistemik
Mixed connective trssue dlsease
Nefropati lgA
Penyakil Legionnaire
Pneumonitis virus
Poliarteritis nodosa
Sindrom Goodpasture
Skleroderma
Vaskulitis sistemik
Kista paru
congenital atau
didapat
Koksidiodomikosis
Kontusio paru (-)
lVletastasis di paru (.)
Mola hidatidosa
Mukormikosis
Nokardiosis
Paragonimiasis
Pneumonia akut dan kronik
Sekuestrasi bronkopulmonar
Sporotrikosis (.)
Tuberkulosis paru (.)
Kelainan Trakeobronkial
Adenoma bronkus
Amiloidosis
Aspirasi benda asing
Aspirasi isi lambung
Bronkiektasis (.)
Bronkitis kronik
Bronkolitiasis
Endometriosis bronkus
Fibrosis kistik (.)
Fistula trakeoesofageal
Fistula arteritrakeal (')
Hamartoma endobronkus
Karsinoma bronkogenik (.)
l\iletastasis endobronkus (.)
lmpaksi mukoid di bronkus
Telangiektasia bronkus
Trakeobronkitis akut (.)
Tuberkulosis endobronkus (.)
Kelainan Kardiovaskular
Aneurisma aorta
Aneurysma arteri pulmonalis
Aneurysma arteri subklavia
CABG (coronary aftery byqass graft)
Emboli paru
Embolisasi lemak
Embolisasi tumor
Fistula arteriovena pulmonalis (.)
Gagal jantung kongestif (.)
Ruptur arteri bronkial (.)
Ruptur arteri pulmonalis (.)
Penyakit jantung kongenital .
Perdarahan intrapulmonar difus (-)
Sindrom Hughes-Stovin
Sindrom pasca infark miokard
Sindrom vena kava superior
Skistosomiasis
Stenosis mitral
Varises vena pulmonalis
Kelainan hematologi
Lain-lain
ldiopatik
latrogenik : (-)
Biopsi Jarum Paru
Bronkoskopi
Kateterisasi Jantung
Malposisi pipa drainase toraks
(WSD)
Penyebab tersering
DIAGNOSIS
Evaluasi hemoptisis melibatkan evaluasi rutin dan evaluasi
khusus. Evaluasi rutin pada kasus hemoptisis dimulai dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengkategorikan
berbagai penyebab hemoptisis seperti yang tercantum di
tabel I . Sebagian besar hemoptisis di Indonesia disebabkan
oleh tuberkulosis. Apabila foto dada tidak menunjukkan
gambaran spe sifi k untuk tuberkulosis, frekuensi' lama dan
296
KEGAWTIDARURAf,AN
PENATALAKSANAAN
bisa
REFERENSI
Corey R, Hla KM. Major and massive hemptysis: reassestment of
conservative management. Am J Med Sci. 1987;294-301.
Cahi11 BC, Ingbar DH. Massive hemoptysis: assestment and
management. Clin Chest Med,. 1994:15;1,47.
Corey R, Hla KM. Major and massive hemoptysis: reassestment of
conservative management. Am J Med Sci. 1987;294-301.
Weinberger SE, Braunwald E. Cough and hemoptysis In: Fauci AS,
Braunwald E, Isselbacher KJ,et al, editors. Harrison's principles
of intemal medicine. 15'h ed. Philadelphia: Mc Graw Hill; 2002.
p.
194-8.
PERDARAHAN
PENATALAKSAN
FAGUS
VARISES
Hernomo Kusumobroto
PENDAHULUAN
Dipakai
1 kali
SB Tube
Vasopressin
Skleroterapi Endoskopik (STE)
Somatostatin
Ligasi varises endoskopik (LVE)
Transhepatik var. scler. (PTO)
Transjugular intrahepatik
portosistemik shunt (Tl PS)
<1 950
'1956
1973
1978
1
986
1974
1 988
, .Di
lndonesia
1
976
1976
1
983
1992
994
1987
1 995
Pengobatan Medik
Perdarahan varises akut
Vasopressin
Somatostatin
Balon tamponade
Pengobatan jangka panjang
Penghambat beta
80 %).
Vasodilator
Pengobatan Endoskopik
Skleroterapi EndoskoPik
Ligasi Varises EndoskoPik
Pengobatan
PTO
TIPS
transhePatic obliteration)
Pengobatan Bedah
Transeksi esofagus dan devaskularisasi
Pintasan portosistemik
Transplantasi hati
297
97
298
Penulis, tahun
Hilmy, 197'1
Djajapranata, '1973
Abdurachman, '1975
Akit,'1975
Simadibrata, 1978
Hernomo,1978
Soemarto, 198'1
Julius, 198'l
Kota
Jml.kasus
Jakarta
108
Surabaya
Bandung
U Pandang
35'l
Jakarta
Surabaya
Yogyakarta
237
Padang
132
17
Mortalitas
54 6 o/o
43 3 o/o
57.6 %
35 5 o/o
bb
45.9 %
32.4 %
138
624%
182
483%
waktt24 jam.
Secara endoskopi batasan perdarahan varises adalah
(I
sampai
III)
DIAGNOSIS
Pasien dengan perdarahan varises biasanya menunjukkan
gejala-gejala yang khas, berupa: hematemesis, hematokezia
atau melena, pemrrunan tekanan darah, dan anemia. Namun
Kategori
Ensefalopati
Asites
C)
Albumin (g/l)
<34
>35
INR
< 1.3
Bilirubin (mMol/l)
t/il
sedang
34-51
28-35
1.3- 1,5
Ringan -
ilt/tv
Beral
>51
<28
> 1.5
Menurut sistem
skor di
atas, kelas
Child-Pugh,
skor 7 -9, dan
tingkatAl).
299
bes
Tingkat
Tingakt
Tingakt
2
3
dalam wakh-r 12
Baveno
Lesi
MLP (Mosaic Like Pattern)
Ringan
Berat
RM (Red Marking)
Terisolasi
Berkonfluen
GAVE (Gastric Anhral Vascular Ectasis)
Negatif
Positif
GHP ringan
GHP berat
clinical
diagnosis klinik hipertensi portal (CSPH
significant of portal hypertension), dapat ditegakkan
berdasarkan
klinik (CSPH).
GHP, Konsensus
II
Skor
1
2
1
<3
>4
dan
300
spots)
kemerahan (cherry
Pemeriksaan
2.
3
4
3.6
<2.0
-
1. Albumin (g %)
2
3
>
Bilirubin (mg %)
Gangguan kesadaran
Asites
Kegagalan hati ringan
Kegagalan hati sedang
Kegagalan hati berat
=
=
=
indeks hati
indeks hati
indeks hati
3.0
- 3.5
<30
2.0-30
> 3.0
minimal
minimal
4- 6
7 - 10
Child
jauh.
Panduan utama penggunaan obat farmakologi sebagai
301
(IIVPG:
hepatic venous
tingkatBl.)
l.
tingkat AII.)
Bila ditemukan varises kecil pada saat diagnosis
dibuat, pasien harus dilakukan endoskopi berkala
setiap tahun sekali. (Rekomendasi grade aii.)
Pasien sirosis mana yang harus diberi profilaksis
3.
primer
.
'
Di
302
hilang
terjadi sekitar 80
o/o
303
Cara
Kanula perifer No 16, paling sedikit 2
Cross mafch untuk 6 unit darah.
Perbaikan waktu protrombin, jumlah trombosit.
Akses CVC (central venous catheter).
Proteksi jalan nafas dengan intubasi elektif
Perdarahan varises yang berat tak terkontrol;
:
[.
2.
Resusitasi
SaatMelakukanEndoskopi
. Secepat mungkin begitu hemodinamiknya stabil.
.
.
pasien seperti
ini
4.
pipa
3. MengatasiPerdarahan
Ensefalopati berat;
Tak mampu mempertahankan saturasi oksigen di atas
90%;
lV.
l.
ll.
lll
304
.
.
.
25
atas.
VARISES LAMBUNG
Khusus untuk varises lambung, rekomendasi Inggris
menganj urka L
c ar
a- car a
.
.
.
.
dengan
l.
Gastro-
tingkatBII.)
30s
REFERENSI
P, Alves MM, Fidalgo P, et al. Is sclerotherapy the first
choice treatment for active variceal bleeding in cirrhotic
patients? Final report of a randomised clinical lrial. J
Alexandrino
Hepatol.l990;71 (suppl):S 1 .
Andreani T, Poupon RE, Balkau Bt, et al. Preventive therapy of
first gastrointestinal bleeding in patients with cirrhosis: Results
endoscopic
sclerotherapy and placebo. Hepatology 1990;12:1413-19.
Angelico M, Carli I-, Piat C, el a/. Isosorbide-5-mononitrate versus
propranolol in the prevention of first bleeding in cirrhosis.
G
KESIMPULAN
Diagnosis hipertensi portal secara klinik (CSPH - clinical
astro enterol
gy
1993 ;1O4
:l
460 -65.
Hepatol.
D'Amico G, Pagliaro L, Bosch J The treatment of portal hypertension: A meta-analytic review. Hepatology 7995;22:332-54.
De Franchis R, Primignani M, Arcidiacono PG, et al. Prophylactic
sclerotherapy in high-risk cirrhotics selected by endoscopic
De Franchis
H epat
ol
01
:1
087-93.
.-/
2:
41.
bleeding
Lancet
1990;336: 153-6.
306
iii 1 5.
per
.A/
April
12
14, 2000.
North Italian Endoscopic Club (NIEC) for the study and treatment
A. Prediction of
of
l.
-42.
ogy
45
ILEUS PARALITIK
Ali Djumhana, Ari Fahrial Syam
splanknikus, pankreatitis
PENDAHULUAN
fenotiazin, antihistamin
Iskemia usus.
ini
biasanya hanya
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu
mencari kausa penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk
dimintakan yaitu leukosit darah, kadar elektrolit, ureum,
308
PENGELOLAAN
KEGAWTIDARURATAN
PROGNOSIS
Prognosis ileus paralitik baik bila penyakit primemy a dapat
diatasi.
REFERENSI
Livingstone AS, Sasa JL. Ileus and obstruction. In: Haubrich WS,
Schaffner F, eds. Bockus gastroenterology. 5th ed. Philadelphia:
WB Saunders; 1995.
Livingstone EH, Passoro EP. Postoperative ileus. Dig Dis Sci.
1990;35:121-32.
Saudgren JE, Mc Phee MS, Greenberger NJ. Narcotic bowel
syndrome treated with clonidin. Resolution of abdominal pain
and pseudoobstruction Ann Intern Med 1990;101:331-4.
Hill;
1994.
46
TROMBOSIS ARTERIAL TUNGI(AI AKUT
MurnizalDahlan
PENDAHULUAN
patologis.
Gejala Klinik
Gejala klinik sangat bervariasi dari yang ringan sampai
berat. Apakah yang terkena arteiyang besar/utama atau
cabang-cabangnya. Apakah kolateral c0kup banyak,
Penyebab/Kausa
atau
proksimalnya. Sebagian besar adalah kelainan di jantung
seperti kelainan katup, infarkjantung, fibrilasi atrium dan
lainJain. Bisa pula karena aneurisma aorta, bila trombusnya
lepas dan bergerak ke tungkai. Trombus yang bergerak ini
protein plasma prokoagulan, protein antikoagulan, protein fibiinolitik dan protein antifibrinolitik. Semua
komponen hemostasis ini harus ada dalam jumlah yang
cukup pada lokasi yang tepat untuk mencegah hilangnya
darah yang berlebihan setelah trauma vaskular, dan pada
309
310
timbul pada
kondisi sudah adanya tanda-tanda kronis, maka diagnosis penunjang sangat penting. Bila pada Doppler
terlihat kelainan obstruksi atau stenosis yang cukup
luas kadang-kadang operasi by pass segera bisa
dikerjakan.
Setelah dilakukan trombektomi maka tindakan lain yang
terus dilakukan terutama heparinisasi.
Tindakan/Pertolongan
Garis besar rencana perawatan dari sumbatan arteri tungkai
l.
ini
Tindakan
relatifmuda.
REFERENSI
Bletry O. Et Kieffer E. - Embolies arterielles des membres. - Encycl.
Med. Chir., Paris, Coeur-Vaisseaux, 11319 D 10, 3-1980
Deitcher SR, Rodgers GM. Thrombosis and antithrombolitic therapy.
ln : Greer JP, Foerster J, Lukens JN, Rodgers GM, Paraskevas F,
eds. Wintrobe's clinical hematology, 11 'l ed. Philadelphia:
156
158.
47
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
SINDROM LISIS TUMOR
Zakifman lack
PENDAHULUAN
Jarang.
PATOFISIOLOGI
Pemberian kemoterapi pada sel tumor yang sensitif akan
berakibat terjadinya penghancuran "mendadak" sejumlah
besar sel tumor sehingga terjadi degradasi asam nukleat,
mengakibatkan katalisis hipoksantin dan xantin oleh
tersebut.
Qr.
FAKTORRISIKO
.
.
311
PeningkatanLDH.
Ukuran tumor yang besar (bullqt tumor) dengan tingkat
312
.
.
.
KEGA1VATDARURATAN
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya tanda-tanda
sindrom yang disebutkan di atas yaitu: hiperuriksemia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hipokalsemia serta tanda
PENATALAKSANAAN
Pencegahan adalah langkah terbaik yang dilakukan.
Pengenalan jenis tumor dan pasien dengan risiko tinggi
harus dilakukan sebelum kemoterapi dimulai, sehingga
tindakan pencegahan dapat dilakukan untuk melindungi
5
6
7
B.
Oliguri.
mglhai,
REFERENSI
Fojo AT. Metabolic emergencies in cancer principles and practice of
oncology. In: Devita VTJr, et al, editors. 7th edition. 2003. p.
2292-9.
Krecker E, Muggia FM. Oncologic nalignancies in current therpy in
Hematology-Oncology. In: Braint MC, Carbone PP, et a1,
editors. 1995. p. 600-9.
48
KEGAWATAN ONKOLOGI
DAN SINDROM PARANEOPLASTIK
Aru W. Sudoyo, Sugiyono Somoastro
PENDAHULUAN
Amerika Serikat.
Etiologi
Sindrom vena cava superior disebabkan oleh penekanan,
1.
Evaluasi
l.
paraneoplastik)
Komplikasi akibat pengobatan kanker
313
314
Limfoma
2-20o/o
limfoblastik
Metastasis di mediastinum 8-10%
kanker payudara
kanker germ cell
kanker gastrointestinal
Tumor primer di mediastinum 10%
timoma
sarkoma
melanoma
Penyebab bukan keganasan 5%
infeksi (tuberkulosis, sifilis, histoplasmosis)
strume
aneurisma aorta
trombosis pada kateter vena sentral
PENATALAKSANAAN
Dibedakan arfiara yar,g gawat dengan yang tidak gawat.
Gawat bila ada gangguan saluran napas, kardiovaskular
atau peningkatan tekanan intrakranial yang signifikan yang
memerlukan penanganan segera.
Radioterapi
Beratnya sindrom vena cava superior terganfung pada
penyebab yang mendasari, kecepatan obstruksi, adarrya
konvensional 2 Gy lhari.
Kemoterapi
Kemoterapi diindikasikan pada tumor yang kemosensitif
(kankerparu sel kecil, tumor sel germinatrium, limfoma).
Dapat digunakan sebagai terapi tunggal, bersamaan atau
setelah radioterapi.
Evaluasi setelah 3 siklus, bila berespons dilanjutkan
kemoterapi 3 siklus lagi. Pada kasus dengan stable
Gejala
Sesak 63%
Muka terasa penuh 50%
Batuk 24o/"
Nyeri dada 15%
Disfagia 9%
Sakit kepala
Gangguan penglihatan
Mual
Hidung terasa mampat
Tanda
Vena leher distensi 66%
Vena dinding dada distensi 54%
Muka edem 46%
Sianosis 20%
Plethora 19%
Lengan edem 14%
Ekstremitas atas edem
Kemosis
Papil edem
Kesadaran menurun
Sinkop
Pembedahan
Pembedahan hanya dikerj akan pada pasien yang tak
berhasil dengan terapi konvensional. Tekniknya bisa
dengan rekonstruksi vena kava superior atau pembuatan
bypass vena.
315
Terapi Suportif
l.
2.
3.
4.
5.
dan sarkoma.
Evaluasi
Evaluasi
peifer
litik
Penatalaksanaan
Pasien dengan gejala neurologi
.
.
.
.
Segera dirawat
1. Kompresi
2.
jantung.
Penatalaksanaan
Pada pasien dengan tanpa atau gejala ringan dan
hemodinamik stabil dapat diberikan terapi sistemik.
defisit neurologi
Tumor tidak berespons dengan radioterapi
Radioterapi setelah pembedahan
3.
316
Evaluasi
Metastasis otak menyebabkan gejala dan tanda oleh karena
cell
lysis
lnsidens %
Sakit kepala
Mual muntah
Astenia
35-50
30-40
35-49
15-20
10-20
15-20
15-20
Kejang
Pusing
Ataksia
Afasia
KEDARURATAN METABOLIK
A. Hiperkalsemia
Hiperkalsemia paling berisiko pada kanker payudara,
Penatalaksanaan
Radioterapi adalah terapi standar pasien dengan
metastasis otak multipel dengan gejala. Kemoterapi sebagai
awal terapi digunakan untuk metastasis otak yang multipel
atau tunggal yang tidak bergejala. Obat kemoterapi yang
Patofisiologi
horrnone (PTH) d.an Parathyroid hormonerelatedprotein (PTHrp). Tumor jarang menghasilkan PTH
kecuali kanker parathyroid. PTHrp adalah penyebab
P arathyroid
Vitamin D3.
Pada pasien limfoma Hodgkin, limfoma nonHodgkin, mieloma multipel terdapat peningkatan vitamin
D3.
317
Kanker
- PTHrp
- Non-PTHrp
Endokrin Dan Metabolik
- Hiperparatiroid primer
- Addison's drsease
- lmobilisasi
- Terapi hormon tiroid
lnfeksi Dan Granulomatosis
- TBC
- HIV
- arcoidosis
- Berryliosis
- Coccidiodomycosis
Diet dan Obat
- Vitamin D eksogen
- Vitamin A eksogen
- Lithium
- Suplemen kalsium
- Thiazide
Evaluasi
Tanda. l). Kalium > 6 mmol/l, 2). Kalsium < 6 mg/dl, 3).
Kreatinin > 2,4 mgl dl, 4). Di sritmia, 5 ). Peningkat an 25o/o
hiperkalsemia ditemukan.
Terapiumum:
. kurangi immobilisasi
. hentikan atau batasi obat yang menghambat ekskresi
kalsium di ginjalmisal tiazid
. hentikan atau batasi obat yang menurunkan perfusi
QRS
Pencegahan
.
.
.
.
Terapi spesifik:
..
.
Kalsitonin
Kortikosteroid
Komplikasi akibat pengobatan kanker
l:l).
pamidronat,
Penatalaksanaan
Jika secara klinik terbukti ada sindrom lisis tumor maka:
. Pasien segera dimasukkan ke ICU
.
.
318
.
.
.
.
.
.
.
l0 ml bolus perlahan-lahan
selama 2-3 menit diberikan dalam keadaan yang
KEGAWTIDARURAf,AN
Komplikasi
Sindrom lisis tumor adalah keadaan yang mengancam
nyawa, dengan komplikasi gagal ginjal akut, disritmia
maligna, DIC dan akhirnya meninggal.
REFERENSI
Friedman JD. Oncologic Emergencies In : Pillot G et al eds.The
Washington Manual Hematology and Oncology Subspeciality
Consult. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2004.
Gucalp R, Dutcher J. Oncologic Emergencies In: Kasper DL et al
eds. Harisson's Principle of Internal Medicine, 16th ed. New