You are on page 1of 15

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

FEBRUARI 2016

UNIVERSITAS PATTIMURA

IMUNISASI DASAR

Oleh :
Auldrich Huka
NIM. 2010-83-012
Pembimbing:
dr. H. Haeruddin Pagarra, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON
DI RSUD ANDI MAKKASAU
PAREPARE
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama
NIM
Fakultas
Universitas
Judul Refarat

:
:
:
:
:

Auldrich Huka
2010-83-012
Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura
Imunisasi Dasar

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ILMU
KESEHATAN ANAK Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura.
Parepare, 23 Februari 2016
Mengetahui,
Pembimbing

dr. H. Haeruddin Pagarra, SpA

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
B. Definisi Imunisasi
C. Jenis-jenis Vaksin Imunisasi Dasar
dalam Program Imunisasi
1. Bacillus Calmette Guerin (BCG)
2. DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus)
3. Hepatitis B pada bayi baru lahir
4. Polio
5. Campak
D. Imunisasi Pentavalen dan Imunisasi
Heksavalen
E. Pedoman pemberian Imunisasi
DAFTAR PUSTAKA

...........................................................
...........................................................
...........................................................
...........................................................

i
ii
1
1

...........................................................
...........................................................
...........................................................
...........................................................
...........................................................
...........................................................

2
2
4
5
6
7

...........................................................
...........................................................
...........................................................

8
9
11

IMUNISASI DASAR

A. Latar Belakang
Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk memberikan kekebalan pada
anak agar terlindung dari penyakit infeksi. Menurut Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, imunisasi merupakan salah satu upaya untuk
mencegah terjadinya penyakit menular yang merupakan salah satu kegiatan
prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen
pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs) khususnya
untuk menurunkan angka kematian pada anak.1,7
Imunisasi dasar merupakan salah satu imunisasi yang diwajibkan oleh
pemerintah. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru
lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang
perlindungan.

Imunisasi

dasar

terdiri

dari,

Bacillus

Calmette

Guerin

(BCG),Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis


Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib), Hepatitis B pada
bayi baru lahir, Polio dan campak. 2

B. Definisi Imunisasi
PERMENKES RI NO.42 Tahun 2013 mendefiniskan Imunisasi sebagai
suatu upaya untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit, sehingga bila suatu saat terkena dengan penyakit tersebut tidak akan sakit
atau hanya mengalami sakit ringan.1, 2
Imunisasi juga merupakan upaya pencegahan primer yang sangat efektif
untuk menghindari terjangkitnya penyakit infeksi. Dengan demikian, angka
1

kejadian penyakit infeksi akan menurun, kecacatan serta kematian yang


ditimbulkannya pun akan berkurang.3
C. Jenis-jenis Vaksin Imunisasi Dasar dalam Program Imunisasi2
Program imunisasi dasar atau Lima Imunisasi dasar Lengkap (LIL), yang
dicanangkan oleh pemerintah bagi bayi meliputi BCG, DPT, Polio, Hepatitis B dan
Campak. Berikut ini merupakan uraian tentang jenis-jenis vaksin dan cara
pemberiannya.
1. Bacillus Calmette Guerin (BCG)3,7,9
Vaksin ini berguna untuk mencegah penyakit tuberkulosis (TBC) yaitu
penyakit infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bacillus Calmette Guerin
(BCG) adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang
dibiakkan berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak
virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG berbentuk bubuk
kering harus dilarutkan dengan 4 cc NaCl 0,9%. Setelah dilarutkan harus
segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Vaksin disimpan di
dalam lemari es, suhu 2-8 C.
Dosis pemberian sebanyak 0.05 ml untuk bayi baru lahir dan 0,10 ml

untuk anak
Cara pemberian: Vaksin BCG diberikan secara intradermal di regio

deltoid.
Jadwal pemberian imunisasi ini diberikan pada kesempatan kontak

pertama dengan bayi .


Kemasan yang tersedia berupa ampul dengan bahan pelarut 4 ml

(NaCl Faali).
Masa kadaluarsa vaksin yaitu satu tahun setelah tanggal pengeluaran

(dapat dilihat pada label).


Efek samping yang dapat dijumpai berupa pembengkakan kelenjar
getah bening setempat yang disebut Limfadenitis BCG. Limfadenitis

BCG adalah timbulnya pembesaran kelenjar di sekitar tempat


suntikan BCG seperti di ketiak atau di lipatan paha. Limfadenitis
BCG merupakan efek samping yang sering dijumpai pada vaksinasi
BCG

meskipun

jarang

menimbulkan

masalah

yang

serius.

Limfadenitis akan sembuh sendiri jadi tidak perlu diobati. Proses ini
bersifat tenang, tidak memerlukan pengobatan dan akan menyembuh
dalam waktu 2-6 bulan sesudah vaksinasi. Apabila Limfadenitis
melekat pada kulit atau timbul fistula maka akan dibersihkan
(dilakukan drainage). Tindakan eksisi dilakukan apabila dengan
aspirasi tidak menunjukkan perbaikan, sudah terbentuk sinus atau
kelenjarnya multipel. 3,14,15
Selain itu, dikenal pula BCG-itis diseminasi atau BCG-itis
sitemik, namun keadaan ini jarang dijumpai. BCG-itis dapat dijumpai
pada individu dengan imunodefisiensi yang berat. Hingga kini belum
ada pengobatan yang tepat untuk mengatasi BCG-itis. Komplikasi
lainnya adalah eritema nodususm, iritis, lupus vulgaris dan
osteomielitis. Komplikasi ini harus diobati dengan kombinasi obat
anti tuberkulosis.14,15

2. DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus)7,12


Di Indonesia ada tiga jenis kemasan: kemasan tunggal khusus tetanus,
kombinasi DT (diphteri tetanus) dan kombinasi DPT. Vaksin diphteri terbuat
dari toksin kuman diphteri yang telah dilemahkan (toksoid) biasanya diolah
dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT,
atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT.
3

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang diberikan untuk melindungi


terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphteriae yang menyerang pada daerah nasofaring. Bakteri
ini memproduksi toksin yang disebut exotoxin bacterial yang dapat
menghambat sintesis protein seluler dan menyebabkan destruksi jaringan
setempat dan terbentuk suatu selaput/ membran yang dapat menyumbat jalan
nafas.
Pertusis atau batuk rejan adalah infeksi bakteri Bordetella pertussis
pada saluran napas yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta
bunyi pernapasan yang melengking.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekauan pada
rahang serta kejang. Imunisasi ini merupakan vaksin cair.

Dosis : 0.5 ml, tiga kali suntikan, interval minimal 4 mg

Cara Pemberian : Pemberian secara intramuskular

Reaksi imunisasi :demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat


suntikan selama 1-2 hari

Efek samping :Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas,


demam, kemerahan pada tempat suntikan. Kadang-kadang terdapat
efek samping yang lebih berat, seperti demam tinggi atau kejang,
yang biasanya disebabkan unsur pertusisnya. Indikasi kontra :Anak
yang sakit parah, anak yang menderita penyakit kejang demam
kompleks, anak yang diduga menderita batuk rejan, anak yang
menderita penyakit gangguan kekebalan.

Selain itu, ada juga vaksin Diphteria Tetanus Pertusis (whole cell)/
DTwP dan Diphteria Tetanus Pertusis (acelluler)/ DTaP yang telah bnyak
dipakai selama ini. Vaksin pertusis aseluler adalah vaksin pertusis yang berisi
komponen spesifiktoksin dari Bordettella pertusis yang dipilih sebagi dasar
yang berguna dalam patogenesis pertusis dan perannya dalam memicu
antibodi untuk pencegahan terhadap pertusis secara klinis. Kedua vaksin
DTP tersebut dapat dipergunakan secara bersamaan dalam jadwal imunisasi.
Dosis vaksinasi DTwP dan DtaP adalah 0,5 ml diberikan secara
intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan.3

3. Hepatitis B pada bayi baru lahir4,6,7


Vaksinasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit hepatitis B. Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali dengan
jarak waktu satu bulan antara suntikan 1 dan 2, lima bulan antara suntikan 2
dan 3. Namun cara pemberian imunisasi tersebut dapat berbeda tergantung
pabrik pembuat vaksin. Vaksin hepatitis B dapat diberikan pada ibu hamil
dengan aman dan tidak membahayakan janin, bahkan akan membekali janin
dengan kekebalan sampai berumur beberapa bulan setelah lahir.

Jenis Vaksin: Inactivated viral vaccine (IVV=HbsAg yang telah


diinaktivasi)

Dosis dan lokasi penyuntikan: 0,5 ml.dosis, lokasi penyuntikan di


anterolateral paha kanan

Jadwal Imunisasi:

Imunisasi diberikan minimal diberikan sebanyak 3 kali. Imunisasi


pertama diberikan segera setelah lahir. Jadwal imunisasi yang
dianjurkan adalah 0,1,6 bulan karena resons antibodi paling optimal
Interval antara dosis pertama dan dosis kedua minimal 1 bulan. Dosis
ketiga merupakan penentu respons antibodi karena merupakan dosis
booster. Semakin panjang jarak antara imunisasi kedua dengan
imunisasi ketiga (4-12 bulan), semakin tinggi titer antibodinya.

Kontraindikasi : Defisiensi imun (mutlak)/ sakit berat

4. Polio4,10
Imunisasi Polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio,
penyakit ini disebabkan oleh virus yang menyebar melalui tinja orang yang
terinfeksi. Anak dengan polio dapat mengalami lumpuh layu. Vaksin polio
terdiri dari 2 jenis yaitu Inactivated Poliomyelitis Vaccine (IPV) dan Oral
Polio Vaccine (OPV). Jenis vaksin yang paling banyak digunakan di
Indonesia adalah OPV. Cara pemberiannya yaitu dengan cara ditetes ke dalam
mulut.

Dosis: OPV diberikan 2 tetes per oral sama dengan 0,5 ml. IPV
dalam kemasan 0,5 ml, diberikan secara intramuskular. Vaksin IPV
dapat

diberikan

tersendiri

atau

dalam

kemasan

kombinasi

(DtaP/IPV,DtaP/Hib/IPV).

Jadwal imunisasi:
Polio-0 diberikan

saat bayi lahir sesuai pedoman PPI atau pada

kunjungan pertama sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan

imunisasi yang tinggi. Untuk imunisasi dasar (polio-2,3,4) diberikan


pada umur 2,4 dan 6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang
dari 4 minggu.

Reaksi imunisasi: biasanya tidak ada, mungkin pada bayi dapat terjadi
diare ringan

5. Campak7,13,14
Vaksin ini mengandung virus yang telah dilemahkan, vaksin ini
diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit campak.. Kemasan untuk
program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun ada
vaksin dengan kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong/ mumps
dan rubella (campak jerman) disebut MMR.
Dosis :setelah dilarutkan, diberikan 0.5 ml.
Cara Pemberian yaitu secara subkutan walaupun demikian dapat

diberikan secara intramuskular


Kemasan :vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan, beserta
pelarut 5 ml (aquadest) Masa kadaluarsa :2 tahun setelah tanggal

pengeluaran (dapat dilihat pada label)


Reaksi imunisasi :biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi
demam ringan dan sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga
pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, atau pembengkakan pada

tempat penyuntikan.
Efek samping :sangat jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan dan
tidak berbahaya pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Dapat terjadi
radang otak 30 hari setelah penyuntikan tapi angka kejadiannya sangat
rendah.

Kontra Indikasi :sakit parah, penderita TBC tanpa pengobatan, kurang


gizi dalam derajat berat, gangguan kekebalan, penyakitkeganasan.
Dihindari pula pemberian pada ibu hamil.

D. Imunisasi Pentavalen dan Imunisasi Heksavalen


Selain itu, dikenal pula imunisasi pentavalen dan imunisasi heksavalen.
Vaksin pentavalen tergolong imunisasi dasar pemerintah dimana wajib diberikan
kepada semua bayi di Indonesia sesuai usia, terdiri dari 5 jenis vaksin yaitu DTP,
Hepatitis B, dan HiB. Sebelumnya kombinasi ini hanya terdiri dari vaksin kombo
(DTP dan HB). Vaksin pentavalen di simpan pada suhu 2-8C dan proses
transportasi menggunakan cooling pack.
Dosis dan jadwal: diberikan usia 2,3,4 bulan. Untuk imunisasi lanjutan
diberikan pada usia 18 bulan sampai 3 tahun. lokasi pemberian 1-3 kali di
vastus lateralis secara IM, dan pemberian ke 4 diberikan di deltoid secara

IM
Kontraindikasi: adanya alergi atau hipersensitivitas terhadap komponen

vaksin
Reaksi imunisasi: dapat terjadi reaksi lokal seperti bengkak, nyeri,
kemerahan dan demam.
Imnunisasi heksavalen ialah imunisasi yang dilakukan untuk pencegahan

penyakit difteri, tetanus, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis dan haemofilus tipe B


(DpaT/HB/IPV/Hib).
Dosis dan jadwal: 0,5 ml pemberiannya dalam 3 dosis pada usia 2,4,6

bulan pada vastus anterolateral secara IM


Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap salah satu jenis vaksin
Efek samping: dapat berupa reaksi imunisasi umum seperti demam,
kemerahan, bengkak pada tempat suntikan

E. Pedoman pemberian Imunisasi

Jadwal imunisasi rekomendasi IDAI secara berkala dievaluasi untuk


penyempurnaan berdasarkan perubahan pola penyakit, kebijakan DEPKES/WHO,
kebijakan global dan pengadaan vaksin di Indonesia.

Jadwal Imunisasi
Anak Umur
0-18primer,
Tahun berguna
BoosterGambar
adalah 1.
pemberian
vaksin setelah
imunisasi

sebagai penguat. Berikut ini adalah rekomendasi ulangan imunisasi:4


a. BCG4
Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan
b.

Hepatitis B4
Ulangan imunisai hepatitis B (HepB) dapat dipertimbangankan pada umur
10-12 tahun, apabila kadar pencegahan berlum tercapai (antiHBs<10g/ml)

c. DPT4
Imunisasi DTP booster ke-2 (DTP-5) pada umur 5 tahun harus tetap
diberikan vaksin dengan komponen pertusis (sebaiknya diberikan DTaP untuk
mengurangi demam pasca imunisasi). Untuk anak umur lebih dari 7 tahun
diberikan vaksin Td, dibooster setiap 10 tahun.
9

d. Polio4
Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi Polio-4,
selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 Tahun).
e. Campak13
Imunisasi campak diberikan lagi ada saat masuk Sekolah Dasar (Program
BIAS/ Bulan Imunisasi Anak Sekolah)

DAFTAR PUSTAKA

1. Adzaniyah Isyani Rahmawati, Chatarina Umbul W.


Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Dasar Di Kelurahan
Krembangan Utara. Jurnal Berkala Epidemiologi, 2014;2 (1);59-70
2. Depkes RI.
Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 42 tahun 2013
tentang penyelengaraan imunisasi [internet] [cited 2015 Dec 06]:
[100screens].

Available

From:

http://ppll.depkes.go.id/_asset_r

egulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg%20Penyelenggaraan
%20Imunisasi.pdf
3. Dokter Online Indonesia
Inilah Efek Samping Imunisasi KIPI dan Cara Penanganannya.
[internet]. 2013 November 8. [2016 Februari 13]:[9 screens].

10

Available

form:

URL:

http://dokterindonesiaonline.com/2013/

11/08/inilahefeksampingimunisasikipidancara penanganannya/
4. Hadinegoro S R.
Jadwal Imunisasi. Dalam: Pedoman Imunisasi Indonesia. Edisi
Keempat. Editor: Ranuh I G N Gde, Suyitno H, Hadinegoro SRS,
Kartasasmita C B, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Jakarta: IDAI;
2011.hal.48-49,54-55
5. Hidayat Boerhan, Pujiarto P J, Gunardi H.
Hepatitis B. Dalam: Pedoman Imunisasi Indonesia. Edisi Keempat.
Editor: Ranuh I G N Gde, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita
C B, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Jakarta: IDAI; 2011. Hal 260.
6. Matondang Corry J. Siregar Sjawitri P , Akib Arwin AP.
Aspek Imunologi Imunisasi. Dalam: Pedoman Imunisasi Indonesia.
Edisi Keempat. Editor: Ranuh I G N Gde, Suyitno H, Hadinegoro
SRS, Kartasasmita C B, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Jakarta: IDAI;
2011. Hal 24-25
http://agus34drajat.files.wordpresscom/2010/10/buku-informasiimuni
sasi-kia-bagi-kader-petugas-lapangan-ormas_2009.pdf
7. Probandari Ari Natalia, Handayani Selfi, Laksono Nugroho Jati Dwi Nur.
Ketrampilan Imunisasi. Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret;2013
8. Pusat Promkes Depkes RI.
Informasi dasar imunisasi rutin serta kesehatan ibu dan anak bagi
kader, petugas lapangan dan organisasi kemasyarakatan. [internet]
2009. [cited 2016 February 05]:[56 screens]. Available from: URL:
9. Ranuh IGN.
Imunisasi upaya pencegahan Primer. Dalam: Ranuh IGN, Suyitno H,
Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko,
penyunting. Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta:
Satgas Imunisasi-IDAI; 2011. h. 4-5
10. Rahajoe Nastiti.

11

Tuberkulosis. Dalam: Pedoman Imunisasi Indonesia. Edisi Keempat.


Editor: Ranuh I G N Gde, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita
C B, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Jakarta: IDAI; 2011. Hal 284-5

11. Suyitno H, Ismoedijanto, Pusponegoro H, Rusmil K.


Poliomielitis. Dalam: Pedoman Imunisasi Indonesia. Edisi Keempat.
Editor: Ranuh I G N Gde, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita
C B, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Jakarta: IDAI; 2011. Hal 264-5
12. Tumbelaka A R. Hadinegoro S R J, Ismoedijanto.
Difteria, Tetanus, Pertusis. Dalam: Pedoman Imunisasi Indonesia.
Edisi Keempat. Editor: Ranuh I G N Gde, Suyitno H, Hadinegoro
SRS, Kartasasmita C B, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Jakarta: IDAI;
2011. Hal 284-5
13. Soegijanto S, Sulimo Harsono.
Campak. Dalam: Pedoman Imunisasi Indonesia. Edisi Keempat.
Editor: Ranuh I G N Gde, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita
C B, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Jakarta: IDAI; 2011. Hal 344-5
14. World Health Organization.
Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta:WHO
Depkes RI; 2009
15. World Health Organization.
Information Sheet observed rate of vaccine reactions Bacille
Calmette-Guerin (BCG) vaccine. [internet]. 2009. [2015 Februari 15]:
[5

screens]: Available

from:URL:

http://www.who.int/vaccine_

safety /initiative/tools/BCG_accine

12

You might also like