You are on page 1of 12

ANAK BERKELAINAN PERILAKU (TUNALARAS)

Untuk memenuhi matakuliah Pengantar Pendidikan


Disusun oleh :
Nursarif Hidayat
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur terucap kepada pencipta alam semesta, pemilik jiwa raga seluruhmahluk
di alam semesta, pemilik dan pemberi akal bagi manusia, pencipta manusiasebagai mahluk yang
paling sempurna di muka bumi ini ; Allah swt. Tuhan yang Mahakaya lagi Maha bijaksana.
Sholawat teriring salam semoga tercurah selalu kepada bagindabesar Nabi Muhammad saw. yang
telah menjadi wasilah syariat Islam dan the newimagination for humanities in the world, teriring
pula kepada para keluarga dan parashohabat. Amiin Ya rabbal Alamin.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan berbagai potensifitrah
yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Manusia di ciptakan dengan berbagai jenis dan kalakter
yang berbeda akan tetapi kita sebagai umatnya hanya patut bersyukur akan pemberian dan
kuasanya.
Saya sadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak sekali kekurangannya,karena
melihat factor pembelajaran untuk mencapai pemahaman dan penguasaan suatumateri ilmu
pengetahuan sangatlah memerlukan waktu yang lama Long Time ForEducation. Untuk itu saya
dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran dari semuapihak, tiada lain untuk pencapaian
suatu hasil karya yang lebih maksimal dan tentunyamoga juga lebih bermanfaat untuk saya
khususnya dan untuk pembaca umumnya. SemogaAllah senantiasa menunjukan jalan yang lurus,
sehingga kita dapat selalu berjalan dalamagama dan syariat-NYA Amin.
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam sistem pendidikan nasional diadakan pengaturan pendidikan khusus yang
diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental.
Peserta didik yang menyandang kelainan demikian juga memperoleh pendidikan yang
layak, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dalam hal ini
menyatakan dengan singkat dan jelas bahwa Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran yang ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa Warga Negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus Hak
masing-masing warga negara untuk memperoleh pendidikan dapat diartikan sebagai hak untuk
memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara

dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan tamatan pendidikan dasar. Tentu saja
kelainan yang disandang oleh peserta didik yang bersangkutan menuntut penyelenggaraan
pendidikan sekolah yang lain dari pada penyelenggaraan pendidikan sekolah biasa. Oleh sebab
itu, jenis pendidikan yang diadakan bagi peserta didik yang berkelianan disebut Pendidikan Luar
Biasa.
Saat ini satu unit di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu Direktorat
Pendidikan Luar Biasa memikul tanggung jawab atas pelayanan pendidikan bagi peserta didik
penyandang kelainan untuk tingkat nasional. Untuk tingkat daerah, unit yang bertanggung jawab
atas Pendidikan Luar Biasa adalah Subdin PLB/Subdin yang menangani PLB pada Dinas
Pendidikan Propinsi.
Bab II
Tuna Laras dan Ciri-cirinya
2.1 Pengertian Tuna Laras
Bukan masalah yang sederhana untuk menentukan batasan mengenai anak yang
mengalami gangguan tingkah laku atau lebih dikenal dengan istilah tuna laras. Hingga kini
belum ada suatu defenisi yang dapat diterima secara umum serta memuaskan semua pihak.
Kenyataan batasan atau definisi yang telah dikemukakan oleh profesional dan para ahli yang
berkaitan dengan masalah ini berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu masingmasing untuk keperluan profesionalnya. Namun demikian, hampir semua batasan yang
dikemukakan oleh para ahli menganggap bahwa tuna laras menampakkan suatu perilaku
penentangan yang terus-menerus kepada masyarakat, kehancuran suatu pribadi, serta kegagalan
dalam belajar di sekolah (Somantri, 2006).
Definisi anak tuna laras atau emotionally handicapped ataubehavioral disorder lebih
terarah berdasarkan definisi dari Eli M Bower (1981) yang menyatakan bahwa anak dengan
hambatan emosional atau kelainan perilaku, apabila menujukkan adanya satu atau lebih dari lima
komponen berikut ini: tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensori
atau kesehatan; tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guruguru; bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya; secara umum mereka selalu dalam
keadaan tidak gembira atau depresi; dan bertendensi ke arah simptom fisik seperti merasa sakit
atau ketakutan yang berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah (Delphie, 2006).Dari
banyak pendapat menurut para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa anak tuna laras adalah anak
yang mengalami hambatan emosi dan tingkah laku sehingga kurang dapat atau mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan hal ini akan
mengganggu situasi belajarnya. Situasi belajar yang mereka hadapi secara monoton akan
mengubah perilaku bermasalahnya menjadi semakin berat (Somantri, 2006).
Istilah yang digunakan untuk anak yang berkelainan perilaku (anak tunalaras) dalam
konteks kehidupan sehari-hari di kalangan praktisi sangat bervareasi. Perbedaan pemberian
julukan kepada anak yang berkelainan perilaku (tunalaras) tidak lepas dari konteks pihak yang

berkempentingan. Misalnya para orang tua cenderung menyebut anak tunalaras dengan anak
jelek (bad boy) para guru menyebutnya dengan sebutan anak yang tidak dapat di perbaiki
(incorrigible), para pisikiater atau pisikolog lebih senang menyebutnya sebagai anak yang
tergangu emosinya (emotional disturb cbild).
Sedangkan menurut ketentuan yang di tetapkan dalam Undang Undang Pokok
Pendidikan Nomor 12 Tahun 1952, anak tunalaras adalah individu yang mempunyai tingkah laku
menyimpang/berkelainan, tidak memiliki sikap, melakukan pelanggaran terhadap pelaturan dan
norma-norma social dengan perekwensi yang cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi
terhadap kelompok dan orang lain.
Pengertian yang hamper serupa di kemukakan dalam dokumen kurikulum SLB bagian E
tahun 1977, yang di sebut tunalaras adalah (1) anak yang mengalami ganguan /hambatan emosi
dan tingkah laku sehingga tidak/ kurang menyesuaikan diri dengan baik, baik terhadap
lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat; (2) anak yang mempunyai kebiasan
melnggar norma umum yang berlaku di masyarakat; (3) anak yang melakukan kejahatan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
a) Anak tunalaras, yang dimaksud disini adalah anak yang mengalami hambatan/kesulitan untuk
menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari norma-norma
yang berlaku dan dalam kehidupan sehari-hari sering disebut anak nakal sehingga dapat
meresahkan/ mengganggu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
2.2 Ciri-ciri Anak Tuna Laras
Penggolongan anak tunalaras secara umum dapat ditinjau dari segi gangguan atau
hambatan dan kualifikasi berat ringannya kenakalan, dengan penjelasan sbb :
1) Menurut jenis gangguan atau hambatan
a. Gangguan Emosi
Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis
perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan.
Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan
merasa cemas
Gangguan atau hambatan terutama tertuju pada keadaan dalam dirinya. Macam-macam gejala
hambatan emosi, yaitu:
Gentar, yaitu suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak disadari, misalnya ketakutan yang
kurang jelas obyeknya.
Takut, yaitu rekasi kurang senang terhadap macam benda, mahluk, keadaan atau waktu tertentu.
Pada umumnya anak merasa takut terhadap hantu, monyet, tengkorak, dan sebagainya.

Gugup nervous, yaitu rasa cemas yang tampak dalam perbuatan-perbuatan aneh. Gerakan pada
mulut seperti meyedot jari, gigit jari dan menjulurkan lidah. Gerakan aneh sekitar hidung, seperti
mencukil hidung, mengusap-usap atau menghisutkan hidung. Gerakan sekitar jari seperti
mencukil kuku, melilit-lilit tangan atau mengepalkan jari. Gerakan sekitar rambut seperti,
mengusap-usap rambut, mencabuti atau mencakar rambut.
Demikian pula gerakan-gerakan seperti menggosok-menggosok, mengedip-ngedip mata dan
mengrinyitkan muka, dan sebagainya.
Sikap iri hati yang selalu merasa kurang senang apabila orang lain memperoleh keuntungan dan
kebahagiaan.
Perusak, yaitu memperlakukan bedan-benda di sekitarnya menjadi hancur dan tidak berfungsi.
Malu, yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi tuntunan kehidupan. Mereka kurang
berang menghadapi kenyataan pergaulan.
7) Rendah diri, yaitu sering minder yang mengakibatkan tindakannya melanggar hukum karena
perasaan tertekan.
b. Gangguan Sosial
Anak ini mengalami gangguan atau merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak
dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah
seperti sikap bermusuhan, agresip, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala,
menentang menghina orang lain, berkelahi, merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan
mereka terutama sangat mengganggu ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.
Beberapa data tentang anak tunalaras dengan gangguan sosial antara lain adalah:
Mereka datang dari keluarga pecah (broken home) atau yang sering kena marah karena kurang
diterima oleh keluarganya.
Biasa dari kelas sosial rendah berdasarkan kelas-kelas sosial.
Anak yang mengalami konflik kebudayaan yaitu, perbedaan pandangan hidup antara kehidupan
sekolah dan kebiasaan pada keluarga.
Anak berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti kemajuan pelajaran sekolah.
Pengaruh dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela dalam masyarakat.
Dari keluarga miskin.
Dari keluarga yang kurang harmonis sehingga hubungan kasih sayang dan batin umumnya
bersifat perkara.
Salah satu contoh, kita sering mendengar anak delinkwensi. Sebenarnya anak delinkwensi
merupakan salah satu bagian anak tunalaras dengan gangguan karena social perbuatannya
menimbulkan kegocangan ketidak bahagiaan/ketidak tentraman bagi masyarakat. Perbuatannya

termasuk pelanggaran hukum seperti perbuatan mencuri, menipu, menganiaya, membunuh,


mengeroyok, menodong, mengisap ganja, anak kecanduan narkotika, dan sebagainya.
2) Klasifikasi berat-ringannya kenakalan
Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan pedoman untuk menetapkan berat ringan kriteria itu
adalah:
a. Besar kecilnya gangguan emosi, artinya semikin tinggi memiliki perasaan negative terhadap
orang lain. Makin dalam rasa negative semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut.
b. Frekwensi tindakan, artinya frekwensi tindakan semakin sering dan tidak menunjukkan
penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat kenakalannya.
c. Berat ringannya pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi hukum.
d. Tempat/situasi kenalakan yang dilakukan artinya Anak berani berbuat kenakalan di
masyarakat sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila di rumah.
e. Mudah sukarnya dipengaruhi untk bertingkah laku baik. Para pendidikan atau orang tua dapat
mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak. Anak bandel dan keras
kepala sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat.
f. Tunggal atau ganda ketunaan yang dialami. Apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai
ketunaan lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaannya.
Maka kriteria ini dapat menjadi pedoman pelaksanaan penetapan berat-ringan kenakalan untuk
dipisah dalam pendidikannya.
2.3 Etiologi dan Kecerdasan Anak Tunalaras
Faktor-faktor yang berpeluang memberikan kontribusi terhadap insiden ketunalarasan, di
antaranya ialah (a) factor penyebab internal yang berkaitan dengan kondisi individu itu sendiri,
misalnya kondisi pisikofik, keturunan, (b) faktor eksternal, yakni faktor yang secara langsung
atau tidak turut memberikan sumbanga terhadap terjadinya ketunalarasan yang datangnya dari
luar individu,misalnya lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dLL.
Kondisi kecerdasan anak tunalaras mengikuti distri busi norma sehinga memungkinkan
tingkat kecerdasan anak tunalaras berbeda pada rentangan di bawah normal, rata-rata normal,
atau di atas normal. Apabila kondisi ketunalarasan di jumpai pada anak dengan tarapkecerdasan
rendah, hal ini anak mengalami kesulitan dalam memahami dan mencerna norma atau aturan
yang berlaku. Akan tetapi, jika ketunalarasan yang dilakukan oleh anak dengan tarap kecerdasan
tinggi, halini karna anak terlalu keritis menilai keadan sehinga menimbulkan konflik.
Bab IV
Penutup
3.1 Kesimpulan

Tujuan diselenggarakannya layanan pendidikan bagi anak tunalaras adalah untuk membantu
anak didik penyandang perilaku sosial dan emosi, agar mampu mengembangkan sikap,
pengetahuan

dan

keterampilan

sebagai

pribadi

maupun

anggota

masyarakat

dalam

menggalakkan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar serta
dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan selanjutnya.
Pendidikan jasmani adaptif merupakan suatu sistem penyampaian layanan yang bersifat
menyeluruh (comprehensif) dan dirancang untuk mengetahui, menemukan dan memecahkan
masalah dalam ranah psikomotor. Hampir semua jenis ketunaan ABK memiliki problim dalam
ranah psikomotor.
Dengan demikian dapat dipastikan bahwa peranan pendidikan jasmani bagi anak berkebutuhan
khusus (ABK) sangat besar dan akan mampu mengembangkan dan mengkoreksi kelainan dan
keterbatasan tersebut, dalam hal ini adalah bagi mereka para penyandang tuna laras.
Anak tuna laras sering disebut juga dengan anak tuna sosial karena tingkah laku anak
tuna laras menunjukkan penentangan yang terus-menerus terhadap norma-norma masyarakat
yang berwujud seperti mencuri, mengganggu dan menyakiti orang lain. Sehingga dibutuhkan
pembelajaran pendidikan jasmani khusus yang harus diterapkan pada mereka para tuna laras.
3.2 Saran
Anak tuna laras bukan momok yang harus dikucilkan dalam masyarakat bahkan mereka harus
mendapatkan perhatian yang lebih terkhusus untuk mendapatkan pendidikan yang layak seperti
halnya anak yang normal lainnya. Sehingga diperlukan lembaga khusus yang menangani anak
tuna laras. Peserta didik yang menyandang kelainan demikian juga memperoleh pendidikan yang
layak, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dalam hal ini
menyatakan dengan singkat dan jelas bahwa Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran yang ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa Warga Negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Daftar Pustaka
Arma Abdoellah, Prof.,M.sc., (1996): Pendidikan Jasmani Adaptif, Ditjen Dikti, Depdikbud,
Jakarta.
Dr.Efendi Mohammad,M.Pd.,M.Kes.2006.pengantar pisikopedagogik anak berkelainan.jakarta:
Bina aksara.

KARAKTERISTIK ANAK TUNALARAS MENURUT HALLAHAN DAN KAUFFMAN


(1986)
KARAKTERISTIK ANAK TUNALARAS
MENURUT HALLAHAN DAN KAUFFMAN (1986)
MAKALAH
Dosen pengampu:
Dr. Ibnu Syamsi, M.Pd
Aini Mahabbati, S.Pd

Disusun oleh:
NAMA
NIM

: ERIC SUWARDANI

: 08103244029
PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010
ABSTRAK

Anak tunalaras sering disebut dengan anak tunasosial karena tingkah laku mereka
menunjukkan pertentangan yang terus menerus terhadap norma-norma masyarakat yang
berwujud seperti mencuri, mengganggu dan menyakiti orang lain. (Soemantri, 2006)
Hal yang tak kalah penting dalam kajian ketunalarasan adalah tentang karakteristik anak.
Sebagai akibat dari gangguan emosi dan perilaku anak memunculkan karakter yang bermacammacam. Karakter yang dimunculkan sangat unik. Tak jauh berbeda seperti anak berkebutuhan
khusus lainnya yang juga membentuk karakter masing-masing sesuai dengan kondisinya.
Sebagai contoh anak tunanetra, mereka lebih mengembangkan sikap curiga terhadap orang lain
karena ketidakmampuan anak untuk melihat orang di sekitarnya. Anak tunarungu pun memiliki
karakter yang khas seperti mudah salah paham karena ketidakmampuan telinga untuk
mendengar. Untuk lebih memahami tentang karakter anak tunalaras perlu untuk mengetahui dan
mempelajari berbagai kajian teori yang membahas tentang karakteristik anak. Salah satu kajian

teori yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu karakteristik anak tunalaras menurut Hallahan
dan Kauffman (1986) berdasar dimensi tingkah laku anak tunalaras. Hallahan dan Kauffman
membagi karakter anak menjadi dua yaitu karakter anak yang terkait dengan segi akademik
sosial/emosional dan yang terkait dengan fisik/kesehatan anak tunalaras.
Kajian teori yang dikemukakan oleh Hallahan dan Kauffman ini cukup menambah
wawasan untuk lebih memahami tentang ketunalarasan. Dengan adanya pembagian yang ada,
mengetahui karakteristik anak menjadi hal yang tidak begitu sulit. Untuk itu sangat penting
sekali bagi para calon guru pendidikan khusus untuk mempelajari berbagai jenis karakteristik
anak berkebutuhan khusus terutama anak tunalaras.

BAB II
PEMBAHASAN
I.1

PENGERTIAN ANAK TUNALARAS


Istilah tunalaras berasal dari kata tuna yang berarti kurang dan laras yang berarti

sesuai. Jadi, anak tunalaras berarti anak yang bertingkah laku kurang/ tidak sesuai dengan
lingkungan. Perilakunya sering bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di dalam
masyarakat tempat ia berada. Anak tunalaras sering disebut dengan anak tuna sosial karena
tingkah laku mereka menunjukkan pertentangan yang terus menerus terhadap norma-norma
masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu dan menyakiti orang lain. (Soemantri,
2006)
Istilah yang digunakan untuk anak yang berkelainan perilaku (anak tunalaras) dalam
konteks kehidupan sehari-hari di kalangan praktisi sangat bervariasi. Perbedaan pemberian
julukan kepada anak yang berperilaku menyimpang tidak lepas dari konteks pihak yang
berkepentingan. Misalnya, para orangtua cenderung menyebut anak tunalaras denga istilah anak
jelek (bad boy), para guru menyebutnya dengan anak yang tidak dapat diperbaiki (incurrigible),
para psikiater/psikolog lebih senang menyebut dengan anak yang terganggu emosinya (emotional
disturb child), para pekerja sosial menyebutnya sebagai anak yang tidak dapat mengikuti aturan
atau norma sosial yang berlaku (social maladjusted child), atau jika mereka berurusan dengan
hukum maka para hakim biasa menyebutnya sebagai anak-anak pelanggar/penjahat (deliquent).
Terlepas dari julukan yang diberikan kepada para tunalaras, secara substansial kesamaan makna
yang terdapat pada pemberian gelar pada anak tunalaras, disamping menunjuk pada cirinya
yaitu terdapatnya penyimpangan yyang berlaku di lingkungannya. (Sunardi, 1985), juga akibat
dari perbuatan yang dilakukan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain,..a behavior
deviation is that behavior of a child wich; (i) has a detrimental effect on his development and
adjustment and/ or (ii) interferers with the lives of other people. (Kirk, 1970)
Menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Pendidikan No. 12 Tahun 1952, anak tuna
laras adalah individu yang mempunyai tingkah laku menyimpang/ berkelainan, tidak memiliki
sikap, melakukan pelanggaran terhadap peraturan/ norma-norma sosial dengan frekuensi cukup

besar, tidak/ kurang mempunyai toleransi terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah
terpengaruh suasana, sehingga membuat kesulitan bagi diri sendiri maupun orang lain.
Dalam dokumen kurikulum SLB bagian E tahun 1977 menyebutkan, yang disebut tuna
laras adalah (1) anak yang mengalami gangguan/ hambatan emosi dan tingkah laku sehingga
tidak/ kurang menyesuaikan diri dengan baik, baik terhadap lingkungan, sekolah, maupun
masyarakat; (2) anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma umum yang berlaku
dimasyarakat;

(3)

anak

yang

melakukan

kejahatan.

Definisi anak tuna laras atau emotionally handicapped atau behavioral disorder lebih terarah
pada definisi Eli M Bower (1981) yang menyatakan bahwa anak dikatakan memiliki hambatan
emosional atau kelainan perilaku apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima
komponen berikut ini:
a.

Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, pengindraan atau kesehatan

b.

Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan dengan teman dan guru

c.

Bertingkahlaku yang tidak pantas pada keadaan normal

d.

Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus-menerus

e.

Cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah


(Delphie, 2006)
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang diidentifikasikan mengalami
gangguan atau penyimpangan perilaku adalah individu yang:

a.

Tidak mampu mendefinisikan dengan tepat kesehatan mental dan perilaku yag normal

b.

Tidak mampu mengukur emosi dan perilakunya sendiri

c.

Mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi sosialisasi(Hallahan&Kauffman, 1991)


Beberapa komponen yang penting diperhatikan dalam menilai seorang anak mengalami
gangguan emosi/ perilaku atau tidak, yaitu:

a.

Adanya penyimpangan perilaku yang terus menerus menurut norma yang berlaku sehingga
menimbulkan ketidakmampuan belajar dan penyesuaian diri

b.
I.2

Penyimpangan itu tetap ada walaupun telah menerima layanan belajar serta bimbingan
KARAKTERISTIK ANAK TUNALARAS MENURUT HALLAHAN DAN KAUFFMAN
Karakteristik yang dikemukakan Hallahan dan kauffman (1986) berdasarkan dimensi tingkah
laku anak tuna laras adalah sebagai berikut:

Anak yang mengalami gangguan perilaku

a.

Berkelahi, memukul menyerang

b.

Pemarah

c.

Pembangkang

d.

Suka merusak

e.

Kurang ajar, tidak sopan

f.

Penentang, tidak mau bekerjasama

g.

Suka menggangu

h.

Suka ribut, pembolos

i.

Mudah marah, Suka pamer

j.

Hiperaktif, pembohong

k.

Iri hati, pembantah

l.

Ceroboh, pengacau

m.

Suka menyalahkan orang lain

n.

Mementingkan diri sendiri

Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri:

a.

Cemas

b.

Tegang

c.

Tidak punya teman

d.

Tertekan

e.

Sensitif

f.

Rendah diri

g.

Mudah frustasi

h.

Pendiam

i.

Mudah bimbang

Anak yang kurang dewasa

a.

Pelamun

b.

Kaku

c.

Pasif

d.

Mudah dipengaruhi

e.
f.
-

Pengantuk
Pembosan
Anak yang agresif bersosialisasi

a.

Mempunyai komplotan jahat

b.

Berbuat onar bersama komplotannya

c.

Membuat genk

d.

Suka diluar rumah sampai larut

e.

Bolos sekolah

f.

Pergi dari rumah


Selain karakteristik diatas, berikut ini karakteristik yang berkaitan dengan segi akademik, sosial/
emosional dan fisik/ kesehatan anak tuna laras.

1.

Karakteristik Akademik:
Kelainan perilaku mengakibatkan penyesuaian sosial dan sekolah yang buruk. Akibatnya, dalam
belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut:

a.

Hasil belajar dibawah rata-rata

b.

Sering berurusan dengan guru BK

c.

Tidak naik kelas

d.

Sering membolos

e.

Sering melakukan pelanggaran, baik disekolah maupun dimasyarakat, dll

2.

Karakteristik Sosial/ Emosional:


Karakteristik sosial/ emosional tuna laras dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.

Karakteristik Sosial

1)

Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain:

a.

Perilaku itu tidak diterima masyarakat, biasanya melanggar norma budaya

b.

Perilaku itu bersifat menggangu, dan dapat dikenai sanksi oleh kelompok sosial

2)

Perilaku itu ditandai dengan tindakan agresif yaitu:

a.

Tidak mengikuti aturan

b.

Bersifat mengganggu

c.

Bersifat membangkang dan menentang

d.

Tidak dapat bekerjasama

3)

Melakukan tindakan yang melanggar hukum dan kejahatan remaja

b.

Karakteristik Emosional

a.

Hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, misalnya tekanan batin dan rasa cemas

b.

Ditandai dengan rasa gelisah, rasa malu, rendah diri, ketakutan dan sifat perasa/ sensitif

c.

Karakteristik Fisik/ kesehatan


Pada anak tuna laras umumnya masalah fisik/ kesehatan yang dialami berupa gangguan makan,
gangguan tidur atau gangguan gerakan. Umumnya mereka merasa ada yang tidak beres dengan
jasmaninya, ia mudah mengalami kecelakaan, merasa cemas pada kesehatannya, seolah-olah
merasa sakit, dll. Kelainan lain yang berupa fisik yaitu gagap, buang air tidak terkontrol, sering
mengompol, dll.

BAB III
PENUTUP
III.1

KESIMPULAN
Anak tuna laras sering disebut juga dengan anak tuna sosial karena tingkah laku anak

tuna laras menunjukkan penentangan yang terus-menerus terhadap norma-norma masyarakat


yang berwujud seperti mencuri, mengganggu dan menyakiti orang lain. Selain itu, anak tuna
laras merupakan anak yang mengalami hambatan/ kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap
lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari norma-norma yang berlaku dan dalam
kehidupan sehari-hari sering disebut anak nakal sehingga dapat meresahkan/ mengganggu
lingkungan

keluarga,

sekolah

dan

masyarakat.

Secara umum, anak tuna laras dibagi menjadi 4 kategori yang masing-masing mempunyai
karakteristik yang berbeda yaitu:
a.

Anak yang agresif bersosialisasi

b.

Anak yang kurang dewasa

c.

Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri

d.

Anak yang mengalami gangguan perilaku


III.2

SARAN
Dengan semakin berkembangnya kajian tentang ketunalarasan, sangat perlu untuk

mempelajari teori tentang karakteristik dari berbagai ahli. Kajian teori karakteristik anak
tunalaras dari dimensi tingkah laku anak tunalaras dari Hallahan dan kauffman semoga bisa
menambah pengetahuan tentang ketunalarasan khususnya bagi para calon orthopedagog.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.slbk-batam.org/index.php?pilih=hal&id=74 (diakses 02 Mei 2010, pukul 19:45)
http://vharsa.wordpress.com/2009/10/20/pembelajaran-tuna-laras/ (diakses 04 Mei 2010, pukul
20:00)
IG. A. K. Wardani, dkk. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
M. Efendi. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Siti Maichati. 1983. Kesehatan mental. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi
UGM.

You might also like