Professional Documents
Culture Documents
A. PENGERTIAN
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai oleh timbulnya
bula ( lepuh ) dengan berbagai ukuran ( misalnya, 1- 10 cm ) pada kulit yang tampak normal
dan membrane mukosa ( misalnya mulut, vagina ).
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )
B. PENYEBAB
Bukti yang ada menunjukkkan bahwa pemfigus vulgaris merupakan penyakit autoimun
yang melibatkan IgG, suatu immunoglobulin. Diperkirakan bahwa antibody pemfigus
ditujukan langsung kepada antigen permukaan sel yang spesifik dalam sel- sel epidermis.
Lepuh terbentuk akibat reaksi antigen- antibody. Kadar antibody dalam serum merupakan
petunjuk untuk memprediksikan intensitas penyakit. Faktor- faktor genetik dapat memainkan
peranan dalam perkembangan penyakit dengan insidensi tertinggi pada orang- orang
keturunan Yahudi. Kelainan ini biasanya terjadi pada laki- laki dan wanita dalam usia
pertengahan serta akhir usia dewasa.
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )
C. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar pasien pada mulanya ditemukan dengan lesi oral yang tampak sebagai
erosi yang bentuknya ireguler yang terasa nyeri, mudah berdarah dan sembuhnya lambat.
Bula pada kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah- daerah erosi yang lebar
serta nyeri yang disertai dengan pembentukan krusta dan perembesan cairan. Bau yang
menusuk dank has akan memancar dari bula dan serum yang merembes keluar. Kalau
dilakukan penekanan yang minimal akan terjadi pembentukan lepuh atau pengelupasan kulit
yang normal ( tanda Nikolsky ). Kulit yang erosi sembuh dengan lambat sehingga akhirnya
daerah tubuh yang terkena sangat luas. Superinfeksi bakteri sering terjadi.
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )
D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit
tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukannya kortikosteroid dan terapi imunosupresif,
pasien sangat rentan terhadap infeksi bakteri sekunder. Bakteri kulit relative mudahmencapai
bula karena bula mengalami perembesan cairan, pecah dan meninggalkan daerah-daerah
terkelupas yang terbuka terhadap lingkungan.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan cairan dan protein
ketika bula mengalami rupture. Hipoalbuminemia lazim terjadi kalau proses penyakitnya
mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa yang luas.
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )
E. EVALUASI DIAGNOSTIK
Spesimen dari bula dan kulit di sekitarnya akan memperlihatkan akantolisis ( pemisahan
sel- sel epidermis satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel ).
Antibodi yang beredar ( antibody pemfigud ) dapat dideteksi melalui pemeriksaan
imunofluoresen terhadap serum pasien.
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah untuk mengendalikan penyakit secepat mungkin, mencegah
hilangnya serum serta terjadinya infeksi sekunder, dan meningkatkan pembentukan ulang
epitel kulit ( pembaruan jaringan epitel ).
Kortikosteroid diberikan dengan dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga
agar kulit bebas dairi bula. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai kesembuhan
terlihat jelas. Pada sebagian kasus, terapi kortikosteroid harus dipertahankan seumur hidup
pasien.
Kortikosteroid diberikan bersama makanan atau segera sesudah makan, dan dapat disertai
dengan pemberian antacid sebagai profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang
penting pada penatalaksanaan terapeutik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar
glukosa darah dan keseimbangan cairan setiap hari.
Preparat imunosupresif ( azatioprin, siklofosfamid, emas ) dapat diresepkan dokter untuk
mengendalikan penyakit dan mengurangi tekanan kortikoteroid. Plasmaferesis ( pertukaran
plasma ) secara temporer akan menurunkan kadar antibody serum dan pernah digunakan
dengan keberhasilan yang bervariasi sekalipun tinadakan ini umumnya hanya dilakukan unuk
kasusu- kasus mengancam jiwa pasien.
Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri pada rongga mulut dan kulit yang berhubungan dengan pembentukan bula serta erosi
b.
Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan ruptura bula dan daerah kulit yang
terbuka ( terkelupas )
c.
Ansietas dan kemampuan koping tidak efektif yang berhubungan dengan penampilan kulit
dan tidak adanya harapan bagi kesembuhan
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 )
3.
4. Intervensi Keperawatan
a.
Meredakan ketidaknyamanan
Keseluruhan rongga mulut pasien dapat terkena erosi dan permukaannya terbuka.
Jaringan nekrotik dapat terbentuk di daerah ini,sehingga menambah penderitaan pasien dan
mengganggu asupan makanan. Penurunan berat badan dan hipoproteinemia dapat terjadi.
Perawatan higiene oral yag teliti sangat penting untukmenjaga agar mukosaoral tetap bersih
dan memungkinkan terjadinya regenerasi epitel. Kumur mulut yang sering dilakukan untuk
membersihkan debris dan mengurangi nyeri di daerah ulserasi. Bibir dijag aagar tetapbasah
dengan cara mengoleskan lanolin, vaselin atau pelembab bibir. Tindakan cool mist akan
membantu melembabkan udara ruangan.
b.
c.
Mengurangi Ansietas
Hal yang kritis dalam penatalaksanaan keperawatan pasien pemfigus adalah
terciptanya hubungan saling percaya anatara pasien dan perawat. Hal ini mencakup cara
mendengarkan, berinteraksi, dan memperlihatkan sikap yang hangat serta penuhn perhatian.
Pasien harus didorong untuk mengekspresikan perasaan cemas, gangguan kenyamanan dan
perasaan keputusasaannnya secara bebas.
Perhatian pada kebutuhan psikologis pasien menuuntut kehadiran perawat saat
diperlukan, pemberian pelayanan keperawatan yang profesional dan pelaksanaan penyuluhan
bagi pasien beserta keluarganya. Pengaturan agar anggota keluarga dan setiap teman
dekatnya untuk lebih banyak mencurahkan waktu bersama pasien dapat menjadi upaya yang
bersifat suportif.
Candida albicans sering ditemukan dalam mulut pada pasien- pasien yang mendapatkan
terapi kortikosteroid dosis tinggi. Rongga mulut harus diinspeksi setiap hari,dan setiap
perubahan dicatat serta dilaporkan. Perhatian khusus diberikan untuk menilai keadaan pasien
guna menemukan tanda- tanda dan gejala infeksi local serta sistemik. Tanda- tanda vital
pasien dicatat dan fluktuasi suhu tubuh dipantau. Pasien diobservasi untuk gejala menggigil,
sementara semua hasil sekresi dan ekskresi dipantau untuk menemukan setiap perubahan
yang sugestif kea rah infeksi. Preparat antibiotic diberikan sesuai dengan program, dan
respons terhadap terapi dicatat. Petugas kesehatan harus melakasanakan teknik pencucian
tangan yang efektif dan menggunakan sarung tangan. Kontaminasi lingkungan harus
dihindari sedapat mungkin dengan meminta petugas kebersihan membersihakan debu
memakai lap basah dan mengepel lantai dengan kain yang basah pula.
b.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Jakarta : EGC.