You are on page 1of 16

STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN

A. STANDAR 23 : PENANGANAN SEPSIS PUERPERALIS


1. Tujuan :
mengenali tanda-tanda sepsis puerperalis dan mengambil tindakan yang tepat
2. Pernyataan standar:
Bidan mampu mengamati secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, serta
melakukan pertolongan pertama atau merujuknya

Sepsis Puerperalis
Definisi Sepsis Puerperalis
Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi setiap saat
antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan
atau abortus di mana terdapat dua atau lebih dan hal hal berikut ini :
Nyeri pelvik;
Demam 38,5C atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja;
rabas vagina yang abnormal;
Rabas vagina berbau busuk;
Keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus (sub involusio uteri).
Bakteri Penyebab Sepsis Puerperalis
Beberapa bakteri yang paling umum adalah
streptokokus
stafilokokus
Escherichia coli (E. Coli)
Clostridium tetani
Clostridium width
Chlamidia dan gonokokus (bakteri penyebab penyakit menular seksual).
Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara beberapa macam
bakteri. Bakteri tersebut bisa endogen atau eksogen.
1

Bakteri Endogen
Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rektum tanpa menimbulkan bahaya (misal,
beberapa jenis stretopkokus dan stafilokokus, E. Coli, Clostridium welchii).
Bahkan jika teknik steril sudah digunakan untuk persalinan, infeksi masih dapat terjadi akibat
bakteri endogen.
Bakteri endogen juga dapat membahayakan dan menyebabkan infeksi jika :
bakteri ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui instrumen
pemeriksaan pelvik;
bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/laserasi, atau jaringan yang mati (mis.,
setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan macet);
bakteri masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama.
Bakteri eksogen
Bakteri ini masuk ke dalam vagina dari luar (streptokokus, Clostridium tetani, dsb).
Bakteri eksogen dapat masuk ke dalam vagina :
melalui tangan yang tidak bersih dan instrumen yang tida steril
melalui substansi / benda asing yang masuk ke dalam vagina (misal, ramuan / jamu,
minyak, kain);
melalui aktivitas seksual.
Peserta didik harus mengetahui masalah tetanus postpartum dan penyakit menular seksual
yang disebabkan oleh bakteri eksogen.
Tetanus postpartum adalah infeksi pada ibu atau bayi yang disebabkan oleh Clostridium
tetani.
Bakteri tetanus hidup di tanah terutama tanah basah yang kaya akan pupuk hewani. Bakteri
tetanus dapat masuk ke tubuh ibu jika tangan yang tidak bersih, kain, kotoran sapi, atau ramu
ramuan dimasukkan ke dalam vagina. Bakteri ini masuk ke tubuh bayi melalui umbilikus
jika tali pusat dipotong dengan instrumen yang tidak bersih, atau ramu ramuan, atau
kotoran sapi digunakan untuk membalut tali pusat.
Infeksi tetanus sangat berat dan menyebabkan kekakuan, spasme, konvulsi, dan kematian.
Tetanus dapat dicegah dengan memastikan bahwa setiap ibu hamil mendapatkan imunisasi
2

tetanus toksoid selama kehamilan. Imunisasi ini akan melindungi ibu dan bayi dari infeksi
tetanus.
Di tempat tempat di mana penyakit menular seksual (PMS) (misal, gonorrhea dan
infeksi klamidial) merupakan kejadian yang biasa, penyakit tersebut merupakan penyebab
terbesar terjadinya infeksi uterus. Jika seorang ibu terkena PMS selama kehamilan dan tidak
diobati, bakteri penyebab PMS itu akan tetap berada di vagina dan bisa menyebabkan infeksi
uterus setelah persalinan.
Infeksi uterus yang disebabkan oleh PMS dapat dicegah dengan mendiagnosis dan
mengobati ibu yang terkena PMS selama kehamilan mereka.
Tanda Tanda dan Gejala Sepsis Puerperalis
Ibu biasanya mengalami demam tetapi mungkin tidak seperti demam pada infeksi klostridial.
Ibu dapat mengalami nyeri pelvik, nyeri tekan di uterus, lokia mungkin berbau menyengat
(busuk), dan mungkin terjadi suatu keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus.
Di sisi laserasi atau episiotomi mungkin akan terasa nyeri, membengkak, dan mengeluarkan
cairan bernanah.
Faktor Resiko pada Sepsis Puerperalis
Ada beberapa ibu yang lebih mudah terkena sepsis puerperalis, misalnya ibu yang mengalami
anemia atau kekurangan gizi atau ibu yang mengalami persalinan lama.
Manajemen Umum Sepsis Puerperalis
Prasyarat :
1. Sistem yang berjalan dengan baiik agar ibu mendapatkan pelayanan pasca persalinan dari
bidan terlatih sampai dengan 6 minggu setelah persalinan, baik dirumah, dipuskesmas
ataupun dirumah sakit.
2. Bidan berlatih dan terampil dalam memberikan pelayanan nifas, termasuk penyebab,
pencegahhan, pengenalan dan penanganan dengan tepat sepsis puerpuralis.
3. Tersedia peralatan / perlengkapan penting : sabun, air bersih yang mengalir, handuk
bersih untuk mengeringkan tangan, alat suntik sekali pakai, set infus steril dengan jarum
berukuran 16 dan 18 G, sarung tangan bersih DTT / steril.
4. Tersedia obat oabatan penting : cairan infus ( Ringer Laktat ), dan antibiotika. Juga
tersedianya tempat penyimpanan untuk obat obatan yang memadai.
5. Adanya sarana pencatatan pelayanan nifas / Kartu Ibu.
3

6. Sistem rujuukan yang efektif, termasuk bank darah, berjalan dengan baik untuk ibu
dengan komplikasi pasca persalinan.
Proses :
Bidan harus :
1. Amati tanda dan gejala infeksi puerpuralis yang diagnosa bila 2 atau lebih gejala dibawah
ini terjadi sejak pecahnya selaput ketuban mulai hari ke 2.
2. Saat memberikan pelayanan nifas periksa tanda awal / gejala infeksi.
3. Beri penyuluhan kepada ibu, suami . keluargany agar waspada terhadap tanda / gejala
infeksi, dan agar segera mencari pertolongan jika memungkinkannya.
4. Jika diduga sepsis, periksa ibu dari kepala sampai kaki untuk mencari sumber infeksi.
5. Jike uterus nyeri, pengecilan uter lambat, atau terdapat perdarahan pervaginam, mulai
berikan infus Ringer Laktat dengan jarum berlubang besar ( 16 18G ), rujuk ibu segera
ke RS ( ibu perlu diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya sisa jaringan placenta ).
6. Jika kondisinya gawat dan terdapat tanda / gejala septik syok dan terjadi dehidrasi, beri
cairan IV dan antibiotika sesuai dengan ketentuan. Rujuk ibu ke RS.
7. Jika hanya sepsis ringan, ibu tidak terlalu lemah dan sulit merujuk berikan antibiotika.
8. Pastikan bahwa ibu / bayi dirawat terpisah / jauh dari anggota keluarga lainnya, sampai
infeksi teratasi.
9. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan sesudah memeriksa inu / bayi.
10. Alat alat yang dipakai ibu jangan dipakai untuk keperluan lain, terutama untuk ibu nifas
/ bayi lain.
11. Beri nasehat kepada ibu pentingnya kebersihan diri, penggunaan pembalut sendiri dan
membuangnya dengan hati hati.
12. Tekankan pada anggota keluarga tentang pentingnya istirahat, gizi baik dan banyak
minum bagi ibu.
13. Motivasi ibu untuk tetap memberikan AS.
14. Lakukan semua Pencatatan dengan seksama.
15. Amati ibu dengan seksama dan jika kondisinya tidak membaik dalam 24 jam, segera
rujuk ke RS.
16. Jika syok terjadi ikuti langkah langkah penatakasaan syok yang didiskusikan di satandar
21.

Ingat !

Lakukan tes sensitivitas sebelum memberikan suntikan antibiotika.


Semua ibu nifas berisiko terkena infeksi, dan ibu yang telah melahirkan bayi dalam
keadaan mati, persalinan yang memanjang, pecahnya selaput ketuban yang lama
mempunyai risiko yang lebih tinggi.
4

Kebersihan dan cuci tangan sangatlah penting, baik untuk pencegahan maupun

penanganan sepsis.
Infeksi bisa menyebabkan perdarahan postpartum sekunder.
Keadaan ibu akan semakin memburuk jika antibiotika tidak diberikan secara dini dan

memadai.
Ibu dengan sepsis puerpuralis perlu dukungan moril, karena keadaan umumnya dapat
menyebabkannya menjadi sangat letih dan depresi.
B. STANDAR 24 : PENANGANAN ASFIKSIA NEONATORUM

Tujuan :
Mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum, mengambil tindakan
yang tepat dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang mengalami
asfiksia neonatorum.
Pernyataan Standar :
Bidan mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan afiksia, serta melakukan tindakan
secepatnya, memulai resusitasi bayi baru lahir, mengusahakan bantuan medis yang
diperlukan merujuk bayi baru lahir dengan tepat, dan memberikan perawatan lanjutan yang
tepat.
Pengertian Dan Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu
hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau
sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau
segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan
bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin
timbul. (Wiknjosastro, 1999)
B. Etiologi / Penyebab Asfiksia

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu

Preeklampsia dan eklampsia

Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

Partus lama atau partus macet

Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat

Lilitan tali pusat

Tali pusat pendek

Simpul tali pusat

Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)

Kelainan bawaan (kongenital)

Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk


menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus
dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi.
Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong)
tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap
melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau
6

persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu
periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha
bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat
ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa
pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut
dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen
tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem
sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia

Tidak bernafas atau bernafas megap-megap

Warna kulit kebiruan

Kejang

Penurunan kesadaran

D. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin.
Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya

2. Mekonium dalam air ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada
kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya
asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)
E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan
tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya
resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai
pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :

Penafasan

Denyut jantung

Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat
keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa
bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan
kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
Hasil :

Penurunan kematian bayi akibat asfiksia neonatorum. Penurunan kesakitan akibat asfiksia

neonatorum.
Meningkatnya pemanfaatan bidan.

Prasyarat :
1. Bidan sudah dilatih dengan tepat untuk mendampingi persalinan dan memberikan
perawatan bayi baru lahir dengan segera.
2. Ibu, suami dan keluarganya mencari pelayanan kebidanan untuk kelahitan bayi mereka.
3. Bidan terlatih dan terampil untuk :
Memulai pernafasan pada bayi baru lahir.
8

Menilai pernafasan yang cukup pada bayi baru lahir dan mengidentifikasi bayi baru

lahir yang memerlukan resusitasi.


Menggunakan skor APGAR.
Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir.
4. Tersedianya ruang hangat, bersih, dan bebas asap untuk persalinan.
5. Adanya perlengkapan dan peralatan untuk perawatan yang bersih dan aman bagi bayi
baru lahir, seperti air bersih, sabun dan handuk bersih, sabun dan handuk bersih, dua
handuk / kain hangat yang bersih ( satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk
menyelimuti bayi ), sarung tangan bersih dan DTT, termometer bersih / DTT dan jam.
6. Tersedia alat resusitasi dalam keadaan baik termasuk ambubag bersih dalam keadaan
berfungsi baik, masker DTT ( ukuran 0 - 1 ), bola karet penghisap atau penghisap DeLee
steril / DTT.
7. Kartu ibu, kartu bayi dan patograf.
8. Sistem rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang efektif.
Proses :
Bidan harus :
1.

Selalu cuci tangan dan gunakan tangan bersih / DTT sebelum menangani bayi baru
lahir. Ikuti praktek pencegahan infeksi yang baik pada saat merawat dan melakukan
resusitasi pada bayi baru lahir.

2.

Ikuti langkah pada standar 13 untuk perawatan segera bayi baru lahir.

3.

Selalu waspada untuk melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap kelahiran bayi,
siapkan semua peralatan yang diperlukan dalam keadaan bersih, tersedia dan berfungsi
dengan baik.

4.

Sagera setelah bayi lahir, nilai keadaan bayi, letakkan di perut ibu dan segera keringkan
bayi dengan handuk bersih yang hangat. Setelah bayi kering, selimuti bayi termasuk
bagian kepalanya dengan handuk baru yang bersih dan hangat.

5.

Nilai bayi dengan cepat untuk memastikan bahwa bayi bernafas / menangis sebelum
menit pertama nilai APGAR, jika bayi tidak menangis dengan keras, bernafas dengan
lemah atau bernafas cepat dangkal, pucat atau biru dan / atau lemas.

Baringkan terlentang dengan benar pada permukaan yang datar, kepala sedikit
ditengadahkan agar jalan nafas terbuka. Bayi harus tetap diselimuti ! Hal ini penting
sekali untuk hipotermi pada bayi baru lahir.

Hisap mulut dan kemudian hidung bayi dengan lembut dengan karet penghisap DTT
atau penghisap DeLee DTT / steril.

Berikan stimulasi taktil dengan lembut pada bayi. Nilai ulang keadaan bayi. Jika bayi
mulai menangis atau bernafas dengan normal, tidak diperlukan tindakan lanjutan.
Lanjutkan dengan perawatan bagi bayi baru lahir yang normal bayi tetap tidak bernafas
dengan normal atau menangis, teruskan dengan ventilasi.

6.

Melakuan ventilasi pada bayi baru lahir :

Ventilasi bayi selama 1 menit, lalu hentikan, nilai dengan cepat apakah bayi bernafas
spontan dan tidak ada pelekukan dada atau dengkuran, tidak diperlukan resusitasi lebih
lanjut. Teruskan dengan langkah awal perawatan bayi baru lahir.

7.

Lanjutkan ventilasi sampai tiba di tempat rujukan, atau sampai keadaan bayi membaik
atau selama 30 menit.

8.

Kompresi dada :

Jika memungkinkan, dua tenaga kesehatan diperlukan untuk melakukan ventilasi dan
kompresi dada.

Kebanyakan bayi akan membaik hanya dengan ventilasi.

Jika ada daua tenaga kesehatan terampil dan pernafaasan bayi lemah atau kurang dari
30 kali / menit dan detak jantung kurang dari 60 kali / menit setelah ventilasi selama 1
menit, tenaga kesehatan yang kedua dapat mulai melakukan kompresi dada dengan
keceepatan 3 kompresi dada berbanding 1 ventilasi.

Harus berhati hati pada saat melakukan kompresi dada, tulang rusuk bayi masih
peka dan mudah patah, jantung dan paru paru nya mudah terluka.

Lakukan tekanan pada jantung dengan cara meletakkan kedua jari tepat dibawah
garis puting bayi di tengah dada ). Dengan jari jari lurus, tekan dada sedalam 1 1,5
cm.

9.

Setelah bayi bernafas dengan normal, periksa sushu, jika dibawah 365 0C, atau
punggung sangat hangat, lakukan penghangatan yang memadai, ikuti standar 13.

10. Perhatikan warna kulit bayi, pernafasan, dan nadi bayi selama 2 jam. Ukur suhu tubuh
bayi setiap jam hingga normal ( 36 5 -37 5 0 C ).
11. Jika kondisinya memburuk, rujuk ke fasilitas rujukan terdekat, dengan tetap melakukan
penghangatan.
12. Pastikan pemantauan yang sering pada bayi selama 24 jam selanjutnya. Jika tanda
tanda kesulitan bernafas kembali terjasi, persiapkan untuk membawa bayi segera ke
rumah sakit yang paling tepat.
13. Ajarkan pada ibu, suami / keluarganya tentang bahaya dan tanda tanda nya pada bayi
baru lahir. Anjurkan ibu, suami / keluarganya agar memperhatikan bayinya dengan baik
10

baik. Jika ada tanda tanda sakit atau kejang, bayi harus segera dirujuk ke rumah sakit
atau menghubungi bidan secepatnya.
14. Catat dengan seksama semua perawatan yang diberikan.
Riset membuktikan :

Hipotermi dapat memperburuk asfiksia.

Bayi jangan dujungkir, karena dapat mengakibatkan perdarahan otak hebat.

Bayi tidak perlu diperlakukan secara kasar atau ditepuk telapak kakinya untuk
merangsang pernafasan.

Tindakan yang tidak dianjurkan dan akibat yang ditimbulkannya :


Tindakan :

Menepuk bokong.

Menekan rongga dada.

Menekan paha ke perut bayi.

Mendilatasi sfingterani.

Kompres dingin / panas.

Meniupkan oksigen atau udara dengan ke muka atau tubuh bayi.

Akibat :

Trauma dan melukai.

Faraktur, pnemotoraks, gawat nafas, kematian.

Ruptura hati / limpa, perdarahan.

Robekan atau luka pada sfingter.

Hipotermi, luka bakar.

Hipotermi.

Prinsip prinsip Resusitasi :

Airway / saluran nafas :

Bersihkan jalan nafas dahulu.

Breath / nafas :

Lekukan bantuan pernafasan sederhana. Kebanyakan bayi akan membaik hanya dengan
ventilasi.

Circulation / sirkulasi :

Jika tidak ada / nadi dibawah 60, lakukan pijatan jantung, dua tenaga kesehatan terampil
diperlukan untuk melakukan terampil diperlukan untuk melakukan kompresi dada dan
ventilasi.
Ingat !
11

Jangan lupa keadaan ibu.


Selalu siap untuk melakukan resusitasi, tidak mungkin memperkirakan kapan tindakan

tersebut dilakukan.
Nilai pernafasan setiap bayi baru lahir segera setelah pengeringan dan sebelum menit

pertama nilai APGAR.


Klem dan potong tali pusat dengan cepat.
Jaga bayi tetap hangat selama dan sesudah resusitasi.
Buka jalan nafas, betulkan letak kepala bayi dan lakukan penghisapan pada mulut, baru

kemudian hidung.
Ventilasi dengan kentungan yang bisa mengembang sendiri dan masker yang lembut atau
sungkup, gunakan ukuran masker yang sesuai.

Pengertian Dan Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir


A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu
hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau
sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau
segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan
bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin
timbul. (Wiknjosastro, 1999)
B. Etiologi / Penyebab Asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
12

Preeklampsia dan eklampsia

Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

Partus lama atau partus macet

Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat

Lilitan tali pusat

Tali pusat pendek

Simpul tali pusat

Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)

Kelainan bawaan (kongenital)

Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk


menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus
dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi.
Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong)
tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap
melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu
periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha
bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat
ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa
pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut
13

dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen
tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem
sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia

Tidak bernafas atau bernafas megap-megap

Warna kulit kebiruan

Kejang

Penurunan kesadaran

D. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin.
Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada
kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya

14

asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)
E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan
tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya
resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai
pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :

Penafasan

Denyut jantung

Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat
keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa
bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan
kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).

15

DAFTAR PUSTAKA
www.gobookee.org/standar-pelayanan-kebidanan/
Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC
JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir
Jakarta. Pusdiknakes.
JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan
Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.
Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC
Motherhood, safe, 2003. Modul sepsis puerperalis. Buku kedokteran. EGC

16

You might also like