You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kasus stroke di Indonesia menunjukkan peningkatan, baik dalam kejadian,
kecacatan, maupun kematian. Insidens stroke sebesar 51.6/100.000 penduduk.
Sekitar 4.3% penderita stroke mengalami kecacatan yang memberat. Angka
kematian berkisar antara 15-27% pada semua kelompok usia. Stroke lebih
bannyak dialami laki-laki dibandingkan perempuan. Jumlah penderita stroke
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. (kapita selekta)

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi
Stroke menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah
suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(atau global), dengan gejala gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler.
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan
otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu
kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak

1 | Stroke Iskemik

2.2 Epidemiologi
Kasus stroke di Indonesia menunjukkan peningkatan, baik dalam
kejadian, kecacatan, maupun kematian. Insidens stroke sebesar 51.6/100.000
penduduk. Sekitar 4.3% penderita stroke mengalami kecacatan yang
memberat. Angka kematian berkisar antara 15-27% pada semua kelompok
usia. Stroke lebih bannyak dialami laki-laki dibandingkan perempuan. Jumlah
penderita stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
2.3Faktor Resiko
Stroke disebabkan oleh banyak faktor, yang sebagian besar
sesungguhnya bisa dikendalikan. Virgil Brown, MD, dari Emory University,
Atlanta, menyatakan bahwa stroke merupakan akibat dari life style (gaya
hidup) manusia modern yang tidak sehat. Hal ini tampak pada perilaku
mengonsumsi makanan yang tinggi kolesterol dan rendah serat, kurang dalam
aktivitas fisik serta berolahraga, akibat stress/ kelelahan, konsumsi alkohol
berlebihan, kebiasaan merokok. Berbagai faktor risiko itu selanjutnya akan
berakibat pada pengerasan pembuluh arteri (arteriosklerosis), sebagai pemicu
stroke (Diwanto, 2009).
Menurut The WHO Task Force on Stroke and other Cerebrovascular
Disorders (1988), faktor risiko stroke iskemik adalah: (1) hipertensi, (2)
diabetes mellitus, (3) penyakit jantung, (4) serangan iskemik sepintas (TIA),
(5) obesitas, (6) hiper-agregasi trombosit, (7) alkoholism, (8) merokok, (9)
peningkatan kadar lemak darah (kolesterol, trigliserida LDL), (10) 17
hiperurisemia, (11) infeksi, (12) faktor genetik atau keluarga, dan (13) lainlain
(migren, suhu dingin, kontrasepsi tinggi estrogen, status sosio-ekonomi,
hematokrit, peningkatan kadar fibrinogen, proteinuria dan intake garam
berlebih).
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi termasuk usia, jenis
kelamin, dan hereditas. Walaupun faktor ini tidak dapat diubah, namun tetap

2 | Stroke Iskemik

berperan sebagai pengidentifikasi yang penting pada pasien yang berisiko


terjadinya stroke, di mana pencarian yang agresif untuk kemungkinan faktor
risiko yang lain sangat penting (Gofir, 2009)
2.3.1 Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi
a. Usia
Siapa pun tidak akan pernah bisa menaklukkan usia. Sudah menjadi
rahasia umum bahwa usia itu kuasa Tuhan. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa 2/3 serangan stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun.
Meskipun demikian, bukan berarti usia muda atau produktif akan terbebas
dari serangan stroke (Wiwit S., 2010).
b. Jenis Kelamin
Penelitian menunjukkan bahwa pria lebih banyak terkena stroke daripada
wanita, yaitu mencapai kisaran 1,25 kali lebih tinggi. Namun anehnya,
justru lebih banyak wanita yang meninggal dunia karena stroke. Hal ini
disebabkan pria umumnya terkena serangan stroke pada usia muda.
Sedangkan, para wanita justru sebaliknya, yaitu saat usianya sudah tinggi
(tua) (Wiwit S., 2010).
c. Garis Keturunan
Terdapat dugaan bahwa stroke dengan garis keturunan saling berkaitan.
Dalam hal ini, hipertensi, diabetes, dan cacat pada pembuluh darah
menjadi faktor genetik yang berperan. Cadasil, yaitu suatu cacat 18 pada
pembuluh darah dimungkinkan merupakan faktor genetik yang paling
berpengaruh. Selain itu, gaya hidup dan pola makan dalam keluarga yang
sudah menjadi kebiasaan yang sulit diubah juga meningkatkan resiko
stroke (Wiwit S., 2010).
d. Asal Usul Bangsa

3 | Stroke Iskemik

Berdasarkan literatur, bangsa Afrika, Asia, dan keturunan Hispanik lebih


rentan terkena serangan stroke (Wiwit S., 2010).
e. Kelainan Pembuluh Darah (Atrial Fibrillation)
Kelainan ini adalah suatu kondisi ketika salah satu bilik jantung bagian
atas

berdetak

tidak

sinkron

dengan

jantung. Akibatnya,

terjadi

penggumpalan darah yang menyebabkan sumbatan pembuluh darah.


Gumpalan darah tersebut akan terbawa sampai ke pembuluh darah otak
dan menyebabkan stroke. Hasil penelitian menunjukkan, sebanyak 20%
stroke disebabkan oleh kelainan itu. Kelainan pembuluh darah ini dapat
dikontrol dengan obat atau operasi (Wiwit S., 2010).
2.3.1 Faktor yang Dapat Dimodifikasi
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke,
baik stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Peningkatan risiko stroke
terjadi seiring dengan peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai
pasti korelasi antara peningkatan tekanan darah dengan risiko stroke,
diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg
tekanan darah sistolik, dan sekitar 50% kejadian stroke dapat dicegah
dengan pengendalian tekanan darah (Indiana Stroke Prevention Task Force
January 2006/ Updated, 2007). Beberapa peneliti melaporkan bahwa
apabila hipertensi tidak diturunkan pada saat serangan stroke akut dapat
mengakibatkan edema 19 otak, namun berdasarkan penelitian dari
Chamorro menunjukkan bahwa perbaikan sempurna pada stroke iskemik
dipermudah oleh adanya penurunan tekanan darah yang cukup ketika
edema otak berkembang sehingga menghasilkan tekanan perfusi serebral
yang adekuat (PERDOSSI, 2007).
b. Diabetes Melitus
Orang dengan diabetes melitus lebih rentan terhadap aterosklerosis dan
peningkatan prevalensi proaterogenik, terutama hipertensi dan lipid darah
4 | Stroke Iskemik

yang abnormal. Pada tahun 2007 sekitar 17,9 juta atau 5,9% orang
Amerika menderita diabetes. Berdasarkan studi case control pada pasien
stroke dan studi epidemiologi prospektif telah menginformasikan bahwa
diabetes dapat meningkatkan risiko stroke iskemik dengan risiko relatif
mulai dari 1,8 kali lipat menjadi hampir 6 kali lipat. Berdasarkan data dari
Center for Disease Control and Prevention 1997-2003 menunjukkan
bahwa prevalensi stroke berdasarkan usia sekitar 9 % stroke terjadi pada
pasien dengan penyakit diabetes pada usia lebih dari 35 tahun (Goldstein
et al, 2011).
c. Dislipidemia
Terdapat 4 penelitian case-control yang melaporkan kaitan antara
hiperkolesterolemia dan risiko PIS (perdarahan intraserebral). Odds Ratio
keseluruhan untuk kolesterol yang tinggi adalah 1,22 (95% CI: 0,562,67),
di mana penyelidikan terhadap penelitian kohort melaporkan kaitan antara
hiperkolesterolemia dan PIS; semuanya meneliti kadar kolesterol serum
total. Leppala el al. (1999) menemukan RR adjusted PIS sebesar 0,20
(95% CI: 0,10-0,42) untuk kadar kolesterol > 7,0 mmol/L dibandingkan
dengan kadar kolesterol < 4,9 mmol/L (Ariesen et al., 2003).
d. Merokok
Tingkat kematian penyakit stroke karena merokok di Amerika Serikat
pertahunnya diperkirakan sekitar 21.400 (tanpa ada penyesuaian untuk
faktor resiko) dan 17.800 (setelah ada penyesuaian), ini menunjukkan
bahwa rokok memberikan kontribusi terjadinya stroke yang berakhir
dengan kematian sekitar 12% sampai 14% (Goldstein et al, 2011).
e. Pemakaian Alkohol
Sebuah meta-analisis terhadap 35 penelitian dari tahun 1966 hingga 2002
melaporkan bahwa dibandingkan dengan bukan pengguna alkohol,
individu yang mengkonsumsi < 12 g per hari (1 minuman standar) alkohol
memiliki adjusted RR yang secara signifikan lebih rendah untuk stroke

5 | Stroke Iskemik

iskemik (RR: 0,80; 95% CI: 0,67 hingga 0,96), demikian juga individu
yang mengkonsumsi 12 hingga 24 g per hari (1 hingga 2 standar minum)
alkohol (RR: 0,72; 95% CI: 0,57). Tetapi, individu yang mengkonsumsi
alkohol >60 g per hari memiliki adjusted RR untuk stroke iskemik yang
secara signifikan lebih tinggi (RR: 1,69; 95% CI: 1,3 hingga 2,1) (Hankey
et al., 2006).
f. Obesitas
Sebuah penelitian kohort observasional prospektif terhadap 21.144 laki
laki Amerika Serikat yang di follow-up selama 12,5 tahun (rerata) untuk
kejadian 631 stroke iskemik menemukan bahwa BMI 30 kg/mm3
berhubungan dengan adjusted relative risk (RR) sroke iskemik sebesar 2,0
(95% CI: hingga 2,7) dibandingkan dengan laki laki dengan BMI < 30
kg/mm3 (SeungHan et al., 2003).
g. Serangan Iskemik Sepintas (TIA)
Dennis et al. (1989) meneliti risiko stroke rekuren pada pasien dengan TIA
dan stroke minor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 21 risiko stroke
rekuren dan atau kematian lebih tinggi pada minor ischemic stroke (stroke
iskemik ringan) walaupun perbedaan yang signifikan hanya pada
kematian. Perbedaan prognosis yang tampak mungkin disebabkan karena
prognosis yang baik pada pasien dengan amaurosis fugax di antara pasien
dengan transient ischemic attack.
h. Penyakit Jantung
Atrial fibrilasi (AF) merupakan gangguan irama yang banyak menyerang
pria dewasa, AF ditemukan pada 11,5% populasi di negaranegara barat
dan merupakan salah satu faktor risiko independen stroke. AF dapat
menyebabkan risiko stroke atau emboli menjadi 5 kali lipat daripada
pasien tanpa AF. Kejadian stroke yang didasari oleh AF sering diikuti
dengan peningkatan morbiditas, mortalitas, dan penurunan kemampuan
fungsi daripada stroke karena penyebab yang lain. Risiko stroke karena AF

6 | Stroke Iskemik

meningkat jika disertai dengan beberapa faktor lain, yaitu jika disertai usia
> 65 tahun, hipertensi, diabetes melitus, gagal jantung, atau riwayat stroke
sebelumnya seperti yang dikategorikan dalam CHAD. Pada CHAD umur
>65 tahun, gagal jantung, hipertensi, dan DM dinilai 1 point setiap kali
ditemukan dan riwayat stroke atau emboli sebelumnya dinilai 2 point
(Gage et al., 2004).
i. Peningkatan Kadar Hematokrit
Berdasarkan penelitian La Rue et al. (1987), pasien dengan kadar
hematokrit tinggi memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena infark
lakuner, tetapi tidak untuk stroke oleh karena trombus atau emboli atau
stroke perdarahan. Diduga kenaikan hematokrit akan meningkatkan
viskositas darah dan ada hubungan terbalik antara viskositas dengan aliran
darah otak. ADO yang rendah viskositas yang tinggi berakibat konsumsi
oksigen oleh jaringan otak akan berkurang, dan jelas lebih 22 rendah pada
daerah yang disuplai oleh arteriarteri yang kecil yang tidak memiliki
kolateral seperti yang terjadi pada infark lakunar. Dalam penelitian
tersebut juga ditemukan kenaikan hematokrit secara signifikan disertai
kenaikan tekanan darah sistolik.
j. Peningkatan Kadar Fibrinogen
Penelitian metaanalisis (Rothwell., 2004) terhadap 3 penelitian prospektif
dengan 5.113 pasien TIA dan stroke iskemik minor yang di followup
selam 5 tahun mengungkapkan bahwa kadar fibrinogen pasien di atas
median berhubungan dengan risiko stroke iskemik, dibandingkan dengan
kadar fibrinogen yang berada di bawah median (HR: 1,34; 95% CI: 1,13
hingga 1,60). Terdapat hubungan lebih kuat pada pasien dengan sindrom
lakunar (HR: 1,42; 95% CI: 1,131,78) dibandingkan lakunar (HR: 1,09;
95% CI: 0,80 hingga 1,49) tetapi hasilnya tidak terlalu signifikan (p =
0,018).
k. Migren

7 | Stroke Iskemik

Migren dan penyakit serebrovaskuler memiliki hubungan dalam cara yang


berbeda. Migren merupakan kemungkinan penyebab untuk stroke seperti
dalam migrainous infarction. Nyeri kepala mungkin adalah sebuah gejala
dari penyakit serebrovaskuler dan juga faktor risiko untuk stroke. Banyak
gangguan serebrovaskuler seperti perdarahan serebri, trombosis sinus
vena, diseksi arteri karotis atau vertebralis, dan stroke iskemik yang
mungkin muncul dengan atau diikuti nyeri kepala. Konsep stroke yang
dipicu migrain telah digambarkan dengan baik oleh migrainous infarction,
yang telah dijelaskan dengan baik dalam klasifikasi International
Headache Society (IHS) yang telah direvisi, dan mewakili gambaran
paling kuat hubungan antara stroke iskemik dan migren adalah patent
foramen ovale (PFO) yang mungkin memainkan sebuah peranan
patogenesis 23 dalam kedua gangguan ini. Hubungan antara migren dan
artery dissection (CAD) dilaporkan di dalam beberapa penelitian terbaru.
Migren lebih sering pada pasien dengan CAD. Hal ini mendukung
hipotesis bahwa penyakit dinding arteri yang mendasari mungkin adalah
kondisi menyebabkan predisposisi untuk migren (Agostoni et al., 2004).
2.4 Patofisiologi
Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi arteri di otak, yang dapat
disebabkan trombosis maupun emboli. Trombosis merupakan obstruksi aliran
darah akiba penyempitan lumen pembuluh darah atau sumbatan. Penyebab
tersering adalah aterosklerosis. Gejala biasanya memberat secara bertahap.
Emboli disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah dari tempat yang lebih
proksimal. Emboli bukan biasanya bersumber dari jantung atau arteri bbesar
seperti aorta a. Karotis, atau a. Vertebralis. Gejalanya biasanya langsung
memberat atau hanya sesaat untuk kemudian menghilang lagi seketika saat
emboli terlepas ke arah distal, seperti pada TIA.
2.5 Manifestasi Klinis

8 | Stroke Iskemik

- Defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, hemihipestesia, afasia, disfagia,


gangguan kesadaran, dan sebagainya.
- Pada stroke iskemik gejala klinis biasanya lebih tenang, jarang terdapat
tanda-tanda peningkatan TIK. Kecuali jika terjadi oklusi di arteri besar atau
terjadi hipoksia yang cukup berat sehingga menyebabkan edema. Adanya
edema akan meningkatkan TIK, sehingga pasien juga dapat mengalami sakit
kepala dan penurunan kesadaran.
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang.

Anamnesis
- Gejala yang mendadak pada saat awal, lamanya awitan, dan
-

aktivitas saat serangan.


Deskripsi gejala yang muncul beserta kelanjutannya: progresif

memberat, perbaikan, atau menetap.


Gejala penyerta: penurunan kesadaran, nyeri kepala mual, muntah,
rasa berputar, kejang, gangguan penglihatan, atau gangguan fungsi

kognitif.
Ada tidaknya faktor resiko stroke.

Pemeriksaan Fisis
- Tanda vital
- Pemeriksaan kepala dan leher (mencari cedera kepala akibat jatuh,
-

bruit karotis, peningkatan tekanan vena jugularis, dan lain-lain).


Pemeriksaan fisis umum.
Pemeriksaan neurologis meliputi:
Pemeriksaan kesadaran
Pemeriksaan nervus kranialis
Pemeriksaan kaku kuduk (biasanya positif pada perdarahan

subarakhnoid):
Pemeriksaan motorik, refleks, dan sensorik;
Pemeriksaan fungsi kognitif sederhana berupa ada
tidaknya afasia atau dengan pemeriksaan mini mental state
examination (MMSE) saat di ruangan.

9 | Stroke Iskemik

Pemeriksaan Penunjang
- Elektrokardiografi;
- Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, hemostasis,
-

gula darah, urinalisis, analisis gas darah, dan elektrolit):


Foto toraks: untuk melihat adanya gambaran kardiomegali sebagai

penanda adanya hipertensi untuk faktor resiko stroke


CT scan / MRI: gambaran hipodens/hipotens didapatkan pada
stroke iskemik dan hiperdens/hipertens pada stroke hemoragik

pada T1W1.
Transcranial doppler (TCD) dan doppler karotis, antara lain untuk
melihat adanya penyumbatan dan patensi dinding pembuluh darah

sebagai resiko stroke.


Analisis cairan serebrospinal jika diperlukan.

2.7 Tatalaksana Umum


a. stabilisasi jalan nafas dan pernafasan. Oksigen diberikan apabila
saturasi <95% intubasi endotrakeal dilakukan yang mengalami hipoksia, syok
dan resiko mengalami aspirasi.
b. stabilisasi hemodinamik dengan cara:
- cairan kristaloid dan koloid intravena, hindari cairan hipotonik
- optimalisasi tekanan darah. Target tekanan darah sistol berkisar 140
mmHg
c. pemeriksaan awal fisis umum
d. pengendalian peningkatan tekanan intracranial (TIK). Hal-hal yang
dapat dikerjakan pada pasien dengan kecurigaan peningkatan TIK antara lain:
- elevasi kepala 20-300
- Posisi pasien jangan menekan vena jugularis
- hindari pemberian cairan glukosa, cairan hipotonik dan hipertermi
10 | S t r o k e I s k e m i k

- jaga normovolemia
- osmoterapi dengan indikasi:
Manitol 0.25 0.5 gr / kgBB diberikan selama >20 menit diulangi
setiap 4-6 jam dengan target <310 mOsm/L
Berikan furosemid dengan dosis inisial 1mg/kgBB intravena
-

Paralisis neuromuskular dan sedasi


Drainasi ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemi serebellum
e. penanganan transformasi hemoragik
f. penanganan kejang, bila kejang berikan diazepam 5-20mg bolus
lambat intravena diikuti oleh fenitoin dengan dosis 1520mg/kgBB
g. pengendalian suhu
Tatalaksana khusus stroke iskemik
a. Stroke iskemik
1. Tatalaksana hipertensi
2. Tatalaksana hipoglikemi dan hiperglikemi
3. Trombolisis pada stroke akut
Recombinan tissue plasminogen activator (rTPA) dengan
dosis 0.9mg / kkgBB (maksimal 90mg) direkomendasikan
pada pasien dengan persentasi stroke 3-4 jam.
4. Antitrombosit
Aspirin dengan dosis awal 325mg dalam 24-48jam setelah
awitan stroke. Pada pasien yang alergi terhadap aspirin
atau telah mengkonsumsi aspirin secara teratur berikan
clopidogrel 75mg/hari
5. Obat neuroprotektor
Sampai saat ini belum menunjukan hasil yang efektif.
Namun saat ini citicolin memberikan manfaat pada stroke
akut dosis awal 1000mg intravena selama 3hari dilanjutkan
2x1000 mg PO selama 3 minggu
b.perdarahan intraserebral
1. diagnosis dan penilaian gawat darurat:

11 | S t r o k e I s k e m i k

CT scan dan MRI. Untuk membedakan stroke iskemik dan


perdarahan
Apabila dicurigai
malformasi

terdapat

vaskular

dan

lesi
tumor

struktural
dapat

seperti

dilakukan

pemeriksaan angiografi CT dan venografi CT


2. tatalaksana medis perdarahan intracranial meliputi:
penggantian faktor koagulasi dan trombosit jika pasien
mengalami defisiensi apabila terdapat gangguan koagulasi
dapat diberikan:
- vitakmin K 10mg pada pasien dengan INR meningkat
- plasma segar beku 2-6 unit

heparin subkutan dapat diberikan apabila perdarahan telah berhenti

sebagai pencegahan tromboemboli vena


3. kontrol tekanan darah dan glukosa darah
4. pemberian antiepilepsia apabila terdapat kejang
5. prosedur atau operasi
indikasi operasi bekuan darah secepatnya
perdarahan serebellum dengan perburukan neurologis
adanya kompresi batang otak
Penatalaksanaan tekanan darah
a. pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar
15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah
awitan, apabila tekanan darah sistolik >220mmHg atau tekanan
darah diastolik lebih dari >120mmHg. Pada pasien stroke iskemik
yang akan diberikan terapi trombonolitik (rTPA) tekanan darah
diturunkan <185mmHg dan tekanan diastolik <110mmHg
selanjutnya tekanan darah harus dipantau. TDS <180mmHg dan
TTD <105mmHg selama 24 jam setelah pemberian rTPA
antihipertensi yang digunakan adalah labetolol, nitropruside,
nikardipin.
b. Pada pasien

stroke

perdarahan

intraserebral

akut.

TDS

>200mmHg (MAP >150) diturunkan dengan antihipertensi


12 | S t r o k e I s k e m i k

intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap


15 menit
- apabila TDS >180mmHg disertai dengan tanda dan gejala
peningkatan TIK tekanan darah diturunkan dengan antihipertensi
IV secara kontinu
- apabila TDS >180mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan TIK tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga tekanan darah
160/90mmHg
c. penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan
tekanan darah pada penderita stroke perdarahan intraserebral
d. pemakaian obat hipertensi golongan penyekat beta, kanal
kalsium intravena digunakan dalam upaya diatas
e. hidralazin dan nitropruside tidak digunakan karna dapat
meningkatkan tekanan TIK
2. penatalaksanaan hipotensi
Hipotensi arterial pada stroke akut berhubungan dengan
buruknya keluaran neurologis, terutama bila tekanan

sistolik <100mmHg atau tekanan diastolik <70mmHg


Oleh karena itu hipotensi pada stroke akut harus dicari
penyebab hipotensinya terutama diseksi aorta, hipovolemi,
perdarahan dan penurunan curah jantung karna iskemia,

miokardia atau aritmia.


Penggunaan obat vasopresor dapat diberikan dalam bentuk
infus dan disesuaikan dengan efek samping yang akan
ditimbulkan seperti takikardi. Obat-obat yang digunakan
antara lain: fenilefrin, dopamin, norepinefrin pemberian
diawali dengan dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan
darah optimal yaitu TDS sekitar 140mmHg pada kondisi
akut stroke
Penatalaksanaan Gula Darah

13 | S t r o k e I s k e m i k

Pada kasus stroke, pengaturan gula darah menjadi penting


karna hiperglikemi berhubungan dengan luasnya volume
infark dan gangguan kortikal serta memperburuk keadaan

pasien. Secara umum, hindari kadar gula darah >180mg/dl


Kadar gula >180mg/dl diturunkan dengan infus Nacl 0.9%
Hindari penggunaan larutan glukosa dalam 24 jam pertama

setelah stroke
Hipoglikemi (<50mg/dl) mungkin akan memperlihatkan
gejala mirip dengan stroke infark dan dapat diatasi dengan
pemberian bolus dextrose atau infus glukosa 10-20%

sampai kadar gula darah 80-110mg/dl


Insulin digunakan pada stroke akut dengan DM tipe I
maupun II tapi tidak dapat digunakan untuk stroke lakuna
Gula darah diperiksa 1jam sekali selama 4jam pertama,
kemudian apabila stabil dapat diperiksa 2jam sekali. Infus
insulin dapat diturunkan apabila gula darah stabil.
Rehabilitasi Stroke
Rehabilitasi perindividu sesuai dengan derajat dan jenis
kecacatan, mungkin membutuhkan program rawat inap dan
dianjurkan

dirumah

atau

rawat

jalan

multidisipliner rehabilitasi stroke meliputi:


Penilaian disfagia dan modifikasi diet
Rehabilitasi komunikasi
Penilaian kognitif dan psikologis
Program olahraga terapeutik
Penialain ambulasi dan evaluasi alat bantu jalan
Rehabilitasi vokasional

BAB III
PENUTUP

14 | S t r o k e I s k e m i k

pendekatan

3.1 Kesimpulan
Penggolongan suatu obat ke dalam jenis sedatif-hipnotika menunjukkan
bahwa kegunaan terapeutik utamanya adalah menyebabkan sedasi (dengan
disertai hilangnya rasa cemas) atau menyebabkan kantuk. Ada berbagai variasi
kimiawi dalam kelompok ini, dan inilah contoh klasifikasi obat yang didasarkan
pada penggunaan klinisnya daripada persamaannya di dalam struktur kimia atau
mekanisme kerjanya. Kecemasan dan gangguan tidur merupakan hal yang biasa
terjadi, dan sedatif-hipnotika adalah di antara jenis obat yang telah diresepkan
secara meluas di seluruh dunia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung, Bertram G. 2002. Famakologi Dasar dan Klinik. (Terjemahan).


15 | S t r o k e I s k e m i k

Jakarta: Salemba Medika.


2. Kee, Joyce L., Hayes, Evelyn R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses
Keperawatan. (Terjemahan). Jakarta: EGC.
3. Rahmadarni, Arita. 2011. Penggolongan dan Mekanisme Kerja Obat
Antiansietas dan Antidepresan. (Online). Diambil dari:
https://www.academia.edu/8106042/TUGAS_FARMAKOLOGITOKSIKOLOGI_I_Penggolongan_dan_Mekanisme_Keja_Obat_An
ti_Ansietas_dan_Anti_Depresan_Disusun_Oleh_PROGRAM_STU
DI_FARMASI_FAKULTAS_MATEMATIKA_DAN_ILMU_PENG
ETAHUAN_ALAM (14 Juni 2016).
4. Sukandar, Elin Yulinah., dkk. 2010. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT ISFI
Penerbitan.
5. Syarif Amir., dkk. 2013. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.

16 | S t r o k e I s k e m i k

You might also like