You are on page 1of 11

PEMAKAIAN PREPARAT ANTIFIBROTIK PADA

OPERASI TRABEKULEKTOMI
Tujuan operasi filtrasi trabekulektomi pada glaukoma adalah untuk membuat
aliran akuos humour yang permanen dari kamera okuli anterior ke ruangan
subkonyungtiva. Prosedur ini di disain untuk melewati hambatan patologis aliran akuos
yang terjadi pada glaukoma. Apabila operasi berhasil maka akan dihasilkan bleb filtrasi
yang baik, dimana ini akan membantu menurunkan tekanan intra okuler (IOP). 18
Penyebab utama kegagalan operasi filtrasi adalah penyembuhan pada tempat
pembedahan yang kurang baik, dimana terjadi fibrosis atau sikatrik yang berlebihan
subkonyungtiva sehingga menghambat penyembuhan luka. Kortikosteroid merupakan
preparat antifibrotik yang pertama kali digunakan, berfungsi untuk mencegah kegagalan
bleb dengan membantu mempercepat proses penyembuhan luka. Sebuah penelitian dari
kultur jaringan pada fibroblas kapsula tenon menunjukkan bahwa kortikosteroid dan anti
inflamasi non steroid dapat menghambat perlengketan sel dan juga menghambat
proliferasi. 1,7,16,18,19
Banyak penelitian telah membuktikan adanya 2 obat utama yang dapat dipakai
sebagai antifibrotik, yaitu 5-fluorourasil dan mitomycin-C sebagai terapi tambahan pada
operasi filtrasi untuk glaukoma yang lanjut. Agen antifibrotik ini menghambat proliferasi
fibroblas dan pemperbaiki penyembuhan luka sehingga terbukti signifikan untuk
meningkatkan keberhasilan trabekulektomi. Mitomycin-C diketahui 100 kali lebih poten
dari 5-fluorourasil. 4,7,13,16,18
Obat lain yang juga sudah mulai diteliti sebagai antimetabolit topikal adalah
cyclosporine. Turacli et al

21

melakukan penelitian pemakaian cyclosporine topikal pada

pasien yang dilakukan trabekulektomi, ternyata hasilnya cukup aman dan efektif. Tetapi
masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk cyclosporine dapat dipakai sebagai terapi
tambahan pada operasi filtrasi glaukoma.
Penggunaan antifibrotik diindikasikan pada pasien-pasien yang mempunyai risiko
tinggi kegagalan operasi filtrasi, antara lain: penderita muda Afrika-Amerika (kulit
hitam), mempunyai IOP sebelum operasi 20 mmHg atau lebih, mendapatkan 2 macam

atau lebih obat-obatan glaukoma sebelum operasi, afakia/pseudofakia, uveitis dan adanya
neovaskularisasi pada segmen anterior. 7,17,18
Penggunan antifibrotik meningkatkan angka kesuksesan operasi filtrasi, tetapi
juga menimbulkan angka komplikasi yang cukup tinggi. Frekuensi terjadinya komplikasi
operasi filtrasi tergantung tehnik yang digunakan, bila trabekulektomi dilakukan tanpa
pemakaian antimetabolit 8,3-28% terjadi komplikasi, trabekulektomi yang ditambahkan
dengan 5-FU 2,6-18,7% dan trabekulektomi dengan mitomycin-C 0-29%. Komplikasi
yang terjadi seperti bocornya luka, hipotoni dari overfiltrasi, makulopati hipotoni dan
infeksi okuler. 16
Pada makalah ini akan dibicarakan pemakaian agen antifibrotik yang akhir-akhir
ini digunakan secara luas pada operasi filtrasi glaukoma, yaitu Mitomycin-C dan 5fluorourasil beserta komplikasinya.

Kondisi-kondisi yang berperan untuk terjadinya kegagalan operasi


Sebelum operasi
Pasien-pasien yang mempunyai kecenderungan untuk mengalami kegagalan
operasi dan membutuhkan antimetabolite, secara umum oleh Parrish

dikutip dari 7

dibagi ke

dalam 4 kelompok, yaitu :


1. Pasien afakia atau pseudofakia. Masih belum diketahui mengapa pada mata yang
afakia atau pseudofakia mengalami kesukaran untuk mencapai keberhasilan
operasi filtrasi.
2. Usia muda. Pasien yang berusia kurang dari 50 tahun yang juga mengalami afakia
atau pseudofakia, menurut penelitian Gressel dkk angka keberhasilannya hanya 1
dalam 20.
3. Pasien yang mengalami kegagalan operasi filtrasi sebelumnya. Biasanya pada
operasi berikutnya akan mempunyai risiko kegagalan yang lebih tinggi dari yang
biasa.
4. Pasien dengan glaukoma neovaskuler; terlepas dari etiologi neovaskulernya
(diabetes atau oklusi vena retina sentralis)

Faktor lain yang juga memegang peranan penting dalam menyebabkan kegagalan adalah
ras pasien. Penderita kulit hitam cenderung mempunyai tendensi terjadinya sikatrik
yang lebih aktif dan agresif daripada penderita bangsa Kaukasian, dan mempunyai
angka kegagalan yang lebih tinggi. Faktor yang juga berpengaruh adalah sikatrik
konyungtiva yang sudah ada sebelumnya terutama setelah operasi filtrasi, juga bila
adanya reaksi inflamasi yang kuat pada glaukoma sekunder.

Intra operasi
Faktor intra operasi yang mungkin berpengaruh terhadap kegagalan antara lain
adalah: sklerektomi yang dibuat tidak adekuat, iris inkarserata ke dalam luka atau adanya
vitreus di tempat operasi filtrasi.
Pada yang mengalami operasi katarak sebelumnya, bila diseksi konyungtiva
berada tidak cukup jauh di depan dari tempat operasi filtrasi, maka akses ke kamera okuli
mungkin berada di atas korpus siliare dan dapat menyebabkan perdarahan
Mitomycin-C
Mitomycin-C adalah suatu antibiotik- anti tumor yang berasal dari filtrasi
fermentasi Streptomyces caespitosus, pertama kali dikembangkan oleh Hata dkk pada
tahun 1955. Mitomycin-C bekerja menghambat mitosis sel dengan cara memutuskan
rantai sintesa DNA. Mitomycin-C juga mempunyai aksi pada endotel pembuluh darah, .
mempunyai efek angiogenik dan toksik terhadap epitel korpus siliare. Pemakaian
mitomycin-C

pada

bidang

oftalmologi

antara

lain

untuk

operasi

pterigium,

dakriosistorinostomi, fenestrasi selubung saraf optik dan operasi filtrasi pada glaukoma.
12,17

Adalah

Kunitomo

National

Taiwan

University

yang

pertama

kali

memperkenalkan obat ini untuk pemakaian topikal tetes mata guna mencegah kambuhnya
pterigium. Chen pada tahun 1981, seorang bekas mahasiswa Kunitomo yang pertamakali
menggunakan Mitomycin-C intra operasi untuk glaukoma yang membandel. Pasien
pertama ini telah kehilangan 1 matanya pada suatu kecelakaan lalu lintas dan

mendapatkan IOP yang selalu tinggi pada mata tersebut setelah mengalami operasi
katarak, transplantasi kornea dan operasi filtrasi ulangan. 12
Indikasi
Pada tahun 1990 Chen dkk mendemonstrasikan pemakaian Mitomycin-C intra
operasi yang diindikasikan untuk pengobatan pasien yang mengalami pembedahan filtrasi
dengan risiko kegagalan yang tinggi. 12,17,22
Indikasi pemakaian Mitomycin-C dapat disebutkan karena 4 alasan, yaitu :
1. Kegagalan operasi filtrasi sebelumnya
2. Mengalami operasi intra okuler sebelumnya
3. Punya tendensi yang tinggi untuk terjadinya sikatrik, biasanya berhubungan
dengan ras.
4. Adanya reaksi inflamasi yang kuat pada pasien glaukoma sekunder.
Penelitian pada akhir-akhir ini mengindikasikan bahwa penggunaan Mitomycin-C intra
operasi dapat meningkatkan angka keberhasilan trabekulektomi yang pertama pada
penderita glaukoma primer, rata-rata pada kelompok usia yang lebih muda. Berdasarkan
hal itu, ada kemungkinan indikasi pemakaian Mitomtcin-C dapat diperluas sampai
kepada glaukoma pada anak-anak.
Metode, dosis dan lama pemakaian Mitomycin-C
Obat ini berupa bubuk, yang dilarutkan apabila akan digunakan. Karena
merupakan obat yang sangat kuat dan toksik, maka dokter dan juga perawat yang
menyiapkannya mesti dilindungi dengan sarung tangan, kaca mata dan alat pelindung
lainnya. Mitomycin-C ini setelah dilarutkan dapat disimpan di dalam lemari es.
Georgopolous et al telah melakukan penelitian terhadap mitomycin-C yang disimpan
dulu sampai 3 bulan baru dipakai, ternyata efektifivitasnya tidak berubah. 7,11
Beberapa ahli menggunakan mitomycin-C secara rutin tetapi dengan konsentrasi
rendah. Caldwell menggunakannya rutin pada trabekulektomi, sebagaimana yang
digambarkan oleh Palmer dengan hasil yang baik. Solutio 0,2 mg/ml mitomycin-C
disiapkan dengan mencampurkan isi 5 mg vial mitomycin ke dalam 25ml aqua steril;

sebuah Weck cell sponge direndam di dalam larutan mitomycin tersebut dan dipakaikan
langsung pada flap sklera selama 4 menit.
Chen dkk

dikutip

dari

12

dari Taiwan yang pertama kali melaporkan pemakaian

Mitomycin-C pada konsentrasi 0,2-0,4 mg/ml secara adekuat selama 5 menit. Namun
demikian Chen dkk juga menganjurkan pemakaian 0,2 selama 5 menit yang dianggap
merupakan dosis efektif yang paling aman.
Di Amerika utara, pertamakali dilaporkan penggunaan Mitomycin-C dengan dosis
0,5 mg/ml selama 5 menit dan menyebabkan hipotoni yang berat bahkan menyebabkan
makulopati.
Di Departement Ophthalmology National Taiwan University Hospital, dosis
Mitomycin-C intra operasi yang dipakai adalah 0,2-0,3 mg/ml yang diberikan selama 2-5
menit tergantung faktor risiko untuk penutupan bleb nya. Faktor risiko tersebut antara
lain; usia pasien, operasi sebelumnya, lamanya pemakaian obat-obat anti glaukoma dan
tendensi untuk terjadinya sikatrik luka.
Pada pemberian mitomycin-C intraoperatif , jumlah obat yang tertinggal di mata
sangat bervariasi. Karena adanya potensial efek mitomycin-C pada operasi pterigium
sama saperti kemungkinan efek sitotoksik mitomycin-C pada korpus siliare, maka telah
dilakukan pendekatan dengan beberapa penelitian untuk mengontrol dosis mitomycin-C.
Injeksi subkonyungtiva sepertinya menjadi pilihan yang paling praktis dan merupakan
metoda yang paling kurang invasif.
Pada tahun 1992 pertama kali dilaporkan penggunaan secara bersamaan
sklerostomi dan Mitomycin-C sub konyungtiva. Sklerostomi yang dilakukan dengan
THC: YAG laser dan pemberian mitomycin-C subkonyungtiva pada kelinci, lalu IOP dan
daya tahan bleb dimonitor, ternyata cara ini efektif untuk mengontrol filtrasi bleb. Karp et
al pada tahun 1994 juga melaporkan eksperimen yang sama pada kelinci. 12
Pemakaian Mitomycin-C injeksi subkonyungtiva setelah operasi trabekulektomi
pada pasien glaukoma yang membandel telah dilakukan di Taiwan pada tahun 1995.
Dosis yang digunakan adalah 1-3 ug (0,05 ml dari 0,02 mg/ml solutio), 24 jam sampai 5
hari setelah operasi filtrasi. Dengan jarum no.27 disuntikkan dengan jarak lebih dari 1
cm dari limbus untuk mencapai dataran tempat trabekulektomi, lalu mitomycin-C
diinjeksikan ke bawah konyungtiva. Selama masa follow-up lebih dari 12 bulan, yang

diperhatikan adalah IOP dan kondisi bleb yang tetap difus, dan non vaskuler. Komplikasi
sangat minimal. 12
Pertimbangan yang sangat penting sekali dalam menggunakan mitomycin-C sub
konyungtiva adalah dosis optimal mitomtcin-C. Ando et al memperlihatkan bahwa kalau
digunakan mitomycin-C dengan dosis 0,2 mg/ml lalu diikuti dengan pencucian 5 menit
kemudian, maka yang tetap tinggal di mata kurang lebih 3 ug. Pemberian subkonyungtiva
setelah operasi filtrasi sepertinya terlihat lebih aman dan caranya gampang, termasuk
mengontrol dosis nya, mencegah aliran balik intra kamera lewat fistula yang ada (pada
penggunaan

intra operasi) dan memberikan kemudahan untuk melakukan flap

konyungtiva dengan fornix base. Namun demikian prosedur ini dapat menjadi sulit pada
pasien dengan konyungtiva yang sangat tipis atau tebal karena sikatrik, dan mitomycin-C
jadi sulit untuk diletakkan pada lamela infra sklera. 12
Komplikasi
Penelitian yang terdahulu tentang pemakaian mitomycin-C tetes mata pada eksisi
pterigium, potensial memberikan komplikasi sama dengan pemakaian intraokuler. Pada
daerah subtropis seperti Taiwan, rekurensi pterigium sangat umum dan diberikan 0,04 %
mitomycin-C tetes 4 kali sehari. Komplikasi yang dapat terjadi berupa penyembuhan luka
yang jelek, ulkus sklera dan kadang-kadang perforasi, ini terjadi pada fase awal.
Komplikasi serius jangka panjang biasanya terlihat setelah 10 tahun kemudian, yaitu
perlunakan sklera dan skleritis nekrotizing pada tempat asal pterigium. Rubinfeld et al
menyarankan untuk tidak menggunakan mitomycin-C sebagai pencegahan pterigium
rekuren pada pasien dengan tendensi penyembuhan luka yang jelek seperti pada sindroma
sjogren, keratitis herpetik atau keratokonyungtivitis sika. 12,17
Pada penggunaan mitomycin-C intra operasi, komplikasi yang dapat terjadi
berupa erosi kornea bentuk punktat, penyembuhan luka yang jelek atau kebocoran, dan
pemanjangan reaksi luka setelah operasi sehingga dapat terlantar. 15
Komplikasi yang paling serius adalah toksik terhadap korpus siliare dan hipotoni
jangka panjang yang kurang dari 5 mm Hg yang bisa menyebabkan perubahan pada
makula. Pada pemeriksaan dengan fluoresein angiography tahun 1992 menunjukkan
hanya 2 kasus makulopati dari 30 mata selama 18 bulan setelah operasi dan mitomycin-

C. Makulopati yang terjadi biasanya reversibel. Frekuensi hipotoni sendiri 1,5 35%, dan
4 10% nya berkembang menjadi makulopati hipotoni. Hipotoni juga sering terlihat pada
penderita berusia muda dan yang menderita miopia. 15,17
Azuara-Blanco et al dalam penelitiannya pada operasi filtrasi dengan mitomycinC untuk glaukoma pada anak-anak, mendapatkan hasil yang lebih baik pada anak-anak
glaukoma yang masih ada lensa dibandingkan dengan afakia. Pada anak yang masih ada
lensa, dari 6 orang ada 1 yang mendapatkan komplikasi efusi koroid, tetapi dapat resolusi
spontan. Pada yang afakia 1 mendapatkan ablasio retina, 1 dengan bleb yang tidak
berkapsul dan 1 lagi dengan visus yang terganggu.

5-Fluorourasil
5-Fluorourasil (5-FU) merupakan suatu zat yang analog dengan pyrimidine, yang
menghambat proliferasi sel-sel fibroblas dengan aksinya yang selektif pada fase S
(sintesa) pada lingkaran sel. Para peneliti telah menunjukkan antimetabolite yang
reversibel ini dapat mengurangi proliferasi fibroblas subkonyungtiva pada binatang
percobaan. 5-FU ini dapat diberikan intraoperasi, setelah operasi ataupun keduanya.
1,16,17,18,19

Pada 5 tahun terakhir ini para ahli menggunakan 5-FU intra operasi dengan cara
yang sama dengan yang digunakan untuk mitomycin-C.

Metode pemakaian 5-FU


Pemberian subkonyungtiva setelah operasi
Protokol yang original tentang pemberian 5-FU subkonyungtiva adalah diberikan
5 mg 2 kali sehari selama 1 minggu, lalu diikuti dengan injeksi 1 kali sehari pada minggu
berikutnya. 18
The Fluorouracyl Filtering Surgery Study (FFSS) melakukan pemberian 5-FU
subkonyungtiva dengan dosis 5 mg 2 kali sehari pada minggu pertama setelah operasi

dan 1 kali sehari pada minggu berikutnya, dengan dosis maksimal 105 mg. Hasilnya
menunjukkan IOP yang terkontrol dengan efek samping okuler yang sedikit. 18
5-FU biasanya diberikan setelah operasi pada saat pertama kali munculnya tandatanda tumbuhnya vaskuler ke dalam bleb, penebalan bleb atau meningkatnya tekanan
intra okuler pada periode awal setelah operasi; khususnya setelah diberikan waktu 2-3
hari untuk penyembuhan luka setelah operasi.
Simmons menginjeksikan setiap hari dan diharapkan sampai sikatriknya tidak
terbentuk lagi atau sampai pasien tidak bersedia untuk pemberian selanjutnya. Dosis yang
diberikan pada setiap injeksi adalah 5 mg (0,1 cc). Vial biasanya mengandung 10 cc.
Penting sekali untuk memberikan 5-FU di bawah slit lamp dan dengan anestesi serta
phenylephrine untuk mengurangi insiden perdarahan. Injeksi diberikan pada daerah
forniks di pinggir konyungtiva bulbi. Injeksi ini dilakukan setiap hari sampai terjadinya
toksik atau fibrosis berhenti dan didapatkan bleb yang berfungsi dengan baik.
Penggunaan 5-FU subkonyungtiva telah diketahui sangat meningkatkan
keberhasilan operasi filtrasi glaukoma. Namun karena antimetabolite ini dapat
menyebabkan defek epitel kornea pada periode awal setelah operasi dan rasa tidak
nyaman karena injeksi yang dilakukan berulang, maka beberapa tahun terakhir dicoba
menggunakan sponge 5-FU intra operasi sama seperti penggunaan mitomycin-C.
Pemberian intra operasi
Selain subkonyungtiva, 5-FU juga dapat diberikan intra operasi. Sediaan 5-FU
tersedia dalam konsentrasi 50 mg/ml; sel selulosa atau potongan sponge direndam dalam
larutan 5-FU tersebut tanpa dilarutkan, lalu diletakkan pada daerah permukaan sklera di
atas dataran trabekulektomi dibawah flap konyungtiva selama 5 menit. Setelah sponge
diangkat, daerah trabekulektomi tersebut diirigasi dengan Balanced Salt Solution (BSS)
untuk mengangkat sisa 5-FU sebelum masuk ke dalam mata. 18
Suatu penelitian tentang pemakaian 5-FU setelah operasi dibandingkan dengan
suatu kelompok kontrol plasebo. Pada ke 2 kelompok tidak terdapat peningkatan TIO
sampai dengan follow-up 1 tahun setelah operasi. Visus yang dicapai ke 2 kelompok
sama, berkurangnya jumlah pemakaian obat-obatan glaukoma dan peningkatan kontrol
IOP.

Lachkar et al 14 melakukan penelitian tentang efikasi dan keamanan pemakaian 5FU intra operasi pada pasien pasien di Afro-Karibia, dimana pada penelitian sebelumnya
dilaporkan kecilnya angka kesuksesan setelah operasi filtrasi. Pada 18 mata yang
dilakukan trabekulektomi dan diberikan sponge yang direndam dalam 25 mg/ml larutan
5-FU lalu diletakkan antara kapsula tenon dan sklera selama 5 menit sebelum eksisi
trabekula, dibandingkan dengan 16 mata yang dilakukan trabekulektomi tanpa 5-FU.
Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti dari IOP pada follow up selama
6, 12,15,18 dan 24 bulan setelah operasi pada ke 2 grup. Angka keberhasilan pada 18
bulan didefinisikan sebagai IOP yang kurang atau sama dengan 21 mm Hg tanpa obatobatan tambahan, mencapai 56% pada grup 5-FU dan 55% pada grup kontrol.
Disimpulkan bahwa penggunaan sponge 5-FU intraoperasi adalah aman, tetapi tidak
menunjukkan penurunan risiko kegagalan operasi trabekulektomi di Afro-Karibia. 15
Komplikasi
Pada pemberian injeksi subkunyungtiva yang pertama, ke 2 dan 3 pasien yang
sensitif akan merasakan iritasi dan rasa tidak nyaman. Pemberian yang ke 7 dan 8 akan
menunjukkan tanda-tanda toksisitas. Toksisitas yang terpenting terjadi pada epitel kornea,
dimana 5-FU akan menghambat proliferasi stem sel pada area limbal yang akan
menghasilkan epitel kornea tersebut, manifestasinya adalah epitel yang menipis bahkan
sampai habis. 5

KEPUSTAKAAN
1. Allingham AR. et al. Glaucoma Filtration Surgery. In: Principles and Practice of
Ophthalmology. Ed. Albert Jacobiec. Vol.3. Chapter 143. WB.Saunders Company.
1994: 1623-1640
2. American Academy of Ophthalmology. Surgical therapy of Glaucoma. Glaucoma.
Section 10. Chapter VIII. 2001: 147-174
3. Azuara-Blanco A et al. Filtration procedures supplemented with mitomycin-C in
the management of childhood glaucoma.Br.J.Ophthalmol. 1999; 83: 151-156
(February)
4. Azuara-Blanco A, Wilson RP, Costa VP. Glaucoma Surgical Procedures.
Handbook of Glaucoma. Martin Dunitz Ltd. United Kingdom. 2002: 201-221.
5. Bellows AR. Comlications of Filtering Surgery. In: Principles and Practice of
Ophthalmology. Ed. Albert Jacobiec. Vol.3. Chapter 145. WB.Saunders Company.
1994: 1646-1655
6. Ben-Simon GJ, Glovinsky Y. Clinical Science: Needle Revision of Failed
Filtering Blebs Augmented With Subconjunctival Injection of Mitomycin-C.
Ophthalmic Surgery, Lasers and Imaging. Vol.34. No.2 March/April 2003.
(Abstract)
7. Boyd BF, Luntz M. The use of antimetabolites. In: Innovations in the Glaucomas
Etiology, Diagnosis and Management. Ed. Benyamin F.Boyd & Maurice Luntz.
Chapter 19. Highlights of Ophthalmology. Bogota Columbia. 2002: 183-192.
8. Casson R, Rahman R, Salmon JF. Long term results and complications of
trabeculectomy augmented with low dose mitomycin-C in patient at risk for
filtration failure.Br.J.Ophthalmol. 2001; 85: 686-688
9. Davis PA, Parrish RK. Antiproliferative Agents. In: Principles and Practice of
Ophthalmology. Basic Science. Chapter 92. WB.Saunders Company. 1994: 10851091
10. Franceour AM et al. A Comparative Study of the Chemical Stability of Various
Mitomycin C Solution Used in Glaucoma Filtering Surgery. Journal of
Glaucoma.1999; 8: 242-246.
11. Georgopoulos M et al. Activity of Dissolved Mitomycin C After Different
Methods of Long-term Storage. Journal of Glaucoma. 2002; 11: 17-20
12. Hung PT. Mitomycin-C in Glaucoma Filtering Surgery. Treatment Focus.
Department of Ophthalmology, National Taiwan University Hospital, Taipei.
13. Hutchinson BT. Management of Glaucoma and Cataract. In: Principles and
Practice of Ophthalmology. Ed. Albert Jacobiec. Vol.3. Chapter 144.
WB.Saunders Company. 1994: 1641-1654
14. Khaw PT et al. The childhood glaucomas: management. In Glaucoma
Fundamentals of Clinical Ophthalmology. Ed. Roger Alan Hitchings. BMJ
Publishing. London. 2000: 183-194.
15. LachkarY. Leyland M, Bloom P, Migdal C. Trabeculectomy with intraoperative
sponge 5-fluorouracil in Afro-Caribbeans. Br.J.Ophthalmol.1977;81: 555-558.
16. Pascotto A, Soreca E. Glaucoma, Complications and Management of Glaucoma
filtering. Emedicine Specialties Article. 15 November 2002.

17. Paulus BM, Al-Jazzaf AM, Netland PA. Antifibrotic Drugs for Combined
Procedures. Cataract & Refractive Surgery Today. Diakses dari
http://crstoday.com/03-archive/1002/crst 1002-231.html.
18. Schwartz GP, Gedde SJ. Using Antufibrotics with Glaucoma Surgery.
Ophthalmology Management. Diakses dari http://www.ophthalmology
management.com/pf-article.asp?article=85637.
19. Shields MB. Filtering Surgery. Textbook of Glaucoma 4 th ed. 1998. William &
Wilkins. Baltimore: 504-528.
20. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Surgery to Relieve Outflow Block:
Filtering Procedures. Becker-Shaffers Diagnosis and Therapy of the Glaucomas.
7 th ed. Chapter 36.
Mosby Inc. 1999587-593.
21. Turacli ME, Gnd K, Aktan G, Sencer H. Topical Cyclosporine as a Possible
New Antimetabolite in Trabeculectomy. Ophthalmic Surgery and Lasers. 1996;
27: 438-444. (Abstract)
22. Wilkins M, Indar A, Wormald R. Intra-operative Mitomycin-C for glaucoma
surgery (Cochrane Review).

You might also like