Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kolestasis didefinisikan sebagai hambatan aliran empedu, dengan manifestasi sebagai
conjugated hyperbilirubinemia disertai hambatan bahan-bahan (seperti bilirubin, asam
empedu dan kolesterol) dan secara histopatologis terlihat penumpukan empedu di dalam
hepatosit dan bilier. Kadar bilirubin direk > 2mg/dl atau > 20% kadar bilirubin total dan
biasanya terjadi pada usia 90 hari kehidupan.1
Akibat penumpukan empedu di sel hati, bayi terlihat ikterik, urin berwarna lebih gelap
dan tinja berwarna lebih pucat sampai seperti dempul. Kolestasis harus dipikirkan sebagai
salah satu penyebab ikterus pada bayi baru lahir bila, ikterus menetap setelah bayi berusia 2
minggu.1
Penyebab kolestasis pada bayi ini sangat beragam, berupa penyakit atau kelainan
fungsional. Diantaranya adalah infeksi, kelainan genetik, kelainan metabolik yang
menimbulkan kolestasis intrahepatik yang disebut kolestasis hepatoseluler atau berbagai
kelainan yang mempengaruhi saluran bilier ekstrahepatik yang disebut juga kolestasis
obstruktif yang dapat berupa kolestasis obstruktif intrahepatik atau kolestsis obstruktif
ekstrahepatik. Lebih dari 90% penyebab kolestasis obstruktif adalah atresia bilier yang
memerlukan tindakan operasi dini.2
Kolestasis menunjukan suatu keadaan yang patologis pada hepatobilier, betapapun
ringannya ikterus tersebut. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan intensif sedini
mungkin agar dapat mencegah kerusakan hati yang permanen dan progresif. Pada atresia
bilier bila intervensi bedah dilakukan kurang dari 8 minggu, angka keberhasilannya adalah
80% sedangkan pembedahan yang dilakukan pada usia lebih dari 12 minggu angka
keberhasilanya hanya 20%. Tanpa intervensi bedah, rata-rata usia kematian adalah 12 bulan.
Pada saat ini dengan intervensi bedah dini sejumlah 36-56% pasien hidup sampai usia 5
tahun. Bila pasca operasi, aliran empedu hanya mengalami perbaikan parsial, paling tidak
anak mendapat kesempatan tumbuh dan berkembang sebaik mungkin sebelum diputuskan
perlu tidaknya dilakukan transplantasi hati.3
Dari data yang dihimpun bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia , sebagian besar kolestasis pada bayi adalah jenis KIH, yaitu sebesar
60%. Mayoritas KIH disebabkan oleh infeksi pada masa prenatal. Terdapat kasus KIH akibat
infeksi virus yang sembuh dengan sendirinya. Namun jika disebabkan oleh infeksi kuman
yang berat (sepsis) maka diperlukan terapi antibiotika yang tepat. Ada pula kasus KIH yang
1
disebabkan oleh gangguan metabolisme yakni metabolisme karbohidrat, protein, lemak atau
asam empedu. Sedangkan kasus KEH pada bayi-bayi Asia sebagian besar disebabkan oleh
atresia bilier, yaitu gangguan pada saluran empedu, dimana saluran itu tidak dapat dipakai
mengeluarkan bahan-bahan yang seharusnya dibuang ke tinja. Bisa juga diakibatkan oleh
kista saluran empedu yang memicu berbagai komplikasi termasuk pecahnya kista dan
kematian.4
Penanganan bayi kolestasis merupakan suatu masalah yang cukup pelik karena
penyebabnya sangat bervariasi dan sebagian besar masih belum jelas patogenesisnya. Oleh
karena itu tugas klinisi dalam menghadapi kolestasis adalah menegakkan kolestasis sedini
mungkin, melakukan evaluasi diagnostik sedini mungkin untuk mengetahui penyebabnya
(intra atau ekstrahepatik), intervensi dini untuk mencegah skuele jangka panjang.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hati berperan dalam mempertahankan kadar gula darah dengan jalan membentuk dan
menyimpan glikogen. Glikogen dibentuk dari glukosa, levulosa, galaktosa dan laktosa.
Hati dapat juga merubah asam amino glikogenik dan gliserol menjadi dekstrosa, yang
kemudian dirubah menjadi glikogen (glikogenesis). Sedangkan glokogen dapat
dirubah oleh hati menjadi glukosa sesuai dengan kebutuhan (glikogenolisis).
2.
Tempat sintesis dan oksidasi lemak. Hampir semua lemak dimetabolisir di dalam hati.
Zat lemak yang dipadukan dengan lesitin akan membentuk posfolipid yang mudah
diangkut dan dalam keadaan siap pakai. Kolesterol dibuat di hati dari asam asetat,
sedangkan esternya merupakan gabungan kolesterol dengan asam lemak. Lipoprotein
plasma yang mengangkut trigliserida juga dibuat di hati. Hati bersama-sama dengan
ginjal memecahkan asam lemak berantai panjang menjadi benda-benda keton. Benda
keton ini akan banyak dihasilkan oleh tubuh pada masa kelaparan. Benda keton akan
dikeluarkan bersama air kemih.
3.
Ureum dibuat di hati dan merupakan deaminasi protein. Zat protein seperti fibrinogen,
globulin dan protrombin dibuat di hati.
4.
Vitamin A, C dan D disimpan di hati. Hati juga mengolah bahan baku vitamin A
(provitamin A) menjadi vitamin A. Riboflavin, vitamin E dan K juga disimpan di hati.
5.
Hati berfungsi juga sebagai pembentuk darah terutama pada masa neonatus dan hati
juga merupakan cadangan penyimpanan zat besi.
6.
Hati berfungsi sebagai penawar racun yang membahayakan tubuh serta berupaya agar
bahan tersebut dapat dikeluarkan dengan segera.5
dan selanjutnya akan dikeluarkan oleh ginjal bersama air kemih. Bilirubin direk sebagian
besar diserap oleh ileum terminal secara aktif, sebagian kecil yang tidak diserap masuk ke
dalam kolon, dirusak oleh bakteri usus manjadi bilirubin indirek. Sebagian dari bilirubin ini
diserap secara pasif oleh kolon melalui vena porta bilirubin ini memasuki hati dan dikeluarkan
lagi ke dalam system bilier (sirkulasi enterohepatik).5
2.3 Definisi Kolestasis
Kolestasis secara fisiologis didefinisikan sebagai hambatan sekresi dan atau aliran empedu
yang biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama kehidupan. Akibatnya akan terjadi akumulasi,
retensi serta regurgitasi bahan- bahan yang harus diekskresikan oleh empedu, seperti bilirubin,
asam empedu, serta kolesterol ke dalam plasma. Pada pemeriksaan histopatologis terlihat
penumpukan empedu di dalam hepatosit dan system bilier. Penumpukan bahan tersebut akan
merusak sel hati dengan berbagai tingkat gejala klinis yang mungkin terjadi, serta
pengaruhnya terhadap organ sistemik lainnya, tergantung dari lamanya kolestasis
berlangsung. Secara klinis, bayi terlihat ikterik, urin berwarna lebih gelap dan tinja berwarna
lebih pucat sampai dempul.1,7
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar bilirubin direk meningkat menjadi
lebih dari 2 mg/dl dan komponen bilirubin direk melebihi 20% dari kadar bilirubun total.1,7
2.4 Epidemiologi
Kolesatsis pada bayi terjadi pada kurang lebih 1/2500 kelahiran hidup dan sepertiga
diantaranya disebabkan oleh atresia bilier. Dari 3 penyebab utama kolestasis, insiden atresia
bilier adalah 1 : 10.000 sampai 1 : 13.000 kelahiran hidup. Hepatitis neonatal 1 : 5000, dan
defisiensi -1-antitripsin 1: 20.000.3
Rasio atersia bilier pada anak permpuan dan anak laki-laki adalah 2 : 1, sedangkan
pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik. Belum terbukti adanya predileksi rasial atau
familial.3
Di lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar selama
periode Januari 1992 sampai November 1993 tercatat 34 kasus kolestasis, terdiri dari 26 kasus
atau 76,5 % kaus kolestasus intrahepatik dan 8 kasus atau 23,5% kasus kolestasis
ekstrahepatik. Berdasarkan jenis kelamin terdapat 22 kasus atau 64,7% kasus pada laki-laki
dan 12 kasus atau 35,2% kasus perempuan. Dari segi usia, usia kurang dari 3 bulan sebanyak
28 kasus atau mencapai 82,4%. Usia 3-6 bulan sebayak 4 kasus atau 11,8 % dan usia lebih
dari 6 bulan sebanyak 2 kasus atau 5,8%. Usia termuda adalah 9 hari dan tertua adalah 8
bulan.3
Kolestasis bisa terjadi pada semua kelompok umur. Namun diketahui bahwa neonatus
dan bayi lebih sering menderita penyakit ini sebagai konsekuensi belum matangnya fungsi
hati.7
2.5 Patofisiologi Kolestasis
Semua sel hepar secara kontinyu membentuk sejumlah kecil zat yang disebut empedu, yang
jumlahnya per hari dapat mencapai kurang lebih 500mg. Hasil sekresi ini dilepaskan ke dalam
kanalikulus biliferis kecil, lalu dialirkan ke perifer menuju septa interlobular yang bermuara
kedalam duktus biliaris terminalis, kemudian secara progresif berlanjut hingga akhirnya
mencapai duktus hepatica dan duktus koledukus, tempat terakhir pengaliran empedu langsung
ke arah duodenum atau sebagian ke arah kandung empedu. Biasanya empedu ditampung
terlebih dahulu di dalam kandung empedu hingga tiba saatnya untuk dialirkan ke dalam
duodenum. Konposisi empedu terdiri dari air, asam empedu, pigmen empedu, kolesterol,
garam anorganik setta substansi lain yang larut dalam larutan alkalis. Sebagian komponen
empedu diserap ulang dalam usus kemudian dekskresikan kembali oleh hati melalui sirkulasi
enterohepaitk. Asam empedu merupakan bagian terbesar senyawa organic dalam cairan
empedu dan berperan penting dalam patofisiologi kolestasis karena sifatnya yang hidrofobik
dan hepatotoksi. Ada 4 asam empedu yang ditemukan pada manusia, yaitu asam kolat (50%),
asam konodioksikolat (30%), asam deoksikolat (15%), dan asam litokolat (5%). Dua asam
empedu utama/primer yang disintesis di hati adalah asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Di
dalam kolon, bakteri mengubah asam kolat menjadi asan deoksikolat dan asam
kenodioksikolat menjadi asam litokolat. Karena terbentuk dari hasil kerja bakteri kolon, maka
sam deoksikolat dan asam litokolat disebut asam empedu sekunder.1
Penelitian kadar asam empedu serum pada berbagai usia menunjukan terdapatnya
peningkatan yang sangat hebat kadar asam empedu kolat dan kenodioksikolat pada beberapa
hari pertama menetap selama 4 sampai 8 minggu, dan kemudian berangsur-angsur menurun
hingga mencapai kadar dewasa pada usia 1 tahun. Beberapa penulis menyebut hal ini sebagai
kolestasis fisiologis. Bayi baru lahir mengalami suatu periode kolestasis relatif (disebut juga
kolestasis fisiologis) tanpa menderita suatu penyakit. Keadaan ini terjadi antara lain karena
pada periode tersebut ukuran pool asam empedu kecil dan konsentrasinya di duodenum serta
absorpsinya menurun, sehingga bayi tersebut rentan untuk menderita kolestasis akibat
berbagai keadaan atau penyakit, karena adanya obstruksi duktus biliaris ekstrahepatik maupun
intrahepatik.1
Kolestasis terjadi akibat gangguan sintesis dan atau sekresi asam empedu. Mekanisme
terjadinya kolestasis dapat diklasifikasikan atas 2 bagian besar, yaitu :
1.
2.
Secara obstruktif, yaitu terjadi impedansi terhadap aliran empedu setelah terbentuk.
Gambaran histopatologis yang terjadi adalah adanya sumbatan bilier pada duktus
biliaris interlobularis, ekspansi portal dan proliperasi duktus biliaris dengan jejas kolat
sentrilobularis.1
2.7 Diagnosis
Untuk membedakan antara kolestasis intrahepatal dengan kolestasis ekstrahepatal,
dilakukan denan cara :
1. Anamnesa
a. Riwayat keluarga
Bila ada saudara kandung pasien yang menderita kolestasis, kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetik/metabolik. Atresia bilier jarang mengenai suadara
pasien yang lain.
b. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat obstetrik ibu (infeksi TORCH, hepatitis B dan infeksi lain), BBL, infeksi
intrapartum, morbiditas perinatal dan riwayat pemberian nutrisi parenteral. Bayi
atresia bilier biasanya lahir dengan BB normal, sedangkan bayi dengan kolestasis
intrahepatal biasanya lahir dengan BB rendah.
2. Klinis
Menurut Alagille (1985), bahwa ada 4 keadaan klnis yang dipakai sebagai patokan untuk
membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dengan intahepatik, yaitu :
a. BB lahir
b. Warna tinja
c. Umur penderita saat tinja mulai akolik
d. Keadaan hepar
Ekstrahepatal
Intrahepatal
Pucat /dempul
79%
26%
Kuning
21%
74%
BB lahir
3000 gram
2 minggu
4 minggu
13%
47%
Hati normal
Hepatomegali
Konsistensi :
-
Normal
12%
35%
Padat
63%
47%
Keras
24%
6%
Fibrosis porta
94%
47%
Profilerasi duktus
86%
30%
Biopsi hati
1%
Kolestasiss ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik, maka sebagai
upaya pertama untuk membedakan kolestasis intra/ekstrahepatik adalah mengumpulkan
tinja 3 porsi dalam wadah berwarna gelap.
1. Porsi I
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis dilakukan pemeriksaan kadar komponen dari
bilirubin untuk membedakanya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Juga dilakukan
pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati termasuk transaminase serum (SGOT,
SGPT, Gamma Glutamil Transferase), alkali fosfatase, waktu protrombin dan
tromboplastin, UL, FL.
Data laboratorik awal pada bayi kolestasis
Bilirubin total
10,2 4,5
12,1 9,6
Bilirubin direk
6,2 2,6
8,0 6,8
SGOT ( dari N)
<5x
> 10 x
SGPT ( dari N)
<5x
> 10 x
GT ( dari N)
>5x
<5x
b. Pemerksaan khusus
Pemeriksaan Uji Aspirasi Duodenum (UAD) jarang dilakukan karena beberapa
pernyataan mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan tinja
3 porsi.
c. Pencitraan
Pencitraan dilakukan untuk mengetahui patensi duktus dan menilai keadaan parenkim
hati. Pemeriksaan pencitraan yang dilakukan antara lain :
-
Pemeriksaan USG
Theoni (1990) mengemukakan bahwa akurasi diagnostik USG 77% dan dapat
ditingkatkan bila pasien dilakukan dalam 3 fase yaitu pada saat puasa, saat minum
dan sesudah minum.
Pemeriksaan USG merupakan prosedur yang sederhana dan noninvasif, sehinggga
dapat dilakukan terhadap bayi dengan kolestasis.
Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi dapat digabung dengan DAT, dengan akurasi diagnosis
sebesar 98,4%.7
Pemeriksaan kolangiografi
Prosedur ini jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum dengan
instrumen yang canggih dan teknis pelaksanaan yang sulit.
10
d. Biopsi hati
Gambaran histopatologis hati dapat membantu menentukan perlu atau tidaknya
laparotomi eksplorasi.
Pada hepatitis neonatal umumnya ditemukan infiltratif inflamasi di lobulus yang
disertai dengan nekrosis hepatoseluler, sehingga terlihat gambaran lobuler yang
kacaua, serta ditemukan sel raksasa, fibrosis porta, dan proliferasi duktus ringan.
Pada atresia bilier didapat gambaran proliferasi duktuus bilier dan sumbatan empedu,
fibrosis porta dan edema tetapi arsitektur lobulernya masih nomal.7
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kolestasis
I.
II.
Kelainan ekstrahepatik
A.
Atresia bilier
B.
C.
D.
E.
Kelainan intrahepatik
A.
Idiopatik
1. Idiopatik neonatal hepatitis
2. kolestasis intrahepatal persisten
3. syndrom alagille
4. Syndrom Zellweger
5. intrahepatik bile duct paucity
B.
Anatomik
1. Fibrosis hepatitik congenital
2. Penyakit caroli
C.
Kelainan metabolisme
1. Asam amino : Tyrosinemia
2. Lipid : Penyakit Gaucher, penyakit Niemann pick
3. Karbohidrat : galaktosemia
4. Penyakit empedu
5. Penyakit metabolic tidak khas : defisiensi antitripsin, kistik fibrosis
11
D.
Hepatitis
1. Infeksi : Hepatitis B, reovirus, TORCH.
2. Toksis : Kolestasis akibat nutrisi parenteral, sepsis dengan kemumngkinan
endotoksinemia.
E.
F.
2.9 Penatalaksanaan
A. Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk :
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati, terutama asam empedu
(asam litokolat), dengan memberikan :
1. Fenobarbital 5 mg/Kg/hari, dibagi 3 dosis per oral
2. Kolestiramin 1 mg/kg/hari, dibagi 6 dosis
b. Melindungi hati dari zat toksik dengan memberikan :
1. Asam ursodioksilat 3-10mg/kg/hari, dibagi 3 dosis per oral
c. Mencegah perkembangan menjadi sirosis denag memberikan :
1. Colchicine (anti fibrotik) 0.025 mg/kg/hari, peroral
Bila telah terjadi gagal hati akibat sirosis, penanganannya sesuai dengan situasi dan
kondisi.
B. Terapi nutrisi
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chin trigliserida ( MTC) untuk
mengatasi absorpsi lemak.
b. Penatalaksaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak
1. Vitamin A 10.000 U/hari dengan zinc 1 mg/kg
2. Vitamin D 5000-8000 IU Vitamin D2 atau hidroksi kolekalsiferol 3-5
ug/kg/hari
3. Vitamin E (alfa tokoferol asetat) 150 U/hari
4. Kalsium dan posfor bila perlu.
12
C. Terapi Bedah
Segera
stelah
diagnosis
atresia
bilier
ditegakan,
dilakukan
intervensi
bedah
portoenterostomi terhadap atresia bilier yang dapat dikorekasi, yaitu tipe I dan II.7
2.10 Prognosis
Prognosis kolestasis intrahepatik tergantung dari penyakit penyebab dan banyaknay kerusakan
sel-sel hati. Kolestasis yang terjadi oleh sepsis, prognosisnya baik. Pada kasus kolestasis
ekstrahepatik seperti atresia biklier, setelah dilakukan operasi Kasai (post kasai procedure) 3060% bisa bertahan sampai 5 tahun.7
BAB 3
LAPORAN KASUS
13
I.
Identitas.
Nama
: IWS
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir
: 03 Juli 2014
Umur
: 5 bulan 15 hari
Nama Ayah
: MM, 33 tahun
Pendidikan Ayah
: SMA
Nama Ibu
: NWA, 33 tahun
Pendidikan Ibu
: SD
Alamat
Tanggal pemeriksaan
II. Heteroanamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap ayah dan ibu penderita
- Pada saat kunjungan penderita dikatakan berada dalam keadaan baik, keluhan kejang
tidak ada, sesak tidak ada, batuk, pilek dan demam juga tidak ada.
- Aktivitas sehari-hari dapat dilakukan dengan baik.
- Penderita dikeluhkan belum dapat menegakan kepala, membalikan badan juga belum
bisa.
- Penderita juga dapat merespon suara yang didekatkan dengan penderita.
- Nafsu makan normal ( minum ASI).
- Buang air besar normal, warna kuning, konsistensi lembek.
- Buang air kecil normal, warna jernih kekuningan.
Riwayat penyakit sebelumnya:
Penderita pada saat berumur 1 bulan 22 hari, pernah dirawat di RS Sanglah. Pada saat itu
penderita dikeluhkan orang tuanya mual dan muntah sejak satu hari sebelum masuk rumah
sakit. Muntah sebanyak dua sampai tiga kali dalam sehari. Muntahan berisi makanan yang
dikonsumsi. Selain itu pasien juga dikeluhkan lemas sejak pasien muntah, selain itu pasien
juga tampak pucat. Pasien juga dikeluhkan adanya mata kuning dan kemudian menjalar ke
muka dan seluruh tubuh sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien dikeluhkan mengalami sesak napas sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit,
sesak ini disertai dengan batuk yang tidak berdahak. Pilek tidak ada, panas badan tidak ada.
14
Pasien juga pernah dibawa kedokter praktek swasta untuk berobat atas keluhan ini, dan pasien
diberikan obat puyer.
Pasien juga dikeluhkan mata tidak merespon terhadap panggilan dan tatapan mata pasien
tampak kosong sejak pasien muntah-muntah tersebut. Pagi hari sebelum dibawa ke rumah
sakit Sanglah, pasien dibawa kerumah sakit Aricanti untuk berobat kemudian dari sana pasien
dirujuk ke rumah sakit Sanglah. Dirumah sakit sanglah pasien didiagnosa dengan ICB dan
pernah di CT Scan, setelah MRS selama tiga hari, pasien menjalani operasi trepanasi. Setelah
dioperasi pasien sempat dirawat di ruang intensif selama beberapa hari. Pasien dirawat di
rumah sakit Sanglah selama kurang lebih satu bulan.
Riwayat penyakit di keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang lain yang dikeluhkan menderita penyakit yang sama dengan
penderita.
Riwayat Prenatal
-
Ibu penderita menikah satu kali. Penderita merupakan kehamilan yang pertama.
Selama hamil, ibu penderita rutin melakukan antenatal care di bidan setiap bulan dan di
dokter spesialis kandungan dua kali. Dalam masa kehamilan juga pernah di USG dan
dikatakan kehamilannya normal. Ibu penderita mengaku tidak pernah mendapatkan
imunisasi khusus ibu hamil.
Ibu penderita selalu mengkonsumsi makanan bergizi selama kehamilan dan tidak
pernah mengkonsumsi obat-obatan.
Ibu penderita tidak pernah mengalami sakit maupun kecelakaan (trauma) selama masa
kehamilannya
Riwayat Persalinan
Penderita dilahirkan di Bidan secara spontan, saat usia kehamilan sembilan bulan lima hari.
Saat lahir, penderita langsung menangis dengan berat badan lahir 2500 gram dan panjang
badan 50 cm.
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi dasar diakui lengkap sesuai umur penderita, yakni: BCG pada umur 1
bulan 7 hari, Polio I,II dan III pada umur 1 bulan 7 hari, 4 bulan 5 hari dan 5 bulan 8 hari,
Hepatitis B I pada umur 1 hari, DPT I,II pada umur 4 bulan 5 hari, 5 bulan 8 hari.
15
Riwayat nutrisi
-
Penderita mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) sejak lahir sampai sekarang. Susu formula
tidak diberikan.
Makanan tambahan seperti biskuit, dan pisang belum diberikan pada penderita.
>1 bulan
- Mengamati tangannya
3 bulan
belum bisa
- Makan sendiri
belum bisa
- Berusaha meraih
belum bisa
- Mengamati maik-manik
5 bulan
5 bulan
- Tangan bersentuhan
5 bulan
- Memegang kericikan
5 bulan
belum bisa
4 bulan (jarang)
4 bulan
- Berteriak
4 bulan (jarang)
belum bisa
belum bisa
- Membalikan badan
belum bisa
belum bisa
belum bisa
Motorik Halus
Bahasa
Motorik Kasar
Pertumbuhan dan perkembangan penderita termasuk kurang baik untuk anak seusianya.
Keluarga penderita termasuk dalam kategori keluarga yang cukup mampu. Ayah penderita
adalah seorang pegawai asuransi. Ibu penderita tidak bekerja. Penghasilan perbulan
keluarga penderita berkisar 1.200.000 rupiah per bulan.
Penghasilan yang diperoleh dalam keluarga cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
baik
Kesadaran
Compos mentis
Nadi
Respirasi
44 x/m reguler
Suhu axila
36,8 oC
Panjang badan
50cm
Berat badan
3,3 kg
3,6 kg
Lingkar kepala
38 cm
12 cm
: dibawah persentil 5
pasien berada pada posisi persentil 75-90, berarti bahwa pada posisi urutan7590 , sehingga 10 anak berada diatasnya. Dapat disimpulkan bahwa pasien berada
pada urutan atas dari anak seusianya
17
Pasien berada pada posisi persentil 10-25, berarti bahwa dari 100 orang anak ia
berada dalam posisi 10-25, sehingga 90 anak berada diatasnya. Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan berat dan tinggi badan, ia berada pada urutan
bawah dari anak seusianya (lebih)
Status general
Kepala
Normocephali
Mata
Telinga
Hidung
THT
Tenggorokan :
Inspeksi
Palpasi
Kaku Kuduk
(-)
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Leher
Thorak
Jantung
Paru
Distensi (+)
Auskultasi
Palpasi
Hepar teraba 1/3 - 1/3 kenyal, tepi tajam dan rata , Lien tidak
teraba
Extremitas
Akral hangat (+), Pucat (+), kuning (+), tonus normal, tenaga
normal, refleks fisiologis positif, edema tida
IV.Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Darah Lengkap (25/06/10)
WBC: 12,6 x 103
RBC: 1,59 x 103
HGB:4,95 gr/dl
HCT: 14,1,0 %
PLT: 454 x 103
BT : 230
CT : 1245
19
V.Diagnosis
Suspek perdarahan intrakranial
VI.Penatalaksanaan
-
MRS
3.1.ANALISA KASUS
20
Penderita tinggal bersama keluarga yang harmonis. Hubungan emosi dan kasih sayang dengan
kedua orangtua dikatakan baik oleh ibu penderita. Menurut ibunya, penderita semua anggota
keluarga menyayanginya.
Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Menurut ibunya penderita adalah anak yang mudah akrab dengan orang baru dan tidak
cengeng, saat kami berkunjung penderita tidak menangis jika dideketin. Orang tua penderita
sering membelikan mainan baru untuk penderita, demikian mainan yang dibelikan sesuai
dengan usia penderita sehingga mendukung perkembangan motorik dan sensorik penderita
dari sejak kecil. Setiap hari orang tua penderita mengajak penderita berinteraksi.
3.2
PROBLEM LIST
Melalui pendekatan bio-psiko-sosial didapatkan :
Biologis
Saat ini kondisi fisik penderita terlihat baik. Jika dilihat dari CDC, secara umum penderita
masuk dalam kriteria abnormal derat badan terhadap umur masih terletak dibawah persentil 5
Psikologis
Ibu penderita memberikan perhatian yang lebih terhadap penderita setelah sakitnya. Ibu
penderita juga sangat berhati hati dalam memegang kepala penderita dikarenakan takut
terjadi perdarahan kembali didalam kepala. Saat ini penderita belum dapat menegakkan
kepala dengan sempurna dan orang tua penderita sangat khawatir jika merangsang kepala dan
lehernya akan menyebabkan perdarahan di kepala penderita terulang .
Sosial
Penderita adalah sosok anak kecil yang terlihat cenderung pendiam, hal ini terlihat bahwa
penderita kurang dapat menaggapi rangsangan dari luar
Lingkungan rumah
Keluarga penderita tinggal di rumah seluas 4 are. Rumah ini ditempati oleh satu kepala
keluarga dengan jumlah keseluruhannya adalah 6 orang. Rumah yang ditempati oleh
penderita dan keluarganya sudah permanen, lantai rumah berbahan keramik, tembok batu
bata, di plester dan di cat rapi. Terdapat 3 kamar tidur, namun ventilasi di ruang tersebut selalu
dalam keadaan tertutup sehingga ruangan tersebut terkesan pengap. Kamar mandi sudah
terlihat cukup bersih.
3.3
1. Memberikan penjelasan pada ibu penderita untuk selalu menjaga status gizi pasien yakni
dengan memberikan ASI setiap kali penderita meminta, dan apabila anak terlihat jarang
meminta ASI, sebaiknya ASI tetap diberikan sampai umur penderita minimal 6 bulan.
2. Menyarankan agar membuka jendela di ruang tidur supaya sinar matahari dapat masun
kamar tidak terlihat gelap dan pengap.
3. Menjaga kebersihan personal keluarga terutama yang sering kontak dengan penderita.
Apabila ada anggota keluarga yang sedang sakit sebaiknya segera berobat agar
mendapatkan penanganan sedini mungkin.
4. Memberikan pengertian dan pemahaman tentang penyakit pasien, bahwa perdarahan yang
ada di kepalanya memang ada suatu penyakit yang mendasarinya sehingga orang tua tidak
perlu khawatir untuk melatih otot leher penderita agar bisa tegak dengan sempurna
5. Memberikan mainan yang sesuai dengan umur penderita, dan menyn emrahpatkan diri
untuk mendampingi anak bermain, sehingga perkembangan personal sosial, motorik
halus, kasar, dan bahasanya dapat berkembang optimal.
6. Tidak membatasi keaktifan anak, serta melatih otot leher agar kepala anak dapat tegak
dengan sempurna.
BAB IV
23
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan wawancara dapat disimpulkan bahwa orang tua pasien sangat
peduli terhadap kesehatan anaknya, hal ini terlihat dari keseriusan orang tua pasien dalam
mendengarkan penjelasan mengenai kesehatan anaknya pada saat kunjungan di lakukan serta
rutinnya orangtua pasien untuk mengontrol keadaan anaknya sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan. Pertumbuhan anak sampai saat ini masih terlihat mengalami gangguan dengan
gizi yang sudah cukup baik. Secara umum yang penting untuk selalu diperhatikan, yaitu
1. Tetap memberi kecukupan nutrisi yang berimbang.
2. Orang tua penderita tetap senantiasa memperhatikan kondisi anaknya, penderita selalu
diajak melakukan control pengobatan yang rutin serta bersabar menjalani
pengobatan sampai tuntas.
3. Penderita tetap dijaga perkembangan emosi atau mentalnya dalam asah, asih dan asuh.
4. Orang tua tetap memberikan rasa nyaman kepada penderita, dengan memberi hiburan
dan pendidikan yang baik dan memberikan waktu luang untuk anaknya.
5. Lingkungan rumah harus tetap dijaga kebersihannya untuk mendukung kesehatan
penderita
Hubungan keluarga dengan penderita harus tetap terjaga dengan baik begitu juga hubungan
dengan lingkungan sekitarnya.
24