You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN
Kolestasis didefinisikan sebagai hambatan aliran empedu, dengan manifestasi sebagai
conjugated hyperbilirubinemia disertai hambatan bahan-bahan (seperti bilirubin, asam
empedu dan kolesterol) dan secara histopatologis terlihat penumpukan empedu di dalam
hepatosit dan bilier. Kadar bilirubin direk > 2mg/dl atau > 20% kadar bilirubin total dan
biasanya terjadi pada usia 90 hari kehidupan.1
Akibat penumpukan empedu di sel hati, bayi terlihat ikterik, urin berwarna lebih gelap
dan tinja berwarna lebih pucat sampai seperti dempul. Kolestasis harus dipikirkan sebagai
salah satu penyebab ikterus pada bayi baru lahir bila, ikterus menetap setelah bayi berusia 2
minggu.1
Penyebab kolestasis pada bayi ini sangat beragam, berupa penyakit atau kelainan
fungsional. Diantaranya adalah infeksi, kelainan genetik, kelainan metabolik yang
menimbulkan kolestasis intrahepatik yang disebut kolestasis hepatoseluler atau berbagai
kelainan yang mempengaruhi saluran bilier ekstrahepatik yang disebut juga kolestasis
obstruktif yang dapat berupa kolestasis obstruktif intrahepatik atau kolestsis obstruktif
ekstrahepatik. Lebih dari 90% penyebab kolestasis obstruktif adalah atresia bilier yang
memerlukan tindakan operasi dini.2
Kolestasis menunjukan suatu keadaan yang patologis pada hepatobilier, betapapun
ringannya ikterus tersebut. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan intensif sedini
mungkin agar dapat mencegah kerusakan hati yang permanen dan progresif. Pada atresia
bilier bila intervensi bedah dilakukan kurang dari 8 minggu, angka keberhasilannya adalah
80% sedangkan pembedahan yang dilakukan pada usia lebih dari 12 minggu angka
keberhasilanya hanya 20%. Tanpa intervensi bedah, rata-rata usia kematian adalah 12 bulan.
Pada saat ini dengan intervensi bedah dini sejumlah 36-56% pasien hidup sampai usia 5
tahun. Bila pasca operasi, aliran empedu hanya mengalami perbaikan parsial, paling tidak
anak mendapat kesempatan tumbuh dan berkembang sebaik mungkin sebelum diputuskan
perlu tidaknya dilakukan transplantasi hati.3
Dari data yang dihimpun bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia , sebagian besar kolestasis pada bayi adalah jenis KIH, yaitu sebesar
60%. Mayoritas KIH disebabkan oleh infeksi pada masa prenatal. Terdapat kasus KIH akibat
infeksi virus yang sembuh dengan sendirinya. Namun jika disebabkan oleh infeksi kuman
yang berat (sepsis) maka diperlukan terapi antibiotika yang tepat. Ada pula kasus KIH yang
1

disebabkan oleh gangguan metabolisme yakni metabolisme karbohidrat, protein, lemak atau
asam empedu. Sedangkan kasus KEH pada bayi-bayi Asia sebagian besar disebabkan oleh
atresia bilier, yaitu gangguan pada saluran empedu, dimana saluran itu tidak dapat dipakai
mengeluarkan bahan-bahan yang seharusnya dibuang ke tinja. Bisa juga diakibatkan oleh
kista saluran empedu yang memicu berbagai komplikasi termasuk pecahnya kista dan
kematian.4
Penanganan bayi kolestasis merupakan suatu masalah yang cukup pelik karena
penyebabnya sangat bervariasi dan sebagian besar masih belum jelas patogenesisnya. Oleh
karena itu tugas klinisi dalam menghadapi kolestasis adalah menegakkan kolestasis sedini
mungkin, melakukan evaluasi diagnostik sedini mungkin untuk mengetahui penyebabnya
(intra atau ekstrahepatik), intervensi dini untuk mencegah skuele jangka panjang.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Hati dan Empedu


Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500 garam atau 2% berat
badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh
struktur sekitarnya.
Hati sangat penting dalam metabolisme bahan makanan antara lain :
1.

Hati berperan dalam mempertahankan kadar gula darah dengan jalan membentuk dan
menyimpan glikogen. Glikogen dibentuk dari glukosa, levulosa, galaktosa dan laktosa.
Hati dapat juga merubah asam amino glikogenik dan gliserol menjadi dekstrosa, yang
kemudian dirubah menjadi glikogen (glikogenesis). Sedangkan glokogen dapat
dirubah oleh hati menjadi glukosa sesuai dengan kebutuhan (glikogenolisis).

2.

Tempat sintesis dan oksidasi lemak. Hampir semua lemak dimetabolisir di dalam hati.
Zat lemak yang dipadukan dengan lesitin akan membentuk posfolipid yang mudah
diangkut dan dalam keadaan siap pakai. Kolesterol dibuat di hati dari asam asetat,
sedangkan esternya merupakan gabungan kolesterol dengan asam lemak. Lipoprotein
plasma yang mengangkut trigliserida juga dibuat di hati. Hati bersama-sama dengan
ginjal memecahkan asam lemak berantai panjang menjadi benda-benda keton. Benda
keton ini akan banyak dihasilkan oleh tubuh pada masa kelaparan. Benda keton akan
dikeluarkan bersama air kemih.

3.

Ureum dibuat di hati dan merupakan deaminasi protein. Zat protein seperti fibrinogen,
globulin dan protrombin dibuat di hati.

4.

Vitamin A, C dan D disimpan di hati. Hati juga mengolah bahan baku vitamin A
(provitamin A) menjadi vitamin A. Riboflavin, vitamin E dan K juga disimpan di hati.

5.

Hati berfungsi juga sebagai pembentuk darah terutama pada masa neonatus dan hati
juga merupakan cadangan penyimpanan zat besi.

6.

Hati berfungsi sebagai penawar racun yang membahayakan tubuh serta berupaya agar
bahan tersebut dapat dikeluarkan dengan segera.5

2.2 Metabolisme Bilirubin


Bilirubin adalah anion organik yang berwarna oranye dengan berat molekul 584. Asal mula
bilirubin dibuat dari heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi. 80% heme
berasal dari hasil perombakan sel darah merah, sedangkan sisanya berasal dari heme noneritrosit seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan perioksidase serta hasil system eritropoetik
yang tidak efektif. Oleh enzim hemoksigenase, heme dirubah menjadi biliverdin yang
kemudian dirubah lagi menjadi bilirubin atas pengaruh enzim bilirubin reduktase.5
Proses tersebut berlangsung di dalam jaringan system retikuloendotelial. Bilirubin
yang masuk ke dalam darah akan diikat oleh albumin dan dibawa ke hati. Bilirubin ini
mempunyai daya larut yang tinggi terhadap lemak dan kecil sekali terhadap air, sehingga pada
reaksi van den Bergh, zat ini harus dilarutkan dahulu dalam akselerator seperti methanol atau
etanol, oleh karena itu disebut bilirubin indirek. Zat ini sangat toksik terutama untuk otak.
Pengikatan dengan albumin merupakan upaya tubuh untuk menyingkirkan bilirubin indirek
dari tubuh dengan segera. Daya ikat albumin-bilirubin (kapasitas ikat total) berkisar 25 mg/dl.
Obat seperti asetil salisilat, tiroksin dan sulfonamid dapat mengadakan kompetisi terhadap
ikatan ini. Bilirubin indirek mudah memasuki hepatosit berkat adanya protein akseptor
sitoplasmik Y dan Z hepatosit. Proses tersebut dapat dihambat oleh anion organic seperti asam
flavasidik, beberapa bahan kolestogarafik.5
Dalam hepatosit bilirubin akan diikat oleh asam glukoronat yang berasal dari asam
uridin diposfoglukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transferase. Hasil gabungan ini
larut dalam air, sehingga disebut bilirubin direk atau bilirubin terikat (conjugated bilirubin).
Selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentu ikatan monglukoronida atau ikatan
dengan glukosa, xylosa dan sulfat. Bilirubin konjugasi dikeluarkan melalui proses yang
tergantung dari energi ke dalam system bilier. Bilirubin yang diekskresikan ke dalam usus
akan dirubah menjadi sterkobilin. Enzim glukoronil transferase diinduksi oleh fenobarbital.
Fenobarbital juga menabah protein akseptor Y. Estrogen dan progestin yang berasal dari ibu
dan steroid dapat menghambat konjugasi bilirubin dalam hati. Bilirubin direk atau bilirubin
konjugasi dikeluarkan melalui membran kanalikuli ke saluran empedu. Proses ini terbatas
(rate limiting process). Obat seperti klopromazin dapat memblokade proses ini demikian juga
adanya bendungan ekstrahepatal dan kerusakan sel hati. Bila terjadi blokade, maka bilirubin
direk akan mengalami regurgitasi sehingga kembali ke dalam plasma.5
Bilirubin direk ditampung dalam kantong empedu yang kemudian dikeluarkan ke
dalam saluran pencernaan. Dalam saluran ini bilirubin direk akan direduksi oleh bakteri
menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen akan diserap oleh usus, masuk ke dalam darah
4

dan selanjutnya akan dikeluarkan oleh ginjal bersama air kemih. Bilirubin direk sebagian
besar diserap oleh ileum terminal secara aktif, sebagian kecil yang tidak diserap masuk ke
dalam kolon, dirusak oleh bakteri usus manjadi bilirubin indirek. Sebagian dari bilirubin ini
diserap secara pasif oleh kolon melalui vena porta bilirubin ini memasuki hati dan dikeluarkan
lagi ke dalam system bilier (sirkulasi enterohepatik).5
2.3 Definisi Kolestasis
Kolestasis secara fisiologis didefinisikan sebagai hambatan sekresi dan atau aliran empedu
yang biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama kehidupan. Akibatnya akan terjadi akumulasi,
retensi serta regurgitasi bahan- bahan yang harus diekskresikan oleh empedu, seperti bilirubin,
asam empedu, serta kolesterol ke dalam plasma. Pada pemeriksaan histopatologis terlihat
penumpukan empedu di dalam hepatosit dan system bilier. Penumpukan bahan tersebut akan
merusak sel hati dengan berbagai tingkat gejala klinis yang mungkin terjadi, serta
pengaruhnya terhadap organ sistemik lainnya, tergantung dari lamanya kolestasis
berlangsung. Secara klinis, bayi terlihat ikterik, urin berwarna lebih gelap dan tinja berwarna
lebih pucat sampai dempul.1,7
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar bilirubin direk meningkat menjadi
lebih dari 2 mg/dl dan komponen bilirubin direk melebihi 20% dari kadar bilirubun total.1,7
2.4 Epidemiologi
Kolesatsis pada bayi terjadi pada kurang lebih 1/2500 kelahiran hidup dan sepertiga
diantaranya disebabkan oleh atresia bilier. Dari 3 penyebab utama kolestasis, insiden atresia
bilier adalah 1 : 10.000 sampai 1 : 13.000 kelahiran hidup. Hepatitis neonatal 1 : 5000, dan
defisiensi -1-antitripsin 1: 20.000.3
Rasio atersia bilier pada anak permpuan dan anak laki-laki adalah 2 : 1, sedangkan
pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik. Belum terbukti adanya predileksi rasial atau
familial.3
Di lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar selama
periode Januari 1992 sampai November 1993 tercatat 34 kasus kolestasis, terdiri dari 26 kasus
atau 76,5 % kaus kolestasus intrahepatik dan 8 kasus atau 23,5% kasus kolestasis
ekstrahepatik. Berdasarkan jenis kelamin terdapat 22 kasus atau 64,7% kasus pada laki-laki
dan 12 kasus atau 35,2% kasus perempuan. Dari segi usia, usia kurang dari 3 bulan sebanyak
28 kasus atau mencapai 82,4%. Usia 3-6 bulan sebayak 4 kasus atau 11,8 % dan usia lebih

dari 6 bulan sebanyak 2 kasus atau 5,8%. Usia termuda adalah 9 hari dan tertua adalah 8
bulan.3
Kolestasis bisa terjadi pada semua kelompok umur. Namun diketahui bahwa neonatus
dan bayi lebih sering menderita penyakit ini sebagai konsekuensi belum matangnya fungsi
hati.7
2.5 Patofisiologi Kolestasis
Semua sel hepar secara kontinyu membentuk sejumlah kecil zat yang disebut empedu, yang
jumlahnya per hari dapat mencapai kurang lebih 500mg. Hasil sekresi ini dilepaskan ke dalam
kanalikulus biliferis kecil, lalu dialirkan ke perifer menuju septa interlobular yang bermuara
kedalam duktus biliaris terminalis, kemudian secara progresif berlanjut hingga akhirnya
mencapai duktus hepatica dan duktus koledukus, tempat terakhir pengaliran empedu langsung
ke arah duodenum atau sebagian ke arah kandung empedu. Biasanya empedu ditampung
terlebih dahulu di dalam kandung empedu hingga tiba saatnya untuk dialirkan ke dalam
duodenum. Konposisi empedu terdiri dari air, asam empedu, pigmen empedu, kolesterol,
garam anorganik setta substansi lain yang larut dalam larutan alkalis. Sebagian komponen
empedu diserap ulang dalam usus kemudian dekskresikan kembali oleh hati melalui sirkulasi
enterohepaitk. Asam empedu merupakan bagian terbesar senyawa organic dalam cairan
empedu dan berperan penting dalam patofisiologi kolestasis karena sifatnya yang hidrofobik
dan hepatotoksi. Ada 4 asam empedu yang ditemukan pada manusia, yaitu asam kolat (50%),
asam konodioksikolat (30%), asam deoksikolat (15%), dan asam litokolat (5%). Dua asam
empedu utama/primer yang disintesis di hati adalah asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Di
dalam kolon, bakteri mengubah asam kolat menjadi asan deoksikolat dan asam
kenodioksikolat menjadi asam litokolat. Karena terbentuk dari hasil kerja bakteri kolon, maka
sam deoksikolat dan asam litokolat disebut asam empedu sekunder.1
Penelitian kadar asam empedu serum pada berbagai usia menunjukan terdapatnya
peningkatan yang sangat hebat kadar asam empedu kolat dan kenodioksikolat pada beberapa
hari pertama menetap selama 4 sampai 8 minggu, dan kemudian berangsur-angsur menurun
hingga mencapai kadar dewasa pada usia 1 tahun. Beberapa penulis menyebut hal ini sebagai
kolestasis fisiologis. Bayi baru lahir mengalami suatu periode kolestasis relatif (disebut juga
kolestasis fisiologis) tanpa menderita suatu penyakit. Keadaan ini terjadi antara lain karena
pada periode tersebut ukuran pool asam empedu kecil dan konsentrasinya di duodenum serta
absorpsinya menurun, sehingga bayi tersebut rentan untuk menderita kolestasis akibat

berbagai keadaan atau penyakit, karena adanya obstruksi duktus biliaris ekstrahepatik maupun
intrahepatik.1
Kolestasis terjadi akibat gangguan sintesis dan atau sekresi asam empedu. Mekanisme
terjadinya kolestasis dapat diklasifikasikan atas 2 bagian besar, yaitu :
1.

Secara hepatoselular, terjadi kerusakan pada pembentukan empedu. Gambaran


histopatologis yang khas adalah terlihatnya empedu diantara hepatosit dan ruangruang kanlaikuler, yang berhubungan demgan jejas kolat secara umum.

2.

Secara obstruktif, yaitu terjadi impedansi terhadap aliran empedu setelah terbentuk.
Gambaran histopatologis yang terjadi adalah adanya sumbatan bilier pada duktus
biliaris interlobularis, ekspansi portal dan proliperasi duktus biliaris dengan jejas kolat
sentrilobularis.1

2.6 Manifestasi klinis


Tanpa memandang etiologinya, gejala klinik utama pada koestasis neonatal adalah ikterus,
tinja berwarna lebih pucat sampai dempul (akolik), dan urin yang berwarna gelap. Selanjutnya
akan muncul manifestasi klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan
bilirubin.2,3
Adapun manifestasi klinis utama terjadinya kelainan yang menyebabkan kolestasis
adalah :
1. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi (>2mg/dl atau > 20% dari kadar bilirubin
total ).
2. peningakatan asam empedu serum (>10 mmol/L)
3. Warna tinja akolik (seperti dempul) dengan variasinya.
4. Urin warna gelap.
5. Hepatomegali
Secara klinis, kolestasis dihubungkan dengan gejala ikterik serta pruritus berdasarkan
peningkatan kadar bilirubin direk, -glutamil transferase, alkali-fosfatase dan malabsorpsi
lemak. Perubahan warna tinja serta urobilinogen urin sejalan dengan jenis serta beratnya
hambatan empedu tersebut dan berkorelasi pula dengan lamanya kolestasis berlangsung. Pada
kolestsis kronik, anak akan mengalami malnutrisi dan retardasi dalam pertumbuhan serta
gejala defisiensi vitamin yang larut dalam lemak, yaitu terjadi penebalan kulit, rabun senja,
osteopsnia, degenerasi neuromuskular, anemia hemolitik, hipoprotrombimnemia serta
kelainan hati menjadi progresif dan selanjutnya terjadi sirosis bilier dengan berbagai
komplikasinya.1
7

2.7 Diagnosis
Untuk membedakan antara kolestasis intrahepatal dengan kolestasis ekstrahepatal,
dilakukan denan cara :
1. Anamnesa
a. Riwayat keluarga
Bila ada saudara kandung pasien yang menderita kolestasis, kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetik/metabolik. Atresia bilier jarang mengenai suadara
pasien yang lain.
b. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat obstetrik ibu (infeksi TORCH, hepatitis B dan infeksi lain), BBL, infeksi
intrapartum, morbiditas perinatal dan riwayat pemberian nutrisi parenteral. Bayi
atresia bilier biasanya lahir dengan BB normal, sedangkan bayi dengan kolestasis
intrahepatal biasanya lahir dengan BB rendah.
2. Klinis
Menurut Alagille (1985), bahwa ada 4 keadaan klnis yang dipakai sebagai patokan untuk
membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dengan intahepatik, yaitu :
a. BB lahir
b. Warna tinja
c. Umur penderita saat tinja mulai akolik
d. Keadaan hepar

Kriteria klinis untuk membedakan kolestasis Intra/Ekstrahepatal


Klinis
Warna tinja selama dirawat

Ekstrahepatal

Intrahepatal

Pucat /dempul

79%

26%

Kuning

21%

74%

BB lahir

3000 gram

< 3000 gram

Usia tinja akolik

2 minggu

4 minggu

13%

47%

Gambaran klinis hati


-

Hati normal

Hepatomegali
Konsistensi :
-

Normal

12%

35%

Padat

63%

47%

Keras

24%

6%

Fibrosis porta

94%

47%

Profilerasi duktus

86%

30%

Thrombus empedu 63%


importal

Biopsi hati

1%

Kolestasiss ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik, maka sebagai
upaya pertama untuk membedakan kolestasis intra/ekstrahepatik adalah mengumpulkan
tinja 3 porsi dalam wadah berwarna gelap.
1. Porsi I

pkl 06.00 14.00

2. Porsi II pkl 14.00 22.00


3. Porsi III pkl 22.000 06.00
Pada saat tinja dikumpulkan, pemberian kolestiramin dihentikan. Bila selama beberapa
hari ketiga porsi tinja tetap dempul, maka kemungkinan besar diagnosisnya adalah
kolestasis ekstrahepatik. Pada kolestasis intrahepatik, umumnya dempul pada pemeriksaan
tinja 3 porsi akan berfluktasi.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis dilakukan pemeriksaan kadar komponen dari
bilirubin untuk membedakanya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Juga dilakukan
pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati termasuk transaminase serum (SGOT,
SGPT, Gamma Glutamil Transferase), alkali fosfatase, waktu protrombin dan
tromboplastin, UL, FL.
Data laboratorik awal pada bayi kolestasis
Bilirubin total

10,2 4,5

12,1 9,6

Bilirubin direk

6,2 2,6

8,0 6,8

SGOT ( dari N)

<5x

> 10 x

SGPT ( dari N)

<5x

> 10 x

GT ( dari N)

>5x

<5x

b. Pemerksaan khusus
Pemeriksaan Uji Aspirasi Duodenum (UAD) jarang dilakukan karena beberapa
pernyataan mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan tinja
3 porsi.
c. Pencitraan
Pencitraan dilakukan untuk mengetahui patensi duktus dan menilai keadaan parenkim
hati. Pemeriksaan pencitraan yang dilakukan antara lain :
-

Pemeriksaan USG
Theoni (1990) mengemukakan bahwa akurasi diagnostik USG 77% dan dapat
ditingkatkan bila pasien dilakukan dalam 3 fase yaitu pada saat puasa, saat minum
dan sesudah minum.
Pemeriksaan USG merupakan prosedur yang sederhana dan noninvasif, sehinggga
dapat dilakukan terhadap bayi dengan kolestasis.

Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi dapat digabung dengan DAT, dengan akurasi diagnosis
sebesar 98,4%.7

Pemeriksaan kolangiografi
Prosedur ini jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum dengan
instrumen yang canggih dan teknis pelaksanaan yang sulit.

10

d. Biopsi hati
Gambaran histopatologis hati dapat membantu menentukan perlu atau tidaknya
laparotomi eksplorasi.
Pada hepatitis neonatal umumnya ditemukan infiltratif inflamasi di lobulus yang
disertai dengan nekrosis hepatoseluler, sehingga terlihat gambaran lobuler yang
kacaua, serta ditemukan sel raksasa, fibrosis porta, dan proliferasi duktus ringan.
Pada atresia bilier didapat gambaran proliferasi duktuus bilier dan sumbatan empedu,
fibrosis porta dan edema tetapi arsitektur lobulernya masih nomal.7
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kolestasis
I.

II.

Kelainan ekstrahepatik
A.

Atresia bilier

B.

Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier

C.

Perporasi spontan duktus bilier

D.

Massa (neoplasma, batu)

E.

Inspissated bile syndrom

Kelainan intrahepatik
A.

Idiopatik
1. Idiopatik neonatal hepatitis
2. kolestasis intrahepatal persisten
3. syndrom alagille
4. Syndrom Zellweger
5. intrahepatik bile duct paucity

B.

Anatomik
1. Fibrosis hepatitik congenital
2. Penyakit caroli

C.

Kelainan metabolisme
1. Asam amino : Tyrosinemia
2. Lipid : Penyakit Gaucher, penyakit Niemann pick
3. Karbohidrat : galaktosemia
4. Penyakit empedu
5. Penyakit metabolic tidak khas : defisiensi antitripsin, kistik fibrosis

11

D.

Hepatitis
1. Infeksi : Hepatitis B, reovirus, TORCH.
2. Toksis : Kolestasis akibat nutrisi parenteral, sepsis dengan kemumngkinan
endotoksinemia.

E.

Genetic atau kromosal: Trisomi E, Syndrom Down, Syndrom Donahue


(leprechaunisme)

F.

Lain-lain : Histiositosis X, renjatan atau hipoperfusi, obstruksi intestinal,


syndrom polisplenia, lupus neonatal.10

2.9 Penatalaksanaan
A. Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk :
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati, terutama asam empedu
(asam litokolat), dengan memberikan :
1. Fenobarbital 5 mg/Kg/hari, dibagi 3 dosis per oral
2. Kolestiramin 1 mg/kg/hari, dibagi 6 dosis
b. Melindungi hati dari zat toksik dengan memberikan :
1. Asam ursodioksilat 3-10mg/kg/hari, dibagi 3 dosis per oral
c. Mencegah perkembangan menjadi sirosis denag memberikan :
1. Colchicine (anti fibrotik) 0.025 mg/kg/hari, peroral
Bila telah terjadi gagal hati akibat sirosis, penanganannya sesuai dengan situasi dan
kondisi.
B. Terapi nutrisi
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chin trigliserida ( MTC) untuk
mengatasi absorpsi lemak.
b. Penatalaksaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak
1. Vitamin A 10.000 U/hari dengan zinc 1 mg/kg
2. Vitamin D 5000-8000 IU Vitamin D2 atau hidroksi kolekalsiferol 3-5
ug/kg/hari
3. Vitamin E (alfa tokoferol asetat) 150 U/hari
4. Kalsium dan posfor bila perlu.

12

C. Terapi Bedah
Segera

stelah

diagnosis

atresia

bilier

ditegakan,

dilakukan

intervensi

bedah

portoenterostomi terhadap atresia bilier yang dapat dikorekasi, yaitu tipe I dan II.7
2.10 Prognosis
Prognosis kolestasis intrahepatik tergantung dari penyakit penyebab dan banyaknay kerusakan
sel-sel hati. Kolestasis yang terjadi oleh sepsis, prognosisnya baik. Pada kasus kolestasis
ekstrahepatik seperti atresia biklier, setelah dilakukan operasi Kasai (post kasai procedure) 3060% bisa bertahan sampai 5 tahun.7

BAB 3
LAPORAN KASUS
13

I.

Identitas.
Nama

: IWS

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tanggal Lahir

: 03 Juli 2014

Umur

: 5 bulan 15 hari

Nama Ayah

: MM, 33 tahun

Pendidikan Ayah

: SMA

Nama Ibu

: NWA, 33 tahun

Pendidikan Ibu

: SD

Alamat

: Br. Tegal Payang Pupuan Tegalalang Gianyar

Tanggal pemeriksaan

: 18 Oktober 2010, di Rumah penderita

II. Heteroanamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap ayah dan ibu penderita
- Pada saat kunjungan penderita dikatakan berada dalam keadaan baik, keluhan kejang
tidak ada, sesak tidak ada, batuk, pilek dan demam juga tidak ada.
- Aktivitas sehari-hari dapat dilakukan dengan baik.
- Penderita dikeluhkan belum dapat menegakan kepala, membalikan badan juga belum
bisa.
- Penderita juga dapat merespon suara yang didekatkan dengan penderita.
- Nafsu makan normal ( minum ASI).
- Buang air besar normal, warna kuning, konsistensi lembek.
- Buang air kecil normal, warna jernih kekuningan.
Riwayat penyakit sebelumnya:
Penderita pada saat berumur 1 bulan 22 hari, pernah dirawat di RS Sanglah. Pada saat itu
penderita dikeluhkan orang tuanya mual dan muntah sejak satu hari sebelum masuk rumah
sakit. Muntah sebanyak dua sampai tiga kali dalam sehari. Muntahan berisi makanan yang
dikonsumsi. Selain itu pasien juga dikeluhkan lemas sejak pasien muntah, selain itu pasien
juga tampak pucat. Pasien juga dikeluhkan adanya mata kuning dan kemudian menjalar ke
muka dan seluruh tubuh sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien dikeluhkan mengalami sesak napas sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit,
sesak ini disertai dengan batuk yang tidak berdahak. Pilek tidak ada, panas badan tidak ada.
14

Pasien juga pernah dibawa kedokter praktek swasta untuk berobat atas keluhan ini, dan pasien
diberikan obat puyer.
Pasien juga dikeluhkan mata tidak merespon terhadap panggilan dan tatapan mata pasien
tampak kosong sejak pasien muntah-muntah tersebut. Pagi hari sebelum dibawa ke rumah
sakit Sanglah, pasien dibawa kerumah sakit Aricanti untuk berobat kemudian dari sana pasien
dirujuk ke rumah sakit Sanglah. Dirumah sakit sanglah pasien didiagnosa dengan ICB dan
pernah di CT Scan, setelah MRS selama tiga hari, pasien menjalani operasi trepanasi. Setelah
dioperasi pasien sempat dirawat di ruang intensif selama beberapa hari. Pasien dirawat di
rumah sakit Sanglah selama kurang lebih satu bulan.
Riwayat penyakit di keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang lain yang dikeluhkan menderita penyakit yang sama dengan
penderita.
Riwayat Prenatal
-

Ibu penderita menikah satu kali. Penderita merupakan kehamilan yang pertama.

Selama hamil, ibu penderita rutin melakukan antenatal care di bidan setiap bulan dan di
dokter spesialis kandungan dua kali. Dalam masa kehamilan juga pernah di USG dan
dikatakan kehamilannya normal. Ibu penderita mengaku tidak pernah mendapatkan
imunisasi khusus ibu hamil.

Ibu penderita selalu mengkonsumsi makanan bergizi selama kehamilan dan tidak
pernah mengkonsumsi obat-obatan.

Ibu penderita tidak pernah mengalami sakit maupun kecelakaan (trauma) selama masa
kehamilannya

Selama kehamilan ibu penderita tidak bekerja.

Riwayat Persalinan
Penderita dilahirkan di Bidan secara spontan, saat usia kehamilan sembilan bulan lima hari.
Saat lahir, penderita langsung menangis dengan berat badan lahir 2500 gram dan panjang
badan 50 cm.
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi dasar diakui lengkap sesuai umur penderita, yakni: BCG pada umur 1
bulan 7 hari, Polio I,II dan III pada umur 1 bulan 7 hari, 4 bulan 5 hari dan 5 bulan 8 hari,
Hepatitis B I pada umur 1 hari, DPT I,II pada umur 4 bulan 5 hari, 5 bulan 8 hari.
15

Riwayat nutrisi
-

Penderita mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) sejak lahir sampai sekarang. Susu formula
tidak diberikan.

Makanan tambahan seperti biskuit, dan pisang belum diberikan pada penderita.

Riwayat Tumbuh Kembang


Personal Sosial
- Tersenyum spontan dan membalas senyuman

>1 bulan

- Mengamati tangannya

3 bulan

- Berusaha meraih makanan

belum bisa

- Makan sendiri

belum bisa

- Berusaha meraih

belum bisa

- Mengamati maik-manik

5 bulan

- Mengikuti sampai 180

5 bulan

- Tangan bersentuhan

5 bulan

- Memegang kericikan

5 bulan

- Meniru bunyi suara

belum bisa

- Bersuara satu suku kata

4 bulan (jarang)

- Menoleh kearah suara

4 bulan

- Berteriak

4 bulan (jarang)

- Duduk tanpa ditopang

belum bisa

- Bangkit duduk kepala tegak

belum bisa

- Membalikan badan

belum bisa

- Dada terangkat bertumpu pada lengan

belum bisa

- Duduk kepala tegak

belum bisa

Motorik Halus

Bahasa

Motorik Kasar

Pertumbuhan dan perkembangan penderita termasuk kurang baik untuk anak seusianya.

Riwayat Personal Sosial


16

Penderita adalah anak tunggal di keluarganya.


Riwayat Sosial Ekonomi
-

Keluarga penderita termasuk dalam kategori keluarga yang cukup mampu. Ayah penderita
adalah seorang pegawai asuransi. Ibu penderita tidak bekerja. Penghasilan perbulan
keluarga penderita berkisar 1.200.000 rupiah per bulan.

Penghasilan yang diperoleh dalam keluarga cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.

III. Pemeriksaan Fisik


Status present :
Keadaan Umum

baik

Kesadaran

Compos mentis

Nadi

132 x/m, reguler, isi cukup

Respirasi

44 x/m reguler

Suhu axila

36,8 oC

Panjang badan

50cm

Berat badan

3,3 kg

Berat Badan Ideal

3,6 kg

Lingkar kepala

38 cm

Lingkar lengan atas

12 cm

Status gizi menurut


CDC Growth Chart

Berat badan ~ umur : dibawah persentil 5


pasien berada pada posisi pada persentil 50, berarti bahwa pada posisi urutan 50,
sehingga ada 50 anak berada diatasnya. Dapat disimpulkan bahwa pasien berada
pada urutan pertengahan dari anak seusianya (normal)

Tinggi badan ~ umur

: dibawah persentil 5

pasien berada pada posisi persentil 75-90, berarti bahwa pada posisi urutan7590 , sehingga 10 anak berada diatasnya. Dapat disimpulkan bahwa pasien berada
pada urutan atas dari anak seusianya
17

Berat badan ~ tinggi badan: persentil 25-50

Pasien berada pada posisi persentil 10-25, berarti bahwa dari 100 orang anak ia
berada dalam posisi 10-25, sehingga 90 anak berada diatasnya. Dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan berat dan tinggi badan, ia berada pada urutan
bawah dari anak seusianya (lebih)

Status general
Kepala

Normocephali

Mata

anemia +/+, ikterus -/-, refleks pupil +/+ isokor, cowong-/-

Telinga

bentuk normal, sekret (-)

Hidung

napas cuping hidung (-), sianosis (-).

THT

Tenggorokan :

Faring hiperemis (-),Tonsil hiperemis (-).

Inspeksi

bendungan vena jugularis (-)

Palpasi

Pembesaran kelenjar (-)

Kaku Kuduk

(-)

simetris statis dan dinamis

Inspeksi

ictus cordis tidak tampak

Palpasi

kuat angkat (-), thrills (-)

Auskultasi

S1 S2 normal regular murmur (-)

Inspeksi

gerakan dada simetris. Retraksi (-)

Palpasi

gerakan dada simetris

Perkusi

perkusi paru sonor

Auskultasi

Bronkovesikuler +/+, ronchi -/- wheezing -/-, stridor -/-

Leher

Thorak
Jantung

Paru

inspirasi > ekspirasi


Abdomen
Inspeksi

Distensi (+)

Auskultasi

Bising Usus (+) Normal


18

Palpasi

Hepar teraba 1/3 - 1/3 kenyal, tepi tajam dan rata , Lien tidak
teraba

Extremitas

Akral hangat (+), Pucat (+), kuning (+), tonus normal, tenaga
normal, refleks fisiologis positif, edema tida

IV.Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Darah Lengkap (25/06/10)
WBC: 12,6 x 103
RBC: 1,59 x 103
HGB:4,95 gr/dl
HCT: 14,1,0 %
PLT: 454 x 103
BT : 230
CT : 1245

CT- scan kepala (25/06/10)

19

V.Diagnosis
Suspek perdarahan intrakranial
VI.Penatalaksanaan
-

MRS

O2 Nasal Canul 1 LPM

IVFD D5 NS ~ 13 tetes /menit

Tranfusi PRC 35 cc @ 6 jam

Lasik 2 mg (iv) sebelum tranfusi

Diet ASI atau pengganti ASI per oral / sonde

3.1.ANALISA KASUS
20

3.1.1 Kebutuhan dasar anak


Kebutuhan fisik biomedis (ASUH)
1. Kebutuhan pangan/gizi
Ibu penderita selalu berusaha memberikan ASI bagi penderita, dikatakan oleh
ibunya ASI lancar dan sering diberikan kepada penderita untuk memenuhi
kecukupan gizi bagi anaknya.
2. Sandang
Keperluan sandang juga sangat diperhatikan oleh keluarga penderita. Setiap mandi
sehabis mandi pakaian penderita diganti. Pakaian kotor dicuci bersih kemudian
dijemur dan setelah kering disetrika.
3. Papan
Penderita tinggal di banjar Tegal Payang Gianyar. Rumah ini merupakan rumah
tempat tinggal orang tua penderita. Jumlah penghuni di rumah tersebut sebanyak
enam orang. Penderita tidur bersama kedua orang tuanya yang berukuran 3x4
meter. Ventilasi kurang karena diperoleh dari sebuah jendela yang terdapat didalam
kamar tidur, kamar tidur tampak gelap dikarenakan jendela jarang dibuka, dan
penerangan hanya berasal dari pintu kamar yang dibuka. Sumber air yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari berasal dari sumur pompa. Kondisi kamar
mandi cukup bersih, lingkungan rumah penderita cukup luas namun tampak kotor
karena adanya anjing dan ayam yang berkeliaran di perkarangan rumah.
4. Perawatan kesehatan
Keluarga penderita merupakan keluarga yang mempercayakan kesehatannya
kepada paramedis, apabila ada keluarga yang sakit orang tua penderita akan
membawanya ke bidan, dan bila belum sembuh akan dibawa ke rumah sakit.
Untuk kontrol penyakinya orang tua penderita memeriksakan penderita setiap 3
bulan rutin ke poliklinik anak.
5. Waktu bersama keluarga
Penderita tinggal di rumah bersama kedua orang tuanya dan kakek neneknya.
ayah penderita bekerja di Art shorp swasta, dan ibu penderita hanya bekerja
dirumah sebagai ibu rumah tangga.

Kebutuhan emosi/kasih sayang (ASIH)


21

Penderita tinggal bersama keluarga yang harmonis. Hubungan emosi dan kasih sayang dengan
kedua orangtua dikatakan baik oleh ibu penderita. Menurut ibunya, penderita semua anggota
keluarga menyayanginya.
Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Menurut ibunya penderita adalah anak yang mudah akrab dengan orang baru dan tidak
cengeng, saat kami berkunjung penderita tidak menangis jika dideketin. Orang tua penderita
sering membelikan mainan baru untuk penderita, demikian mainan yang dibelikan sesuai
dengan usia penderita sehingga mendukung perkembangan motorik dan sensorik penderita
dari sejak kecil. Setiap hari orang tua penderita mengajak penderita berinteraksi.
3.2

PROBLEM LIST
Melalui pendekatan bio-psiko-sosial didapatkan :
Biologis
Saat ini kondisi fisik penderita terlihat baik. Jika dilihat dari CDC, secara umum penderita
masuk dalam kriteria abnormal derat badan terhadap umur masih terletak dibawah persentil 5
Psikologis
Ibu penderita memberikan perhatian yang lebih terhadap penderita setelah sakitnya. Ibu
penderita juga sangat berhati hati dalam memegang kepala penderita dikarenakan takut
terjadi perdarahan kembali didalam kepala. Saat ini penderita belum dapat menegakkan
kepala dengan sempurna dan orang tua penderita sangat khawatir jika merangsang kepala dan
lehernya akan menyebabkan perdarahan di kepala penderita terulang .
Sosial
Penderita adalah sosok anak kecil yang terlihat cenderung pendiam, hal ini terlihat bahwa
penderita kurang dapat menaggapi rangsangan dari luar
Lingkungan rumah
Keluarga penderita tinggal di rumah seluas 4 are. Rumah ini ditempati oleh satu kepala
keluarga dengan jumlah keseluruhannya adalah 6 orang. Rumah yang ditempati oleh
penderita dan keluarganya sudah permanen, lantai rumah berbahan keramik, tembok batu
bata, di plester dan di cat rapi. Terdapat 3 kamar tidur, namun ventilasi di ruang tersebut selalu
dalam keadaan tertutup sehingga ruangan tersebut terkesan pengap. Kamar mandi sudah
terlihat cukup bersih.

3.3

PEMECAHAN MASALAH MELALUI KIE


22

1. Memberikan penjelasan pada ibu penderita untuk selalu menjaga status gizi pasien yakni
dengan memberikan ASI setiap kali penderita meminta, dan apabila anak terlihat jarang
meminta ASI, sebaiknya ASI tetap diberikan sampai umur penderita minimal 6 bulan.
2. Menyarankan agar membuka jendela di ruang tidur supaya sinar matahari dapat masun
kamar tidak terlihat gelap dan pengap.
3. Menjaga kebersihan personal keluarga terutama yang sering kontak dengan penderita.
Apabila ada anggota keluarga yang sedang sakit sebaiknya segera berobat agar
mendapatkan penanganan sedini mungkin.
4. Memberikan pengertian dan pemahaman tentang penyakit pasien, bahwa perdarahan yang
ada di kepalanya memang ada suatu penyakit yang mendasarinya sehingga orang tua tidak
perlu khawatir untuk melatih otot leher penderita agar bisa tegak dengan sempurna
5. Memberikan mainan yang sesuai dengan umur penderita, dan menyn emrahpatkan diri
untuk mendampingi anak bermain, sehingga perkembangan personal sosial, motorik
halus, kasar, dan bahasanya dapat berkembang optimal.
6. Tidak membatasi keaktifan anak, serta melatih otot leher agar kepala anak dapat tegak
dengan sempurna.

BAB IV
23

KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan wawancara dapat disimpulkan bahwa orang tua pasien sangat
peduli terhadap kesehatan anaknya, hal ini terlihat dari keseriusan orang tua pasien dalam
mendengarkan penjelasan mengenai kesehatan anaknya pada saat kunjungan di lakukan serta
rutinnya orangtua pasien untuk mengontrol keadaan anaknya sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan. Pertumbuhan anak sampai saat ini masih terlihat mengalami gangguan dengan
gizi yang sudah cukup baik. Secara umum yang penting untuk selalu diperhatikan, yaitu
1. Tetap memberi kecukupan nutrisi yang berimbang.
2. Orang tua penderita tetap senantiasa memperhatikan kondisi anaknya, penderita selalu
diajak melakukan control pengobatan yang rutin serta bersabar menjalani
pengobatan sampai tuntas.
3. Penderita tetap dijaga perkembangan emosi atau mentalnya dalam asah, asih dan asuh.
4. Orang tua tetap memberikan rasa nyaman kepada penderita, dengan memberi hiburan
dan pendidikan yang baik dan memberikan waktu luang untuk anaknya.
5. Lingkungan rumah harus tetap dijaga kebersihannya untuk mendukung kesehatan
penderita
Hubungan keluarga dengan penderita harus tetap terjaga dengan baik begitu juga hubungan
dengan lingkungan sekitarnya.

24

You might also like