You are on page 1of 39

Anatomi Testis

Testis adalah genitelia pria yang terletak di scrotum. Ukuran testis pada orang dewasa
adalah 4x3x2,5 cm, dengan volume 1525 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis
terbungkus oleh jaringan Tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea
terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos.
Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati
rongga abdomen untuk mempertahankan temperature testis agar tetap stabil.1
Testis bagian dalam terbagi atas lobules yang terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel
sertoli dan sel-sel leydig. Produksi sperma atau spermatogenesis terjadi pada tubulus
seminiferus. Sel-sel leydig mengsekresi testosterone. Pada bagian posterior tiap-tiap testis
terdapat duktus melingkar yang disebut epididimis, bagian kepalanya berhubungan dengan
duktus seminiferus (duktus untuk aliran keluar) dari testis, dan bagian ekornya terus melanjut
ke vass deferens. Vas deferens adalah dukuts ekskretorius testis yang membentang hingga ke
duktus vesikula seminalis, kemudian membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius
selanjutnya bergabung dengan urethra yang merupakan saluran keluar bersama baik untuk
sperma maupun kemih.1,2
Secara histopatologis, testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli
seminiferi. Didalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel sertoli, sedang
diantara tubuli seminiferi terdapat sel-sel leydig. Sel-sel sperma togonium pada proses
spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel sertoli berfungsi memberi makan pada
bakal sperma, sedangkan sel-sel leydig atau disebut sel-sel interstisial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormone testosterone.2
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan
mengalami pematangan/maturasi diepididimis. Setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa
bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula
vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas
deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.1
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu:1
a. Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta
b. Arteri deferensialis cabang dari A. vesikalis inferior
c. Arteri kremasterika yang merupakan cabang A. Epigastrika
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis.
Fisiologi Testis

Testis merupakan fungsi eksokrin dalam spermatogenesis dan fungsi endokrin untuk
mensekresi hormon-hormon seks yang mengendalikan perkembangan dan fungsi seksual.
Pusat pengendalian hormonal dari sistem reproduksi adalah sumbu hipotalamus-hipofisis.
Hipotalamus memproduksi Gonadotropin Hormone releasing Hormone (GnRH). Hormonhormon ini adalah Follicle Stimulating Hormone Releasing Hormone (FSHRH) dan
Luteinizing Hormone Releasing Hormone (LHRH). Hormon-hormon ini dibawa ke hipofisis
anterior untuk merangsang sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH), yang pada pria lebih umum dikenal sebagai Interstitial Cell Stimulating
Hormone (ICSH).2
Proses pematangan sel-sel Leydig janin dikenadlikan oleh kromosom Y dan
dirangsang oleh ICSH. Sel-sel ini akan menghasilkan testosterone yang menyebabkan proses
diferensiasi dari vas deferens dan vesikula seminalis. Metabolit testosteron yaitu
Dihidrotestosteron (DTH), menyebabkan proses diferensiasi dari prostat dan genitalia
eksterna.2
Produksi testosteron oleh sel-sel interstitial Leydig pada pria akan sangat meningkat
pada permulaan pubertas. ICSH akan merangsang sel-sel Leydig untuk menghasilkan
testosteron, DTH dan estradiol, FSH akan merangsang sel sel sertoli untuk mempengaruhi
pembentukan sperma. FSH dalam kadar yang rendah juga akan memperkuat efek
perangsangan ICSH. Testosteron harus dihasilkan dalam kadar yang cukup supaya proses
spermatogenesis dapat berlangsung dengan sempurna. Dengan demikian, baik FSH maupun
ICSH harus dilepaskan oleh hipofisi anterior agar spermatogenesis dapat berlangsung.
Selanjutnya testosterone, DTH, estradiol dan zat yang disekresi oleh tubular-inhibin akan
menghambat sekresi ICSH dan FSH oleh hipofisis anterior, sehingga terjadi sistem umpan
balik yang mengatur kadar testosterone dalam sirkulasi darah.2
Definisi Orkitis
Orkitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada testis. Pada orkitis terisolasi,
umumnya etiologi tersering adalah infeksi viral, terutama infeksi mumps / gondongan. Infeksi
virus lain yang lebih jarang, seperti virus coxsackie juga telah ditemukan dapat menimbulkan
orkitis terisolasi.Selain itu, orkitis juga bisa timbul sebagai komplikasi dari epididimitis,
sehingga dapat pula disebut epididimo-orkitis. Pada kasus epididimo-orkitis, umumnya
memiliki etiologi bakterial dari suatu infeksi saluran genitourinaria baik simptomatik maupun
tidak. Orkitis lebih sering timbul sebagai komplikasi dari epididimitis dibandingkan dengan
orkitis terisolasi.

Etiologi epididimo-orkitis yang umum ditemukan berbeda antar kelompok usia. Pada
kelompok laki-laki berusia 14-35 tahun, epididimo-orkitis umumnya ditimbulkan oleh
patogen yang ditransmisikan secara seksual, seperti N. gonorrhoeae atau C. trachomatis.
Epididimo-orkitis nonspesifik dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri aerob dan
seringkali dikaitkan dengan abnormalitas anatomik. Pada kelompok usia di bawah 14 tahun
atau lebih tua dari 35 tahun, infeksi dengan patogen genitourinaria umum seperti E. coli dapat
ditemukan.E. coli dan H. influenza umum ditemukan pada epididimitis pada pria
homoseksual yang melakukan seks anal insertif.
Epididimitis TB dapat terjadi pada daerah endemis TB dan merupakan TB urogenital
yang paling umum dijumpai. Epididimitis TB terjadi melalui persebaran hematogen dan
seringkali turut melibatkan ginjal.3Suatu laporan kasus dari India mencantumkan adanya
suatu insiden epididimo-orkitis TB yang terisolasi tanpa adanya infeksi TB di organ lain
termasuk ginjal, pada laki-laki berusia 38 tahun dengan keluhan pembengkakan skrotum
selama 4 bulan disertai dengan nyeri skrotum dan sekret. Mengingat epidemiologi TB di
Indonesia tinggi, tentunya TB sebagai suatu penyebab epididimo-orkitis patut pula
dipertimbangkan, terutama bila tidak dapat ditemukan etiologi lain yang mungkin.
Epididimo-orkitis juga dapat timbul sebagai bagian dari suatu penyakit vaskulitis
sistemik seperti sindrom Behcet, purpura Henoch-Schonlein, dan sarkoidosis. Penggunaan
obat amiodarone juga dapat menimbulkan epididimitis.3
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, setidaknya 20% pasien prepubertal (<10 tahun) dengan infeksi
mumps akan mengalami orkitis. Setidaknya 4 dari 5 kasus orkitis akibat mumps terjadi pada
usia prepubertal. Orkitis terisolasi cukup jarang ditemukan.
Pada kasus orkitis bakterial, sebagian besar kasus diasosiasikan dengan epididimitis
(epididimo-orkitis), dan biasanya terjadi pada pasien pria usia di bawah 35 tahun yang aktif
secara seksual atau pada pasien pria usia lebih dari 50 tahun dengan BPH. Meskipun
demikian, pada kelompok usia anak dan lanjut usia, patogen urinaria seperti E. coli juga
dapat menimbulkan epididimo-orkitis. Pada pria homoseksual yang mempraktikkan seks
anal, E. coli

dan bakteri koliform lainnya juga sering menimbulkan epididimo-orkitis,

terutama pada pasangan yang bertindak sebagai pasangan insertif.


Diperkirakan 1 tiap 1000 pria mengalami epididimitis tiap tahunnya di Amerika
Serikat, dengan angka kunjungan medis diperkirakan lebih dari 600.000 tiap tahunnya.
Instrumentasi saluran kemih seperti pemasangan kateter, obstruksi saluran kemih baik didapat

maupun kongenital, refluks saluran kemih akibat sebab didapat maupun kongenital, aktivitas
fisik berat, mengendarai sepeda atau sepeda motor, dan promiskuitas telah ditemukan sebagai
faktor risiko epididimitis.
Epididimitis lebih sering terjadi dari orkitis. Orkitis dapat terjadi pada 58% laki-laki
yang terdiagnosis epididimitis.
Patofisiologi
Orkitis terisolasi biasanya timbul menyertai infeksi viral, terutama infeksi mumps.
Pada orkitis terisolasi, inflamasi hanya terjadi pada testis tanpa melibatkan epididimis dan
timbul melalui persebaran hematogen.
Pada epididimo-orkitis, patogenesis yang paling umum terjadi adalah melalui suatu
infeksi retrograd asendens dari saluran kemih yang kemudian menyebar melalui vas deferens
hingga ke epididimis dan bahkan testis. Faktor anatomi memiliki peranan dalam proses ini.
Selain itu, abnormalitas anatomis saluran kemih, baik didapat (BPH pada pria usia lanjut)
maupun kongenital (stenosis meatal) dapat menimbulkan refluks urin yang telah ditemukan
berperan dalam patogenesis epididimo-orkitis.
Pada epididimitis, biasanya refluks pertama kali terjadi pada bagian ekor epididimis
melalui vas deferens. Kemudian, infeksi dari ekor epididimis dapat meluas ke badan dan
kepala epididimis, bahkan dapat mencapai korda spermatikus menjadi funikulitis dan dapat
mencapai testis sehingga menjadi epididimo-orkitis.
Manifestasi Klinis
Manifestasi utama orkitis, baik orkitis terisolasi maupun sebagai bagian dari
epididimo-orkitis, adalah nyeri testikular dan pembengkakan skrotum. Nyeri dan bengkak
yang timbul biasanya semakin memberat secara bertahap dalam hitungan hari (tidak seperti
torsio testis yang umumnya memberat dengan cepat dalam hitungan jam).
Mengingat etiologi orkitis terisolasi umumnya viral, biasanya orkitis terisolasi bersifat
akut dan dapat sembuh sendiri.4 Sedangkan kasus epididimo-orkitis dapat bersifat akut
maupun kronik. Epididimo-orkitis akut memiliki gambaran nyeri epididimal dan skrotal serta
pembengkakan skrotal yang awitannya cepat dalam periode beberapa hari, sedangkan
epdidimo-orkitis kronik biasanya memiliki gambaran klinis kronik lebih dari 6 minggu.3,4
Pada pasien dengan orkitis terisolasi akibat virus, biasanya nyeri dan pembengkakan
skrotum timbul mendadak dan unilateral. Gejala lain yang menyertai tidak menentu, namun

dapat timbul malaise, demam, myalgia, mual, dan nyeri kepala. Bila dikaitkan dengan infeksi
mumps, orkitis biasanya timbul 4-7 hari setelah parotitis.
Pemeriksaan fisik pada orkitis terisolasi umumnya menunjukkan tanda-tanda
inflamasi testis unilateral tanpa disertai tanda-tanda inflamasi epididimis. Dapat ditemukan
pembesaran testis, indurasi testis, nyeri tekan, eritema kulit skrotum, dan edema kulit
skrotum.
Pada pasien dengan epididimitis, nyeri biasanya terlokalisasi pada bagian posterior
testis dan dapat menjalar ke arah ingunal dan abdomen bawah. Bila inflamasi telah meluas
menjadi epididimo-orkitis, nyeri juga terasa pada testis dan sulit dibedakan dengan nyeri pada
posterior testis. Gejala-gejala infeksi saluran kemih bawah seperti demam, frekuensi, urgensi,
hematuria, dan disuria dapat ditemukan, baik sebelum maupun bersamaan dengan nyeri dan
pembengkakan skrotum. Gejala-gejala infeksi saluran kemih bawah umum ditemukan pada
epididimo-orkitis, namun jarang terdapat pada torsio testis. Gejala mual-muntah dapat
ditemukan baik pada epididimo-orkitis maupun torsio testis, sehingga ada-tidaknya mualmuntah tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan salah satu di antara keduanya. Pasien
dengan epididimitis dan orkitis seringkali mengalami takikardia atau demam. Pasien juga
dapat merasa tidak nyaman saat duduk atau bila testis tersentuh.
Pemeriksaan fisik pada epididimitis tahap awal biasanya menunjukkan adanya nyeri
tekan pada bagian ekor epididimis, yang umumnya merupakan lokasi awal timbulnya refluks
dari vas deferens. Bila telah meluas, nyeri tekan bisa terdapat pada seluruh bagian epididimis,
testis, maupun korda spermatikus. Pada epididimitis, dapat ditemukan pembengkakan dan
indurasi pada bagian posterolateral testis. Bila telah meluas menjadi epididimo-orkitis, dapat
ditemukan pembesarantestis, eritema kulit skrotum, dan hidrokel reaktif. Seringkali
pembesaran epididimis dan testis sulit dibedakan pada fase akut. Pada epididimo-orkitis,
testis terdapat pada posisi anatomis normal, tidak seperti pada torsio testis yaitu testis berada
pada posisi high-riding dan berorientasi transversal.
Tanda Prehn diperiksa dengan melakukan elevasi pada testis bersangkutan. Pada
epididimo-orkitis, biasanya nyeri akan berkurang bila dilakukan pemeriksaan Prehn.
Sedangkan sebaliknya, pada torsio testis biasanya nyeri akan bertambah hebat bila dilakukan
pemeriksaan Prehn. Pemeriksaan tanda Prehn dapat dilakukan untuk membedakan epididimoorkitis dengan torsio testis, meskipun tidak selalu dapat diandalkan.4
Pemeriksaan refleks kremaster dilakukan dengan memberikan rangsang sentuh pada
kulut paha sisi medial bagian atas. Refleks kremaster yang normal (ditandai dengan kontraksi

otot kremaster ipsilateral, menimbulkan elevasi testis unilateral) biasanya ditemukan pada
epididimo-orkitis, sedangkan refleks kremaster biasanya tidak ditemukan pada torsio testis.
Pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk mencari adanya infeksi saluran kemih yang
terkait. Pemeriksaan nyeri sudut kostovertebra (CVA) perlu dilakukan untuk mencari tandatanda kemungkinan adanya suatu pyelonefritis yang terkait dengan epididimo-orkitis. Tandatanda sistitis juga perlu dicari pada palpasi daerah suprapubis.
Daerah inguinal perlu diperiksa untuk menyingkirkan hernia sekaligus untuk
memeriksa nodus limfe. Pada epididimo-orkitis, dapat dijumpai pembesaran nodus limfe
inguinal yang nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi orkitis dan
epididimitis, serta mendeteksi patogen penyebabnya.
Pada pemeriksaan hematologi, dapat ditemukan leukositosis, umumnya pada
epididimo-orkitis bakterial.
Urinalisis dapat menunjukkan adanya suatu infeksi saluran kemih yang dapat
menyertai epididimo-orkitis. Pada urinalisis dapat ditemukan pyuria atau bakteriuria. Kultur
urin juga dapat dilakukan, terutama pada pasien prepubertal dan usia lanjut.
Bila terdapat sekret uretra, swab uretra dapat dilakukan untuk pemeriksaan Gram dan
kultur. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mendeteksi uretritis dan infeksi gonokokal.
Pemeriksaan PCR juga dapat dilakukan untuk mendeteksi N. gonorrhoeae dan C.
trachomatis.
Bila dicurigai terdapat infeksi menular seksual, maka perlu dilakukan juga
pemeriksaan skrining sifilis dan HIV. Selain itu, perlu pula dilakukan konseling terhadap
pasangan.
Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan pada kasus-kasus epididimitis dan
orkitis. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menunjukkan adanya pembesaran dan penebalan
epididimis dan/atau testis pada epididimis dan/atau orkitis. Selain itu, ultrasonografi juga
dapat menunjukkan adanya hidrokel reaktif.
Pemeriksaan ultrasonografi Doppler berwarna dapat dilakukan untuk menilai perfusi
testis dan anatomi internal skrotum, dapat pula digunakan untuk menyingkirkan torsio testis.
Pada pemeriksaan ultrasonografi Doppler berwarna, gambaran pembesaran dan penebalan
epididimis dan/atau testis dengan peningkatan pulsasi gelombang Doppler (peningkatan
aliran darah) menunjukkan gambaran epididimitis dan/atau orkitis, sedangkan gambaran

testis yang menyerupai normal namun disertai dengan penurunan pulsasi gelombang Doppler
(penurunan aliran darah) menunjukkan gambaran torsio testis. Pada anak, ultrasonografi
Doppler berwarna memiliki sensitivitas 70% dan spesifisitas 88% untuk epididimitis, dan
sensitivitas 82% dan spesifisitas 100% untuk torsio testis.
Pemindaian radionuklid dan skintigrafi juga dapat dilakukan dengan menggunakan
injeksi technetium 99m (99mTc). Pada epididimitis akut terdapat peningkatan ambilan tracer,
sedangkan pada skrotum terdapat defek ambilan tracer. Meskipun memiliki sensitivitas dan
spesifitas yang baik, pemeriksaan ini dibatasi oleh ketersediaan fasilitas, biaya, dan sumber
daya manusia.
Pemeriksaan penunjang radiologis saluran kemih juga perlu dilakukan, terutama pada
anak prepubertal dengan epididimo-orkitis untuk menemukan adanya kelainan kongenital
pada saluran kemih. Untuk memenuhi tujuan ini dapat dilakukan pemeriksaan
vesikoureterogram, ultrasonografi abdomen, uretrografi retrograd, dan sistouretroskopi.
Bila kecurigaan klinis cenderung mengarah pada torsio testis, maka pasien harus
segera dirujuk bantuan urolog untuk eksplorasi dan pemeriksaan penunjang tidak boleh
menghambat proses eksplorasi segera.
Diagnosis Banding

Torsio testis
Hidrokel
Trauma skrotalis
Tumor testis

Penatalaksanaan
Pada orkitis terisolasi akibat virus, penatalaksanaan terutama dilakukan secara
suportif. Dapat dilakukan tirah baring, elevasi skrotum, dan kompres hangat atau dingin
untuk mengurangi nyeri. Umumnya, orkitis viral dapat sembuh sendiri dalam 3-10 hari dan
tidak perlu diberikan antibiotik.5
Pada epididimo-orkitis dengan kecurigaan penyebab bakterial, terapi antibiotik dapat
dimulai secara empiris sebelum kultur memberikan hasil.5Terapi empiris yang dapat
dilakukan berbeda sesuai dengan kelompok pasien. Untuk pasien dengan usia di atas 35 tahun
dengan kecurigaan infeksi organisme enterik dapat diberikan ciprofloxacin 2x500 mg selama
14 hari, levofloxacin 1x500 mg selama 10 hari, ofloxacin 2x300 mg selama 10 hari,

trimethoprim-sulfamethoxazole (160 mg/800 mg) 2x1 tablet selama 10 hari, atau amoxicillinclavulanate (875 mg/125 mg) 2x1 tablet selama 10 hari.
Pada pasien prepubertal dengan kecurigaan infeksi organisme enterik dapat diberikan
trimethoprim-sulfamethoxazole 3-6 mg/kgBB/kali 2x1 kali selama 10 hari, atau amoxicillinclavulanate 15-20 mg/kgBB/kali 2x1 kali selama 10 hari. Pada pasien yang aktif secara
seksual berusia kurang dari 35 tahun dengan kecurigaan infeksi menular seksual, dapat
diberikan ceftriaxone 250 mg IM dalam dosis tunggal, ditambah dengan azithromycin 1 g per
oral dalam dosis tunggal atau doxycycline 2x100 mg per oral selama 10 hari.
Bila memungkinkan, terapi antibiotik perlu dilakukan sesuai dengan organisme
penyebab pada kasus tersebut. Terapi yang sesuai dengan tiap-tiap patogen antara lain:

E. coli, Klebsiella, dan organisme enterik lainnya: ciprofloxacin 2x500 mg selama 10


hari, levofloxacin 1x500 mg selama 10 hari, ofloxacin 2x300 mg selama 10 hari,
trimethoprim-sulfamethoxazole (160 mg/800 mg) 2x1 tablet selama 10 hari, atau

amoxicillin-clavulanate 2x500-875 mg selama 10 hari


C. trachomatis: doxycycline 2x100 mg selama 10 hari, azithromycin 1 g dosis tunggal
per oral, ofloxacin 2x300 mg selama 10 hari, atau levofloxacin 1x500 mg selama 10

hari
N. gonorrhoeae: ceftriaxone 250 mg IM dosis tunggal
Terapi suportif pada epididimo-orkitis juga dapat dilakukan. Berupa pembatasan

aktivitas fisik, topangan dan elevasi skrotum, kompres dingin, OAINS, analgetik, dan
menghindari instrumentasi uretra. Bila dicurigai epididimo-orkitis disebabkan oleh infeksi
menular seksual, maka pasangan seks pasien juga perlu dievaluasi dan ditatalaksana, selain
itu, pasien harus abstain dari hubungan seksual hingga 7 hari setelah terapi antibiotik dosis
tunggal atau setelah selesai regimen terapi antibiotik 7 hari.
Pada beberapa kasus, tindakan bedah perlu dilakukan. Drainase terbuka perlu
dilakukan pada kasus epididimo-orkitis yang telah mengalami komplikasi abses. Selain itu,
pasien dengan kasus kronik dan rekuren dapat membutuhkan epididimektomi untuk
mengurangi gejala yang timbul.3

Komplikasi
Pasien perlu diberikan informasi dan edukasi mengenai komplikasi yang mungkin
terjadi, seperti sepsis, abses, gangguan fertilitas, atrofi testis dan perluasan infeksi. Pada

pasien yang mengalami sepsis maka perlu dilakukan hospitalisasi dan pemberian antibiotik
parenteral. Pada pasien dengan komplikasi abses maka perlu dilakukan drainase terbuka.
Prognosis
Follow-up untuk menilai perbaikan klinis dan massa testis sebaiknya dilakukan 3-7
hari setelah evaluasi awal dan inisiasi terapi. Dengan terapi, nyeri umumnya membaik dalam
1-3 hari, namun dibutuhkan 2-4 minggu hingga indurasi mengalami resolusi.
Pada follow-up, anak laki-laki prepubertal sebaiknya dirujuk ke urolog untuk evaluasi
abnormalitas anatomi saluran urogenital. Laki-laki berusia lebih dari 50 tahun sebaiknya
dievaluasi untuk menilai obstruksi uretra akibat pembesaran prostat.
Follow-up pada pasangan seksual juga perlu dilakukan, terutama bila epididimoorkitis disebabkan oleh infeksi menular seksual. Edukasi mengenai pentingnya terapi
antibiotik sampai selesai lengkap dan penggunaan kondom perlu dilakukan.
Prognosis pada umumnya baik. Pada orkitis mumps atau infeksi virus lainnya,
biasanya dapat sembuh dengan spontan dalam 3-10 hari dengan komplikasi yang jarang dan
minimal. Pada epididimo-orkitis bakterial, umumnya dapat sembuh tanpa komplikasi bila
ditatalaksana dengan antibiotik secara tepat.3,4
HIDROKEL
Hidrokel adalah pengumpulan cairan peritoneum di dalam skrotum.Hidrokel adalah
kumpulan cairan serosa yang berkembang di antara lapisan visera dan pareitalis
tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam rongga itu
memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi danreabsorbsi oleh sistem
limfatik di sekitarnya.Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan
kapan terjadinya yaitu: hidrokelprimer dan hidrokelsekunder (didapat).1

Hidrokel

primer

terlihat

vaginalis.Prosesusvaginalis

pada
adalah

anak akibat
suatu

kegagalan

divertikulum

penutupan
peritoneum

prosesus
embrionik

yang melintasi kanalis inguinalisdan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis


ini tidak diperlukan terapi karena dengansendirinya rongga ini akan menutup

dan cairan dalam tunika akan diabsorpsi.


Hidrokel sekunder. Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang
lambat dalam suatu masa dandianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar
limfe.Dapat disebabkan oleh kelainantestis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena
radang atau karena suatu proses neoplastik.Radang lapisan mesotel dan tunika

vaginalis menyebabkan terjadinya produksi cairanberlebihan yang tidak dapat


dibuang keluar dalam jumlah yang cukup oleh saluran limfedalam lapisan luar tunika.
Gambaran klinis hidrokel kongenital tergantung pada jumlahcairan yang tertimbun. Bila
timbunan cairan hanya sedikit, maka testis terlihat seakan-akan sedikit membesar dan
terabalunak. Bila timbunancairan banyak terlihatskrotum membesar dan agak tegang.Pasienm
engeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisikdidapat
kanadanya

benjolandi

kantong

skrotum

dengan

konsistensi

kistus

dan

padapemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi.1


Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa
macamhidrokel, yaitu1:
1.Hidrokel testis
Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis
tak dapatdiraba.Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.
2.Hidrokel funikulus
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di
sebelah cranialtestis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong
hidrokel.Padaanamnesis, kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
3.Hidrokel komunikan.
Pada

hidrokel

komunikan

terdapat

hubungan

antara

prosesus

vaginalis

dengan

ronggaperitoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada


anamnesis,kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat
anakmenangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan
ke dalamrongga abdomen.Pembagian ini penting karena berhubungan dengan metode operasi
yang akan dilakukan padasaat melakukan koreksi hidrokel.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1

Transilumisasi Scrotum
Bila dilakukan transiluminasi pada hidrokel terlihat translusen, terlihat be
njolan terangdengan masa gelap oval dari bayangan testis.
USG
Pemeriksan USG dapat dipertimbangkan apabila hasil pemeriksaantransilu
minasi tidakjelas

yang

disebabkan

oleh

pasien.Dengan hasil USG berwarnakeabu-abuan.

tebalnya

kulit

skrotum

PENATALAKSANAAN
Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan biasanya baru dilakukan jika penderita
sudah merasaterganggu atau merasa tidak nyaman atau jika hidrokelnya sedemikian besar
sehingga mengancam aliran darahke testis.Pengobatannya bisa berupa aspirasi. Tetapijika
dilakukan aspirasi, kemungkinan besar hidrokel akan berulang dan bisa terjadi infeksi.
Setelah dilakukanaspirasi, bisa disuntikkan zat sklerotik tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat
atau urea untuk menyumbat/menutuplubang di kantung skrotum sehingga cairan tidak akan
tertimbun kembali. Hidrokel yang berhubungan denganhernia inguinalis harus diatasi dengan
pembedahan sesegera mungkin. Hidrokel pada bayi biasanya ditungguhingga anak mencapai
usia 1 tahun dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan
sembuhsendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan
untuk dilakukan koreksi.1
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah :(1) Hidrokel yang besar
sehingga dapat menekan pembuluh darah,(2) Indikasi kosmetik (3) Hidrokel permagna yang
dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnyaseharihari.Tindakan pembedahan berupa hidrokelektomi. Pengangkatan hidrokel bisa dilakukan
anestesi umum ataupunregional (spinal).1
Teknik Operasi
Secara singkat tehnik dari hidrokelektomi dapat dijelaskan sebagai berikut: Dengan
pembiusan regional atau umum. Posisi pasien terlentang (supinasi).Desinfeksi lapangan
pembedahan dengan larutan antiseptic.Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen
steril.Insisi kulit pada raphe pada bagian skrotum yang paling menonjol lapis demi lapis
sampai tampak tunikavaginalis.Dilakukan preparasi tumpul untuk meluksir hidrokel, bila
hidrokelnya besar sekali dilakukan aspirasi isikantong terlebih dahulu. Insisi bagian yang
paling menonjol dari hidrokel, kemudian dilakukan1 :

Teknik Jaboulay: tunika vaginalis parietalis dimarsupialisasi dan bila diperlukan

diplikasi dengan benangchromic cat gut.


Teknik Lord: tunika vaginalis parietalis dieksisi dan tepinya diplikasi dengan benang
chromic cat gut. Luka operasi ditutup lapis demi lapis dengan benang chromic cat
gut. Komplikasi operasi adalah perdarahan dan infeksi luka operasi. Hidrokel pada
bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapansetelah

prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri; tetapi jika hidrokel
masihtetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.
Tindakan untukmengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi.
Aspirasi
Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang
kaladapat menimbulkan penyulit berupa infeksi.Beberapa indikasi untuk melakukan operasi
padahidrokel adalah hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah. Indikasi
kosmetikc, hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam
melakukanaktivitasnya sehari-hari.1
Hidrokelektomi
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel
ini disertaidengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus
melakukanherniografi.

Pada hidrokel

testis

dewasa

dilakukan

pendekatan

scrotal

dengan melakukaneksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau
plikasi kantonghidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi
hidrokel secara in toto.Pada hidrokel tidak ada terapi khusus yang diperlukan karena cairan
lambat laun akandiserap, biasanya menghilang sebelum umur 2 tahun.Tindakan pembedahan berupa
hidrokelektomi.Pengangkatan hidrokel bisa dilakukan anestesiumum ataupun regional
(spinal). Tindakan lain adalah dengan aspirasi jarum (disedot pakaijarum). Cara ini tidak lagi
digunakan karena cairan hidrokelnya akan terisi kembali. Namunjika setelah diaspirasi
kemudian dimasukkan bahan pengerut (sclerosing drug) mungkin bisamenolong.1
VARIKOKEL
Varikokeladalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan
aliran darah balik vena spermatika interna.Kelainan ini terdapat pada 15% pria.Varikokel
ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria
yang mandul menderita varikokel.Penyebab varikokel secara umum:1
1

Dilatasi

atau

hilangnya

mekanisme

pompa

otot

atau

kurangnya

struktur

penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif pleksus


2
3

pampiniformis.
Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.
Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis internus kiri berlawanan

4
5

dengan kedalam v. spermatika interna kiri.


Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika .
Tekanan v. spermatika interna meningkat letak sudut turun v. renalis 90 derajat.

Sekunder : tumor, trombus v. renalis, hidronefrosis.

Varicokel memiliki beberapa tanda dan gejala yang sering dijumpai, yaitu3:

Nyeri jika berdiri terlalu lama. Hal ini terjadi karena saat berdiri, maka beban untuk
darah kembali ke arah jantung akan semakin besar, dan akan semakin banyak darah
yang terperangkap di testis. Dengan membesarnya pembuluh darah, maka akan

mengenai ujung saraf, sehingga terasa sakit.


Masalah kesuburan. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa 40% dari pria-pria

infertile merupakan penderita varicocele.


Atrofi testis. Atrofi testis banyak ditemukan pada penderita varicocele, namun setelah
perawatan lebih lanjut biasanya akan kembali ke ukuran normal

Pemeriksaan varikokel dilakukan dengan pasien dalam posisi berdiri tegak, untuk melihat
dilatasi vena.Skrotum haruslah pertama kali dilihat, adanya distensi kebiruan dari dilatasi
vena.Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur vena harus dipalpasi, dengan valsava
manuever ataupun tanpa valsava. Varikokel yang dapat diraba dapat dideskripsikan sebagai
bag of worms, walaupun pada beberapa kasus didapatkan adanya asimetri atau penebalan
dinding vena.3

Pemeriksaan dilanjutkan dengan pasien dalam posisi supinasi, untuk membandingkan dengan
lipoma cord (penebalan,fatty cord ditemukan dalam posisi berdiri, tapi tidak menghilang
dalam posisi supinasi) dari varikokel. Palpasi dan pengukuran testis dengan menggunakan
orchidometer (untuk konsistensi dan ukuran) dapat juga memberi gambaran kepada

pemeriksa ke patologi intragonad. Apabila disproporsi panjang testis atau volum ditemukan,
indeks kecurigaan terhadap varikokel akan meningkat.3
Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis meskipun
terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel.Untuk itu pemeriksaan
auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat
mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Varikokel yang
sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varikokel subklinik.3
Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan testis kiri
dengan testis kanan.Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis
dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis
teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal.3
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi
dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada varikokel
menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma
muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).3
Klasifikasi varikokel4
Grade
Grade I
Grade II

Temuan dari pemeriksaan fisik


Ditemukan dengan palpasi, dengan valsava
Ditemukan dengan palpasi, tanpa valsava, tidak terlihat dari

Grade III

kulit skrotum
Dapat dipalpasi tanpa valsava, dapat terlihat di kulit skrotum

Gambar Orchidometer4
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa teknik yang dapat digunakan sebagai pencitraan varikokel5:

Angiografi/venografimerupakan modalitas yang paling sering digunakan untuk


mendeteksi varikokel yang kecil atau subklinis, karena dari penemuannya
mendemonstrasikan refluks darah vena abnormal di daerah retrograde.Karena
pemeriksaan venografi ini merupakan pemeriksaan invasif, teknik ini biasanya hanya
digunakan apabila pasien sedang dalam terapi oklusif untuk menentukan anatomi dari
vena. Biasanya, teknik ini digunakan pada pasien yang simptomatik.

Ultrasonografi. Penemuan USG pada varikokel termasuk :


Struktur anekoik terplintirnya tubular yang digambarkan yang letaknya
berdekatan dengan testis.
Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter dari vena dominan pada kanalis
inguinalis biasanya lebih dari 2.5 mm dan saat valsava manuever diameter
meningkat sekitar 1 mm.
Varikokel bisa berukuran kecil hingga sangat besar, dengan beberapa
pembesaran pembuluh darah dengan diameter 8 mm.
Varikokel dapat ditemukan dimana saja di skrotum (medial, lateral, anterior,
posterior, atau inferior dari testis)

USG Doppler dengan pencitraan berwarna dapat membantu mendiferensiasi channel


vena dari kista epidermoid atau spermatokel jika terdapat keduanya.USG Doppler
dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena: statis (grade I), intermiten (grade
II),dan kontinu (grade III). Varikokel intratestikular dapat digambarkan sebagai area
hipoekoik yang kurang jelas pada testis. Gambarannya berbentuk oval dan biasanya
terletak di sekitar mediastinum testis.

Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien penderita varikokel tidak selalu berhubungan dengan infertilitas,
penurunan volume testikular, dan nyeri, untuk itu tidak selalu dilakukan tindakan operasi.
Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen yang abnormal harus dioperasi
dengan tujuan membalikkan proses yang progresif dan penurunan durasi-dependen fungsi
testis. Untuk varikokel subklinis pada pria dengan faktor infertilitas tidak ada keuntungan
dilakukan tindakan operasi.Varikokel terkait dengan atrofi testikular ipsilateral atau dengan
nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap hari, harus dilakukan operasi segera.
Ligasi varikokel pada remaja dengan atrofi testikular ipsilateral memberi hasil peningkatan
volume testis, untuk itu tindakan operasi sangat direkomendasikan pada pria golongan usia
ini. Remaja dengan varikokel grade I II tanpa atrofi dilakukan pemeriksaan tahunan untuk
melihat pertumbuhan testis, jika didapatkan testis yang menghilang pada sisi varikokel, maka
disarankan untuk dilakukan varikokelektomi.2

Evaluasi Pascaoperasi
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa indikator
antara lainbertambahnya volume testis, perbaikan hasil analisis semen (yang dikerjakan
setiap 3 bulan)dan pasangan menjadi hamil.1

Epididimitis
Epididimitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada epididimis.
Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk kurva (koil) yang menempel di belakang
testis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma yang mature.3

Berdasarkan timbulnya nyeri, epididimitis dibedakan menjadi epididimitis akut dan


kronik. Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya dalam
beberapa hari, sedangkan pada epididimitis kronik, timbulnya nyeri dan peradangan pada
epididimis telah berlangsung sedikitnya selama enam minggu disertai dengan timbulnya
indurasi pada skrotum.4
Etiologi
Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia pasien, sehingga
penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi:4,5
Infeksi bakteri non spesifik
Bakteri coliforms (misalnya: E. coli, Pseudomonas, proteus, Klebsiella) menjadi
penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa dengan usia lebih dari
35tahun dan homoseksual. Ureaplasma urealyticum, Corynebacterium, Mycoplasma, dan
Mima polymorpha juga dapat ditemukan pada golongan penderita tersebut. Infeksi yang
disebabkan oleh Haemophilus influenza dan N meningitides sangat jarang terjadi.
Penyakit Menular Seksual
Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang dari 35 tahun
dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrheae,
Treponema pallidum, Trichomonas dan Gardnerella vaginalis juga sering terjadi pada
populasi ini.
Virus
Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada epididimitis yang
disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria. Mumps merupakan virus yang sering
menyebabkan epididimitis selain coxsackie virus A dan varicella.

Tuberkulosis
Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberculosis sering terjadi di daerah endemis

TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis.


Penyebab Infeksi lain (seperti: Brucellosis, Coccidioidomycosis, Blastomycosis,
Cytomegalovirus (CMV), Candidiasis, CMV pada HIV) dapat menjadi penyebab
terjadinya epididimitis namun biasanya hanya terjadi pada individu dengan sistem imun

tubuh yang rendah atau menurun.


Obstruksi
BPH, Malformasi urogenitalis memicu terjadinya refluks.
Vaskulitis
Seperti Henoch-Schonlein purpura pada anak-anak, sering menyebabkan epididimitis

akibat adanya proses infeksi sistemik.


Penggunaan Amiodarone dosis tinggi
Amiodaron adalah obat yang diggunakan pada kasus aritmia jantung dengan dosis
awal 600 mg/hari 800 mg/hari selama 1-3 minggu secara bertahap dan dosis pemeliharaan

400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi ini (lebih dari 200 mg/hari) akan
menimbulkan antibody amiodarone HCL yang kemudian akan menyerang epididimitis
sehingga timbullah gejala epididimitis. Bagian yang sering terkena adalah cranial dari
epididimitis dan kasus ini terjadi pada 3-11% pasien yang menggunakan obat amiodarone.
Prostatitis
Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan
oleh bakteri maupun non bakteri dapat menyebar ke skrotum, menyebabkan timbulnya
epididimitis dengan rasa nyeri yang hebat, pembengkakan, kemerahan dan jika disentuh
terasa sangat nyeri. Gejala yang juga sering menyertai adalah nyeri di selangkangan, daerah
antara penis dan anus serta punggung bagian bawah dan menggigil. Pada pemeriksaan colok
dubur didapatkan prostat yang membengkak dan terasa nyeri jika disentuh.
Tindakan pembedahan seperti prostatektomi
Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi preoperasi
pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13% kasus yang dilakukan prostatektomi
suprapubik.6

Kateterisasi dan instrumentasi


Terjadi epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun pemasangan instrumentasi

dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar hingga ke epididimis.
Gejala Klinis
Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga berasal dari
sumber infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari sumber infeksi asli seperti nyeri atau
itching pada uretra (akibat uretritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi yang meningkat, dan
rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang disebut cystitis), demam,
nyeri pada daerah perineum, frekuensi miksi yang meningkat, urgensi, dan rasa perih dan
terbakar saat miksi (akibat infeksi pada prostat yang disebut prostatitis), demam dan nyeri
pada regio flank (akibat infeksi pada ginjal yang disebut pielonefritis).6
Gejala lokal pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri mulai timbul dari
bagian belakang salah satu testis namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh testis,
skrotum dan kadangkala ke daerah inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi.
Biasanya hanya mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan
muntah.4,6
Tanda Klinis
Tanda klinis pada epididimitis yang didapat saat melakukan pemeriksaan fisik
adalah:3,4

Pada meriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran kedua testis sama
besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis dan epididimis
membengkak dipermukaan dorsal testis yang sangat nyeri. Setelah beberapa hari,
epididimis dan testis tidak dapat diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi
testis. Kulit skrotum teraba panas, merah, dan bengkak karena adanya udem dan
infiltrate. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri.
Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal
Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke atas
karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun pemeriksaan
ini kurang spesifik.
Pembesaran kelenjar getah beningin diregio inguinalis.
Pada colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronik yaitu adanya
pengeluaran sekret atau nanah setelah dilakukan masase prostat.
Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan
Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anmoali congenital pada traktus
urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopil, dll.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya suatu
infeksi adalah:4
o Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the left
o
o
o
o

(10.000-30.000/l)
Kultur urin dan pengecatan garam untuk kuman penyebab infeksi
Analisa urin untuk melihat apakah disetai pyuria atau tidak
Tes penyaringan untuk klamedia dan gonorhoeae
Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik

Pemeriksaan Radiologis
Sampai saat ini pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah:
1. Colon Doppler ultrasonography
Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini lebih
banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum
lainnya. Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi pasien.
Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri
testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung meningkat.
Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagai
komplikasi dari epididimitis. Kronik epididimitis dapat diketahui melalui pembesaran
testis dan epididimitis yang disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan
menimbulkan gambaran echo yang heterogen pada ultrasonografi.
2. Nuclear Scinitigraphy

Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk mengkonfirmasi


hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi. Pada
epididimitis akut, akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan kontras, memiliki
sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia akibat infeksi. Pada
skrotum yang hiperemis akan timbul diagnose negative palsu. Keterbatasan dari
pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam melakukan interpretasi.4,5

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu medis dan bedah, yaitu:
a. Penatalaksanaan medis
Antibiotik digunakan bisa diduga adanya suatu infeksi. Antibiotic yang sering
digunakan yaitu: Florokuinolon, namun penggunaannya telah dibatasi karena terbukti resisten
terhadap kuman gonorhoeae
Sefalosporin (Ceftriaxon)
Levofloxacin atau ofloxacin untuk mengatasi infeksi klamedia dan digunakan
pada pasien yang alergi penisilin
Doksisiklin, azithromycin dan tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi
bakteri non gonokokal lainnya.
b. Penatalaksanaan bedah
Penatalaksanaan dibidan bedah meliputi:
Scrotal exploration
Tindakan ini digunakan bisa telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis
seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang
gangguan intrascrotal baru dapat ditegakkan saat dilakukan orchiectomy
Epididymectomy
Tindakan ini dilaporkan telah berhasil mengurangi nyeri yang disebabkan oleh
kronik epididimitis ada 50% kasus
Epididymotomy
Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut supurativa.
Komplikasi
Komplikasi dari epididimitis adalah:3,4
Abses dan pyocele pada skrotum
Infark pada testis
Epididimitis kronis dan orchalgia
Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi maupun obstruksi dari duktus

epididimis
Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism
Fistula kutaneus

Prognosis
Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotic yang tepat dan adekuat
serta melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati partner seksualnya.
Kekambuhan epididimitis pada seseorang pasien adalah hal yang biasa terjadi.6
Abses Skrotum
Abses skrotum merupakan salah satu kasus dalam bidang urologi yang harus segera
ditangani untuk mencegah terjadinya kerusakan pada testis dan terjadinya Fourniers
gangrene. Abses skrotum adalah kumpulan purulen pada ruang diantara tunika vaginalis
parietalis dan viseralis yang berada mengelilingi testis.5
Etiologi
Abses skrotum merupakan komplikasi dari suatu penyakit, seperti: appindisitis,
epididimitis, orchitis, trauma, varikokel dan abses pelvis. Abses skrotum yang superficial,
biasanya berasal dari infeksi pada folikel rambut, ataupun luka bekas operasi pada skrotum.
Abses intrascrotal paling sering muncul dari epididimitis bakteri, tetapi juga mungkin terkait
dengan infeksi dari epididimitis TB, selain itu dapat timbul dari abses testis yang pecah
melalui tunika albuginea, atau drainase usus buntu ke dalam skrotum melalui prosesus
vaginalis.
Abses skrotum dapat juga terjadi sebagai akibat dari ekstravasasi urin yang terinfeksi
dari uretra yang terjadi pada pasien dengan striktur uretra dan kandung kemih neurogenik
menggunakan perangkat koleksi eksternal. Penyebab paling umum adalah postneglected
testis torsi atau epididymo orchitis necrotizing. Penyebab lain termasuk infeksi hidrokel atau
TB infeksi.
Pada pria yang aktif secara seksual, organism yang utama adalah Chlamydia
trichomatis dan Neisseria gonorrhea, klamidia yang menjadi lebih umum. Pada pria
homoseksual usia kurang dari 35 tahun, dan bakteri coliform yang menjadi lebih umum. Pada
laki-laki tua yang biasanya kurang aktif secara seksual, bakteri pathogen saluran kemih
adalah organism yang paling umum, seperti: Eschericia coli dan Pseudomonas menjadi lebih
umum, namun patogen.
Trauma biasanya bermainfestasi sebagai pembengkakan skrotum dengan hematoma
intratesticular dan skrotum dan berbagai tingkat ekimosis dinding skrotum.5,6
Manifestasi Klinis
Pada pasien yang mengalami abses skrotum mungkin memiliki gejala yang berkaitan
dengan etiologi abses seperti gejala infeksi saluran kemih atau penyakit menular seksual,
seperti frekuensi, urgensi, disuria. 4
Penegakan Diagnosis

Diagnosis abses skrotum sering ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Skrotum sering eritema dan terjadi peradangan selain itu dapat teraba fluktuasi pada skrotum.
Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditemukan: pasien yang baru menderita epididimitis atau
orchitis namun tidak menjalani pengobatan secara teratur, komplikasi dari perforasi
appindisitis. Komplikasi dari operasi, sirkumsisi, vasektomi dan chrons disease. Pasien
datang dengan keluhan nyeri dan dapat pula disertai dengan demam. Hal ini juga dapat
terjadi pada pasien yang telah didrainase atau pada pasien dengan gejala massa pada
testis.
Pasien biasanya mengeluh rasa sakit skrotum yang hebat, kemerahan, panas nyeri dan
toksisitas sistemik termasuk demam dan leukositosis. Pasien mungkin atau tidak
mengeluh muntah.
Apabila terjadi trauma pada skrotum maka dapat ditemukan gambaran klinis: nyeri
akut pada skrotum, pembengkakan, memar dan kerusakan akibat cedera kulit skrotum
yang merupakan gejala klinis utama. Bahkan dapat terjadi pada luka terisolasi/tertutup,
sakit perut, mual, muntah, dan dapat menimbulkan kesulitan berkemih.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini sangat membantu karena ditemukan skrotum teraba lembut atau
kenyal. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : bengkak pada skrotum, tidak keras dan
merah pada skrotum dan dapat menjadi fluktuan.
Selain itu palpasi testis untuk menentukan epididimo-orchitis dan gejala karsinoma
testis. Pada pemeriksaan skrotum dapat juga menggambarkan ukuran, karakteristik, dan
massa yang terjadi pada testis.
Adanya pembesaran pada skrotum bisa berhubungan dengan pembesaran testis atau
epididimis, hernia, varikokel, spermatokel, dan hidrokel. Pembesaran pada testis dapat
disebabkan oleh tumor atau peradangan. Pembesaran pada skrotum yang nyeri dapat
disebabkan oleh peradangan akut epididimis atau testis, torsio korda spermatika, atau
hernia strangulate. Apabila skrotum membesar dan dicurigai hidrokel maka dapat
dilakukan tes transluminasi.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan peningkatan sel darah putih

(leukosit) yang diakibatkan oleh terjadinya inflamasi atau infeksi pada skrotum.
Selain itu dapat dilakukan kultur urin dan pewarnaan gram untuk mengetahui

kuman penyebab infeksi.


Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak.

Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik.


Tes penyaring untuk klamidia dan gonorhoeae.
Ultrasonografi
Pada pemeriksaan ultrasonografi pyocele akan memberikan gambaran yang lebih
parah. Hal itu membedakan dari hidrocele. Septa atau lokulasi, level cairan
menggambarkan permukaan dari hidrocele/pyocele, dan gas pada pembentukan organism.
Pemeriksaan USG biasanya menunjukan akumulasi carian ringan dengan gambaran
internal atau lesi hypoechoic yang disertai dengan isi skrotum normal atau bengkak.
USG skrotum sangat membantu dalam mendiagnosis abses intraskrotal terutama jika
ada massa infiltrate. USG skrotum dapat menggambarkan perluasan abses ke dinding
skrotum, epididimis, dan atau testis. USG skrotum adalah tambahan yang berguna untuk
mendiagnosis dan pemeriksaan fisik dalam penilaian abses skrotum. Hal ini
memungkinkan untuk lokalisasi abses skrotum serta evaluasi vaskularisasi dari epididimis
dan testis, yang mungkin terlihat.
CT-Scan
CT-scan juga dapat digunakan untuk melihat adanya penyebaran abses.
Pemeriksaan real-time ultrasound harus dilakukan jika terjadi fraktur dan harus
ditangani dengan eksplorasi scrotal. Testis yang mengalami kontusio biasanya memberikan
respon yang baik terhadap istirahat dan analgesia.4
Penatalaksanaan
Manajeman abses intrascrotal, terlepas dari penyebabnya, memerlukan drainase bedah
dimana rongga harus dibuka dan dikeringkan, termasuk testis jika terlibat. Rongga harus
dibiarkan terbuka. Fournier gangrene (necrotizing fasciitis) membutuhkan resusitasi cepat
dan eksplorasi bedah dan debridement serta antibiotic yang agresif. Abses superficial juga
memerlukan insisi dan drainase. Untuk mengobati abses skrotum, diagnosis yang tepat dari
penyebab infeksi diperlukan untuk menentukan pengobatan yang cocok.4
Dapat dilakukan drainase dan pertimbangan untuk orkidoctomy yang diikuti dengan
pemberian agen antimicrobial untuk abses intratestikular. Abses skrotum yang terjadi
superficial dapat ditangani dengan insisi dan drainase. Tidak ada kontraindikasi terhadap
drainase abses intrascrotal, selain pada pasien yang terlalu sakit untuk menahan operasi.
Pasien dengan gangrene Fournier (necrotizing fasciitis) membutuhkan penanganan yang
cepat.
Abses skrotum superficial, yang terbatas pada dinding skrotum, sering dapat diobati
dengan infiltrasi kulit sekitar abses dan kemudian menggores diatas abses dengan pisau
sampai rongga dibuka dan dikeringkan. Rongga tersebut kemudian dibiarkan untuk tetap
terbuka dan dikeringkan.

Sayatan dan drainase abses intrascrotal biasanya dilakukan dengan anastesi umum.
Kulit yang melapisi area fluktuasi massa. Pada jaringan subkutan digunakan elektrokauter
sampai ditemui tunika vagina. Jaringan devitalized, termasuk epididimis dan testis dilakukan
debridement. Luka skrotum dibiarkan terbuka dan dikeringkan untuk mencegah berulangnya
abses.
Komplikasi Pembedahan
Tindakan bedah menjadi penanganan yang paling utama yang disertai dengan
pemberian antibiotik spectrum luas untuk mencegah infeksi akibat flora genitourinary.
Sayatan, debridement merupakan penanganan dari pengobatan abses intrascrotal, dan
kegagalan yang terjadi dapat menyebabkan tindakan debridement dan drainase harus
dilanjutkan. Fournier gangrene (necritizing fasciitis) adalah sebuah operasi darurat dan
membutuhkan resusitasi hemodinamik cepat, antibiotic spectrum luas, dan intervensi bedah
yang agresif. Hal ini membutuhkan ruang operasi untuk debridement. Bahkan di era bedah
modern, tingkat kematian untuk Fournier gangrene (necrotizing fasciitis) tetap tinggi,
mendekati 50%. Cedera ini intrascrotal mungkin terjadi akibat eksplorasi. Selain itu,
epididimitis yang parah dapat menyebabkan nekrosis epididimis dan hilangnya fungsi
kemudian terjadi perluasan ke testis dapat menyebabkan abses testis dan nekrosis.3,4
Penanganan pasca-pembedahan:
Setelah eksplorasi bedah awal, luka skrotum dijaga secara teratur untuk mencegah
akumulasi materi purulen dan debridement jaringan devitalized. Menjaga luka terbuka
memungkinkan untuk granulat dari dasar, mencegah terjadinya luka tertutup sehingga
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Terapi antibiotic pascaoperasi harus disesuaikan
dengan kultur urin dan sensitivitas luka dan harus dilanjutkan sampai infeksi teratasi.4
Komplikasi
Apabila abses skrotum tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan
Fourniers gangrene, yaitu: nekrosis pada kulit skrotum dan merupakan kasus
kegawatdaruratan. Fournier gangrene (necrotizing fasciitis) dapat menyebabkan kehilangan
jaringan yang signifikan memerlukan pencngkokan kulit berikutnya untuk skrotum, serta
hilangnya kulit perut dan perineum. Individu mungkin memerlukan penempatan tabung
suprapubik untuk pengalihan cara berkemih serta kolostomi.4
Prognosis
Abses skrotum dapat kambuh kembali apabila fokus primernya tidak diatasi dengan
baik. Kegagalan untuk mengidentifikasi sumber infeksi, seperti striktur uretra yang
mendasarinya, dapat menyebabkan terjadinya kekambuhan. Meskipun resusitasi agresif,
antibiotic spectrum luas dan intervesni bedah agresif, angka kematian dengan forunier
gangrene tetap tinggi.

Torsio testis
Torsio

testis

adalah

keadaan

terpuntirnya

funikulus

spermatikus

sehingga

mengakibatkan terhentinya aliran darah yang mendarahi testis.Nyeri sesisi pada skrotum
dengan onset yang tiba tiba biasanya merupakan gejala yang mengindikasikan torsio testis
karena diperkirakan sekitar setengah dari angka kejadian torsio testis diawali dengan nyeri
testis.Dengan demikian diperlukan eksplorasi penegakkan diagnosis torsio testis di setiap
keadaan nyeri skrotum akut.1
Oleh karena itu torsio testis merupakan suatu keadaan emergency, sehingga
membutuhkan diagnosis dan tatalaksana yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan testis
dan mencegah infertilitas.Diagnosa bandingnya dalah semua keadaan darurat dan akut di
dalam skrotum seperti hernia inkaserata, orkitis akut, epididymitis akut, dan torsio hidatid
morgagni.1
Etiologi
Penyebab dari keadaan torsio adalah tidak adekuatnya fiksasi dari testis dan
epididymitis ke skrotum atau dikenal dengan istilah bell clapper deformity.Bell clapper
deformity adalah satu-satunya kelainan anatomi yang menjadi faktor risiko kejadian torsio
testis. Namun, belum diketahui secara pasti apakah keadaan ini berkaitan dengan kelainan
perkembangan embrional dari skrotum, funikulus spermatikus, dan testis atau berkaitan
mesorchium yang panjang atau kriptokismus testis.1
Kontraksi otot kremaster yang berlebihan juga dapat menyebabkan testis dapat
mengalami torsio. Keadaan-keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu
antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak atau trauma yang mengenai skrotum.1
Selain berkaitan dengan kelainan anatomi, dalam beberapa penelitian terkini
menyebutkan bahwa faktor keturunan juga diperkirakan memiliki pengaruh sebesar 11.4%
terhadap risiko terjadinya torsio testis. Faktor hormonal INSL3 dan reseptor RXLF2 telah
diduga menjadi gen penyebab munculnya keadaan torsio testis. Keberadaan hormon dan
reseptor ini menyebabkan atrofi testis yang berisiko tinggi terjadinya torsio testis secara tibatiba.1
Epidemiologi

Setiap tahunnya, 4,5 dari sekitar 100.000 laki-laki dengan usia kurang dari 25, terutama
pada usia 13-16 tahun, memiliki potensi untuk memiliki torsio testis. Diperkirakan bahwa
keadaan testis yang terpuntir hanya memiliki kurang lebih 6 jam untuk bertahan. Apabila
diterapi dalam waktu kurang dari 6 jam, maka kemungkinan keberhasilan terapi adalah 90100%. Bila dilakukan dalam waktu 6-12 jam, keberhasilan terapi akan menurun menjadi
50%, dan bila dilakukan lebih dari 12 jam maka keberhasilan terapi hanya menjadi 20%.1
Patofisiologi
Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu torsio intravagina dan
ekstravagina.Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh karena
abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum.Secara normal, fiksasi
posterior dari epididymis dan investment yang tidak komplet dari epididymis dan testis
posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan
fiksasi yang tepat dari tunika ini menimbulkan deformitas, dan keadaan ini menyebabkan
testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih sering
terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.2
Torsio ekstravagina terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical
sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap
dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini
sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.2
Pada neonatus, testis biasanya belum menempati cavum skrotum, dimana nantinya akan
melekat kepada tunika vaginalis. Pergerakan dari testis ini dapatmenjadi faktor predisposisi
terjadinya torsi tipe extravaginal.Penggabungan yang inadekuat testis ke dinding skrotum
biasanya dapat didiagnosa pada hari ke 7-10 kelahiran. Sedangkan pada kejadian torsio testis
usia muda hingga dewasa dapat terjadi dikarenakan perlekatan yang kurang kuat dari tunika
vaginalis dengan otot dan fascia yang membungkus funikulus spermatikus. Akibatnya, testis
menjadi lebih leluasa untuk berotasi di dalam tunika vaginalis, sehingga disebut juga torsi
tipe intravaginal. Kelainan ini biasa disebut sebagai Bell Clapper Deformity.2
Derajat torsi dari torsio testis mempengaruhi tingkat keparahan dari penyakit itu
sendiri.Apabila testis terpuntir di antara 90-180 biasanya belum terjadi gangguan aliran
darah ke testis. Namun apabila testis telah terpuntir 360 atau lebih, maka akan meningkatkan
risiko terjadinya oklusi pembuluh darah baik vena maupun arteri.Terjadinya oklusi pembuluh

darah pada torsio testis menimbulkan mekanisme ischemia-reperfusion injury(I-R) dan


mediasi dari reactive oxygen spesies (ROS) yang akan berlanjut menjadi keadaan iskemi
bahkan kematian jaringan testis.2

Mekanisme Ischemia-Reperfusion (I-R) injury

Ischemia-Reperfusion Injury (I-R) pada torsio testis menyebabkan disfungsi seluler


dengan menginisiasi terjadinya apoptosis dan nekrosis jaringan testis ditandai dengan
serbukan sel radang.Reperfusi injuri adalah respon restorasi aliran darah setelah terjadi
iskemi. Namun, dengan adanya respon ini justru meningkatkan produksi dari zat-zat toxic
pada sirkulasi darah di jaringan testis.2
Kerusakan yang terjadi di jaringan testis juga turut memicu peningkatan produksi dari
radikal bebas salah satunya reactive oxygen species (ROS).Peningkatan ROS terjadinya
karena adanya kerusakan pada endotel. Keberadaan ROS yang tinggitidak diimbangi dengan
sistem pertahanan enzimatik tubuh sehingga akan memicu proses induksi kematian sel dan
jaringan testis.Telah dikenal beberapa obat-obatan untuk memperbaiki keadaan ischaemic
reperfusion injury (I-R) Obat-obatan seperti Calcium Channel Blocker, verapamil, menjegah
terjadinya injuri pada torsio testis unilateral. Jenis obat lain seperti capsaicin secara efektif
untuk mencegah apoptosis pada torsio testis unilateral maupun pada testis kontralateral.2

Pengaruh Torsio Testis terhadap Testis Kontralateral

Pada keadaan torsio testis unilateral, testis kontralateral juga dalam keadaan bahaya.
Keadaan torsio yang lama atau lebih dari 4 jam dengan torsi 720 dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan di kedua testis atau dapat mempengaruhi testis kontralateral. Kerusakan
jaringan testis kontralateral diakibatkan oleh penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan
testis akibat torsio testis yang terjadi unilateral.Selain akibat penurunan aliran darah,
penyebab lain yang mempengaruhi testis kontralateral adalah tindakan detorsi testis
unilateral. Disgenesis kongenital dapat memicu reaksi serupa terhadap testis kontralateral
ditunjukkan dengan penemuan histopatologi dimana ditemukan peningkatan apoptosis pada
testis kontralateral. Proses autoantibodi testis juga terdeteksi pada testis kontralateral.2
a. Penegakan Diagnostik
Anamnesis
1. Pasien biasanya mengeluh nyeri yang sangat hebat dengan onset tiba-tiba
dan pembengkakan testis. Nyerinya bisa menyebar ke lipat paha dan perut

bagian bawah, sehingga sering dikelirukan dengan appendicitis kecuali jika


dilakukan pemeriksaan fisik pada genetalia secara teliti.
2. Akut skrotum : nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan
diikuti pembengkakan pada testis.
3. pyrexia sangat jarang ditemukan kecuali kalau kemunculannya lambat dan
testic mengalami nekrosis.
4. Nyeri disertai dengan mual dan muntah
5. Pada bayi gejalanya tidak khas yaitu gelisah, rewel, atau tidak mau
menyusui.2
Pemeriksaan fisis
1. Testis membengkak
2. Pada torsio testis yang baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau
penebalan funikulus spermatikus.
3. Skrotum biasanya membengkak dan berwarna merah atau biru.
4. Testis yang sakit bisa juga terlihat lebih tinggi dan melintang pada skrotum
dibandingkan dengan testis pada sisi yang normal. Pembengkakan itu juga
sangat sakit bila disentuh.
5. Tingkat usia sering dipakai sebagai kriteria untuk membedakan torsi
dengan epididimitis, karena torsi biasanya terjadi pada massa pubertas
sedangkan epididimitis sering terjadi pada usia sexual aktif yaitu biasanya
lebih dari 20 tahun.
6. Pada pemeriksaan fisik Sangat susah untuk membedakan testis dari
epididimis karna telah terjadi pembengkakan. Karena alasan ini, keadaan
ini sering mengalami salah diagnosis dengan epididymitis.2
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit
2. Pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi
3. Stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan sintigrafi testis. Semuanya
bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak
didapatkan adanya aliran darah ke testis.2

Diagnosis torsi testis dibuat berdasarkan kecurigaan klinis yang diperoleh dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik termasuk dengan eksplorasi skrotum. Akan tetapi jika masih
meragukan, color Doppler ultrasound atau nuclear testicular scan bisa digunakan untuk
membantu dalam menegakan diagnosis.2
Pada kasus torsi testis, pemeriksaan Doppler ultrasound tidak ditemukan adanya aliran
darah, dan pada pemeriksaan scan radionuclide terjadi radionuclide tracer uptake yang

rendah. Sedangkan pada kasus epididymo-orchitis, Doppler ultrasound akan memperlihatkan


peningkatan aliran darah, dan radionuclide akan memperlihatkan peningkatan aktivitas
radionuclide.Jika ditemukan riwayat serangan nyeri skrotum dengan onset yang tiba-tiba dan
intermiten pada anak laki-laki, diagnosis torsi intermiten dapat dipertimbangkan.2

b. Derajat Inflamasi Torsio Testis


Inflamasi merupakan respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi
mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang
mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi.Radang atau inflamasi adalah satu
dari responutama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh
faktor kimia (histamin,bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan
oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi
jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.Radang mempunyai tiga peran penting dalam
perlawanan terhadap infeksi:2

memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk

meningkatkan performa makrofag


menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi
mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.

Salah satu parameter yang digunakan untuk melihat tingkat inflamasi adalah dengan
penilaian gambaran histopatologi. Pada kasus torsio testis dikenal dengan sistem scoring
berdasarkan kriteria Cosentino.2
Tabel 1. Derajat Inflamasi Testis menurut Cosentino.2
Grade I

Gambaran

Grade II

dengan sel germinal yang teratur.


Gambaran struktur testis yang kurang

Grade

teratur
Gambaran struktur testis dengan inti

III

sel germinal piknotik disertai dengan


penyusutan

struktur

testis

normal

dinding

batas

tubulus

Grade

seminiferus
Gambaran struktur

testis

dengan

IV

dikelilingi oleh sel germinal yang

nekrotik.

Manajemen Torsio Testis


Tindakan pertama yang harus dilakukan dalam tatalaksana torsio testis adalah dengan
cara detorsi testis baik secara manual maupun operatif. Dalam rangka untuk menyelamatkan
testis, perbaikan torsio harus dilaksanakan dalam waktu 6 jam setelahonset. Apabila tindakan
terlambat, risiko kematian jaringan akan meningkat sehingga perlu dilakukan orchiectomy
dan menurunkan fertilitas.3
Urgensi yang terjadi membuat detorsi diperlukan untuk memperbaiki aliran
darah.Manual detorsi dianjurkan untuk kejadian tori yang terjadi di luar periode neonatal.
Biasanya torsio testis terjadi ke arah medial sehingga dilakukan manual detorsi dengan
memutar testis ke arah lateral seperti membuka buku. Tindakan manual detorsi harus
didahului dengan observasi yang akurat supaya tidak memperparah keadaan testis yang
mengalami torsi.3
Respon akan segera membaik apabila tindakan manual detorsi berhasil, dengan
demikian apabila respon memburuk dapat dijadikan suatu indikasi apabila terjadi kesalahan
arah saat melakukan tindakan detorsi manual. Satu tindakan detorsi manual dapat mengurangi
rasa sakit yang muncul tetapi belum dapat memperbaiki kerusakan.Dengan demikian
tindakan detorsi manual bukanlah tatalaksana definitif dari torsio testis. Penggunaan
ultrasound dapat meningkatkan keakuratan tindakan detorsi testis.3
Tindakan definitif dari torsio testis adalah pembedahan.Pembedahan dilakukan untuk
memperbaiki keadaan torsio. Cara yang dilakukan adalah dengan cara insisi midlinepada
pararahpe skrotalis atau dengan bilateral transverse scrotal incisions. Setelah itu dilanjutkkan
dengan menginsisi tunika vaginalis lalu melakukan detorsi terhadap testis disertai dengan
evaluasi terhadap viabilitas testis.Apabila testis telah nekrosis maka langkah selanjutnya
adalah dengan melakukan tindakan orchiectomy. Perlu diwaspasdai terhadap kemungkinan
terjadinya proses autoimun selama tindakan pembedahan.3
Untuk mencegah kejadian berulang, diperlukan indakan fiksasi testis ke dinding
skrotum dengan nonabsorbable sutures. Contralateral orchiopexy harus selalu dilakukan saat
pembedahan detorsi testis, agar dapat mencegah terjadinya torsio testis pada testis
kontralateral.3

Komplikasi
Terdapat banyak kemungkinan yang dapat terjadi akibat komplikasi dari torsio
testis.Komplikasi tersebut dapat berupa kematian jaringan testis, infeksi, gangguan fertilitas,
dan gangguan kosmetik.Fungsi dari sistem eksokrin dan endokrin juga mengalami penurunan
sebagai akibat dari torsio testis.Penurunan fungsi ini diukur dari adanya abnormalitas analisa
semen yang dapat dipicu oleh karena adanya injuri yang berulang, keadaan patologi yang
terjadi di funikulus spermatikus karena torsio testis, atau dapat juga karena perubahan
patologi di kontralteral testis akibat retensi dari testis yang mengalami torsio.Gangguan
fertilitas sebagai akibat dari komplikasi selain diakibatkan oleh karena kematian sel dan
jaringan testis juga diduga dikarenakan oleh mekanisme autoimun yang menyerang tubulus
seminiferous. Manifestasi dari proses ini akan menurunkan fertilitas dari testis.2
Karsinoma Testis
Tumor atau neoplasma secara harfiah berarti pertumbuhan baru, adalah massa abnormal
dari sel-sel yang berproliferasi. Semula istilah tumor diartikan sebagai pembengkakan
sederhana atau gumpalan.Sel-sel neoplasma berasal dari sel-sel yang sebelumnya adalah
selsel normal.Neoplasma dapat dibedakan berdasarkan sifatnya, ada yang jinak (benigna) dan
yang ganas (maligna).Tumor testis berasal dari sel germinal atau jaringan stroma testis.Lebih
dari 90% berasal dari sel germinal.Tumor ini mempunyai derajat keganasan tinggi, tetapi
dapat sembuh bila diberi penanganan adekuat.Tumor ini mempunyai petanda tumor sejati
yang sangat berharga untuk diagnosis, rencana terapi dan kontrol. Kanker Testis adalah
pertumbuhan sel sel ganas didalam testis yang bisa menyebabkan testis membesar atau
menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum.1
Etiologi
Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang
erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain maldesensus testis,
traumatestis, atrofi atau infeksi testis dan pengaruh hormon. Penderita kriptorkismus atau
bekas kriptorkismus mempunyai resiko lebih tinggi terjadinya tumor testis ganas. Walaupun
pembedahan kriptorkismus pada usia muda mengurangi insidens tumor sedikit, resiko
terjadinya tumor tetap tinggi. Kriptorkismus merupakan suatu ekspresi disgenesia gonad yang
berhubungan dengan transformasi ganas. Penggunaan hormon dietilstilbestrol yang terkenal
sebagai DES oleh ibu pada kehamilan dini meningkatkan resiko tumor maligna pada alat

kelamin bayi pada usia dewasa muda. Penyebab kanker testis belum diketahui namun tercatat
beberapa factor resiko. Kegagalan penurunan testis kedalam skrotum (kriptorkidisme atau
undesensustestis) akan meningkatkan resiko berkembangnya kanker testis keluar hingga
beberapa kali lipat. Testis yang tidak turun dan menetap dalam abdomen memilki resiko
kanker testiskular yang lebih tinggi daripada yang tertahan dalam kanalis inguinalis. Adapun
disebut Sindrom Klinefelter yaitu suatu keadaan yang berkaitan dengan peningkatan resiko
berkembangnya kanker testis.2
Epidemiologi
Kanker testis meskipun kasus yang relatif jarang, merupakan keganasan tersering pada
pria kelompok usia 15 35 tahun. Setiap tahun kira-kira ditemukan 2-3 kasus baru dari
100.000 pria di Amerika Serikat. Perkembangan yang pesat dalam hal tehnik diagnosis,
perkembangan pemeriksaan penanda tumor, pengobatan dengan regimen kemoterapi dan
modifikasi tehnik operasi, berakibat pada penurunan angka mortalitas penderita kanker testis
dari 50% pada 1970 menjadi kurang dari 5%pada 1997. Kanker testis adalah salah satu dari
sedikit neoplasma yang dapat didiagnosis secara akurat melalui pemeriksaan penanda tumor (
tumor marker ) pada serum tersangka penderita yaitu pemeriksaan human chorionic
gonadotropin (bhCG) dan -fetoprotein (AFP). Insiden kanker testis memperlihatkan angka
yang berbeda-beda di tiap negara, begitu pula pada setiap ras dan tingkat sosioekonomi.Pada
tumor primer testis 2-3 % adalah tumor testis bilateral dan kira-kira 50% terjadi pada pria
dengan riwayat kriptokidsme unilateral ataupun bilateral. Jika tumor testis sekunder
disingkirkan maka insiden tumor testis primer bilateral 1 2,8 % dari seluruh kasus tumor sel
germinal testis. Tumor primertestis bilateral dapat terjadi secara bersamaan ataupun tidak,
tetapi cenderung memiliki kesamaan jenis histilogisnya. Dari penelitian oleh Bach dkk( 1983)
di dapatkan seminoma merupakan tumor primer testis bilateral tersering (48 %) sedangkan
limfoma maligana adalah tumor testis sekunder bilateral tersering.2
Gejala klinis
1)
2)
3)
4)

Testis membesar atauteraba aneh (tidakseperti biasanya)


Benjolan atau pembengkakan pada salahsatu atau kedua testis
Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah Ginekomastia
Rasa tidaknyaman/rasa nyeri di testis atau skrotumterasa berat.
Tetapi mungkin juga tidak ditemukan gejala sama sekali. Gejala timbul dengan

sangat bertahap dengan massa atau benjolan pada testis yang tidak nyeri. Pasien dapat

mengeluh rasa sesak pada skrotum, area inguinal, atau abdomen dalam.Sakit pinggang
(akibat perluasan nodus retroperineal), nyeri pada abdomen, penurunan berat badan, dan
kelemahan umum dapat diakibatkan oleh metastasis.Pembesaran testis tanpa nyeri adalah
temuan diagnostikyang signifikan.Satu-satunya metode deteksi dini yang efektif adalah
pemeriksaan testis mandiri.Suatu bagian penting dari promosi kesehatan untuk pria harus
mencakup pameriksaan mandiri. Pengajaran tentang pemeriksaan mandiri adalah
intervensi pentinguntukdeteksi dini penyakit ini.2
a. Klasifikasi
1. Seminoma
Seminoma terjadi dalam testis dan jarang dalam mediastinum selama
atau sesudah remaja.Secara histologis, tumor itu terdiri dari sel terang yang
beragregasi dalam lobulus dan dipisahkan oleh stroma fibrosa. Tidak ada
pertanda biologik yang terkait jika penderita itu mempunyai kadar -HCG
atau AFP yang meningkat, analisis histologis harus ditinjau ulang apakah ada
elemen ganas lainnya. Seminoma adalah tipe Germ Cell Tumor yang paling
sering 30%-40% dari semua jenis tumor testis.Biasanya ditemukan pada pria
berusia 30 sampai 40 tahun dan terbatas pada testis.Cenderung untuk tumbuh
lebih lambat, dan timbul pada dekade keempat kehidupan. Biasanya
ditemukan pada pria berusia 30-40 tahun dan terbatas pada testis.1
Sejak beberapa tahun pada seminoma, jika tidak dapat ditunjukkan
metastasis (stadium I), dalam beberapa pusat yang terspesialisasi cukup
dikerjakan kontrol penderita yang frekuen tanpa radioterapi.Dalam hal ada
metastasis kelenjar retroperitoneal dengan diameter lebih dari 5 cm dan atau
metastasis kelenjar di atas diafragma dan atau metastasis hematogen maka ini
terindikasi untuk kemoterapi.Kebanyakan hal ini digunakan empat siklus
masing-masing 3 minggu yang terdiri atas sisplatin dan etoposid (Mencel dkk.,
1994).Dalam pusat tertentu nilai kombinasi kemoterapi ini dibandingkan
dengan karboplatin, sendirian atau dalam kombinasi.
2. Non-seminoma
Pasangan ovarium dari seminoma, secara morfologis dan histologis
identik dengan sel benih primordial.Tidak seperti seminoma, tumor ini sering
terjadi sebelum pubertas.Sekitar 75% non-seminoma telah menyebar ke
kelenjar limfe ketika terdiagnosa.Penderita dengan tumor non seminoma
stadium I tidak membutuhkan terapi tambahan setelah pembedahan.Penderita

stadium IIA dapat diobservasi saja, kadang diberikan kemoterapi dua seri.Pada
stadium IIB biasanya diberikan empat seri kemoterapi.Penderita stadium IIC
dan III diberikan kemoterapi yang terdiri dari sisplatin, beomisin dan
vinblastin. Bila respon tidak sempurna diberikan seri tambahan dengan
sediaan kemoterapi lain. Bila masih terdapat sisa jaringan di regio
retroperitoneal dilakukan laparatomi eksplorasi.Pada kebanyakan penderita
ternyata hanya ditemukan jaringan nekrotik atau jaringan matur. Jaringan
matur merupakan jaringan yang berdiferensiasi baik dan tidakbersifat ganas
lagi.1
Jika tidak dapat ditunjukkan metastasis dan tumor terbatas pada testis
maka ini disebut stadium I. Sesudah orkidektomi cukup pemantauan yang
sering terhadap penderita (wait and see policy). Dalam hal ini harus
diperhatikan kenyataan bahwa kira-kira 25% penderita selama follow up
menunjukkan pertumbuhan tumor. Dengan kontrol yang sering, dengan
menetapkan zat-zat penanda, pertumbuhan tumor dapat cepat didiagnosis, dan
karena kecilnya massa tumor dapat diterapi kuratif dengan kemoterapi. Jika
dibuktikan

adanya

metastasis,

pertama-tama

dinilai

dengan

polikemoterapi.Semula kemoterapi ini terdiri atas kombinasi sisplatin,


vinblastin, dan bleomisisn, sesudah itu vinblastin diganti dengan etoposid.
Kombinasi ini sama efektifnya tetapi cukup ringan toksisitasnya.1
3. Karsinoma embrional
Karsinoma embrional terdiri dari sel yang kurang berdiferensiasi
dengan gambaran epithelial. Sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia
20 sampai 30 tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat
danmenyebar ke paru-paru dan hati.2
4. Yolk sac tumor (Karsinoma embrional tipe infantile)
Karsinoma yolk sac juga disebut tumor sinus endodermal karena
menyerupai sinus endodermal plasenta tikus. Secara histologis, adanya benda
Schiller-Duval adalah diagnostik kenaikan kadar -fetoprotein (AFP) serum
merupakan tanda biologik. Sekitar 60% dari semuajenis kanker testispada
anak laki-laki.2
5. Teratoma
Teratoma biasanya tumor sel benih jinak yang terdiri paling sedikit atas
dua, dan kadang-kadang tiga lapis benih.Derajat keganasan dinilai secara

histologis dengan menggunakan sistem pentahapan yang berkorelasi dengan


potensi keganasan dan kemampuan untuk metastasis. Sekitar 7% dari kanker
testis pada pria dewasa dan 40% pada anak laki-laki.2
6. Koriokarsinoma
Tumor yang sangat ganas yang dapat terjadi dalam gonad (kelenjar
yang

menghasilkan

gamet

ekstragonad.Kariokarsinoma

ovarium

atau

ovarium dapat

testis)

maupun

timbul sebelum pubertas,

sedangkan kariokarsinoma testis dan mediastinum hanya ditemukan pada


penderita yang mencapai masa pubertas.Secara mikroskopik, tumor itu terdiri
atas sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas, sering dengan nekrosis dan perdarahan.
Kadar gonadotropin korionik manusia (-HCG) serum yang tinggi yang
dihasilkan oleh tumor ini memberi informasi penting pada waktu diagnosis
dan selama terapi.2
b. Faktor risiko kanker testis
1. Kriptorkismus
Kriptorkismus, juga disebut sebagai maldescended, adalah kegagalan
penurunan dari salah satu atau kedua testis ke dalam skrotum.Yang pertama
testis berkembang dalam perut sebelum lahir dan kemudian biasanya turun ke
skrotum.Kriptorkismus merupakan faktor risiko yang paling mapan untuk
kanker testis.Ada resiko empat sampai delapan kali lebih besar terkena kanker
testis

dengan

kriptorkismus.Penelitian

telah

menunjukkan

bahwa

perkembangan sel germinal dalam testis yang tidak turun setelah tahun
pertama sejak lahir, yang menyebabkan subfertility dan pengembangan
karsinoma in-situ, predisposisipasien dengan risiko keganasan. Mekanisme
kriptorkismus ini memberikan kontribusi terhadap perkembangan keganasan
menjadi tidak jelas, meskipun dua teori telah dikemukakan oleh banyak ahli,
diantaranya : bahwa kriptorkismus dan kanker testis memiliki penyebab yang
sama (teori intrauteri) dan testis dengan letak abnormal merupakan testis yang
mengalami kondisi lingkungan yang merugikan yang memprovokasi
terjadinya perkembanganke arah keganasan.2
2. Tumor testis kontralateral
Sebuah riwayat testis GCT merupakan faktor risiko mapan
untukberkembangnya kanker testisdi testis kontralateral.2
3. Riwayat keluarga dengan kanker testis.

Studi pada keluarga telah memberikan bukti yang kuat dan mendukung
adanya peran terhadap kerentanan pewarisan untuk kanker testis. Data telah
menunjukkan bahwa anak-anak yang ayahnya menderita kanker testis
memiliki empat kali risiko kanker testis dan saudara-saudara dari pasien
dengan kanker testismemiliki delapankali resiko kanker testis.2
c. Patofisiologi
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhinya mengenai
seluruh parenkim testis.Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rate testis, epididimis,
funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit scrotum. Tunika albugenia merupakan
barrier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga
kerusakan tunika albugenia oleh invasi tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk
menyebar keluar testis.2
Sebagian besar ( 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal,
sedangkan isinya berasal dari non germinal.Tumor germinal testis terdiri atas
seminoma dan non seminoma. Seminoma berbeda sifatnya dengan non-seminoma,
antara lain sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi dan prognosis tumor.2
Tumor-tumor sel embrional testis merupakan satu golongan tumor yang
heterogen.Dari berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi organisasi kesehatan
dunia (WHO) paling sering dipakai.Disamping seminoma yang memang berasal dari
sel germinal terdapat karsinoma embrional, teratoma dan koriokarsinoma yang
digolongkan non seminoma, yang dianggap berasal dari sel germinal pada tahap
perkembangan lain histogenesis.Seminoma meliputi sekitar 40% dari tumor
ganastestis. Koriokarsinomajarang sekali ditemukan (1%).2
Metastasis tumor testis kadang berbeda sekali dari tumor induk, yang berarti
tumor primer terdiri dari berbagai jenis jaringan embrional dengan daya invasi yang
berbeda. Kecuali kariokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe
menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama,
kemudian

menuju

ke

kelenjar

mediastinal

dan

supraclavikula,

sedangkan

kariokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan otak.2


d. Penegakan diagnostic
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan lainnya yang biasadilakukan :
1. USG skrotum.

2. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (alfa fetoprotein), HCG (human
chorionic gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase). Hampir 85%
kanker non-seminoma menunjukkan peningkatan kadar AFP atau beta HCG.
3. Rontgen dada (untuk mengetahuipenyebaran kanker ke paru-paru).
4. CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut).
5. Biopsi jaringan.
Human chorionic gonadotropin dan -fetoprotein adalah penanda
tumor yang mungkin meningkat pada pasien kanker testis.Penanda tumor
adalah substansi yang disintesis oleh sel-sel tumor dan dilepaskan ke dalam
sirkulasi dalam jumlah yang abnormal.Tehnik imunositokimia yang terbaru
dapat membantu mengidentifikasi sel-sel yang tampaknya menghasilkan
penanda ini. Kadar penanda tumor dalam darah digunakan untuk
mendiagnosis, menggolongkan, danmemantau respon terhadap pengobatan.2
e. Penatalaksanaan karsinoma testis
Pengobatan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit. Setelah
kanker ditemukan, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan jenis
selkankernya, selanjutnya ditentukan stadiumnya :3
StadiumI : kanker belum menyebarke luar testis.
StadiumII : kanker telah menyebarke kelenjargetah bening diperut.
Stadium III : kanker telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa
sampaike hatiatauparu-paru.
Pengobatan yang bisa digunakan :
1. Pembedahan: pengangkatan testis (orkiektomi dan pengangkatan
kelenjar getah bening (lifadenektomi))
Testis diangkat dengan orkhiektomi melalui suatu insisi
inguinal dengan ligasi tinggi korda spermatikus.Prostesis yang terisi
dengan jel dapat ditanamkan untuk mengisi testis yang hilang.Setelah
orkhiektomi unilateral untuk kanker testis, sebagian besar pasien tidak
mengalami kerusakan fungsi endokrin. Namun demikian, pasien
lainnya mengalami penurunan kadar hormonal yang menandakan
bahwa testis yang sehat tidak berfungsi pada tingkat yang normal.
Terapi hormon pengganti diperlukan bila kedua testisdiangkat.3
2. Terapi penyinaran
Terapi radiasi pada retroperitoneal dan homolateral limfonodus
iliaca mengikuti pengangkatan seminoma.Semua limfonodus yang
positif mendapat radiasi setelah pengangkatan non-seminoma. Pria

dengan penyebaran retroperitoneal tumor mendapat terapi radiasi


sampai ke nodus mediastinaldan supraklavikuler.3
Terapi ini digunakan sebagai pengobatan utama pada
seminoma, terutama pada stadium awal. Terapi radiasi langsung
meradiasi sel kanker dengan kekuatan tinggi, merusak kemampuan sel
kanker untuk tumbuh dan berkembang biak. Terapi ini meggunakan
sinar-X atau sinar gamma yang memancarkan sinar elektron pada
daerah sasaran.Perkembangan terakhir pada terapi radiasi adalah
lapangan radiasi luas, dosis radiasi besar, seperti terapi pada sebagian
tubuh.Lapangan radiasi luas dan dosis radiasi besar memberikan terapi
yang efektif dan diterima dengan baik oleh penderita yang kankernya
sudah menyebar.Terapi elektron pada seluruh kulit, perkembangan
yang lain, meradiasi seluruh permukaan kulit dan berhasil mengatasi
penyakit kulit yang luas. Hyperfractionation, pendekatan ekperimental
untuk mencapai pengontrolan tumor yang lebih baik, memberikan
terapi radiasilebih dari sekali dalam sehari.3
Terapi radiasi bisa diberikan secara eksternal maupun internal.
Radiasi eksternallebih luas penggunaannya.3
3. Iradiasi nodus limfe pasca operatif dari diafragma sampai regio iliaka
Digunakan untuk mengatasi seminoma dan hanya diberikan
pada tempat tumor saja.Testis lainnya dilindungi dari radiasi untuk
menyelamatkan fertilitas. Radiasi juga digunakan untuk pasien yang
tidak menunjukkan respons terhadap kemoterapi atau bagi mereka
yang

tidak

direkomendasikan

untukdilakukan

pembedahan

noduslimfe.3
4. Diseksi nodus limfe retroperitoneal
Untuk mencegah penyebaran kanker melalui jalur limfatik
mungkin dilakukan setelah orkhiektomi. Meskipun libido dan orgasme
normal tidak mengalami gangguan setelah RPLND, pasien mungkin
dapat mengalami disfungsi ejakulasi dengan akibat infertilitas.3

Daftar pustaka
1. Sloane, Ethel. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
1995.p:347-352

2. The Anatomy, Histology, and Development of Testis, Epididimis, and Ductus Deferens.
[cited 2016 July 15th]. Available from:www.anatomytopic.com
3. Price,Sylvia A, Lorraine M Wilson. Patofisiology 6th edition. Willson, Lorraine M,
Kathleen Branson Hillegas. Gangguan sistem reproduksi laki-laki. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. 2003. Chapter: 65.p:1311-1329
4. Roppolo Lyn P, Daniel Davis, Kelly sean P, Rosen peter. Emergency Medicine Handbook.
Atre, Deepta S, Jaime T Snarski, Traci Thoureen. Scrotal pain and Swelling. Philadelphia:
Mosby Elsevier. 2007.chapter: 50.p:584-595
5. Sabiston D, OswariJ.Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.1994.
6. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta :Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2010.h.915-7.

You might also like