You are on page 1of 22

RINGKASAN

Menurut Susanto (1994), nata merupakan suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut
dalam air dan terbentuk pada permukaan media fermentasi air kelapa dan sari
buah lainnya. Dalam praktikum ini, akan dilakukan pembuatan nata dari sari melon.

Kandungan karbohidrat pada melon mencapai 5,10 gr pada setiap 100gr buah melon
(Wirakusumah, 2000). Karbohidrat yang terdapat pada jerami nangka dapat dimanfaatkan
oleh bakteri Acetobacter xylinum sebagai nutrisi untuk membentuk serat-serat selulosa atau
yang biasa disebut dengan pelikel nata.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya adalah sari buah melon,
MgSO4, glukosa, urea/yeast ekstrak, Acetobacter xylinum, NaOH & CH3COOH. Sedangkan
alat yang digunakan antara lain kompor listrik, beaker glass, autoclave, gelas ukur, pengaduk,
inkubator. Garis besar cara fermentasi ini adalah menyaring air perasan buah melon, didihkan,
setelah dingin, tambahkan nutrien, atur pH sesuai variabel. Masukkan ke dalam beaker glass.
Tambahkan starter sesuai variabel. Fermentasikan pada suhu 30 oC pada waktu kurang lebih enam hari.
Panen nata yang terbentuk, cuci, dan timbang. Lakukan analisis glukosa dan glukosa standar yang
terbentuk terlebih dahulu.
Dari praktikum yang dilakukan, didapatkan kadar glukosa (%S) akhir pada masing-masing
variabel mengalami penurunan dari kadar glukosa (%S) awal. Nata yang dihasilkan pada medium
yang ditutupi dengan koran memiliki ketebalan yang lebih baik dibanding nata pada medium yang
ditutupi daun pisang. Agar mendapat hasil yang maksimal, maka disarankan agar praktikan menutup
media dengan rapat sehingga tidak terkontaminasi udara luar, media yang difermentasikan tidak boleh
terkena cahaya langsung, guncangan, maupun gangguan lain, sterilisasi bahan dan alat sebelum
digunakan, dan lakukan standarisasi glukosa dalam keadaan panas agar perubahan warna Titik Akhir
Titrasi (TAT) lebih sempurna.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nata merupakan hasil dari metabolit primer. Metabolit primer adalah persenyawaanpersenyawaan yang merupakan produk akhir atau produk antara yang dihasilkan dari
metabolisme sel yang mempunyai bobot molekul yang lebih besar atau dikonversikan
menjadi koenzim (Judoamidjojo dkk, 1990). Menurut Susanto (1994), nata merupakan
suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut dalam air dan terbentuk pada permukaan
media fermentasi air kelapa dan sari buah lainnya.

Dalam praktikum ini, akan dilakukan pembuatan nata dari sari melon. Tanaman
melon (Cucumis melo L.) termasuk famili Cucurbitaceae (Tjahjadi, 1995). Menurut
Wirakusumah (2000) kandungan karbohidrat pada melon mencapai 5,10 gr pada setiap
100gr buah melon. Karbohidrat yang terdapat pada melon dapat dimanfaatkan oleh bakteri
Acetobacter xylinum sebagai nutrisi untuk membentuk serat-serat selulosa atau yang biasa
disebut dengan pelikel nata.
1.2 Perumusan Masalah
Nata merupakan hasil fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum yang
ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa. bakteri Acetobacter xylinum dapat
membentuk nata jika ditumbuhkan dalam media yang sudah diperkaya karbon (C) dan
nitrogen (N) melalui proses yang terkontrol. Dalam cairan daging buah melon banyak
mengandung glukosa, nitrogen sedikit karbohidrat serta pH 4 - 5,5. Bahan lain yang
dapat dimanfaatkan sebagai medium pembuatan nata diantaranya sari jerami
nangka, air cucian beras dan lain-lain. Parameter yang akan diteliti dalam praktikum
ini diantaranya pengaruh jenis penutup, pengaruh kadar starter yang ditambahkan,
pengaruh pH, pengaruh penambahan sumber C dan N, fenomena kadar glukosa,
fenomena densitas serta fenomena pH.
1.3 Tujuan Percobaan
1. Mengkaji proses pembuatan nata dari sari buah melon dengan cara fermentasi.
2. Mengkaji hasil yang diperoleh dengan berbagai variabel seperti jenis penutup, kadar
starter, pH, kadar sumber C serta sumber N yang digunakan.
1.4 Manfaat Percobaan
1. Mengetahui cara pembuatan nata dengan cara fermentasi.

2. Mengkaji kualitas nata yang dihasilkan dengan berbagai variabel (jenis penutup, kadar
starter, pH, kadar sumber C serta sumber N).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Nata
Nata berasal dari bahasa Spanyol yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa latin
menjadi natare yang berarti terapung-apung (Susanti, 2005). Nata termasuk produk
fermentasi. Nata dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan cairan yang
mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain (Lapuz et al., 1967). Beberapa
spesies yang termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun selama ini
yang paling banyak dipelajari adalah A. xylinum (Swissa et al., 1980).
Bakteri Acetobacter xylinum tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat
menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang
tumbuh, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak
padat berwarna putih hingga transparan, padat, kokoh, kuat dan kenyal dengan rasa mirip
kolang-kaling, yang disebut sebagai nata (Astri, 2014).
Nata merupakan produk yang memiliki kadar serat tinggi. Serat yang terkandung
dalam nata meliputi selulosa, hemiselulosa, lignin, dan serat larut air. Sehingga dengan
keunggulan pada kandungan seratnya tersebut, maka nata dapat mencegah dan
meminimalkan terjadinya beberapa macam penyakit. Manfaat dari nata adalah sebagai
penurun kolesterol, glukosa darah pada penderita diabetes mellitus, mencegah konstipasi,
mengendalikan berat badan (mencegah obesitas), mencegah kanker kolon, dan
bermanfaat pada mikroflora di usus besar (Saputra, 2009).
2.2 Spesifikasi Bahan Baku
Tanaman melon (Cucumis melo L.) termasuk famili Cucurbitaceae. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa tanaman melon berasal dari Turki dan ada lagi yang
menyebutkan dari daerah India (Tjahjadi, 1995).
Adapun kandungan gizi buah melon setiap 100 gram bahan yang dapat dimakan
dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini :
Table 2.1. Komposisi Buah Melon per 100gr Bahan (Wirakusumah,2000).
Komposisi Kimia
Energi (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Serat (g)

Jumlah
21,0
0,6
0,2
5,10
15,00
25,00
0,30
4

Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin B2 (mg)
Vitamin C (mg)
Niacin (g)

0,50
640,00
0,03
0,02
34,00
0,80

Kandungan vitamin C pada melon akan mencegah terjadinya sariawan dan


meningkatkan ketahanan tubuh terhadap penyakit. Buah melon mengandung banyak zat
gizi yang cukup beragam sehingga tidak mengherankan apabila melon merupakan
sumber gizi yang sangat baik (Prajnanta, 2003). Menurut Samadi, (1995) vitamin dan
mineral yang terkandung dalam buah melon sangat baik untuk kesehatan tubuh manusia.
Kandungan protein dan karbohidrat yang terkandung dalam buah melon sangat penting
bagi tubuh manusia untuk pembentukan jaringan sel.
Sebagai media dalam pembentukan nata, media yang digunakan haruslah
memiliki kandungan komponen-komponen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme yang
dalam hal ini yaitu Acetobacter xylinum. Komponen media nata yang dibutuhkan sebagai
syarat media nata antara lain memiliki sumber karbon dapat berupa gula, sumber
nitrogen dapat berupa penambahan urea, mineral dan vitamin yang mendukung
pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum (Astri, 2014). Oleh sebab itu melon berpotensi
untuk digunakan sebagai media dalam fermentasi pembuatan nata.
2.3 Landasan Teori
1. Teori Acetobacter xylinum
Starter nata adalah Acetobacter xylinum. Penggunaan starter merupakan syarat
yang sangat penting, yang bertujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri
Acetobacter xylinum yang menghasilkan enzim pembentuk nata. Bakteri Acetobacter
xylinum tergolong familia Pseudomonas dan genus Acetobacter. Berbentuk bulat
dengan panjang 2 mikron, biasanya terdapat sebagai sel tunggal atau kadang kadang
berikatan dengan sel lain membentuk ikatan seperti rantai. Pembentukan nata
memerlukan starter sebanyak 10-20% dari volume media sebagai starter mikroba
(Saragih, 2004).
a. Sifat fisiologi
Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil dan propil alkohol, tidak
membentuk senyawa busuk yang beracun dari hasil peruraian protein (indol) dan
mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat
yang paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk
5

mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa


tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata.
b. Fase pertumbuhan
Fase adaptasi ialah fase di mana bakteri berada dalam medium baru. Saat itu,
bakteri tak langsung tumbuh tapi menyesuaikan diri dulu dengan medium tersebut.
Pada fase ini, bakteri menjalani aktivitas metabolisme dan pembesaran sel, tetapi
belum dapat disebut fase pertumbuhan.

Jarak antara 0-24 jam semenjak fase

adaptasi, bakteri memasuki fase pertumbuhan awal, ditandai dengan aktivitas


pembelahan sel dalam kecepatan rendah. Selanjutnya, pada fase eksponensial,
bakteri mulai mengeluarkan enzim ektra-seluler-polimerase nan menyusun glukosa
menjadi serat nata. Biasanya, fase ini berlangsung pada hari ke-1 sampai ke-5.
Selanjutnya, nutrisi mengalami pengurangan sehingga bakteri memasuki fase
pertumbuhan lambat. Selain itu, sel sudah mulai tua dan pertumbuhannya
terhambat. Setelah terjadi ekuilibrium antara jumlah sel tumbuh dan sel mati,
bakteri tersebut mengalami fase pertumbuhan tetap. Pada fase inilah matriks nata
banyak dibentuk. Selanjutnya, bakteri mengalami fase menuju kematian saat nutrisi
pada medium tumbuh semakin berkurang bahkan nyaris habis. Dan, saat nutrisi
benar-benar habis, bakteri pelan-pelan mengalami fase kematian (Binasyifa, 2012).
2. Teori Thiman
Menurut Thiman (1962) pembentukan nata terjadi karena proses pengambilan
glukosa dari larutan gula dalam bahan dasar nata oleh sel-sel Acetobacter xylinum.
Kemudian glukosa tersebut digabungkan dengan asam lemak membentuk precursor
(penciri nata) pada membrane sel. Prekursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk
akskresi dan bersama enzim mempolimerisasikan glukosa menjadi sellulosa material
diluar sel. Komponen ini akan membentuk sel mikrofibril yang panjang dalam cairan
fermentasi.
2.4 Hal-Hal yang Berpengaruh pada Fermentasi Nata
1) Pemilihan Bahan
Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan nata harus dalam memiliki
kualitas baik agar nata yang dihasilkan berkualitas bagus
2) PH/Keasaman
Metabolisme Acetobacter xylinum selama fermentasi dipengaruhi oleh keasaman
media. PH optimum pembuatan nata berkisar 4-5
3) Suhu
6

Suhu yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah suhu kamar (28-31C). Suhu
yang teralu tinggi atau rendah akan menghambat aktivitas Acetobacter xylinum.
4) Kebutuhan Oksigen
Bakteri nata Acetobacter xylinum merupakan bakteri anaerob fakultatif. Bila
kekurangan oksigen bakteri akan terhambat bahkan akan juga mengalami kematian
5) Penutup dalam pembuatan nata
Selama proses fermentasi wadah harus tertutup rapat agar kotoran yang terbawa
udara/uap tidak dapat mencemari proses fermentasi namun harus memungkinkan
adanya pertukaran oksigen.
6) Sumber Cahaya
Pembuatan nata pada ruangan gelap akan mempercepat pembentukan struktur nata
dan lapisan nata yang dihasilkan akan tebal
7) Lama Fermentasi
Pada kondisi yang sesuai, lapisan nata terbentuk dipermukaan media akan terlihat hari
ketiga sampai keempat, lalu akan menebal dalam jangka waktu 8-14 hari.
8) Sanitasi
Sanitasi dalam hal ini meliputi sanitasi perorangan, lingkungan, dan peralatan. Harus
dijaga dan dikontrol agar bakteri tidak terkontaminasi (Dewi, 2012).
2.5 Manfaat Produk
Nata adalah makanan yang banyak mengandung serat, mengandung selulosa kadar
tinggi yang bermanfaat bagi kesehatan dalam membantu pencernaan. Nata sangat
berperan dalam sistem pencernaan makanan yang terjadi dalam usus halus dan
penyerapan air dalam usus besar sehingga sangat bermanfaat dalam pencernaan makanan
dan secara tidak langsung sangat baik bagi kesehatan (Lilies, 2009).
Nata adalah produk fermentasi yang mengandung banyak serat dan selulosa.
Karena hal itulah nata dapat dimanfaatkan sebagai kapsul dan perban. Selulosa mikrobial
yang disintesis oleh Acetobacter xylinum menunjukkan kinerja yang cukup baik untuk
digunakan dalam penyembuhan luka. Selulosa bakteri juga mempunyai kerangka jaringan
yang sangat baik dan hidrofilitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pembuluh
darah buatan yang sesuai untuk pembedahan mikro (Hoenich, 2006). Beberapa penutup
luka seperti kulit buatan telah diproduksi dari kitin dan kitosan dan telah dijual sebagai
penyembuh luka pada manusia maupun hewan (Goosen, 1997).
2.6 Bahan Baru sebagai Medium Fermentasi Nata
a. Nata jerami nangka
Kandungan karbohidrat pada jerami nangka terdiri dari glukosa, fruktosa,
sukrosa, pati, serat dan pectin yang jumlahnya mencapai 15,87% (Nisa, 1998).
Karbohidrat yang terdapat pada jerami nangka dapat dimanfaatkan oleh bakteri
7

Acetobacter xylinum sebagai nutrisi untuk membentuk serat-serat selulosa atau yang
biasa disebut dengan pelikel nata. Menurut Susanto (1994), nata merupakan suatu zat
yang menyerupai gel, tidak larut dalam air dan terbentuk pada permukaan media
fermentasi air kelapa dan sari buah lainnya.
Proses pembentukan pelikel nata oleh Acetobacter xylinum dipengaruhi oleh
konsentrasi gula pada substrat. Semakin tinggi konsentrasi gula pada substrat, maka
pelikel nata yang dihasilkan juga akan semakin tebal karena semakin banyak sumber
karbon yang tersedia untuk membentuk serat selulosa. Selain gula, Acetobacter
xylinum juga membutuhkan mineral untuk mengaktifkan enzim kinase pada
metabolism dalam sel untuk menghasilkan selulosa. Menurut Kuswanto dan
Sudarmaji (1997) bahwa mineral yang dapat ditambahkan ke dalam substrat adalah
(NH4)2S)4, MgSO4, K2HPO4 dan lainnya.
b. Nata de Leri
Beras mengandung protein, vitamin, dan mineral. Pada proses pengolahan
beras menjadi nasi, beras biasanya akan dicuci berulang kali hingga dianggap bersih.
Air cucian beras biasanya akan langsung dibuang karena dianggap tidak memiliki
nilai penting, padahal sebenarnya air cucian beras masih mengandung nilai gizi.
Nata de Leri merupakan produk nata yang dihasilkan dari air cucian beras
sebagai media dari pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Komposisi nilai gizi air
cucian beras sehingga dapat menjadi media tumbuh yang optimum untuk bakteri
Acetobacter xylinum yaitu karbohidrat, protein, dan vitamin B1 atau thiamin yang
sebagian besar terdapat pada pericarpus dan aleuron yang ikut terkikis (Rachmat, et
al., 2007).
2.7 Perbedaan Selulosa yang Dihasilkan oleh Tumbuhan dan Selulosa Acetobacter
xylinum
Selulosa bakteri merupakan polisakarida mikroba yang dihasilkan melalui
proses fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum yang memiliki struktur kimia yang
sama dengan selulosa tumbuhan. Perbedaan selulosa bakteri dan selulosa tumbuhan
adalah selulosa bakteri memiliki serat-serat tunggal yang panjang dan saling melilit
membentuk struktur jaringan (Philips dan William, 2000). Selulosa bakteri bersifat
hidrogel yang tidak dijumpai pada selulosa alam. Sifat ini memberikan daya serap
yang baik dan karakteristiknya seperti kulit manusia sehingga banyak dimanfaatkan
untuk kepentingan medis seperti pengganti kulit sementara pada luka bakar yang
serius (Ciechanska, 2004).
8

2.8 Komponen Penyusun Nata


Bakteri Acetobacter xylinum tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat
menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang
tumbuh, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya
nampak padat berwarna putih hingga transparan, padat, kokoh, kuat dan kenyal
dengan rasa mirip kolang-kaling, yang disebut sebagai nata (Astri, 2014).
2.9 Teori Fehling
Uji Fehling Pereaksi ini dapat direduksi selain oleh karbohidrat yang
mempunyai sifat mereduksi, juga dapat direduksi oleh reduktor lain. Pereaksi Fehling
terdiri atas dua larutan yaitu larutan Fehling A dan larutan Fehling B. Larutan Fehling
A adalah larutan CuSO4 dalam air, sedangkan larutan Fehling B adalah larutan garam
K-Na-tartrat dan NaOH dalam air. Kedua macam larutan ini disimpan terpisah dan
baru dicampur menjelang digunakan untuk memeriksa suatu karbohidrat. Dalam
pereaksi ini ion CU2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan
diendapkan sebagai Cu2O.
2 Cu+ + 2 OH-

Cu2O + H2O

dipanaskan

endapan merah bata

Dengan larutan glukosa 1% , pereaksi Fehling menghasilkan endapan merah


bata, sedangkan apabila digunakan larutan yang lebih encer misalnya larutan glukosa
0,1%, endapan yang terjadi berwarna hijau kekuningan (Poedjiadi.A, 2006).

BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Rancangan Praktikum
3.1.1 Skema Rancangan Percobaan
Sari buah melon

Dididihkan, setelah dingin ditambah nutrient

Atur pH sampai 4,5 dengan CHCOOH atau NaOH

Tambah starter Acetobacter xylinum

Fermentasikan pada 30C selama 6 hari

Panen, cuci dan keringkan nata, timbang

Analisa kadar glukosa, densitas dan


pH

3.1.2 Variabel Operasi


1. Variabel Tetap

: Sari melon, KH2PO4

2. Variabel Berubah

: Kadar starter, pH, jenis penutup

3. Respon yang diamati

: Kadar glukosa, pH, densitas

3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan


3.2.1 Bahan :
a. Sari melon

: 873 mL

b. MgSO4

: 18 gram
10

c. Glukosa

: 44,37 gram

d. Urea

: 18 gram

e. Acetobacter xylinum

: 207 mL

f. NaOH

: 2 gram

g. CH3COOH

: 0,6 gram

3.2.2 Alat :
a. Kompor listrik
b. Beaker glass
c. Autoclave
d. Gelas ukur
e. Pengaduk
3.3 Gambar Rangkaian Alat

Gambar 3.3 Rangkaian Alat Titrasi


3.4 Prosedur Praktikum
3.4.1. Pembuatan Nata
1. Saring air perasan melon
2. Didihkan, setelah dingin tambahkan nutrien sesuai veriabel percobaan
3. Atur pH sampai 4,5 dan 2 menggunakan CH3COOH dan NaOH
4. Masukkan kedalam beaker glass
5. Tambahkan starter Acetobacter xylinum 15%V dan 20%V
6. Fermentasikan pada 30C selama 6 hari
7. Panen nata yang terbentuk
11

8. Cuci nata dan keringkan


9. Timbang nata
3.4.2. Analisa Glukosa:
1.4.2.1. Pembuatan glukosa standar
1. Ambil 2,5 gram glukosa anhidrit
2. Encerkan hingga 1000 ml
1.4.2.2. Standarisasi kadar glukosa
1. Ambil 5 ml glukosa standar, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 ml, netralkan
pHnya
2.

Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B

3.

Panaskan hingga 60 70C


4. Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60 70C sampai warna
biru hampir hilang, lalu tambahkan 2 tetes MB
5. Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60 70C sampai
warna biru menjadi merah bata
6. Catat kebutuhan titran (F)
1.4.2.3. Menghitung kadar glukosa bahan

1. Ambil 5 ml bahan, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 ml lalu netralkan pHnya
2. Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B, dan tambahkan 5 ml glukosa
standar yang telah diencerkan
3. Panaskan hingga 60 70C
4. Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60 70C sampai warna
biru hampir hilang, lalu tambahkan 2 tetes MB
5. Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60 70C sampai
warna biru menjadi merah bata
6. Catat kebutuhan titran (M)

( FM ) x
%S =

total
x 0,0025
( VVtitrasi
) x ( VV pengenceran
yang diambil )
V total x medium fermentasi

x 100%

BAB IV
12

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN


4.2.1 Pengaruh Perbandingan Jenis Penutup terhadap Kadar Glukosa

Variabel 2

Variabel 3

Gambar 4.1 Pengaruh perbandingan jenis penutup terhadap kadar glukosa


Pada percobaan yang kami lakukan dalam pembuatan nata kami menggunakan
penutup koran dan daun pisang, masing masing pada variabel 2 dan variabel 3. Dari
percobaan yang dilakukan nata yang terbentuk lebih bagus yaitu dengan penutup
koran. Karena koran memilki pori-pori sebesar 80m 2, jauh lebih kecil dari pori-pori
daun pisang yang sebesar 433m2 (Surini, 2004). Sehingga jika menggunakan
penutup koran hasil yang didapat lebih bagus, karena oksigennya terpenuhi dengan
sempurna.
Bakteri Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerob obligat yang
membutuhkan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk melakukan respirasi sel
aerobik jadi bakteri tumbuh dan berkembang secara maksimal. Sehingga nata yang
dihasilkan pada variabel 2 lebih baik daripada variabel 3, karena jika menggunakan
penutup koran oksigennya cukup terpenuhi dengan sempurna, sempurna yaitu tidak
terlalu banyak oksigen yang masuk, karena pori - pori koran yang kecil (Achmad,
2014).
Bakteri Acetobacter xylinum merupakan bakteri mikroaerofil, yaitu bakteri
yang tidak dapat hidup dalam suasana yang aerob ataupun anaerob dengan sempurna,
karena oksigen bebas hanya diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit sekali atau
hanya kira-kira 20% dalam atmosfer atau kurang dari persentasi oksigen dalam
atmosfer (Agus, 2011).
4.2.2 Pengaruh Banyaknya Jumlah Starter yang Ditambahkan terhadap Kadar
Glukosa

13

Variabel 4

Variabel 5

Gambar 4.2 Pengaruh banyaknya jumlah starter yang ditambahkan terhadap kadar
glukosa
Pada percobaan yang kami lakukan dalam pembuatan nata kami memberikan
starter dalam jumlah yang berbeda, masing-masing pada variabel 4 (15%) dan variabel
5 (20%). Kadar glukosa variabel 4 lebih tinggi daripada variabel 5. Dapat disimpulkan
bahwa nata yang terbentuk lebih bagus yaitu dengan kadar starter 20%.
Konsentrasi starter yang besar menandakan jumlah bakteri yang ada semakin
banyak, sehingga menyebabkan proses fermentasi berjalan lebih cepat. Starter yang
semakin banyak memiliki jumlah bakteri semakin banyak, sehingga proses
perkembangbiakannya semakin cepat dan menyebabkan glukosa berkurang karena
adanya proses fermentasi glukosa menjadi asam laktat menjadi lebih banyak
(Sfakianakis dan Tzia, 2014).
4.2.3 Pengaruh Perbedaan pH terhadap Kadar Glukosa

Variabel 5
Variabel 6
Gambar 4.3 Pengaruh perbedaan pH terhadap kadar glukosa
Fermentasi dengan variasi pH didapat hasil bahwa pada pH = 4 diperoleh nata
yang paling tebal dibanding dengan nata yang dihasilkan dengan pH yang lain.
Dalam referensi, Teknologi Pengolahan Nira dan Air Buah Kelapa, Puslit
Perkebunan Manhat, Bandar kuala, Sumut disebutkan bahwa pH yang baik untuk
14

pembentukan nata adalah sekitar 4 menurut Alaban (1962), sedang menurut Lapuz et
al (1967) sekitar 5-5,5. Pada pH tersebut pertumbuhan bakteri terseleksi yang
menyebabkan Acetobacter xylinum semakin sedikit mendapatkan mikroba lain dalam
hal mendapatkan nutrien dari media untuk pertumbahannya. Selain itu, pada pH
tersebut Acetobacter xylinum unggul terhadap bakteri lain terutama bakteri pembusuk
yang mengganggu pertumbuhan nata. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa nata
yang paling baik dibuat pada pH=4, karena pada pH=4 dimana pH tersebut sesuai
dengan range pH pembentukan nata yang disebutkan dalam referensi (Alin, 2012).
4.2.4 Pengaruh Perbedaan Jumlah MgSO4 dan CO(NH2)2

Variabel 1
Variabel 2
Gambar 4.4 Pengaruh perbedaan jumlah MgSO4 dan CO(NH2)2
Dari grafik, dapat dilihat bahwa variabel 1 (2 gram MgSO4 dan 2 gram
CO(NH2)2) memiliki kadar glukosa lebih tinggi dibanding variabel 2 (5 gram MgSO4
dan 5 gram CO(NH2)2). Hal ini menunjukkan bahwa variabel 2 lebih efektif untuk
menghasilkan nata dengan kualitas yang bagus.
Hal ini karena kebutuhan nutrien MgSO4 atau kadar Mg2+ yang berada didalam
sari melon digunakan untuk mengontrol kerja enzim ekstraselular. Dimana fungsi
enzim ekstraseluler yaitu untuk melangsungkan perubahan perubahan pada nutrien di
sekitarnya sehingga memungkinkan nutrient tersebut memasuki sel dan juga mengambil zat
makanan yang ada di sekililingnya yang berarti fungsi enzim ekstraseluler pada pembuatan
nata de melon adalah untuk membuat nutrient seperti KH 2PO4 dan urea agar dapat memasuki
sel supaya menjadi sumber pangan bagi bakteri Acetobacter xylinum, sehingga banyaknya
kadar Mg2+ yang ditambahkan hanya mempengaruh kecepatan nutrien untuk masuk

kedalam sel (Erlin, 2016).


Proses fermentasi dibutuhkan sejumlah senyawa sumber nitrogen dan mineral
(baik mineral makro, maupun mikro). Sumber nitrogen dapat digunakan dari senyawa
organik maupun anorganik. Bahan yang baik bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum
dan pembentukan nata adalah ekstrak yeast dan kasein. Urea yang digunakan pada
15

pembuatan nata berfungsi untuk membersihkan bahan baku dari berbagai kotoran dan
memperlancar proses pembuatan bibit nata (Warisno, 2004).
4.2.5 Fenomena Kadar Glukosa
7
6
5
4
Kadar Glukosa (%S)

3
2

Awal
Akhir

1
0

Gambar 4.5 Fenomena kadar glukosa


Pada grafik diatas terlihat bahwa % S awal pada sampel lebih tinggi daripada
% S akhir. Hal ini disebabkan oleh bakteri Acetobacter xylinum yang menggunakan
glukosa sebagai bahan polimerisasi menjadi polisakarida (selulosa) (Hidayatullah,
2007). Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matriks yang dikenal sebagai nata
sehingga kadar glukosa yang ada pada medium setelah fermentasi lebih sedikit
dibandingkan kadar glukosa mula mula.

4.2.6 Fenomena Densitas

16

1.07
1.06
1.05
1.04
Densitas (gr/mL)

1.03
1.02

Awal
Akhir

1.01
1

Gambar 4.6 Fenomena densitas


Pada grafik diatas terlihat bahwa densitas akan semakin bertambah seiring
dengan terus berlangsungnya proses fermentasi selama 6 hari. Nutrient yang diberikan
pada saat pembuataan nata seharusnya senantiasa dikonsumsi oleh bakteri sehingga
massa larutan akan berkurang dari setelah saat pemberian nutrient.
Tetapi pada kenyataannya, penambahan nutrient pada fermentasi nata
mempengaruhi massa medium fermentasi. Bakteri Acetobacter xylinum tidak
menggunakan semua nutrient seperti glukosa anhidris, KH2PO4, MgSO4, dan
CO(NH2)2, sehingga mengakibatkan penambahan massa medium fermentasi karena
m
=
v

tidak semua nutrient tersebut terpakai oleh bakteri, sehingga sesuai dengan rumus

Dimana, = massa jenis (gr/cm3)


m = massa larutan (gr)
v = volume larutan (cm3)
maka, dengan naiknya massa medium fermentasi, massa jenis akhir fermentasi juga
akan naik, dan dapat disimpulkan, nutrient selama fermentasi tidak terpakai secara
sempurna oleh bakteri (Bachtiar, 2000).

4.2.7. Fenomena pH

17

5
4.5
4
3.5
3
2.5
pH

Awal

1.5

Akhir

1
0.5
0

Gambar 4.7 Fenomena pH


Berdasarkan grafik ditas dapat dilihat bahwa pada pH- nya mengalami
penurunan, hal ini karena Acetobacter xylinum yang dimasukkan mampu
mendegradasi substrat yang terdapat pada sari mangga secara optimal sebagai nutrisi
pertumbuhannya hingga menghasilkan asam asetat.
C6H12O6
2CH3CH2OH + CO2
Pada tahap ini terjadi perombakan glukosa pada sari mangga menjadi alkohol
dan gas CO2, selanjutnya
CH3CH2OH + O2
CH3COOH + H2O
Pada tahap ini terjadi perubahan alkohol menjadi asam asetat dan air dengan
memanfaatkan bakteri Acetobacter xylinum (Ossins, 2013). Namun pada variabel 6
pH nya mengalami kenaikan, hal ini karena pada variabel 6 terdapat suatu
kontaminan. Kontaminan yang biasanya timbul dan menganggu pertumbuhan bakteri
nata antara lain miselium kapang atau lapisan keriput pada permukaan nata atau
adanya perubahan warna cairan menjadi merah (Kurniadi, 1990), sehingga
mengganggu proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri Acetobacter xylinum.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

18

1. Penggunaan jenis penutup berpengaruh bergantung pada pori-pori penutup yang


digunakan dimana harus terdapat sirkulasi udara namun nata tidak kontak langsung
dengan udara.
2. Semakin banyak jumlah starter maka kadar glukosa akan menurun, karena ada
aktivitas bakteri dalam memfermentasi glukosa menjadi asam laktat.
3. Nata dari medium dengan pH 4,5 memiliki ketebalan yang lebih baik dibanding
nata dari medium dengan pH 2.
4. Semakin banyak sumber nitrogen yang diberikan, akan semakin banyak pula
konversi glukosa menjadi asam laktat sehingga pembuatan nata menjadi maksimal.
5. Kadar glukosa pada sampel pembuatan nata akan semakin berkurang karena
glukosa di ubah menjadi selulosa.
6. Densitas sampel pembuatan nata akan semakin meningkat karena bertambahnya
biomassa bakteri dan adanya tambahan zat-zat nutrien pada sampel.
5.2 Saran
1. Steril kan tempat yang digunakan, agar tidak tumbuh bakteri lain
2. Taruh nata ditempat yang tidak terkena sinar matahari, karena akan mebunuh bakteri
Acetobacter
3. Uji pH dilakukan secara teliti.
4. Analisa glukosa dengan titrasi secara teliti.

PROSEDUR ANALISA
1. Perhitungan Densitas
a. Mengkalibrasi picnometer terlebih dahulu yaitu dengan memasukkan aquadest
ke dalam picnometer kosong yang sudah di ukur berat kosongnya terlebih dahulu.
b. Ukur berat aquadest + picnometer kosong dan dihitung volumenya dengan
rumus:

( Berat picnometer+ aquadest )(Berat picnometer kosong )


Densitas aquadest pada 27 C

19

setelah itu menghitung densitas sari buah melon dengan rumus :


Berat sari bua h melon
Volume h asil kalibrasi

2. Pembuatan Fehling A dan Fehling B


Pembuatan fehling A diawali dengan melarutkan 34,46 gram CuSO 4 ke dalam
aquadest yang sudah ditambahkan H2SO4, lalu membuat fehling B dengan cara
mencampurkan 60 gram NaOH ke dalam 173 gram KNa tartat yang telah larut dalam
aquadest, kemudian disaring dengan kertas kasa dan diambil larutan yang sudah
disaring.
3. Sterilisasi dengan Autoclave
Siapkan 6 buah beaker glass, cuci bersih kemudian lapisi dengan koran,
masukkan dalam autoclave sampai suhu 121C selama kurang lebih 15 menit. Buka
autoclave dan angkat beaker glass.

LEMBAR PERHITUNGAN
1. Kadar Glukosa Awal
a. Variabel 1
F = 25,6 mL
M = 19 mL

( FM ) x
%S

total
) x 0,0025
( vvtitrasi
) x( vvpengenvceran
yang diambil
x 100
v total x medium fermentasi

20

180 100
x
x 0,0025
5
5
x 100
180 x 1,027

( 25,619 ) x
=

= 6,4 %
2. Kadar Glukosa Akhir
a. Variabel 1
F = 27 mL
M = 25,8 mL

( FM ) x
%S

total
) x 0,0025
( vvtitrasi
) x( vvpengenvceran
yang diambil
x 100
v total x medium fermentasi

180 100
x
x 0,0025
5
5
x 100
180 x 1,018

( 2725,8 ) x
=
= 1,179 %

3. Densitas Awal
a. Variabel 1
W picnometer = 16,83 gr
W picnometer + sampel = 44,06 gr
V picnometer = 26,5 mL
=

w picnometer+ w sampelw picnometer


v picnometer
=

44,0616,83
=1,027 gr /ml
26,5

4. Densitas Akhir
1. Variabel 1
W picnometer = 16,83 gr
W picnometer + sampel = 44,08 gr
V picnometer = 26,5 mL
=

w picnometer+ w sampelw picnometer


v picnometer

44,0816,83
=1,028 gr /ml
26,5

21

5. Perhitungan sumber karbon (glukosa anhidris dan gula jawa)

( mlgr ) xbasis ( ml )=a gram

1,027

( mlgr ) x 180 ( ml)=184,86 gram

184,86 x

8
=14,79 gram
100

22

You might also like