You are on page 1of 6

YUSTISIA NOMOR 36 TAHUN X/JUNI-AGUSTUS 1996

HUBUNGAN DOKTER-PASIEN
DALAM UPAYA PENYEMBUHAN /PERAWATAN
MENURUT HUKUM KEDOKTERAN

Berdasarkan transaksi terapeutik itulah, lahir hak dan kewajiban antara pasien dan
dokter secara timbale balik. Dokter di satu pihak dan pasien di pihak lain dalam satu
hubungan transaksi terapeutik ialah berkedudukan sama sebagai subyek hukum, dan
dalam memanggung hak dan kewajiban.
Hak dan kewajiban dokter pasien dapat dirinci sebagai berikut :
A. Kewajiban dan Hak Dokter
1. Kewajiban Dokter
Kewajiban dokter dapat dibedakan dalam tiga kelompok,yaitu(periksa
.Fred Ameln,1991:56-57)
a. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan
kesehatan(health care);
b. Kewajiban yang berhubungan dengan hak pasien, meliputi:
1) Hak atas informasi;
2) Hak memberikan persetujuan;
3) Hak memilih dokter;
4) Hak memilih sarana kesehatan(RS);
5) Hak atas rahasia kedokteran;
6) Hak menolak pengobatan /perawatan;
7) Hak menolak suatu tindakan medis tertentu;
8) Hak untuk menghentikan pengobatan;
9) Hak atas second opinion(pendapat kedua);
10) Hak melihat rekam medis.
c. Kewajiban yang berhubungan dengan standar profesi kedokteran
dan

kewajiban yang timbul dari standar profesi kedokteran.

2. Hak Dokter
Hak dokter meliputi antara lain ,sebagai berikut:
(periksa.Fred Ameln,1991:64-66)
a. Hak untuk bekerja menurut standarmedik;
b. Hak menolak pelaksanaan tindakan

medik,karena

profesional tidak dapat dipertanggungjawabkannya;

secara

YUSTISIA NOMOR 36 TAHUN X/JUNI-AGUSTUS 1996

c. Hak melakukan tindakan medik yang menurut suara hatinya tidak


baik;
d. Hak mengakhiri hubungan dengan pasien ;
e. Hak atas privacy dokter;
f. Hak atas informasi pertama dalam menghadapi pasien yang tidak
puas terhadap dokter;
g. Hak atas balas jasa;
h. Hak atas pemberian penjelasan yang lengkap oleh pasien tentang
penyakitnya;
i. Hak membela diri;
j. Hak memilih pasien;
k. Hak menolak memberi keterangan tantang pasien di pengadilan.
B. Hak dan Kewajiban pasien
1. Hak Pasien
Menurut

H.j.j. Leenen,hak pasien yang bersifat umum dapat dirinci sebagai

berikut:
(Periksa Prasetyo Hadi Purwandoko dan Suranto,1991:66-67)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Hak atas perawatan dan pengurusan perawatan;


Hak menolak cara perawatan tertentu;
Hak untuk memilih tenaga kesehatan dan rumah sakit;
Hak atas informasi;
Hak menolak cara perawatan tanpa ijin;
Hak atas rasa aman dan tidak diganggu (privacy);
Hak atas pembatasan terhadap pengaturan kebebasan perawatan ;
Hak untuk mengakhiri perjanjian perawatan.

Selain hak- hak pasien yang bersifat umum tersebut ada juga hak- hak pasien
psikiatris hak pasien psikiatrisini dibagi menjadi dua ,yaitu hak pasien psikiatris yang
dirumah sakitkan secara sukarela dan yang dipaksakan .
Hak hak pasien psikiatrisyang dirumah sakitkan secara sukarela adalah sebagai
berikut
(Periksa. Prasetyo Hadi Purwandoko dan Suranto,1991:68)
a.
b.
c.
d.
e.

Hak untuk mengadakan komunikasi secara bebas;


Hak atas perlindungan pasien lain yang membahayakan ;
Hak atas perlindungan terhadap paksaan ;
Hak untuk mendapatkan upah atas pekerjaan yang dilakukannya;
Hak memiliki barang- barang yang diperolehnya dirumah sakit
karena bekerja.

YUSTISIA NOMOR 36 TAHUN X/JUNI-AGUSTUS 1996

Bagi pasien yang dirumahsakitkan secara terpaksa (dipaksa)mempunyai hak-hak


sebagai berikut:( Periksa .Prasetyo Hadi Purwandoko dan Suranto,1991:68)
a. Hak untuk mendapatkan penjelasan tentang hak dan kewajiban
hukum;
b. Hak mendapatkan perawatan ahli lain (di luar rumah sakit tempat ia
dirawat).
Sedangkan menurut keputusan hukum kesehatan ,kewajiban pasien dirinci sebagai
berikut :(Periksa. Fred Ameln,1991: 40-41)
a. Hak atas informasi ;
b. Hak memberikan persetujuan ;
c. Hak memilih dokter;
d. Hak memilih sarana kesehatan (RS);
e. Hak atas rahasia kedokteran ;
f. Hak menolak pengobatan /perawatan;
g. Hak menolak suatu tindakan medis tertentu;
h. Hak untuk menghentikan pengobatan ;
i. Hak atas second opinion (pendapat kedua);
j. Hak melihat rekam medis.
Hak butir a dan b tersebut dinamakan informed Consent.
Dari hak-hak pasien tersebut dimuka ,ada dua hak yang sangat penting ,sebagai
dasar atau tumpuan hukum kedokteran ,yaitu hak menentukan nasib sendiri dan hak
atas informasi.
2. Kewajiban Pasien
Selain mempunyai hak pasien juga mempunyai kewajiban. Suatu kewajiban moral
pasien ialah memelihara kesehatannya . Kewajiban pasien ini merupakan hak bagi
dokter /rumah sakit . Kewajiban pasien menurut hukum dapat dirinci sebagai
berikut : (Lihat Soerjono Soekanto,1989:162-163)dan Fred Ameln,1991 :53-54)
a. Kewajiban memberikan informasi secara lengkap kepada dokter / tenaga
kesehatan tentang penyakitnya;
b. Kewajiban melaksanakan nasehat-nasehat yang diberikan oleh dokter / tenaga
kesehatan (mentaati petunjuk dan instruksi dokter);
c. Kewajiban menghormati kerahasiaan diri dan dokter/ tenaga kesehatan wajib
menyimpan rahasia kedokteran;
d. Kewajiban memberikan ganti rugi bila tindakannya (pasien) merugikan pihak
lain ;
e. Kewajiban berterus terang bila timbul masalah (dalam hubungannya dengan
tenaga kesehatan);

YUSTISIA NOMOR 36 TAHUN X/JUNI-AGUSTUS 1996

f. Kewajiban mentaati aturan rumah sakit ;


g. Kewajiban memberikan imbalan jasa kepada dokter/ tenaga profesional yang telah
diberikan oleh dokter/tenaga kesehatan;
h. Kewajiban melunaskan biaya rumah sakit.
Dari penjelasan dimuka ,jelaslah bahwa akibat transaksi terapeutik dokte pasien
ialah lahirlah hak dan kewajiban masing- masing pihak (dokter-pasien ).
Salah satu syarat agar transaksi terapeutik itu sah menurut hukum ialah adanya
persetujuan ,yaitu persetujuan untuk dirawat dengan menggunakan cara /teknik/terapi
tertentu yang sudah disepakati bersama berdasarkan informasi yang lengkap dan
akurat tentang penyakit yang dideritanya tentang kemungkinan akibat yang bisa
timbul,yang akhirnya berdasarkan informasi tersebut menentukan sendiri sikap
terhadap salah satu dari sekian banyak cara /teknik/terapi yang diinformasikan
kepadanya.
Dalam transaksi terapeutik upaya penyembuhan merupakan perjanjian yang
sifatnya memberikan bantuang pertolongan . Dengan demikian merupakan upaya
yang hasilnya belum pasti . Dan yang penting ialah bahwa bantuan pertolongan itu
harus dengan hati-hati dan penuh ketegangan(medzorg on inspanning). Upaya
penyembuhan hanyalah satu inspanningsverbintenis,satu perjanjian mengupayakan
penyembuhan yang harus dilakukan dengan hati-hati dan penuh ketegangan
.Akibatnya bila upaya penyembuhan gagal,maka kesalahan tidak hanya ditimpahkan
kepada dokter saja,karena sejak semula upaya yang berupa terapi itu dicari bersama
sama dan disepakati bersama dalam memilih yang paling tepat ,jadi kegagalan
merupakan konsekuensi bersama antara Dokter Pasien (Periksa. Hermien Hadiati
Koeswadji,1984: 31-33 dan Fred Ameln,1991:42).
Informed Consent sebagai persetujuan sepihak dari pasien tidak mungkin
diberikan bila tidak didasarkan atas informasi tentang penyakit dan upaya
penyembuhan yang lengkap ,jelas,serta tindakan tindakan apa yang dapat
dilakukan , serta kemungkinan- kemungkinan apa saja yang dapat terjadi. Informed
Consent inilah yang dijadikan dasar bagi pasien untuk akhirnya memutuskan secara
mandiri atau tidak ada tindakan terapeutik yang akan diambil. Kedudukan Informed
consent yang demikian itu harus dicatat dan direkam dalam Rekam Medik
/Kesehatan (RM/K), yang dalam kepustakaan disebut medical record Dengan

YUSTISIA NOMOR 36 TAHUN X/JUNI-AGUSTUS 1996

demikian persetujuan merupakan dasar bagi pembenaran dilakukannya salahsatu


tindakan terapeutik tertentu karena persetujuan baik tertulis maupun diam-diam
mempunyai arti diatas hukum ,sebab dalam perjanjian peresetujuan merupakan syarat
bagi berlakunya persetujuan .
Dalam transaksi terapeutik , para pihak dalam perjanjian itu bukan hanya dokterpasien saja secara pribadi. Sebab pasien /penderita akan berusaha mendatangi baik
dokter sebagai

orang perseorangan maupun orang dalam bentuk badan

hukum(rumah sakit ,yayasan,atau lembaga lain ).Sehingga dapat dibedakan antara


kelompok pasien yang memang secara nyata mengadakan perjanjian dan kelompok
pasien yang tanpa mengadakan suatu perjanjian . Pembedaan ini memperjelas
hubungan yang dapat ditimbulkan secara langsung dari adanya perjanjian yang
membebankan hak dan kewajiban terhadap para pihak dalam perjanjian . Hal ini
penting dalam kaitannya bila terjadi kesalahan yang disengaja ,yang dapat
diselesaikan secara langsung oleh pihak yang dirugikan kepada pihak yang
menyebabkan kesalahan tadi. Pentingnya hal tersebut,karena dalam hukum ada pihak
pihak yang tidak mampu bertindak dalam perjanjian (seperti : anak dibawah
umur,orang yang cacat jiwanya),sehingga mereka tidak mampu bertindak secara
mandiri sebagai pihak dalam perjanjian. Disamping itu dari pihak dokter pun ,dalam
perjanjian dapat terjadi pada seorang perawat yang tidak mempunyai kewenangan
bertindak tetapi menjalankan tugasnya karena perintah dokter atau rumah sakit .
Perjanjian dengan rumah sakit akan mempunyai efek yang berbeda.Lebih- lebih bila
dalam penanganan pelayanan kesehatan tersebut pihak yang dimaksud berupa tim.
Sedangkan syarat lainnya agar transaksi terapeutik itu sah menurut hukum , harus
memenuhi syarat sahnya perjanjian , sebagaimana dapat dilihat dalam pasal 1320
KUH Perdata (BW), yaitu antara lain : adanya kata sepakat para pihak, para pihak
mampu untuk bertindak , isi perjanjian jelas , dan apa yang diperjanjikan tidak boleh
bertentangan dengan undang undang maupun hukum yang berlaku pada saat
perjanjian itu dibuat (Periksa syarat umum perjanjian di dalam 1320 KUH Perdata
/BW). Disamping itu ,isi dan pelaksanaan perjanjian pada hakekatnya berisikan halhal :tidak bertentangan dengan kepatutan , berdasarkan etikad baik, dan mencakup

YUSTISIA NOMOR 36 TAHUN X/JUNI-AGUSTUS 1996

kepentingan para pihak. Kepatutan dan etikad baik itu dikaitkan dengan tolak ukur
yang berlaku dalam masyarakat setempat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1993.Undang undang Republik Indonesia Nomer 23 Tahun 1993
tenteng Kesehatan . Jakarta:Sekretariat Negara.
Fred Ameln.1991.Kapita Selekta Hukum Kedokteran . Jakarta:Grafikatama Jaya
Hermien Hadiati Koeswadji. 1984. Hukum dan Masalah Medik.Surabaya :
Airlangga University Press.
.1984.Aspek Medikolegal dari Pelayanan Kesehatan dan Rekam Medik
.Makalah . Surabaya:Fakultas Hukum UNAIR.
Oemar Seno Adji.1991.Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaban
Pidana Dokter dan Profesi Dokter. Jakarta:Erlangga.
Soejono Soekanto. 1989. Aspek Hukum Kesehatan(Suatu Kumpulan Catatan ).
Jakarta:In- Hill Co.
Prasetyo Hadi Purwandoko dan Suranto.1991.Hukum dan Kesehatan tentang
Hukum Kedokteran .BPK.Surakarta: UNS.

You might also like