You are on page 1of 7

No

Obat

Golongan

Dosis

BP

HR

Skeletal

(mmH

(bpm)

muscle

Keterangan

Tubecurramine

Muscle

0,1 mg/kg

g)

Relaksasi

Antagonis kompetitif Ach

Noradrenalin

relaxant
Adrenergik

100 mg/kg
0,1 mg/kg

Kontraksi

pada reseptor nikotinik


Merangsang -1

Kolinergik

100 mg/kg
0,1 mg/kg

Kontraksi

adrenoreseptor
Bekerja pada reseptor

Kontraksi

muskarinik dan nikotinik


Agonis dengan Ach pada

Ach

Neostigmin

Kolinergik

100 mg/kg
0,1 mg/kg

Carbachol

Kolinergik

100 mg/kg
0,1 mg/kg

Kontraksi

reseptor muskarinik
Agonis dengan Ach pada

Atropin

Antikolinergik

100 mg/kg
0,1 mg/kg

Kontraksi

reseptor muskarinik
Antagonis kompetitif dengan

Histamin

100 mg/kg
0,1 mg/kg

Kontraksi

Ach pada reseptor muskarinik


Histamin menimbulkan efek

Histamin

Mepyramine

Antagonis H1

100 mg/kg

bila berinteraksi dengan

0,1 mg/kg

reseptor H1, H2, H3


Bekerja dengan menghambat

Relaksasi

100 mg/kg

interaksi histamine dengan

Hexamethoniu

Blocker

0,1 mg/kg

Relaksasi

reseptor
Menghambat transmisi post

10

m
Gallamine

ganglionic
Antikolinergik

100 mg/kg
0,1 mg/kg

Relaksasi

ganglion
Kompetitif antagonis dengan

11

Verapamil

CCB

100 mg/kg
0,1 mg/kg

Relaksasi

Ach pada reseptor muskarinik


Menghambat kanal kalsium

nondihidropiri

100 mg/kg

Morfin

din
Analgesik

0,1 mg/kg

Naloxone

opioid
Antagonis

100 mg/kg
0,1 mg/kg

analgesik

100 mg/kg

opioid
Kolinergik

0,1 mg/kg

Antagonis

100 mg/kg
0,1 mg/kg

12
13

14
15

Adenosin
8-SPT

dalam otot halus pada dinding

Relaksasi

arteri
Bekerja pada reseptor opioid

Relaksasi

kappa
Kompetitif/antagonis reseptor
opioid dan kappa

Tetap

Tetap

Relaksasi

Merangsang/meningkatkan

Relaksasi

adenylil cyclase
Memblock reseptor adenosine

16

Glibenclamide

adenosine
Sulfonilurea

100 mg/kg
2,5

Relaksasi

Meningkatkan sensitivitas sel

g/kgBB- 5

pankreas

g/kgBB
Pembahasan :
-

Kolenergik atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan


efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan
neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah
mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya
berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang
menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti:
stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan
getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, dan lain-lain, memperkuat sirkulasi, antara
lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah,
memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi
dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan
menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi
kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh
dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya (Tan
Hoan Tjay & Rahardja, 2002).
Reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron
postganglioner dari SP, juga pelat-pelat ujung motoris dan di bagian Susunan Saraf Pusat
yang disebut sistem ekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap perangsangan,
reseptor ini dapat dibagi menjadi 2 bagian, yakni: (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).
a.

Reseptor Muskarinik
Reseptor ini, selain ikatannya dengan asetilkolin, mengikat pula muskarin, yaitu

suatu alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu. Sebaliknya, reseptor
muskarinik ini menunjukkan afinitas lemah terhadap nikotin. Dengan menggunakan study
ikatan dan panghambat tertentu, maka telah ditemukan beberapa subklas reseptor
muskarinik seperti M1, M2, M3, M4, M5. Reseptor muskarinik dijumpai dalam ganglia

sistem saraf tepi dan organ efektor otonom, seperti jantung, otot polos, otak dan kelenjar
eksokrin. Secara khusus walaupun kelima subtipe reseptor muskarinik terdapat dalam
neuron, namun reseptor M1 ditemukan pula dalam sel parietal lambung, dan reseptor
M2 terdapat dalam otot polos dan jantung, dan reseptor M3 dalam kelenjar eksokrin dan
otot polos. Obat-obat yang bekerja muskarinik lebih peka dalam memacu reseptor
muskarinik dalam jaringan tadi, tetapi dalam kadar tinggi mungkin memacu reseptor
nikotinik pula (Mary J. Mycek, dkk, 2001).
Sejumlah mekanisme molekular yang berbeda terjadi dengan menimbulkan sinyal
yang disebabkan setelah asetilkolin mengikat reseptor muskarinik. Sebagai contoh, bila
reseptor M1 atau M2 diaktifkan, maka reseptor ini akan mengalami perubahan
konformasi dan berinteraksi dengan protein G, yang selanjutnya akan mengaktifkan
fosfolipase C. Akibatnya akan terjadi hidrolisis fosfatidilinositol-(4,5)-bifosfat (PIP2)
menjadi diasilgliserol (DAG) dan inositol (1,4,5)-trifosfat (IP3) yang akan meningkatkan
kadar Ca++ intrasel. Kation ini selanjutnya akan berinteraksi untuk memacu atau
menghambat enzim-enzim atau menyebabkan hiperpolarisasi, sekresi atau kontraksi.
Sebaliknya, aktivasi subtipe M2 pada otot jantung memacu protein G yang menghambat
adenililsiklase dan mempertinggi konduktan K+, sehingga denyut dan kontraksi otot
jantung akan menurun (Mary J. Mycek, dkk, 2001).
b.

Reseptor Nikotinik
Reseptor ini selain mengikat asetilkolin, dapat pula mengenal nikotin, tetapi

afinitas lemah terhadap muskarin. Tahap awal nikotin memang memacu reseptor
nikotinik, namun setelah itu akan menyekat reseptor itu sendiri. Reseptor nikotinik ini
terdapat di dalam sistem saraf pusat, medula adrenalis, ganglia otonom, dan sambungan
neuromuskular. Obat-obat yang bekerja nikotinik akan memacu reseptor nikotinik yang
terdapat di jaringan tadi. Reseptor nikotinik pada ganglia otonom berbeda dengan
reseptor yang terdapat pada sambungan neuromuskulular. Sebagai contoh, reseptor
ganglionik secara selektif dihambat oleh heksametonium, sedangkan reseptor pada
sambungan neuromuskular secara spesifik dihambat oleh turbokurarin (Mary J. Mycek,
dkk, 2001). Stimulasi reseptor ini oleh kolenergika menimbulkan efek yang menyerupai
efek adrenergika, jadi bersifat berlawanan sama sekali. Misalnya vasokonstriksi dengan
naiknya tensi ringan, penguatan kegiatan jantung, juga stimulasi SSP ringan. Pada dosis

rendah, timbul kontraksi otot lurik, sedangkan pada dosis tinggi terjadi depolarisasi dan
blokade neuromuskuler (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).
Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengan kerja
langsung dan zat-zat dengan kerja tak langsung. Kolinergika yang bekerja secara
langsung meliputi karbachol, pilokarpin, muskarin, dan arekolin (alkaloid dari
pinang, Areca catechu). Zat-zat ini bekerja secara langsung terhadap organ-organ ujung
dengan kerja utama yang mirip efek muskarin dari ACh. Semuanya adalah zat-zat
amonium kwaterner yang bersifat hidrofil dan sukar larut memasuki SSP, kecuali arekolin
(Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).
Sedangkan kolinergika yang bekerja secara tak langsung meliputi zat-zat
antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin, dan piridogstimin. Obat-obat ini
merintangi penguraian ACh secara reversibel, yakni hanya untuk sementara. Setelah zatzat tersebut habis diuraikan oleh kolinesterase, ACh segera akan dirombak lagi.
Disamping itu, ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara irreversibel, misalnya
parathion dan organofosfat lainnya. Kerjanya panjang, karena bertahan sampai enzim
baru terbentuk lagi. Zat ini banyak digunakan sebagai insektisid beracun kuat di bidang
pertanian (parathion) dan sebagai obat kutu rambut (malathion). Gas saraf yang
digunakan sebagai senjata perang termasuk pula kelompok organofosfat ini, misalnya
Sarin, Soman, dan sebagainya (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).
-

Adrenergik adalah obat-obat yang merangsang sistem saraf simpatis. Obat obat ini
bekerja pada satu tempat atau lebih dari reseptor adrenergik yang terdapat pada sel-sel
otot polos, seperti pada jantung, dinding bronkiolus, saluran gastrointestinal, kandung
kemih, dan otot siliaris pada mata. Adrenergik memiliki empat reseptor yaitu alfa1, alfa2,
beta1, beta2 yang menjadi perantara respons utama (Kee, Joyce, 1996).

Histamin dapat memberikan efek terhadap otot polos dan kelenjar secara lokal maupun
menyebar. Autakoid ini menyebabkan kontraksi berbagai otot polos, misalnya otot polos
pada bronkus dan usus, tetapi dengan kuat merelaksasi otot polos lain, termasuk otot

polos pada pembuluh darah kecil. Senyawa ini juga merupakan stimulus yang kuat untuk
sekresi asam lambung. Efek yang terjadi akibat kerja-kerja ini mendominasi keseluruhan
respons terhadap histamin; tetapi ada pula efek lain, seperti pembentukan edema dan
perangsangan ujung saraf sensori. Banyak di antara efek ini, seperti bronkokonstriksi dan
kontraksi usus, yang diperantarai oleh reseptor H1. Efek-efek lain, diantaranya yang
paling nyata yaitu sekresi lambung, merupakan hasil aktivasi reseptor H2 dan karena itu
dapat dihambat oleh antagonis reseptor H2. Beberapa respons, seperti hipotensi akibat
dilatasi pembuluh darah, diperantarai oleh reseptor H1 dan H2 (Goodman&Gilman, 2007).
-

Antikolinergik adalah obat-obat yang menghambat kerja asetilkolin dengan menempati


reseptor-reseptor asetilkolin. Jaringan tubuh dan organ utama yang dipengaruhi oleh
kelompok obat antikolinergik ini adalah jantung, saluran pernapasan, saluran
gastrointestinal, kandung kemih, mata dan kelenjar eksokrin. Dengan menghambat sarafsaraf parasimpatis, sistem saraf simpatis (adrenergik) menjadi dominan (Kee, Joyce,
1996).

Obat mirip-morfin menyebabkan analgesia, mengantuk, perubahan mood, dan gangguan


mental (mental clouding). Peredaan nyeri oleh opoid mirip-morfin relative selektif,
artinya persepsi sensori lainnya tidak terpengaruh. Nyeri yang ringan dan terus menerus
diredakan secara lebih efektif dibandingkan nyeri yang tajam dan berselang, tetapi
dengan jumlah opioid yang cukup, nyeri yang parah dapat diredakan bahkan mungkin
nyeri parah yang disebabkan kolik renal atau empedu (Goodman&Gilman, 2007).

Verapamil (Isoptin), suatu penghambat saluran kalsium, diberikan untuk mengobati


takikardia (denyut jantung yang cepat) yang berasal dari atas ventrikel (takikardia
supraventikular). Pada keadaan ini biasanya denyut jantung melampaui 150 denyut
jantung per menit. Verapamil memperlambat hantaran melalui jantung dan memiliki efek
inotropik negatif dan vasodilatasi (Kee, Joyce, 1996).

Blokade ganglion secara umum juga dapat menyebabkan atoni pada kandung kemih dan
saluran gastrointestinal, sikloplegia, xerostomia, dan berkurangnya keringat; selain itu,
hipotensi postural karena dihilangkannya jalur-jalur refleks peredaran darah juga dapat
terjadi (Goodman&Gilman, 2007).

Antagonis opioid digunakan dalam penanganan toksisitas akibat opioid, terutama depresi
pernapasan; dalam diagnosis ketergantungan fisik terhadap opioid; dan sebagai senyawa
terapeutik dalam penanganan penggunaan opioid. Kegunaan potensialnya dalam
penanganan syok, stroke, trauma spinalis kordata dan otak, dan gangguan lain yang
mungkin melibatkan mobilisasi peptide opioid endogen yang masih perlu diteliti
(Goodman&Gilman, 2007).

Antagonis H1 memiliki kerja farmakologis dan aplikasi terapeutik yang sama. Efeknya
sebagian besar dapat diperkirakan dari pemahaman tentang responsnya terhadap histamin
yang melibatkan interaksi dengan reseptor H1. Antagonis H1 digunakan sebagai obat tetap
dan diakui manfaatnya untuk pengobatan simptomatik berbagai reaksi hipersensitivitas
segera. Selain itu, sifat kerja sentral beberapa obat memiliki nilai terapeutik untuk
menekan mabuk perjalanan atau untuk sedasi (Goodman&Gilman, 2007).

Sulfonilurea berikatan dengan saluran kalium pada sel beta pankreas untuk meningkatkan
sekresi insulin. Obat ini dapat meningkatkan ikatan insulin dengan reseptor insulin dan
meningkatkan jumlah reseptor insulin. Obat ini juga diketahui dapat meningkatkan efek
hormon antidiuretik pada sel ginjal. Sulfonilurea efektif hanya pada pasien yang sel
betanya masih berfungsi. Sulfonilurea tidak efektif untuk semua penderita diabetes dan
dapat kehilangan efektivitasnya sejalan dengan waktu pada orang lain. Semua
sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemia (Karch, 2010).

Relaksan otot memiliki mekanisme kerja yang masih belum diketahui, obat ini
diperkirakan bekerja dalam antarneuron paling atas atau antarneuron spinal. Indikasi
utama dari penggunaan agens otot rangka yang bekerja di pusat adalah meredakan
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh kondisi musculoskeletal akut yang sangat
menyakitkan dan merupakan penunjang tindakan istirahat, terapi fisik, dan tindakan lain
(Karch, 2010).

Kesimpulan :
-

Obat-obat yang termasuk golongan kolinergik adalah asetilkolin, neostigmin, carbachol,

dan adenosine, antagonis dari adenosine adalah 8-SPT.


Obat-obat yang termasuk golongan antikolinergik adalah atropin dan gallamine.
Obat golongan histamin adalah histamin, dan antagonis H1 adalah mepyramine.

Obat golongan analgesik opioid adalah morfin dan antagonisnya adalah naloxone.
Obat golongan Calcium Channel Blocker terdiri dari dua golongan yaitu dihidropiridin
dan non dihidropiridin. Salah satu contoh obat golongan non dihidropiridin adalah

verapamil.
Obat golongan muscle relaxant adalah tubecurramine dan yang memblok ganglion adalah
Hexamethonium. Noradrenalin merupakan obat golongan adrenergik yang bekerja pada

reseptor nikotinik dan muskarinik.


Salah satu contoh obat golongan sulfonylurea untuk mengatasi diabetes adalah
glibenklamid.

DAFTAR PUSTAKA
Gilman, A.G., 2007, Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi, diterjemahkan oleh Tim
Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Edisi X, 877, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Karch, A.M. 2010. Buku Ajar FarmakologiKeperawatan Edisi 2. Jakarta
Kee, J. L. dan Evelyn, R. H. (1996) Farmakologi : Pendekatan proses Keperawatan. Cetakan I.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mycek, Mary J., Harvey, Richard A., Champe C., Pamela. 2000. Lippincott's Illustrated Reviews
Pharmacology. 2nd ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan EfekEfek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-271, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta

You might also like