You are on page 1of 21

Asma Bronkiale pada Dewasa

Asnawati
102012202
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
asnawati.2012FK202@civitas.ukrida.ac.id

PENDAHULUAN
Asma dapat timbul pada berbagai usia, gejalanya bervariasi dari ringan sampai berat dan
dapat dikontrol dengan berbagai cara. Gejala asma dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsangan
antara lain infeksi, alergi, obat-obatan, polusi udara, bahan kimia, beban kerja atau latihan fisik,
bau-bauan yang merangsang dan emosi. Penyebab pada asma sampai saat ini belum diketahui
namun dari hasil penelitian terdahulu menjelaskan bahwa saluran nafas penderita asma
mempunyai sifat yang sangat khas yaitu sangat peka terhadap rangsangan.

PEMBAHASAN
Anamnesis
Bila pasien tidak dalam keadaan sesak anamnesis dapat dilakukan dengan mengajukan
beberapa pertanyaan untuk mendapatkan petunjuk penyebab wheezing. Pada asma dapat
ditanyakan mengi yang hilang timbul disertai sesak, batuk atau adanya penyakit alergi lainnya
pada pasien. Hal-hal yang menyebabkan wheezing perlu ditanyakan, apakah kegiatan jasmani,
infeksi saluran napas, atau allergen tertentu. Riwayat merokok lama mengarah kepada penyakit
paru obstruktif kronik. Tanyakan pula adanya riwayat pengobatan asma, PPOK, jantung, atau
kanker. Ditanyakan juga apabila ada batuk, tanyakan frekuensi, warna dahak yang dikeluarkan,
dan juga apakah disertai darah.1
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dari tanda-tanda vital. Tekanan darah, nadi, frekuensi napas,
dan suhu badan menentukan apakah pasien dalam keadaan gawat atau tidak, seperti pada gagal
jantung atau reaksi anafilaksis.1
-

Pemeriksaan Thorax Anterior


Inspeksi
1

Amati bentuk dari dada, dan pergerakan dinding dada.

Deformitas atau asimetri


Retraksi abnormal. Retraksi supraclavicular biasnya ada.
Keterlambatan atau gangguan dari gerakan respirasi.

Palpasi
Palpasi mempunyai empat kegunaan :

Identifkasi daerah yang sakit.


Menentukan abnormalitas yang terobservasi.
Menentukkan pengembangan dada. Letakkan masing-masing ibu jari pada batas
costa, dengan tangan mengikuti alur costa. Gerakan ibu jari kea rah medial
membentuk lipatan kulit. Minta pasien untuk inspirasi dalam. Perhatikan seberapa

jauh ibu jari bergeser dan rasakan simetritas dari gerakan pernafasan.
Menentukan tactile fremitus.

Perkusi
Perkusi bagian anterior dan lateral dada, dan bandingkan pada kedua sisi. Jantung
umumnya memberikan suara redup pada sela iga 3 sampai 5. Pada wanita, untuk
memperjelas perkusi, geser payudara secara perlahan menggunakan tangan kiri, sambil
melakukan perkusi dengan tangan kanan. Atau anda dapat meminta pasien menggeser
payudaranya sendiri.
Tentukan batas paru hepar dengan perpindahan suara dari sonor ke pekak pada linea
midclavicula kanan. Bila anda meneruskan perkusi ke bawah, suara perkusi akan berubah
menjadi timpani karena dilakuakn perkusi pada daerah abdominal (gastric).
Auskultasi
Dengarkan pada dada anterior dan lateral dan mintalah pasien bernafas melalui
mulut, lebih dalam dari biasanya. Bandingkan simetritas kedua sisi, dengan pola yang sama
dengan auskultasi. Dengarkan suara nafas dan suara nafas tambahan, dan tentukan.

Pemeriksaan Thorax Posterior


Inspeksi

Perhatikan bentuk thorax dan bagaimana pergerakan thorax, termasuk deformitas dan
asimetri, retraksi abnormal dari intercostal space pada saat inspirasi, gangguan pergerakan
respirasi pada salah satu atau kedua paru atau keterlambatan pergerakan unilateral.2
Deformitas pada thorax dapat berbentuk :

Barrel Chest. Terdapat peningkatan diameter anteroposterior. Bentuk ini normal pada
masa bayi, dan sering dijumpai pada proses penuaan dan penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK).
Pectus Excavatum. Depresi (masuk) pada bagian bawah sternum. Kompresi pada

jantung dan pembuluh darah besar dapat mengakibatkan murmur.


Pigeon Chest (Pectus Carinatum). Terjadi perpindahan sternum ke anterior, sehingga
meningkatkan diameter anteroposterior. Tulang rawan costa yang berdekatan dengan

sternum yang menonjol mengalami depresi.


Thoracic Kyphoscoliosis. Lekukan vertebra yang abnormal dan rotasi dari vertebra.
Pergeseran dari paru-paru di bawahnya dapat mengakibatkan interpretasi dari

kelainan paru menjadi sangat susah.


Traumatic Flail Chest. Patah tulang iga multiple dapat mengakibatkan pergerakan
paradox dari thorax. Penurunan tekanan intrathoracic menurun saat terjadi penurunan
diafragma. Pada saat inspirasi area yang sakit melekuk kedalam, sedangkan pada saat
ekspirasi area tersebut menggembung ke luar.

Palpasi
Bersamaan pada saat melakukan palpasi, focus pada area yang lunak dan yang
tampak abnormalitas pada kulit di atasnya, pergerakan respirasi, dan fremitus. Misalnya
pelunakan intercostals space menunjukkan adanya inflamasi pada pleura.2

Identifikasi daerah yang sakit. Palpasi dilakukan secara hati-hati dimana dilaporkan

ada sakit atau dimana tampak lesi atau memar.


Menetapkan abnormalitas yang tampak, seperti massa.
Tes ekspansi thorax. Letakkan kedua tangan anda pada kurang lebih iga ke-10,
meraba dengan jari yang agak longgar dan parallel terhadap lateral dari tulang rusuk.
Setelah meletakkan tangan pada posisi di atas, geser kedua tangan kea rah medial
sampai terbentuk lipatan kulit antara vertebra dengan jempol anda. Minta pasien
untuk menarik nafas dalam. Perhatikan jarak anatra kedua ibu jari anda menjauh

seiring dengan inspirasi dan rasakan simetritas tulang rusuk saat meluas dan

kontraksi.
Rasakan tactile fremitus. Fremitus adalah getaran yang dapat diraba yang disalurkan
melalui cabang-cabang bronchopulmonary ke dinding dada pada saat pasien
berbicara. Untuk mendeteksi fremitus, mintalah pasien untuk menggulangi kata tujuh
puluj tujuh. Gunakan kedua tangan untuk membandingkan fremitus pada kedua sisi
paru. Bila fremitus yang terasa kurang jelas, minta pasien untuk mengulangi dengan
suara yang lebih kencang. Fremitus berkurang ketika suara terlalu pelan, atau ketika
transmisi vibrasi dari larynx ke permukaan dada terhambat. Causanya termasuk
obstruksi bronkus, COPD, pleural effusion, fibrosis paru, pneumothorax, atau tumor.

Perkusi
Perkusi adalah salah satu teknik yang sangat penting dalam pemeriksaan fisik.
Perkusi mengakibatkan dinding dada dan jaringan di bawahnya bergerak, menghasilkan
suara yang dapat didengar dan bervibrasi yang dapat diraba. Perkusi sangat membantu
dalam menentukan apakah jaringan di bawah terisi oleh udara, air, atau jaringan yang solid.
Perkusi dapat menembus 5-7 cm ke dalam dada, tetapi, tidak dapat mendeteksi lesi yang
terletak di dalam.2

Perkusi dilakukan secara ladder-like order. Lewatkan area di atas scapula


(ketebalan otot dan tulang menganggu bunyi perkusi paru-paru). Identifikasi dan
tentukan area dan suara perkusi yang abnormal. Suara redup menggantikan sonor
ketika cairan atau jaringan padat menggantikan udara yang mengisi paru-paru atau
terdapat efusi pleura. Misalnya pada lobar pneumonia, dimana alveoli diisi oleh
cxairan dan sel darah, pleural effusion, hemothorax, empyema (diisi pus), jaringan
fibrous, atau tumor. Hipersonor generalisata dapat terdengar pada paru-paru yang
terlalu menggembung pada COPD atau asma. Hipersonor unilateral menunjukkan

adanya pneumothorax atau bulla besar yang terisi oleh udara.


Identifikasi penurunan diafragma. Pertama-tama tentukan batas redup dan sonor pada
saat respirasi biasa. Setelah menentukan batas tersebut, sekarang anda dapat
menentukan pergeseran diafragma dengan cara menentukan suara pekak pada saat
pasien ekspirasi maksimum dan pekak pada saat inspirasi maksimum. Umumnya
jarak ini berkisar antara 5-6 cm.

Auskultasi
4

Auskultasi adalah teknik pemeriksaan yang paling penting untuk menetapkan jalan
udara melalui cabang-cabang tracheobronchial. Bersama-sama dengan perkusi, auskultasi
dapat membantu anda dalam menentukan kondisi di sekitar paru-paru dan rongga pleura.
Auskultasi termasuk dalam (1) mendengarkan suara yang dihasilkan dari bernafas, (2)
mendengarkan suara-suara tambahan, dan (3) apabila dicurogai terdapat abnormalitas,
dengarkan suara yang dikeluarkan oleh pasien saat suara ditransmisikan melalui dinding
dada.2
Adapun beberapa suara nafas fisiologis, antara lain :

Vesicular. Suara ini terdengar pada saat inspirasi, dan berlanjut terus, lalu mulai
menghilang sekitar 1/3 jalan ketika ekspirasi. Suara vesicular halus dan lemah. Suara

vesicular terdengar pada hampir seluruh lapang paru.


Bronchovesicular. Suara ini terdengar hampir sama panjang pada saat inspirasi dan
ekspirasi. Pada saat-saat tertentu suara ini dapat terputus sejenak. Suara ini biasanya

terdengar pada sela iga 1 atau 2.


Bronchial. Suara ini terdengar lebih panjang pada ekspirasi. Pada saat selesai
inspirasi, terdapat jedah sebentar sebelum terdengar suara lagi saat mulai ekspirasi.
Suara bronchial terdengar lebih keras dan tinggi.
Apabila suara bronchovesicular atau bronchial terdengar pada posisi yang jauh dari

yang disebutkan di atas, curiga bahwa paru-paru telah diisi oleh cairan atau jaringan padat.
Dengarkan suara nafas sambil menginstruksikan pasien untuk bernafas dalam melalui
mulut. Gunakan pola yang sama seperti perkusi, bergerak dari satu sisi ke sisi yang lain dan
membandingkan suara yang terdengar. Apabila anda medengar suara abnormal, auskultasi
di area sekitarnya supaya anda dapat secara jelas menggambarkan abnormalitas tersebut..
dengarkan setidaknya satu nafas penuh pada setiap lokasi.
Perhatikan intensitas suara nafas. Suara nafas biasanya lebih keras pada bagian
bawah paru dan mungkin berbeda dari satu area ke area yang lainnya. Apabila suara nafas
tidak jelas, minta pasien untuk menarik nafas lebih dalam. Apabila pasien memiliki dinding
dada yang tebal, seperti pada obesitas, suara nafas bisa tetap terdengar kurang jelas.
Suara nafas dapat berkurang ketika jalan udara terhambat (seperti pada peyakit paru
obstruktif atau kelemahan otot) atau ketika transmisi suara menurun (seperti pada efusi
pleura, pneumothorax dan COPD).
Adapun untuk suara nafas patologis, antara lain :
5

Wheezes dan ronchi. Wheeze muncul ketika udara secara cepat melewati bronkus
yang menyempit hingga hampir tertutup. Suara ini biasanya dapat terdengar pada
mulut dan dinding dada. Penyebab wheezing antara lain, asma, bronchitis kronik,
COPD, dan gagal jantung. Pada asma, wheezing mungkin hanya terdengar pada saat
ekspirasi, atau pada kedua fase pernafasan. Ronchi menunjukkan sekresi pada jalan
nafas yang lebih lebar. Pada bronchitis kronik, wheeze dan ronchi sering hilang
setelah batuk. Pada keadaan penyakit paru obstruktif yang parah, pasien dapat tidak
mampu mengeluarkan udara melalui jalur yang sempit. Hasilnya tidak terdengar
suara pernafasan pada pasien, ini membutuhkan perhatian segera. Wheezing persisten
local menunjukkan obstruksi partial dari bronkus, misalnya oleh tumor atau benda
asing. Suara ini dapat terdengar pada inspirasi, ekspirasi, atau keduanya. Wheezing
yang dominan pada saat inspirasi disebut sebagai stridor. Suara ini sering lebih keras
pada leher dibandingkan dengan pada dinding dada. Suara ini mengindikasikan

obstruksi partial dari larynx atau trakea dan membutuhkan perhatian segera.
Crackles. Crackles mempunyai dua penjelasan. (1) suara ini dihasilkan dari
serangkaian letusan-letusan kecil yang dihasilkan ketika jalur nafas sempit, kosong
pada saat ekspirasi, mengembang pada saat inspirasi. Mekanisme ini mungkin
menjelaskan crackles pada akhir inspirasi akibat penyakit paru interstitial dan gagal
jantung kongestif dini. (2) crackles dihasilkan dari gelembung-gelembung udara yang
melalui jalur nafas yang sedikit tertutup. Mekanisme ini mungkin menjelaskan
setidaknya beberapa crackles kasar. Crackles dibagi 3. (1) Late inspiratory crackles
muncul ketika pertengahan inspirasi dan berlanjut sampai akhir inspirasi. Biasanya
suara ini baik-baik saja, dan ada dalam setiap nafas. Suara ini pertama muncul pada
basis paru dan kemudian meluas ke atas seiring dengan perburukan kondisi, dan
dapat bergeser dengan perubahan posisi. Penyebabnya antara lain penyakt paru
interstitial (Fibrosis paru), dan gagal jantung kongesti dini. (2) Early inspiratory
crackles mucul ketika awal pernafasan dan berhenti segera setelah inspirasi. Suara ini
biasanya kasar dan relative sedikit. Crackles ekspirasi juga menyertai kadang-kadang.
Penyebabnya antara lain kronik bronchitis dan asma. (3) Midinspiratory dan
expiratory crackles dapat terdengar pada bronchiectasis tetapi tidak spesifikk untuk

diagnosis. Wheeze dan ronchi dapat menyertai suara ini. Pada beberapa orang

normal, crackles dapat terdengar pada basis paru setelah ekspirasi maksimum.
Pleural Rub. Suara ini dihasilkan oleh gesekan antara pleura yang mengalami
inflamasi dan menjadi lebih kasar.

Pemeriksaan penunjang
Uji faal paru
Ada empat volume paru-paru standart dan empat standart kapasitas paru, yang terdiri dari
dua atau lebih kombinasi volume paru-paru.3
Tidal Volume, adalah volume udara yang memasuki atau meninggalkan hidung atau mulut
per satu kali nafas. Volume ini ditentukan oleh aktivitas dari pusat control respirasi di otak, yang
mengatur otot-otot pernafasan, dan kerja paru-paru dan dinding dada. Pada keadaan normal,
Tidal volume dari orang dewasa 70 kg adalah 500 ml sekali nafas. Tetapi volume ini dapat
bertambah secara drastic, misalnya, pada saat berolahraga.
Residual Volume, adalah volume udara yang tertinggal di paru-paru setelah ekspirasi
maksimum. Nilai rata-ratanya adalah 1200 ml, tetapi dapat meningkat drastic pada penyakit
tertentu seperti emfisema. Volume residual penting karena volume ini yang mempertahankan
paru-paru dari kolaps pada saat volume paru-paru sangat rendah. Volume residual tidak dapat
diukur dengan spirometer, karena volume ini tidak keluar masuk paru. Namun, volume ini dapat
diukur secara tidak langsung melalui teknik dilusi gas berupa penghirupan (inspirasi) gas pelacak
(tracer gas) yang tidak berbahaya dalam jumlah tertentu, misalnya, helium.4
Volume cadangan inspirasi, adalah volume tambahan yang dapat secara maksimal dihirup
melebihi tidal volume istirahat. Volume ini dihasilkan oleh kontraksi maksimum diafragma, otot
intercostals eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata-ratanya adalah 3000 ml.
Volume cadangan ekspirasi. Volume tambahan udara yang dapat secara aktif dikeluarkan
oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang dikeluarkan secara pasif pada akhir tidal volume.
Nilai rata-ratanya adalah 1000 ml.
Kapasitas inspirasi. Volume maksimum udara yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi
normal tenang. (KI = VCI + TV). Nilai rata-ratanya adalah 3.500 ml.
Kapasitas residual fungsional. Volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasif normal.
(KRF = VCE + VR). Niali rata-ratanya adalah 2.200 ml.

Kapasitas Vital. Volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama satu kali
pernafasan setelah inspirasi maksimum. Subyek mula-mula melakukan inspirasi maksimum,
kemudian melakukan ekspirasi maksimum (KV = VCI + TV + VCE). KV mencerminkan
perubahan volume maksimum yang dapat terjadi di paru. Volume ini jarang dipakai karena
kontraksi otot maksimum yang terlibat menimbulkan kelelahan, tetapi bermanfaat untuk menilai
kapasitas fungsional paru. Nilai rata-ratanya adalah 4.500 ml.
Kapasitas paru total. Volume udara maksimum yang dapat ditampung oleh paru-paru. (KPT
= KV + VR). Nilai rata-ratanya adalah 5.700 ml.
Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV 1). Volume udara yang dapat diekspirasi
selama detik pertama ekspirasi pada penentuan KV. Biasanya FEV 1 adalah sekitar 80%; yaitu,
dalam keadaan normal 80% udara yang dapat dipaksa keluar dari paru yang mengembang
maksimum dapat dikeluarkan dalam 1 detik pertama. Pengukuran ini memberikan indikasi laju
aliran udara maksimum yang dapat terjadi di paru.
Foto rontgen toraks
Radiography thorax adalah pemetaan awal untuk mengevaluasi symptom asma pada
kebanyakan indivdu. Kegunaan dari radiography thorax adalah dalam mengetahui komplikasi
atau penyebab alternative lain dari wheezing.
Walaupun penebalan bronchial, penggembangan paru yang berlebih, dan atelectasis focal
yang mengarah ke asma ada, gambaran radiography thorax dapat normal, yang mengurangi
sensitivitas radiography sebagai alat diagnosis.
Pemeriksaan darah, eosinofil dan uji tuberculin
Pemeriksaan eosinofil dalam darah, secret hidung dan dahak dapat menunjang diagnosis
asma. Eosinofil dapat ditemukan dalam darah tepi, secret hidung dan sputum. Dalam sputum
dapat ditemukan Kristal Charcot-Leyden dan spiral Crushman. Bila ada infeksi mungkin akan
didapatkan pula lekositosis polimorfonukleus.
Uji tuberculin penting bukan saja karena di Indonesia masih banyak tuberculosis, tetapi
juga karena kalau ada tuberculosis dan tidak diobati, asmanya pun mungkin sukar dikontrol.

Uji kulit alergi dan imunologi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Masing-masing cara
mempunyai keuntungan dan kerugiannya. Allergen yang digunakan adalah allergen yang banyak
didapat di daerahnya. Hasil positif harus dicocokkan dengan keadaan penderita sehari-hari. Bila
ada hubungan yang jelas baru uji kulit tersebut berarti. Kedua cara uji kulit alergi tersebut dapat
memberikan hasil positif palsu dalam presentase kecil dan mempunyai korelasi yang baik dengan
IgE yang beredar. Perlu diingat bahwa reaksi ini dapat ditekan dengan pemberian antihistamin.
Pemeriksaan IgE atau kalau mungkin IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan
menentukan pengelolaannya. Tetapi bila tidak dapat ditemukan kelainan ini diagnosis asma
belum dapat disingkirkan. Uji alergi kulit berguna untuk menunjukkan allergen yang potensial
sebagai pencetus. Hasil uji alergi kulit harus dihubungkan dengan keadaan klinis, dan bila cocok
itulah allergen pencetus yang sesuai.
Working Diagnosis
Asma bronkiale
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus
oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran napas bagian
bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan. Serangan
asma dapat berupa sesak napas ekspiratori paroksismal, berulang-ulang dengan mengi
(wheezing) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi
mukosa bronkus dan produksi lender kental yang berlebihan. Asma merupakan penyakit familier,
diturunkan secara poligenik dan multifaktorial. Telah ditemukan hubungan antara asma dan lokus
histokompatibilitas (HLA) dan tanda genetic pada molekul immunoglobulin G (IgG).5
Diagnosis banding
1. Bronkitis Kronik
Yang dimaksud dengan bronchitis kronik adalah batuk berulang dan berdahak selama
lebih dari 3 bulan setiap tahun dalam periode paling sedikit tahun. Sebab utamanya adalah
merokok, berbagai penyakit akibat pekerjaan, polusi udara dan usia tua, terutama pada lakilaki. Hipersekresi dan tanda-tanda adanya penyumbatan saluran napas yang kronik
merupakan tanda dari penyakit ini.6
Berbagai gejala klinis yang didapatkan:

Batuk terutama pada pagi hari pada perokok.


9

Sputum kental dan mungkin juga purulen, terutama bila terinfeksi oleh Haemophilus

influenza. Pada tingkat permulaan didapatkan adanya dispne yang sesaat.


Dispne makin lama makin berat dan sehari penuh, terutama pada musim dimana
udara dingin dan berkabut. Selanjutnya sesak napas terjadi bila bergerak sedikit saja
dan lama-kelamaan dapat terjadi sesak napas yang berat, sekalipun dalam keadaan

istirahat.
Pada sebagian pasien sesak justru datangnya pada malam hari, terutama pada pasien
yang berusia tua sehingga menyebabkan tidur pasien menjadi terganggu. Keadaan ini
sama seperti pada gambaran dekompensasi kordis kiri. Tanda yang paling dominan
pada usia lanjut adalah sesak napas pada waktu bekerja ringandan sesak napas ini

bersifat progresif.
Pink puffer dan blue blotter.
Baik bronchitis maupun emfisema dapat dibagi menjadi pink puffer dan blue blotter.
Pada pink puffer, ditandai dengan sesak yang sangat berat dan terdapatnya
hiperinflasi paru dan sianosis, sehingga muka pasien terlihat berwarna merah biru
(pink) dan bengkak (puffer). Analisis darah, baik PaO 2 dan PaCO2 relatif normal.
hiperinflasi paru ini dapat menyebabkan terjadinya gejala-gejala dekompensasi
jantung kanan, yakni berupa edema dan asites, tekanan vena jugularis yang
meningkat dan berdilatasi. Pokoknya pada tipe pink puffer gambaran utamanya
adalah kor pulmonale. Berbeda dengan blue blotter yang menjadi masalah utamanya
justru hipoksemia dan bila kronik maka didapatkan pula hiperkapnia. Kadar O 2 dalam
darah menurun, terutama ketika tidur malam dan kadang-kadang penurunan kadar O 2
darah yang sangat tinggi ini dapat tidak terlihat pada pink puffer. Kenapa terjadi
perbedaan pada kedua tipe ini sampai sekarang tidak diketahui.

2.

Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah suatu kelainan yang permanen dimana terjadi dilatasi dari
bronkus. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus bagian lobus bawah (lobus
inferior), terutama lobus kanan bawah. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena letak
anatomis dari lobus ini yang lebih mudah terkena infeksi. Bagian yang lebih banyak
mengalami ektasi adalah bronkus subsegmental.6
Pada bronkus yang rusak adalah otot bronkusnya sehingga bronkus kehilangan
fleksibilitasnya. Selain itu pada bronkus dapat pula terjadi luka yang dapat menimbulkan
10

infeksi sehingga menyebabkan fibroblast membentuk jaringan parut di bronkus. Antara


bronkus dan parenkim paru dapat pula saling mempengaruhi, artinya infeksi bronkus pada
bronkiektasis dapat menyebabkan pneumonia lobaris dan sebaliknya pneumonia lobaris
yang berulang dapat pula menyebabkan terjadinya bronkiektasis.
Dua tanda utama yang terdapat pada bronkiektasis, yakni batuk pada pagi hari dan
sputum yang purulen, adalah merupakan tanda yang karakteristik dan selain itu dapat pula
terjadi hemoptisis, pneumonia yang berulang, dan sinusitis yang dapat merupakan keluhan
tambahan. Separuh dari pasien dengan bronkiektasis akan mengalami batuk darah.
Disamping itu beberapa gejala klinis yang mungkin terdapat bersamaan dengan
bronkiektasis adalah clubbing fingers, poliposis, ronki basah yang terdengar keras pada
inspirasi dan menghilang pada saat ekspirasi.
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas
dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanyakomplikasi lanjut.
Cirri khas penyakit ini adalah batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis
dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada
penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronkiektasis yang mengenail bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala.
3.

Emfisema
Emfisema kronik adalah penyakit yang ditandai dengan pelebaran dari alveoli yang
diikuti oleh destruksi dari dinding alveoli. Biasanya terdapat bersamaan dengan bronchitis
kronik, akan tetapi dapat pula berdiri sendiri. Penyebabnya juga sama dengan bronchitis,
antara lain pada perokok. Akan tetapi pada yang herediter, dimana terjadi kekurangan pada
globulin alfa antitrypsin yang diikuti dengan fibrosis, maka emfisema muncul pada lobus
bawah pada usia muda tanpa harus terdapat bronchitis kronik.
Emfisema paru dapat pula terjadi setelah atelektasis atau setelah lobektomi, yang
disebut dengan emfisema kompensasi dimana tanpa didahului dengan bronchitis kronik
terlebih dahulu. Kebanyakan emfisema terjadi pada daerah distal dari bronkus, terutama
pada asma bronchial. Penyempitan bronkus kadangkala menimbulkan perangkap udara (air
tapering), dimana udara dapat masuk tetapi tidak dapat keluar, sehingga menimbulkan
emfisemayang akut. Frekuensi emfisema lebih banyak pada pria daripada wanita.

11

Yang menjadi pokok utama pada emfisema adalah adanya hiperinflasi dari paru yang
bersifat ireversibel dengan konsekuensi rongga toraks berubah menjadi gembung atau
barrel chest. Gabungan dari alveoli yang pecah dapat menimbulkan bula yang besar yang
kadang-kadang memberikan gambaran seperti pneumotoraks.
Secara klinis diagnosis emfisema didasarkan atas :

Pelebaran yang permanen dari sakus alveolaris. Pelebaran yang reversibel, seperti
pada asma, yang disebabkan oleh karena terperangkapnya udara dan dapat kembali
menjadi normal tidak digolongkan ke dalam emfisema.

Pelebaran dari sakus alveolaris (asinus) dan rusaknya dinding alveoli merupakan
gambaran normal pada usia lanjut dan perubahan fisiologi ini bukan merupakan
emfisema.

Yang terpenting pada emfisema adalah terdapatnya destruksi dari jaringan alveoli.
Secara faal menyebabkan paru kehilangan recoilnya dan kehilangan pembuluh darah
yang terdapat di unit paru tersebut, sehingga sebagian unit paru ini tidak berfungsi
lagi dan diambil alih oleh unit paru lainnya.

4.

TB Paru
TB paru adalah penyakit infeksi kronik pada paru-paru yang sering dihubungkan
dengan tempat tinggal urban atau lingkungan yang padat. Kuman penyebabnya adalah
Mycobacterium tuberculosis, yakni bakteri tahan asam gram, batang gram (-). Dinding
kuman ini mengandung lipid yang membuat bakteri ini tahan terhadap asam, lingkungan
yang kering, dan kuman ini dapat hidup di dalam makrofag. Kuman ini juga sering
mengalami dormant, dan bisa menjadi aktif lagi kapan saja. Sifat kuman ini aerob (suka
oksigen), sehingga predileksinya pada apex paru-paru yang mengandung banyak oksigen.
Keluhan pasien TB juga bermacam-macam, diantaranya adalah: demam subfebris, batu
darah, sesak napas, nyeri dada, malaise. Pada pemeriksaa fisik ditemukan anemia, berat
badan turun, demam subfebris, kurus. Gambaran radiologinya ada infiltrate/cavitas pada
paru yang awalnya terlihat bercak-bercak opaque. Untuk memastikan diagnosis perlu
dilakukan pengambilan sputum. Bila ditemukan adanya kuman BTA pasien bisa dikatakan
positif TB paru. Lalu untuk uji resistensi obat bisa dilakukan kultur dari bakteri. Pada anakanak, cara untuk menegakkan diagnosis pernah/sedang terinfeksi kuman tuberculosis bisa

12

dilakukan tes Tuberculin / Matoux. Dan untuk pencegahannya dapat menggunakan vaksin
yang diberi nama BCG (Bacillus Calmette Guerin).
Etiologi
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan factor autonom, imunologis,
infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Pengendalian
diameter jalan napas dapat dipandang sebagai suatu keseimbangan gaya neural dan humoral.
Aktivitas bronkokonstriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik system sarafd otonom.
Ujung sensoris vagus pada epitel jalan napas, disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada
lokasinya, mencetuskan reflex arkus cabang aferens, yang pada ujungeferens merangsang
kontraksi otot polos bronkus. Neurotransmisi peptide intestinal vasoaktif (PIV) memulai
relaksasi otot polos bronkus. PIV mungkin merupakan suatu neuropeptide dominan yang
dilibatkan pada pemeliharaan terbukanya jalan napas. Factor humoral membantu bronkodilatasi
termasuk katekolamin endogen yang bekerja pada reseptor adrenergic menghasilkan relaksasi
otot polos bronkus. Bila substansi humoral local seperti histamine dan leukotriendilepaskan
melalui reaksi yang diperantarai proses imunologis, mereka menghasilkan bronkokonstriksi,
dengan cara bekerja langsung pada otot polos atau dengan rangsangan reseptor sensoris vagus.
Adenosine yang dihasilkan setempat, yang melekat pada reseptor spesifik dapat turut
menyebabkan bronkokonstriksi.Metilsantin merupakan antagonis adenosine secara kompetitif.3,4
Asma dapat disebabkan oleh kelainan fungsi reseptor adenilat siklase adrenergic-,
dengan penurunan respons adrenergic. Laporan penurunan jumlah reseptor adrenergic- pada
leukosit penderita asma dapat memberi dasar structural dan hiporesponsivitas terhadap agonis-.
Cara lain, bertambahnya aktivitas kolinergik pada jalan napas diusulkan sebagai defek pada
asma, kemungkinan diakibatkan oleh beberapa kelainan pada reseptor iritan, baik intrinsic
ataupun didapat, yang pada penderita asma agaknya mempunyai nilai ambang yang rendah dalam
responnya terhadap rangsangan, daripada individu normal. Tidak ada teori yang cocok dengan
semua data. Pada penderita-penderita perseorangan biasanya sejumlah factor turut membantu
aktivitas proses asmatis pada berbagai tingkat.3,4

Patofisiologi

13

Manifestasi penyumbatan jalan napas pada asma disebabkan oleh bronkokonstriksi,


hipersekresi mucus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel radang.
Berbagai rangsangan alergidan rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan napas yang
hiperreaktif, mencetuskan respons bronkokonstriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi
allergen yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, protein minyak jarak), protein sayur
lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan (agen anti-radang
nonsteroid, antagonis reseptor-, metabisulfit), udara dingin dan olahraga.3
Patologi asma berat adalah bronkokonstriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertrofi
kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil, makrophag),
dan deskuamasi. Tanda-tanda patognomonis adalah Kristal Charcot-Leyden (lisofosfolipase
membrane eosinofil), spiral Crusch-mann (silinder mukosa bronkial), dan benda-benda Creola
(sel epitel terkelupas). Mediator baru yang disintesis dan disimpan dilepaskan dari sel mast
mukosa lokal pasca-rangsangan nonspesifik atau pengikatanalergen terhadap immunoglobulin
(Ig) E terkait sel mast spesifik. Mediator seperti histamine, leukotrien C 4, D4 dan E4 serta faktor
pengaktif trombosit mencetuskan bronkokonstriksi, edema mukosa dan respons imun. Respons
imun awal menimbukan bronkokonstriksi, dapat diobati dengan agonis reseptor-, dan dapat
dicegah dengan agen penstabil sel mast (kromolin atau nedokromil). Respons imun lambat terjadi
6-8 jam kemudian menghasilkan keadaan hiperresponsif jalan napas berkelanjutan dengan
infiltrasi eosinofil dan neutrofil, dapat diobati dan dicegah dengan steroid, dan dapat dicegah
dengan kromolin atau nedokromil.3
Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan napas intratoraks biasanya
menjadi lebih kecil selama ekspirasi. Walaupun penyumbatan jalan napas difus, penyumbatan ini
tidak seragam semua di seluruh paru. atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi,
memperburuk ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi. Hiperinflasi menyebabkan pnurunan
kelenturan,dengan akibat kerja pernapasan bertambah. Kenaikan tekanan transpulmoner, yang
diperlukan untuk ekspirasi melalui jalan napas yang tersumbat, dapat menyebabkan penyempitan
lebih lanjut, atau penutupan dini (prematur) beberapa jalan napas total selama ekspirasi, dengan
demikian meningkatkan risiko pneumotoraks. Kenaikan tekanan intratoraks dapat mengganggu
aliran balik vena dan mengurangi curah jantung, yang kemungkinan tampak sebagai pulsus
paradokus.

14

Ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi, hipoventilasi alveolar, dan bertambahnya


kerja pernapasan menyebabkan perubahan pada gas-gas darah. Hiperventilasi beberapa daerah
paru pada mulanya mengkompensasi tekanan karbondioksida yang lebih tinggi dalam darah yang
memperfusi daerah yang terventilasi jelek. Namun hiperventilasi tidak dapat mengkompensasi
hipoksemia saat bernapas dengan udara kamar karena ketidakmampuan pederita menaikkan
tekanan oksigen dan saturasi oksihemoglobin parsial. Progresivitas penyumbatan jalan napas
lebih lanjut menyebabkan hipoventilasi alveolar yang lebih banyak, dan hiperkapnea dapat
terjadi mendadak. Hipoksia mengganggu perubahan asam laktat menjadi karbondioksida dan air,
menimbulkan asidosis metabolic. Hiperkapnia menaikkan asam karbonat, yang berdisosiasi
menjadi ion hydrogen dan ion bikarbonat, menimbulkan asidosis respiratorik.3
Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal, tetapi kor pulmonal
akibat dari hipertensi pulmonal yang bertahan bukan merupakan komplikasi asma yang lazim.
Hipoksia dan konstriksi dapat mencederai sel alveolar tipe II, mengurangi produksi surfaktan,
yang normalnya menstabilkan alveoli. Dengan demikian proses ini dapat memperburuk
kecenderungan kea rah atelektasis.3
Klasifikasi derajat asma
Derajat asma

Intermiten mingguan

Gejala
< 1 minggu
Tanpa
gejala

Gejala malam

Fungsi paru

2x sebulan

VEPI atau APE 80%

diluar

serangan
Serangan singkat
Fungsi paru asimtomatik
dan normal luar serangan
>1x/ minggu tapi <1x/

Persisten ringan
mingguan

hari
Serangan

dapat

> 2x seminggu

menggangu aktifitas dan

VEPI atau APE 80%


normal

tidur
Gejala harian
Menggunakan obat setiap
Persisten sedang harian

hari
Serangan

menggangu

>Sekali seminggu

aktifitas dan tidur


Serangan 2x/minggu, bisa
Persisten berat kontinu

berhari-hari
Gejala terus menerus
Aktifitas fisik terbatas

sering

VEPI atau APE 60%


tetapi 80% normal

VEPI atau APE < normal

15

Sering serangan

80%

Epidemiologi
Terdapat kesulitan dalam mengetahui sebab dan cara mengontrol asma. Pertama-tama
timbul akibat perbedaan perspektif mengenai definisi asma serta metode dan data penelitiannya.
Ke dua. Diagnosis asma biasanya berdasarkan hasil kuesioner tentang adanya serangan asma dan
mengi raja tanpa disertai hasil tes faal paru untuk mengetahui adanya hiperreaksi bronkus (HRB).
Ke tiga, untuk penelitian dipakai definisi asma berbeda-beda. Menyebut asma akut (current
asthma) bila telah ada serangan dalam 12 bulan terakhir dan terdapat HRB: asma persisten, bile
terus menerus terdapat gejala dan HRB: sedangkan asma episodik bila secara episodik dijumpai
gejala asma tanpa adanya HRB pada tes provokasi.Ke empat, angka kejadian dari penelitian
dipengaruhi oleh berbagai faktor dan objek penelitian yaitu faktor lokasi (negara, daerah. kota
atau desa), populasi pasien (masyarakat atau sekolah/rumah sakit, rawat inap atau rawat jalan)
usia (anak, dewasa) cuaca (kering atau lembab), predisposisi (atopi, pekerjaan), pencetus
(infeksi, emosi, suhu, debu dingin, kegiatan fisik), dan tingkat berat serangan asma.5
Gejala klinis
Secara klinis asma dibagi dalam tiga stadium, yaitu:
Stadium I
Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk paroksismal karena iritasi dan batuk
kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk.
Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa. Pada
stadium ini anak akan mulai merasa sesak nafas berusaha bernafas lebih dalam. Ekspirium
memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak otot nafas tambahan turut bekerja. Terdapat
retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga. Anak lebih senang duduk dengan
membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak gelisah, pucat,
dan sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk kedepan dan lebih bulat serta bergerak lambat
pada pernafasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernafasan abdominal, retraksi
suprasternal dan intercostal.
Stadium III

16

Obstruksi atau spasme lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga suara nafas hampir
tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga batuk
seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi nafas mendadak meninggi.5
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma secara garis besar dapat dibagi dua yaitu tindakan pengobatan dan
usaha pencegahan. Tindakan pengobatan dilakukan pada keadaan serangan, dapat dilakukan
dengan atau tanpa pengobatan. Pencegahan bertujuan agar serangan yang berikut menjadi
berkurang atau berkurang sama sekali. Suatu serangan yang ringan kadang-kadang dapat menjadi
berat dan berkepanjangan serta membutuhkan penanganan yang khusus. Keadaan ini disebabkan
oleh karena penderita asma sering mempunyai pandangan yang salah terhadap penyakitnya.
Tabel 1. Pengobatan asma jangka panjang berdasarkan berat penyakit7
Derajat Asma
Asma Persisten

Obat pengontrol (Harian)


Tidak Perlu

Obat Pelaga
Bronkodilator aksi singkat, yaitu
inhalasi agonis beta 2 bila perlu

Intensitas

pengobatan

tergantung

berat eksaserbasi

Inhalasi agonis beta 2 atau kromolin


dipakai

Asma Persisten

Ringan

Inhalasi

Kortikosteriod

200-500

sebelum

aktivitas

atau

pajanan alergen
Inhalasi agonis beta 2 aksi singkat

g/kromolin/nedokromil atau teofilin lepas

bila perlu dan tidak melebihi 3-4

lambat

kali sehari

Bila perlu ditingkatkan sampai 800 g atau


ditambahkan

bronkodilator

aksi

lama

terutama untuk mengontrol asma malam.


Dapat diberikan agonis beta 2 aksi lama
Asma Persisten

inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat.


Inhalasi kortikosteroid 800-2.000 g

Sedang

Bronkodilator aksi lama terutama untuk

bila perlu dan tidak melebihi 3-4

mengontrol asma malam, berupa agonis beta

sehari

Inhalasi agonis beta 2 aksi singkat

2 aksi lama inhalasi atau oral atau teofilin


Asma Persisten
Berat

lepas lambat
Inhalasi kortikosteroid 800-2.000 g atau
lebih

17

Bronkodilator aksi lama, berupa agonis beta


2 inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat

Kortikosteroid oral jangka panjang

Tabel 2. Serangan Asma Akut7


BERATNYA
SERANGAN
RINGAN

TERAPI

LOKASI
Di rumah

Terbaik :

hampir Agonis beta-2 isap (MDI) 2 isap boleh

Aktivitas
normal

diulangi 1 jam kemudian atau tiap 20

Bicara dalam kalimat

menit dalam 1 jam

penuh

Alternatif :

Denyut nadi < 100/menit Agonis beta-2 oral dan atau 3x > -1 tablet
(APE > 60%)
(2mg) oral
Teofilin 75-150 mg
Lama terapi menurut kebutuhan
Terbaik :

SEDANG

Puskesmas

mampu Agonis beta-2 secara nebulisasi 2,5-5 mg, Klinik rawat jalan

Hanya

berjalan jarak dekat

Bicara
kalimat
putus

Denyut

dapat diulangi sampai dengan 3 kali Unit gawat darurat


dalam 1 jam pertama dan dapat
dalam
Praktek dokter umum
dilanjutkan setiap 1-4jam kemudian
terputusDirawat RS bila tidak respons dalam
Alternatif :
2-4 jam
nadi 100- Agonis beta 2 i.m/adrenalin s.k.

120/menit

Teofilin iv 5 mg/kg BB/iv pelan pelan dan

(APE 40 60%)

Steroid

iv/

kortison

100-200

mg,

deksametason 5 mg iv
BERAT

Oksigen 4 liter/menit
Terbaik :

Unit gawat darurat

Sesak pada istirahat

Bicara dalam kata-

diulangi s.d. 3 kali dalam 1 jam pertama

kata terputus

selanjutnya dapat diulang setiap 1-4jam Pertimbangkan rawat ICU bila


kemudian
cenderung memburuk progresif

Denyut nadi > 120


L/menit

Agonis beta-2 secara nebulisasi dapat Rawat bila tidak respons dalam 2 jam
maksimal 3 jam

Teofilin iv dan infus

(APE < 40% atau Steroid iv dapat diulang/8-12 jam


100 L/menit)

Agonist beta-2 sk/iv/6 jam


Oksigen 4 liter/menit

18

Pertimbangkan
MENGANCAM JIWA

nebulisasi

ipratropium

bromide 20 tetes
Terbaik :

Kesadaran menurun Lanjutkan terapi sebelumnya

Kelelahan

Sianosis

Henti napas

Pertimbangkan

intubasi

ICU
dan

ventilasi

mekanik
Pertimbangkan anestesi umum untuk terapi
pernapasan intensif. Bila perlu dilakukan
kurasan bronko alveolar (BAL)

Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema
dan mengakibatkan perubahan bentuk torak yaitu toraks membungkuk kedepan dan memanjang.
Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit,
corakan hilus kiri dan kana bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada
burung dara dan tampak sulkus Harrison. Bila secret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat
tesumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik
kea rah atelektasis. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis, dan
bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan
berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat yang biasa disebut
status asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan kematian, kegagalan
pernafasan dan kegagalan jantung.2,3

Pencegahan
Semua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan penyakit asma dapat dicegah jika
faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa
dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.
Ada usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya serangan
penyakit asma, antara lain :
1.

Menjaga kesehatan

2.

Menjaga kebersihan lingkungan


19

3.

Menghindarkan faktor pencetus serangan penyakit asma

4.

Menggunakan obat-obat antipenyakit asma

Prognosis
Sulit untuk meramalkan prognosis dari asma bronkial yang tidak disertai komplikasi. Hal
ini akan tergantung pula dari umur, pengobatan, lama observasi dan definisi. Prognosis
selanjutnya ditentukan banyak faktor. Dari kepustakaan didapatkan bahwa asma pada anak
menetap sampai dewasa sekitar 26% - 78%.8
Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih baik, kecuali
kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat dermatitis atopik yang kemudian
disusul dengan rinitis alergik, akan memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk
menetapnya asma sampai usia dewasa. Asma yang mulai timbul pada usia lanjut biasanya berat
dan sukar ditanggulangi. Smith menemukan 50% dari penderitanya mulai menderita asma
sewaktu anak. Karena itu kasus asma pada anak harus diobati dan jangan ditunggu serta
diharapkan akan hilang sendiri.

PENUTUP
Asma bronchial adalah gangguan fungsi aliran udara paru yang ditandai oleh kepekaan
saluran nafas terhadap berbagai rangsangan dengar karakteristik bronkospasme, hiper
sekresimukosa dan infeksi saluran pernafasan. Asma dapat timbul pada berbagai usia, gejalanya
bervariasi dari ringan sampai berat dan dapat dikontrol dengan berbagai cara. Gejala asma dapat
ditimbulkan oleh berbagai rangsangan antara lain infeksi, alergi, obat-obatan, polusi udara, bahan
kimia, beban kerja atau latihan fisik, bau-bauan yang merangsang dan emosi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S, Purnamasari D, Rinaldi I, Ranitya R, Pitoyo CW. Lima puluh masalah kesehatan
di bidang ilmu penyakit dalam. Edisi 1. Jakarta; FKUI; 2008.h.202-5.
2. Bickley LS. Guide to phisical examination. 10th ed. Philadelphia:Wolters Kluwer
Lippincott Williams & Wilkins, 2009.p.296-319.
3. Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta:Dian Rakyat, 2006.h.156.
4. Levitzky MG. Pulmonary physiology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill, 2003.p.55-61.

20

5. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 6thed. Thomson, Wets Virginia,
2007.h.430-2.
6. Rab HT. Bronkitis kronik. Ilmu penyakit paru, Jakarta: EGC, 1996.h.181-3,207-10,213-5.
7. Setiawati A, Gan S. Obat adrenergik . Dalam: sulistia gan gunawan, editor. Farmakologi
dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta : Departermen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.h.71-81.
8. Maitra A, Kumar V. Paru dan saluran napas atas. Dalam: Kumar V, Cotran RZ, Robbins SL.
Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2003.h. 515-8.

21

You might also like