You are on page 1of 23

INHIBITOR SINTESIS PROTEIN

(Makrolida, Linkosamid, Linezolid, Kloramfenikol, Kuinopristin/Dalfopristin)

Nama Anggota Kelompok :


Theresia Anggraeni

(2443013223)

Devi Jayanti

(2443013254)

Ambar Tutik

(2443013258)

Dedy Setyawan

(2443013260)

Ester Novella

(2443013274)

Erwin Budiyanto

(2443014043)

Jesslyn Diva

(2443014047)

Andy Setyawan

(2442014051)

Sandyawan Wijaya

(2443014052)

Sela Talia

(2443014063)
KELAS : B

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2016

Antibiotik adalah senyawa kimia khas yang dihasilkan oleh organisme hidup,
termasuk turunan senyawa dan struktur analognya yang dibuat secara sintetik, dan dalam
kadar rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau
lebih mikroorganisme (Siswandono; Bambang Soekardjo, 2008, hal 109).
Untuk memahami bagaimana gen resisten dapat membuat bakteri mampu
bertahan hidup terhadap serangan antibiotik, maka perlu dipahami terlebih dahulu
mekanisme kerja antibiotik terhadap bakteri. Mekanisme kerja antibiotik berlainan,
misalnya inhibisi sintesis dinding sel pada golongan -laktamase seperti penisilin atau
sefalosporin, inhibisi sintesis protein pada golongan aminoglikosida, kloramfenikol atau
tetrasiklin, injury ke membrane plasma pada golongan polimiksin, inhibisi sintesis asam
nukleat pada golongan PABA, serta inhibisi aktivitas enzim pada golongan obat-obat
sulfa (Jurnal Mekanisme Inhibisi Sintesis Protein dan Dasar Molekuler Resistensi
Antibiotik., 2002).
Berikut dijelaskan mengenai inhibis sintesis protein :
1. Inhibisi sintesis protein oleh antibiotik bakteriosidal
Salah satu antibiotik yang bersifat bakteriosidal adalah streptomisin. Streptomisin
membunuh bakteri dengan cara menginhibisi sintesis protein dalam tubuh bakteri.
Ada dua teori yang menjelaskan teori inhibisi sintesis protein ini. Baik Luzzato dkk.
maupun Davis dkk, berpendapat bahwa komplek inisiasi tidak berfungsi sama sekali
di dalam sistem sintesis protein. Luzzato dkk, berpendapat bahwa inhibisi sintesis
protein bersifat irreversible. Setelah bakteri terekspos oleh streptomisin, polisom atau
poli ribosom secara cepat terurai sehingga yang tertinggal adalah unit 70S yang
disebut streptomisin monosom yang terdiri dari subunit 30S, subunit 50S, mRNA dan
streptomisin sendiri. Streptomisin monosom ini tidak mampu melakukan sintesis
protein dikarenakan ikatan streptomisin tersebut sangat kuat, irreversible, dengan
material 70S menumpuk dan frozen di posisinya, serta bersifat tidak aktif. Meskipun
sintesis protein tidak dapat berjalan setelah terbentuknya streptomisin monosom ini,
namun formasi kompleks inisiasi tidak terpengaruh.
David dkk, berpendapat bahwa ada dua tipe subunit 30S bebas. Subunit 30S bebas
yang bersifat resisten, apabila berikatan dengan streptomisin memungkinkan

terjadinya komplek inisiasi dengan mRNA di struktur polisom. Akan tetapi jika
sebelum terbentuk komplek inisiasi streptomisin berikatan dengan subunit 30S bebas
yang bersifat sensitif, maka komplek inisiasi akan terbentuk, namun proses elongasi
tidak akan terjadi. Hal ini disebabkan terjadi distorsi pada A-site sehingga tidak
terjadi ikatan aminoasil-tRNA. Selanjutnya komplek inisiasi 70S secara perlahan
akan terlepas dari mRNA dan mengalami degradasi menjadi subunit 50S dan 30S.
Subunit 30S bebas mampu membentuk ikatan baru pada mRNA untuk memulai
komplek inisiasi kembali (Journal of Dentistry Indonesia, Mekanisme Inhibisi
Sintesis Protein dan Dasar Molekuler Resistensi Antibiotik., 2002).
2. Inhibisi sintesis protein oleh antibiotik bakteriostatis
Terbagi dua jenis mekanisme yaitu antibiotik yang terikat pada subunit 50S dan
yang terikat pada subunit 30S. Antibiotik yang bekerja pada subunit 50S misalnya
kloramfenikol, eritromisin, linkomisin atau klindamisin, sedangkan yang bekerja pada
subunit 30S misalnya tetrasiklin. Reseptor dari kloramfenikol adalah subunit 50S dari
ribosom bakteri. Kloramfenikol di dalam mekanisme kerjanya tidak menghambat
proses inisiasi, terminasi, maupun pelepasan dari ribosom. Juga tidak pada ikatan
aminoasil-tRNA dan mRNA pada subunit 30S. Keberadaan kloramfenikol
menyebabkan proses perlekatan dan pergerakan ribosom pada mRNA berjalan tanpa
menghasilkan ikatan peptida. Ikatan kloramfenikol pada ribosom menyebabkan
terjadinya distorsi pada komponen ribosom, sehingga mengganggu pembentukan
ikatan peptida dan pergerakan ribosom. Aminoasil-tRNA berikatan pada subunit 30S
yang mengandung triplet antikodon. Region ini mengandung informasi genetik yang
sesuai dengan pembacaan di region subunit 50S untuk membentuk suatu ikatan
peptida, dengan bantuan enzim transferase dan peptidil transferase, yang merupakan
bagian integral dari subunit 50S. Jika ikatan tRNA ke kodon tidak terganggu, maka
translokasi akan berjalan normal meskipun dengan keberadaan kloramfenikol. Akan
tetapi jika gangguan terjadi pada ikatan tRNA yang mengandung asam amino ke
subunit 50S maka ikatan peptida tidak akan terbentuk.
Tetrasiklin menginhibisi sintesis protein dengan cara memblokir ikatan aminoasiltRNA ke komplek mRNA ribosom. Reseptor tetrasiklin di subunit 30S dan
ikatannya bersifat reversibel. Seperti diketahui bahwa ada dua tempat untuk mengikat

aminoasil-tRNA di komplek mRNA 70S. Ikatan aminoasil-tRNA yang pertama


adalah di A-site, yaitu ketika subunit 30S sudah bergabung membentuk komplek
dengan mRNA. Ikatan aminoasil-tRNA yang ke-2 di P-site baru terbentuk setelah
subunit 50S bergabung dengan subunit 30S membentuk ribosom mRNA. Di P-site
aminoasil-tRNA mengikat polipeptida yang mengalami elongasi. Percobaan dengan
antibiotik puromisin yang analog dengan aminoasil-tRNA membuktikan bahwa
tetrasiklin menghambat ikatan aminoasil-tRNA ke A-site dan bukan ke P-site. Ikatan
peptidil-puromisin menyebabkan terputusnya rantai polipeptida dari peptidil-tRNA
mRNA ribosom komplek. Puromisin tidak menghalangi ikatan aminoasil ke A-site
maupun mengakibatkan pelepasan aminoasil-tRNA dari A-site. Karena dengan
keberadaan tetrasiklin ikatan aminoasil-tRNA ke A-site dihambat, maka aminoasiltRNA mengisi P-site, membentuk ikatan dengan puromisin dan dilepas sebagai
peptidil puromisin. Dengan demikian berarti tetrasiklin hanya menghambat sebagian
dari sintesis protein komplek ribosom-mRNA (Journal of Dentistry Indonesia,
Mekanisme Inhibisi Sintesis Protein dan Dasar Molekuler Resistensi Antibiotik.,
2002).
MAKROLIDA
Makrolida mencakup obat-obat berikut ini :
a. Eritomisin (E-Mycin, ERYC, dan lain-lain), makrolida yang pertama kali dibuat,
terbukti menjadi alternatif yang baik untuk pasien yang alergi terhadap penisilin. Obat
ini merupakan obat pilihan untuk pengobatan penyakit Legionnaire, infeksi yang
disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, ureaplasma, sifilis, pneumonia
mikoplasma, dan infeksi klamidia (Karch, A., 2011, hal. 109).
b. Azitromisin (Zithromax) digunakan untuk mengobati infeksi pernapasan ringan
sampai sedang dan uretritis pada orang dewasa dan efektif dalam mengobati otitis
media, faringitis, dan tonsillitis pada anak-anak (Karch, A., 2011, hal. 109).
c. Klaritromisin (Biaxin) adalah agens oral yang efektif dalam mengobati beberapa
infeksi pernapasan, kulit, sinus, dan maksilari. Selain itu, obat ini efektif dalam
melawan mikobakteria ((Karch, A., 2011, hal. 109).

d. Diritromisin (Dynabac) efektif dalam mengobati infeksi saluran pernapasan atas dan
bawah, infeksi kulit, dan faringitis/tonsillitis yang rentan (Karch, A., 2011, hal. 109).
Mekanisme Kerja Makrolida
Makrolida dapat bersifat bakterisidal atau bakteriostatik, bekerja dengan cara
berikatan dengan membran sel bakteri dan mengubah fungsi protein. Cara kerja obat ini
dapat mencegah sel untuk membelah diri atau menyebabkan kematian sel, bergantung
pada sensitivitas bakteri dan konsentrasi obat (Karch, A., 2011, hal. 110).
Antibiotik makrolida merupakan senyawa bakteriostatik yang menghambat
sintesis protein dengan cara berikatan secara reversibel pada subunit ribosom 50 S
mikroorganisme yang peka (Goodman&Gilman, 2007, hal. 1226-1227).

Gambar. Penghambatan sintesis protein bakteri oleh antibiotik makrolida


eritromisin, klaritromisin, dan azitromisin.
Keterangan gambar :
Eritromisin tampak menghambat tahap translokasi. Pada tahap translokasi ini, rantai
peptida yang sedang terbentuk dan untuk sementara waktu menempati sisi A pada reaksi
transferase, tidak dapat pindah ke sisi P atau sisi donor. Kemungkinan lain, makrolida
dapat mengikat dan menyebabkan perubahan konformasional yang mengakhiri sintesis
protein dengan mengganggu transpeptidase dan translokasi secara tidak langsung
(Goodman&Gilman, 2007, hal. 1227).
Turunan makrolida, seperti eritromisin, adalah senyawa bakteriostatik dan hanya
efektif pada mikroorganisme yang aktif membelah. Turunan ini mengikat secara
takterpulihkan subunit ribosom 50-S bakteri atau dekat tempat donor P sehingga

memblok ikatan tRNA dengan tempat tersebut dan mencegah translokasi peptida-peptida
dari tempat aseptor A ke tempat donor P. Pengikatan ini hanya terjadi bila subunit 50-S
bebas dari molekul tRNA yang berhubungan dengan rantai peptida nasen sehingga yang
diblok hanyalah sintesis homopeptida polimer tinggi, sedang peptida-peptida kecil tetap
diproses secara normal. Efek samping relatif rendah antara lain gangguan saluran cerna
yang ringan (sakit kepala, mual, pusing dan diare) dan reaksi alergi (Siswandono;
Bambang Soekardjo, 2008, hal 153).
Spektrum Antibiotik
Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum aktivitasnya :
a. Antibiotika dengan spektrum luas, efektif baik terhadap Gram-positif maupun Gramnegatif, contoh: turunan makrolida.
b. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram-positif, contoh:
eritromisin.
(Siswandono; Bambang Soekardjo, 2008, hal 109).
Kegunaan
Makrolida diindikasikan untuk pengobatan penyakit-penyakit berikut ini: infeksi
akut yang disebabkan oleh strain bakteri yang rentan, yaitu S. pneumonia,
Mycobacterium

plasma

pneumonia,

Listeria

monocytegenes,

dan

Legionella

pneumophila; infeksi yang disebabkan oleh streptokokus hemolitik grup A; penyakit


radang panggul yang disebabkan oleh N. Gonorrhoeae; infeksi saluran pernapasan atas
yang disebabkan oleh H. Influenza (dengan sulfonamid); infeksi yang disebabkan oleh C.
diphtheria dan Corynebacterium minutissimum (dengan antitoksin); amebiasis intestinal;
dan infeksi yang disebabkan oleh Clamydia trachomatis.
Selain itu, makrolida dapat digunakan sebagai profilaksis untuk endokarditis sebelum
melakukan prosedur yang berhubungan dengan gigi pada pasiens-pasien dengan penyakit
katup jantung yang alergi terhadap penisilin. Makrolida topikal diindikasikan untuk
pengobatan infeksi ocular yang disebabkan oleh organisme-organisme yang sensitif dan
untuk akne vulgaris dan dapat juga digunakan sebagai profilaksi untuk melawan infeksi
pada abrasi kulit minor dan untuk pengobatan infeksi kulit yang disebabkan oleh
organisme yang sensitif (Karch, A., 2011, hal. 110).
Pertimbangan Klinik
1. Infeksi Mycoplasma pneumoniae

Eritromisin (diberikan secara oral dalam dosis 500 mg empat kali sehari, atau jika
pemberian oral tidak dapat ditoleransi, maka diberikan secara intravena) mengurangi
durasi demam yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia.
2. Penyakit Legionnaires
Eritromisin dianggap sebagai obat pilihan untuk terapi pneumonia. Azitromisin
telah

menggantikan

eritromisin

sebagai

obat

pilihan

pertama

(bersama

fluorokuinolon) untuk pengobatan legionelosis berkat aktivitas in vitro-nya yang


sangat baik, konsentrasi di jaringan yang tinggi, kemudahan pemberian sebagai dosis
harian tunggal, dan tingkat toleransi yang lebih baik dibandingkan eritromisin.
3. Infeksi Clamydia
Dapat diobati secara efektif dengan makrolida apapun. Azitromisin secara khusus
direkomendasikan sebagai alternatif doksisilin pada pasien dengan infeksi pada
uretra, endoserviks, rektum atau epididimis tanpa disertai komplikasi. Selama
kehamilan, eritromisin basa 500 mg empat kali sehari selama 7 hari, dianjurkan
sebagai terapi pilihan pertama untuk infeksi urogenital klamidia. Azitromisin, 1 g
secara oral sebagai dosis tunggal, merupakan alternatif yang sesuai.

4. Difetri
Eriromisin sangat efektif untuk infeksi akut atau untuk membasmi pembawa infeksi.
Eritromisin estolat (250 mg empat kali sehari selama 7 hari) ternyata efektif 90%
pada orang dewasa.
Masih banyak penyakit dan penggunaan terapeutik yang dapat disesuaikan dan dapat
dilihat lebih jelas pada buku yang menjadi acuan pustaka (Goodman&Gilman, 2007,
hal. 1229-1230).
Resistensi
1. Eritromisin
Resistensi terhadap eritromisin terjadi melalui 3 mekanisme yang di perantai oleh
plasmid yaitu :
-

menurunnya permeabilitas membran sel kuman


berubahnya reseptor sel obat pada ribosom obat
hidrolisis obat oleh esterase yang dihasilkan oleh kuman tertentu
(Enterobacteriaceae) ( F&T Edisi V, 2012).

Farmakokinetik
Basa eritromisin diserap baik oleh usus kecil bagian atas, aktivitasnya menurun
karena obat diserap oleh asam lambung. Untuk mencegah pengerusakkan asam lambung,
basa eritromisin diberi selaput yang tahan asam atau digunakan dalam bentuk ester sterat
atau etilsuksinat (F&T Edisi V, 2012).
Masa paruh eliminasi eritromisin adalah sekitar 1.5 jam. Dalam keadaan
insufisiensi ginjal tidak diperlukan modifikasi dosis. Eritomisin berdifusi baik keberbagai
jaringan tubuh kecuali otak dan cairan serebrospinal (F&T Edisi V, 2012).
Efek Samping dan Reaksi Simpang
Efek samping yang berakibat turunanya jarang terjadi. Reaksi alergi mungkin
timbul dalam bentuk demam, eosinofilia dan eksantem yang cepat hilang bila terapi
dihentikan. Hepattitis kolestatik adalah reaksi kepekaan yang terutama ditimbulkan oleh
eritromisin ostelat. Kelainan ini biasanya menghilang setelah pemakaian di hentikan.
Eritromisin

dilaporkan

meningkatkan

toksisitas

karbamazepin,

kortikosteroid,

siklosporin,digoksin,warfarin dan lain-lain (F&T Edisi V, 2012).


Reaksi simpang
a) Efek pada saluran cerna , mual, muntah,dan diare terkadang timbul pada pemberian
oral. Intoleran saluran cerna, yang timbul akibat perangasangan langsung terhadap
motilitas usus, merupakan alasan tersering penghentian eritromisin dan penggantinya
dengan antibiotik lain.
b) Toksisitas dihati, eritromisin khususnya estiolat dapat menghasilkan hepatitis
kolestatik akut (demam,ikterus,gangguan fungsi hati), kemungkinan akibat reaksi
hipersensitivitas. Kebanyakan pasien akan sembuh dari keadaan ini, tetapi hepatitis
akan kembali timbul jika obat diberikan lagi. Reaksi alergi lain meliputi demam,
eosinofilia, dan ruam.
c) Interaksi obat, metabolisme eritromisin dapat menghambat enzim sitokrom P450
sehingga

meningkatkan

konsentrasi

berbagai

obat

dalam

serum,

seperti

teofolin,antikoagulan oral, siklosporin dan metil,prednisolon.


(Katzung, 2004).
2. Azitromisin
Farmakokinetik
Azitromisin terpenetrasi dengan sangat baik kedalam sebagian besar jaringan (kecuali
jaringan serebrospinal) dan sel fagositik, dengan kadar dalam jaringan melebihi kadar

serum sebesar 10 hingga 100 kali lipat.Obat ini dilepaskan secara lambat dari jaringan
(waktu paruh dari jaringan adalah 2-4 hari) dan menghasilkan waktu paruh eliminasi
yang mendekati 3 hari. Azitromisin diabsorpsi dengan cepat dan toleransi dengan baik
secara oral. Obat ini sebaiknya di berikan 1 jam sebelum atau sesudah makan. Antacid
aluminium dan magnesium tidak mengubah biovailabilitasnya tetapi menunda absorpsi
dan menurunkan kadar puncaknya dalam serum (Katzung, 2004).

3. Klaritomisin
Resistensi sama seperti eritromisin

namun klaritomisin resisten terhadap

Streptococcus dan Staphylococcus (Katzung, 2004).


Farmakokinetik
Penetrasi klaritromisin pada kebanyakan jaringan cukup baik, dengan kadar
jaringan yg serupa atau kadar dalam serum. Klaritomisin di metabolisme didalam hati.
Sejumlah obat aktif dieliminasi dalam urin. Insiden intoleransi saluran cernanya lebih
sedikit (Katzung, 2004).
Efek Samping
Seperti eritromisin, klaritromisin juga mempunyai efek samping pada fungsi hati
karena sebagian besar obat di metabolisme di hati (Katzung, 2004).
4. Telitromisin
Resistensi
Banyak galur yang resisten terhadap makrolida rentan terhadap ketolida karena
modifikasi struktur

pada senyawa ini menjadikannya substrat yang buruk umtuk

resistensi yang di perantai pompa efluks , dan ketolida berikatan pada ribosom beberapa
spesies bakteri dengan afinitas yang lebih tinggi daripada makrolida (Katzung, 2004).
Farmakokinetik
Biovailabilitsnya eritromisin adalah 57% dan penetrasinya pada jaringan dan
intrasel pada umumnya baik. Telitromisin pada umumnya dimetabolisme di hati dan
eliminsi oleh jalur eksresi empedu dan urine (Katzung, 2004).
Rangkuman Obat (Katzung, 2004).

a. Golongan Makrolida :
- Azitrimycin (Zithromax)
Oral : kapsul 250,500,600mg; bubuk untuk membuat suspensi oral 100,200mg/5ml
Parenteral : bubuk 500mg untuk suntikan.
-

Claritromycin (Biaxin)
Oral : tablet 250, 500mg, tablet lepas-lambat 500mg; granula untuk membuat suspensi
oral 125,250mg/5ml.

Erythromycin (generik,lainnya)
Oral ( basa) : tablet salut- enterik 250,333,500mg.
Oral (basa) lepas tunda : kapsul 250mg, tablet 500mg.
Oral (estolate ): suspensi 125,250mg/5ml
Oral (ethylsuccsinat) : tablet 400mg,suspensi 200,400mg/5ml
Oral (stearate) : tablet salut film 250,500mg.
Parenteral : lactobionate, bubuk 0,5;1g untuk dilarutkan untuk suntikan IV.

Telitrimycin (Keteck)
Oral : tablet 400mg
LINKOSAMID
Karaketistik
Klindamisin merupakan turunan klorin derivat

lincomycin, antibiotik yang

diuraikan oleh Streptomyces. Lincomycin, meskipun secara struktural berbeda, aktivitas


menyerupai eritromisin, tetapi beracun dan tidak lagi digunakan. (Katzung, Basic &
Clinical Pharmacology, 5th, hal 684).

Klasifikasi

(AHFS,2011).
Mekanisme Kerja
Klindamisin menghambat sintesis protein dengan mengganggu pembentukan
kompleks inisiasi dan dengan reaksi aminoasil translokasi. Situs mengikat klindamisin
pada subunit 50S dari ribosom bakteri identik dengan yang untuk eritromisin (Katzung 9 th
ed, 2005).
Spektrum Antibiotik
- Klindamisin memilik spektrum antibiotik sempit (AHFS,2011).
- Spektrum aktivitas, Clindamycin aktif terhadap:
a. bakteri Gram-positif yang paling aerobik termasuk streptococcus, staphylococcus,
Bacillus anthracis, dan Corynebacterium diphtheria
b. enterococci dan Mycoplasma spp.Pada umumnya resisten
c. anaerob Gram-positif suspectible termasuk Eubacterium,

Propionibacterium,

Peptococcus, dan Peptostreptococcus spp,dan banyak strain Clostridium perfringens


dan Clostridiumtetani.

d. anaerob Gram-negatif suspectible terhadap clindamycin termasuk Fusobacterium spp.


(Meskipun F. Varium biasanya tahan), Prevotella spp., dan Bacteroides spp., termasuk
kelompok fragilis B.
e. beberapa Actinomyces spp. dan asteroides Nocardia dilaporkan suspectible
f. kebanyakan bakteri aerob gram negatif, termasuk Enterobacteriaceae, tahan terhadap
klindamisin; seperti eritromisin, Neisseria gonorrhoeae, N. meningitidis, dan
Haemophilus influenzae pada umumnya resisten
g. jamur, ragi, dan virus juga tahan; namun, klindamisin telah dilaporkan memiliki
beberapa antiprotozoal aktivitas terhadap Toxoplasma gondii dan Plasmodium spp.
(Martindale 36th, hal 252).
Kegunaan dan Pertimbangan Klinik dan Biaya
Penggunaan klinis
Klindamisin diindikasikan untuk pengboatan infeksi anaerob yang disebabkan
bacteroides dan anaerob lainnya. Klindamisin dikombinasi dengan aminoglikosida atau
cephalosporin untuk mengobati luka tembus perut dan usus, infeksi akibat aborsi septik
dan abses panggul atau pneumonia aspirasi. Klindamisin sekarang direkomendasikan
bukannya eritromisin untuk profilaksis endokarditis pada pasien dengan penyakit katup
jantung. Klindamisin ditambah primakuin adalah alternatif yang efektif untuk
trimetoprim-sulfametoksazol untuk moderat cukup parah pneumonia Pneumocystis
carinii pada pasien AIDS. Hal ini juga digunakan dalam kombinasi dengan pirimetamin
untuk toksoplasmosis terkait AIDS otak (Katzung 9th ed, 2005).
Resistensi
Streptokokus, stafilokokus, dan pneumococus dihambat oleh klindamisin pada
konsentrasi 0,5-5g/mL. Enterococci dan gram negatif aerobik sudah resisten. Spesies
Bacteroides dan anaerob lainnya, baik gram positif dan gram negatif, yang biasanya
rentan. Clostridium difficile penyebab penting dari kolitis pseudomembran telah resisten.
Resistensi terhadap klindamisin biasanya mengalami resistensi silang terhadap makrolida
karena :
1. Mutasi dari situs reseptor ribosom
2. Modifikasi reseptor oleh konstitutif methylase
3. Enzimatik inaktivasi klindamisin.
Spesies aerobik gram negatif secara intrinsik resisten karena permeabilitas yang kurang
dari membran luar (Katzung 9th ed, 2005).
Farmakokinetik (AHFS,2011).

Sekitar 90% dari dosis oral klindamisin klorida cepat diserap dari saluran
pencernaan. Konsentrasi serum puncak dalam 5-60 menit. Sebelum diserap klindamisin
hidroklrodia palmitat dihidrolisis disaluran pencernaan untuk klindamisin.

Pada

pemberian IM untuk orang dewasa konsentrasi serum puncak dalam waktu 3 jam
sedangkan pada anak-anak 1 jam. Makanan tidak memiliki efek pada absorbs. Distrubsi
ke dalam jaringan tubuh dan cairan, terdifusi pada konsentrasi yang kecil ke dalam CSF,
serta dapat menembus plasentra dan terdistribusi dalam susu. Plasma Protein Binding
93%. Sebagian termetabolisme secara bioaktif dan inaktif. Tereksresi dalam urin, empedu
dan feses. Dua-tuga jam pada orang dewasa dan anak-anak untuk fungsi renal yang baik.
Dosis oral dari clindamycin, 0,15-0,3 g setiap 6 jam (10-20 mg/kg per hari untuk
anak-anak).Intravenous, 600 mg clindamycin setiap 8 jam. Obat terdistribusi luas di
tubuh tapi tidak pada sistem saraf pusat pada konsentrasi tertentu. Sekitar 90 % ikatan
protein, eksreksi melalui liver, empedu, dan urin (Katzung, Basic & Clinical
Pharmacology, 5th hal 684).
Efek Samping dan Reaksi Simpang
Umumnya menyebabkan diare, mual dan kulit memerah. Kegagalan fungsi hati
dan bahkan kadang-kadang terjadi neutropenia. Kolitis sesuai pemberian klindamisin
dapat disebabkan oleh racun C. difficile. Komplikasi ini harus diobati dengan pemberian
metronidazole 500mg secara oral atau IV sebanyak tiga kali sehari atau vankomisin
125mg peroral empat kali sehari tetapi kekambuhan mungkin dapat terjadi (Katzung 9 th
ed, 2005).
Rangkuman Obat
Linkosamid = Golongan Makrolida
Nama Generik = Lincomycin
Nama Dagang = Lincocin 500 mg (ISO Indonesia, Vol.48, 2014).
1. Novobiocin
Novobiocin (juga disebut streptomycin, cardelmycin) adalah antibiotik asam yang
dihasilkan oleh streptomyces niveus dan dimurnikan pada tahun 1956. Novobiocin
dapat aktif terutama terhadap bakteri gram positif. Dengan munculnya betalaktamase-resistance-penisilin dan sefalosporin, novobiosin berguna pada infeksi
staphylococcus yang serius. Untuk menghindari munculnya varian resistensi cepat,
novobiosin harus digunakan dalam kombinasi dengan obat lain, akan tetapi efek

samping tinggi. Saat ini, tampaknya masih ada indikasi untuk penggunaan
novobiosin.
2. Metronidazol
Nitroimidazole merupakan obat antiprotozoal yang juga memiliki efek antibakteri
yang mencolok terhadap sebagian besar bakteri anaerob, termasuk Bacteriodes spp
dan clostridia. Metronidazole diserap dengan baik setelah pemberian oral,
didistribusikan secara luas di jaringan, dan mencapai kadar serum 4-6g / mL setelah
dosis oral 250 mg. Metronidazolemenembus dengan baik ke dalam cairan
cerebrospinal, mencapai level yang sama dengan serum tersebut. Metronidazole
dimetabolisme dalam hati dan dapat terakumulasi dalam insufisiensi hati, dilakukan
pengurangan dosis. Metronidazole juga dapat diberikan secara intravena atau
supositoria rektal. Metronidazol dalam infeksi mikroba adalah sebagai berikut: untuk
anaerob atau infeksi campuran, 500 mg diberikan tiga kali sehari secara oral atau
intravena (30mg/kg/d). untuk vaginitis (Trichomonas, Gardnerella, campuran), 250
mg diberikan secara oral tiga kali sehari selama 7 -10 hari: beberapa kasus vaginitis
menanggapi dosis 2g tunggal. Dalam enterocolitis terkait antibiotik, 500 mg diberikan
tiga kali sehari secara oral atau intravena sebagai alternatif untuk vancomycin.
Beberapa abses otak menanggapi pengobatan dengan metronidazole, sering
dikombinasikan dengan penicilin atau cephalosphorin. Metronidazol juga telah
digunakan untuk persiapan usus besar untuk operasi. Efek samping termasuk mual,
diare, stomatitis, dan-dengan lama penggunaan-neuropati perifer. konsumsi alkohol
harus dihindari karena menimbulkan efek disulfiram- metronidazole. Sementara
teratogenik pada hewan, metronidazol belum dikaitkan dengan efek ini pada manusia.
3. Kuinolon adalah analog dari sintetis asam nalidiksat. Mereka aktif terhadap berbagai
bakteri gram positif dan gram negatif. Kuinolon memblokir sintesis DNA bakteri
dengan menghambat DNA gryase. Kuinolon sebelumnya (asam nalidiksat, asam
Oxolinic, cinoxacin) tidak mencapai tingkat antibakteri sistemik dan dengan demikian
hanya berguna sebagai antiseptik kemih. derivat barunya (norfloxacin, ciprofloxacin,
ofloxacin, dan lain-lain memiliki aktivitas antibakteri yang jauh lebih besar, mencapai

tingkat klinis bermanfaat dalam darah dan jaringan, dan memiliki toksisitas rendah.
(Katzung, Basic & Clinical Pharmacology, 5th hal 685).

OKSOZOLIDINON (LINEZOLID)
Linezolid (ZYNOX) merupakan bahan antimikroba sintetik dari golongan
oksazolidinon (Goodman&Gilman, 2007, hal. 1234).
Linezolid (Zyvox) adalah oksazolidinon sintetis yang memiliki penggunaan klinis
dalam pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif aerob
Comprehensive Pharmacy Review for NAPLEX, 8th ed. p. 697).
Klasifikasi
Golongan Tetrasiklin, glisilsiklin (tigesiklin).
Mekanisme Kerja
Linezolid adalah bakteriostatik terhadap Enterococci dan Staphylococcus, dan
bakterisida terhadap Streptococcus. Linezolid mengikat 23S ribosom RNA dari unit 50S
sub dan dengan demikian menghambat sintesis protein (Comprehensive Pharmacy
Review for NAPLEX, 8th ed. p. 697).
Spektrum Antibiotik
Obat ini aktif terhadap vancomycin-resistant Enterococcus faecium dan S. aureus
(methicillin-rentan dan strain-tahan) serta bakteri positif Gram aerob lainnya
Comprehensive Pharmacy Review for NAPLEX, 8th ed. p. 697).
Kegunaan dan Pertimbangan Klinik (include safety) dan Biaya
Linezolid diindikasikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh
vancomycin- tahan E. faecium, pneumonia nosokomial disebabkan oleh methicillinrentan dan tahan r strain S. aureus, komunitas-pneumonia disebabkan oleh strain rentan
penisilin S. pneumoniae, dan kulit dan infeksi struktur kulit karena organisme ini
(Comprehensive Pharmacy Review for NAPLEX, 8th ed. p. 697).
Resistensi

Pasien yang menerima terapi bersamaan dengan adrenergik dan agen serotonergik
atau mengkonsumsi lebih dari 100 mg tyramine sehari bisa mengalami peningkatan eff
sindrom obat dll atau serotonin (Comprehensive Pharmacy Review for NAPLEX, 8th ed. p.
697).
Resistensi terjadi akibat mutasi pada tempat pengikatan ribosom. Resistensi yang
dilaporkan secara klinis hanya terjadi pada enterokokus, walaupun mutan yang resisten
telah diseleksi dari galur-galur S. aureus dengan cara melewatkannya pada linezolid
secara in vitro (Goodman&Gilman, 2003, hal. 1235).
Farmakokinetik
Linezolid diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral. Obat ini dapat diberikan
tanpa memperhatikan ada makanan atau tidak. Dengan ketersediaan hayati oral yang
mendekati 100%, dosis untuk sediaan oral maupun intravena adalah sama. Konsentrasi
serum puncak rata-rata 12 hingga 14g/ml dalam 1 hingga 2 jam setelah dosis tunggal
600 mg pada orang dewasa dan sekitar 20g/ml pada keadaan tunak dengan pemberian
dosis tiap 12 jam. Waktu paruh kira-kira 4 hingga 6 jam. Linezolid terikat pada protein
sebanyak 31% dan terdistribusi secara luas ke jaringan yang terperfusi dengan baik,
dengan volume distribusi 0,6 hingga 0,71/kg.
Linezolid dimetabolisme melalui oksidasi nonezimatik menjadi metabolit-metabolit asam
aminoetoksiasetat dan hidroksietil glisin. Sekitar 80% dari dosis linezolid muncul di urin,
30% sebagai senyawa aktif, dan 50% sebagai dua metabolit utama di atas. Sepuluh
persen dari dosis yang diberikan ditemukan sebagai metabolit pada feses. Konsentrasi
serum dan waktu paruh senyawa induk tidak berubah secara bermakna pada kondisi
insufisiensi ginjal. Metabolit terakumulasi pada kondisi insufisiensi ginjal, dan waktu
paruh meningkat sekitar 50% hingga 100%. Linezolid dan metabolitnya dieliminasi
melalui dialisis; oleh karena itu, obat ini harus diberikan setelah hemodialisis
(Goodman&Gilman, 2007, hal. 1235).
Efek Samping dan Reaksi Simpang
Keluhan gastrointestinal, sakit kepala, ruam (Comprehensive Pharmacy Review
for NAPLEX, 8th ed. p. 697; Goodman&Gilman, 2007, hal. 1236).

Rangkuman Obat (Comprehensive Pharmacy Review for NAPLEX, 8th ed. p. 681).
Nama Kelompok Obat

: Oral, IV

Nama Generik

: Zyvox

Nama Dagang

: Linzid 600, Linzokem, Lidomex-600

CHLORAMPHENICOL
Chloramphenicol adalah antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces venezuela,
sebuah organism pertama yang diisolasi oleh Burkholder pada 1947dari sebuah sampel
tanah yang dikumpulkan di Venezuela. Filtrat dari kultur cair organism ditemukan
memiliki efektivitas yang diakui dapat melawan beberapa bakteri Gram negatif dan juga
menghambat aktivitas antiricketsia dan antiviral (Ehrlich et al., 1948).
Bahan antibiotik diisolasi dari kultur (Bartz, 1948) dan diberi nama chloromycetin
karena didalamnya mengandung klorin dan diperoleh dari actinomyceta. Saat struktur
kimiawi chloramphenicol maka mulailah dibuat sintesisnya. Secara farmakologi pada
hewan dan manusia segera dikemukakan oleh Smadel dan asosiasi (1947 et seq.). Pada
akhir 1947, jumlah chloramphenicol yang tersedia hanya sedikit untuk mengatasi
epidemic typhus di Bolivia yang berujung pada hasil dramatis. Pada tahun 1948,
chloramphenicol diproduksi dalam jumlah yang memadai untuk penggunaan klinis yang
umum dan digunakan sebagai parameter terapi dari beragam infeksi.
Mekanisme kerja
Chloramphenicol berfungsi untuk menghambat sintesis protein pada bakteri dan
pembentukan dinding sel. Chloramphenicol tidak mengganggu aktivasi asam amino atau
transfer asam amino ke sRNA, namun tidak ikut campur saat proses aktivasi asam amino
yang ditransfer dari sRNA ke ribosom. Chloramphenicol secara tidak langsung tidak
mengganggu sintesis RNA (Brock, 1961; Gale, 1963; Gale, 1963).
Spektrum Antibiotik

Chloramphenicol memiliki spectrum antibiotic yang luas pada aktivitas


antimikroba. Pada umumnya, chloramphenicol merupakan bakteriostatik dimana
menghambat pertumbuhan mikroba namun ada beberapa bakteri yang dapt dibunuh oleh
chloramphenicol. Beberapa bakteri yang dihambat pada konsentrasi rendah misalnya E.
coli, Actino bacillus, Shigella, dll. Sedangkan pada konsentrasi tinggi beberapa
streptococci dan staphylococci dihambat misalnya actinomyces, Bacillus anthracis, dll.
(The Pharmalogical Basis of Therapeutics, P. 1260).
Pertimbangan klinis
Jangan diberikan kepada orang yang mengalami hipersensitifitas atau reaksi
toksik terhadap obat ini. Jangan diberikan kepada orang yang mengalami diskaria darah
serta ibu hamil. Hindari penggunaan bersamaan dengan obat yang digunakan untuk
mendepresi sumsum tulang. Kurangi dosis untuk penggunaan pada orang yang
mengalami penurunan fungsi hati, gangguan ginjal (Martindale 36th, pg 240).
Resistensi
Resistensi chloramphenicol terkait dengan impermeabilitas dinding sel bakteri
dengan obat (Vasquez,1964).

Farmakokinetika
Absorbsi chloramphenicol sangat cepat terjadi dari GIT. Pada level plasma yang
signifikan diperoleh dengan 30 menit. Konsentrasi plasma tertinggi terjadi saat 2 jam.
Sekitar 60% chloramphenicol terikat dengan plasma albumin. Chloramphenicol tidak
aktif saat berada di liver. Chloramphenicol secara cepat diekskresikan oleh urine dimana
konsentrasinya lebih tinggi 20 kali lipat dari pada di plasma. Lebih dari 24 jam, 80 92%
pada dosis per oral yang diekskresikan pada urine dan sekitar 5 10% dimana sisa bahan
yang tidak aktif dan terdiri dari produk hidrolisis dan asam konjugat glukuronic (Glazko
et al., 1949, 1950; Hewitt and Williams, 1950; Woodward and Wisseman, 1958; Brock ,
1961).

Efek Samping
Efek samping yang paling serius ialah depresi sumsum tulang yang dapat berupa
2 jenis. Pertama, yang sering terjadi ialah ketidaksesuaian dosis yang menyebabkan
perubahan morfologi pada sumsum tulang, penurunan zat besi, reticulocytopenia,
anaemia, leukopenia, dan trombocytopenia. Kedua, adalah efek yang tidak berhubungan
dengan depresi sumsum tulang yaitu anemia aplastic. Anemia aplastik ialah penyakit
dimana benzen nitrat diproduksi dalam tubuh. Jika hal ini berlanjut akan menjadi myeloid
leukmia akut. Efek samping lain nya ialah gray baby syndrome, hal ini ditandai dengan
gangguan abdominal, muntah, wajah pucat, cyanosis, pernapasan yang tidak teratur, dan
rusaknya sirkulasi darah, dan diikuti kematian dalam beberapa jam atau hari. Gray baby
syndrome disebabkan karena terdapat dosis yang besar dalam plasma darah yang dapat
mengurangi kapasitas glucoroid dan mengurangi filtrasi oleh glomerular pada anak anak.
Efek samping lain nya ialah reaksi neurotoxic, yang dapat menyebabkan enchepalopathy
dengan pusing dan igauan, depresi mental, dan sakit kepala (Martindale 36, pg 240).
Dosis yang digunakan pada terapi
Dosis yang digunakan adalah 50 mg/kg setiap 6 jam. Untuk terapi meningitis dan
infeksi yang disebabkan mikroba yang resisten moderat 100 mg/kg setiap 6 jam
(Martindale 36th, pg 241).
Nama obat
Fenicol, Clorbiotic, Kloramixin, Palmicol, dll (ISO 2009, pg 481).
KUINUPRISTIN/DALFOPRISTIN
Merupakan

kombinasi

steptrogramin

B,

yakni

kuinupristin,

dengan

streptrogramin A, yakni dalfopristin. Senyawa ini merupakan turunan semisintetik dari


pristinamisin yang terdapat di alam, yang dihasilkan oleh Streptomyces pristinaespiralis.
Kuinupristin merupakan turunan pristinamisin IA sedangkan dalfopristin merupakan
turunan pristinamisin IIA, yang keduanya lebih larut air, sehingga cocok untuk pemberian
intravena (Goodman&Gilman, 2007, hal. 1233).

Mekanisme Kerja
Kuinupristin dan dalfopristin merupakan inhibitor sintesis protein yang mengikat
subunit 50S ribosom. Kuinupristin, yakni streptrogramin tipe B, berikatan pada tempat
yang sama dengan makrolida dan member efek yang sama, dengan menghambat
pemanjangan polipeptida dan terminasi awal sintesis protein. Dalfopristin berikatan pada
tempat yang berdekatan, sehingga menghasilkan perubahan konformasi pada 50S
ribosom, yang secara sinergis meningkatkan pengikatan kuinupristin pada tempat
sasarannya. Dalfopristin mengganggu pembentukan rantai polipeptida secara langsung.
Efek akhir dari pengikatan yang kooperatif dan sinergis kedua molekul ini terhadap
ribosom, sebagian besar spesies bakteri, adalah aktivitas bakterisida (Goodman&Gilman,
2007, hal. 1233-1234).
Spektrum Antibiotik
Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum aktivitasnya, antibiotika dengan
spektrum luas, efektif baik terhadap Gram-positif maupun Gram-negatif, contoh: turunan
makrolida (Siswandono; Bambang Soekardjo, 2008, hal 109).

Kegunaan dan Pertimbangan Klinik (include safety) dan Biaya


Kuinupristin/dalfopristin harus digunakan untuk pengobatan infeksi berat yang
disebabkan oleh organisme gram-positif yang resisten terhadap berbagai antibiotik seperti
E. faecium yang resiten-vankomisin bakterisida (Goodman&Gilman, 2007, hal. 1234).
Resistensi
Terhadap kuinupristin/dalfopristin selalu dikaitkan dengan dengan gen resistensi
untuk streptrogramin tipe A. Resistensi gen-gen pengode terhadap streptrogamin tipe B
juga mungkin ada, tetapi tidak cukup untuk menyebabkan resistensi bila sendiri. Namun,
gen-gen erm pengode metilase dapat menyebabkan kombinasi yang bersifat
bakteriostatik dan bukan bakterisida, sehingga tidak efektif pada infeksi tertentu yang
memerlukan aktivitas bakterisida untuk kesembuhannya, misalnya endokarditis
(Goodman&Gilman, 2007, hal. 1234).

Farmakokinetik
Kuinupristi/dalfopristin hanya diberikan melalui infuse intravena selama minimal
1 jam. Obat ini tidak kompatibel dengan larutan salin dan heparin dan harus dilarutkan
dalam dekstrosa 5% dalam air. Konsentrasi serum puncak pada sukarelawan pria sehat
mendekati 3g/ml kuinupristin dan 7g/ml dalfopristin dengan dosis pemberian
7,5mg/kg setiap 8 jam. Waktu paruhnya 0,85 jam untuk pemberian kuinupristin dan 0,7
jam untuk dalfotpristin. Volume distribusi kuinupristin adalah 0,87 l/kg dan dalfopristin
0,71 l/kg. Metabolisme hati melalui konjugasi merupakan sistem utama pembersihan
untuk kedua senyawa; 80% dosis yang diberikan dieliminasi melalui ekskresi empedu.
Sebagian besar sisa senyawa aktif diekskresi melalui eliminasi oleh ginjal
(Goodman&Gilman, 2007, hal. 1234).
Efek Samping dan Reaksi Simpang
Efek samping yang paling sering terjadi berkaitan dengan pemberian infus, seperti
nyeri dan flebitis pada tempat infus serta artralgia dan mialgia. Flebitis dan nyeri dapat
diminimalkan dengan pemberian infus obat melalui kateter vena sentral. Artralgia dan
mialgia, yang lebih cenderung menjadi masalah pasien insufisiensi hati dan mungkin
terjadi akibat akumulasi metabolit, dapat diatasi dengan menurunkan frekuensi pemberian
infus menjadi tiap 12 jam. Kuinupristin/dalfopristin merupakan inhibitor enzim sitokrom
P450 3A4 (CYP3A4). Obat-obat yang dimetabolisme oleh CYP3A4 meliputi terfenadin,
astemizol, indinavir, nevirapin, midazolam, nifedipin dan bloker saluran kalsium lainnya,
serta siklosporin. Pemberian kuinupristin/dalfopristin secara bersamaan dengan obat-obat
ini atau obat lain yang dimetabolisme oleh CYP3A4 dapat meningkatkan efek obat dan
menyebabkan toksisitas yang berarti (Goodman&Gilman, 2007, hal. 1234).
Rangkuman Obat (Medscape)
-

Synercid (powder for injection (150mg/350mg)/10mL))


Quinupristin/Dalfopristin - Injection

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Farmakologi dan Terapi. edisi 5, Departemen Farmakologi Terapeutik,
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
American Society of Health System Pharmacists, 2011, AHFS Drug Information, United
States of America.
Goodman dan Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Vol.2, 48,
Diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Penerbit Buku Kedokteran.
ISO, 2009, ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 42, PT. ISFI Penerbitan,
Jakarta.
ISO, 2014, ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 48, PT. ISFI Penerbitan,
Jakarta.

Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 1989. Basic & Clinical Pharmacology, 5th Ed.
New York:McGraw-Hill.
Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 7. Penerjemah dan
editor: Bagian Farmakologi FK UNAIR. Penerbit Salemba Medika, Surabaya.
Katzung, B.G, 2005, Basic & Clinical Pharmacology, 9 th Ed., Appleton & Lange,
Norwalk.
Martindale, C.S., Sean,. 2009. Martindale The Complete Drug Reference, 36th Ed.
London, Chicago: Pharmaceutical Press.
M. Karch, Amy. (2011). Buku Ajar Farmakologi Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: EGC
Siswandono dan Soekardjo. (1995). Kimia Medisinal. Surabaya: Penerbit Airlangga
University Press.

You might also like