You are on page 1of 10

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH EKONOMIKA PUBLIK


Dosen Pengampu: Bambang Suprayitno, M. Sc.

Disusun Oleh:
Indah Sri Utami (12804241042)

PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015

A. Analisis APBD dan PDRB Kabupaten Magelang, Jawa Tengah


Mulai diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia berdampak pada
perencanaan pembangunan di daerah harus direncanakan dengan baik. Pembanguan
akan berjalan dengan baik apabila rencana penganggaran pembangungan dilakukan
dengan cermat yang disangga oleh sumber-sumber pendapatan daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Magelang pada
tahun 2015 adalah 1,786 trilyun rupiah. Besaran tersebut memiliki perbandinngan
1:1,09 jika dibandingkan dengan anggaran tahun 2014.
Bersumber dari deskripsi dan analisis APBD 2014 Kemenkeu, mengingat
kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk memungut pajak daerah bersifat
terbatas dan sumber penerimaan pajak daerah yang berlaku saat ini cenderung bias ke
daerah yang tingkat urbanisasinya tinggi, seperti pajak hotel, pajak restoran, dan pajak
kendaraan bermotor, hal ini menyebabkan untuk daerah yang unsur kekotaanya tidak
terlalu tinggi, potensi penerimaan pajaknya menjadi kecil.
Dalam APBD Kabupaten Magelang, pendapatan asli daerah yang berasal dari
pajak retribusi dan lain-lain besarnya kurang dari 15% dari pendapatan, sedangkan
60% pendapatan diperoleh dari dana perimbangan. Meskipun begitu, persentase
pendapatan asli daerah serta dana perimbangan terhadap pendapatan tahun 2014 secara
berturut-turu menurun sekitar 1% dan 4%. Sementara itu pendapatan yang berasal dari
lain-lain pendapatan naik dari 22,4% menjadi 28,5% pada tahun 2015.
Secara agregat provinsi kabupaten dan kota, rata-rata rasio belanja pegawai
terhadap total belanja daerah tahun 2014 adalah 42,78%, lebih rendah dari tahun
sebelumnya (44,7%). Penurunan tersebut menunjukkan ada upaya untuk rasionalisasi
terhadap struktur belanja daerah. Persentase belanja pegawai yang ada di Kabupaten
Magelang masih menunjukkan tingginya peran belanja pegawai dan pembelanjaan
daerah. Bahkan, pada tahun 2015 terjadi kenaikan dari 47,72% menjadi 56,79%. Hal
tersebut menyebabkan keterbatasan program dan kegiatan daerah di luar belanja
pegawai yang mampu didanai, misalnya dalam mendukung pemenuhan layanan publik.
Dalam

data

APBD

Kabupaten

Magelang

terdapat

anggaran

defisit.

Kecenderungan daerah menganggarkan defisit tersebut karena adanya sisa lebih


perhitungan anggaran (SiLPA) dalam APBD. Hal tersebut mengindikasinya sebenarnya
secara umum daerah tidak sedang mengalami kondisi defisit secara riil, namun mereka
menganggarkan defisit karena untuk menyerap SiLPA tahun sebelumnya sehingga
pada umumnya pemerintah daerah terbukti mengalami surplus pada saat realisasi.

Penerimaan pembiayaan Kabupaten Magelang tahun 2015 didominasi oleh SiLPA


sebesar 91,80%, meskipun persentase tersebut lebih rendah dari pada tahun
sebelumnya (97,27%). Besar porsi tersebut menunjukkan terdapat penyerapan belanja
pada tahun anggaran sebelumnya kurang optimal, sehingga terdapat sisa anggaran yang
terakumulasi dalam SiLPA. Sumber pembiayaan lain untuk menutup defisit seperti
pencairan dana cadangan serta penerimaan kembali penerimaan pinjaman sebesar
8,89%.
Berdasarkan teori pengeluaran yang menjelaskan bahwa pembelanjaan
pemerintah terhadap berbagai kegiatan pembangunan akan meningkatkan pengeluaran
agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi negara (Sukirno, 2006 dalam
Larengkum, 2011) maka jika dikatikan dengan pembelanjaan daerah tercermin dalam
realisasi belanja APBD, semakin besar belanja pemerintah daerah semakin besar juga
dampaknya terhadap perekonomian daerah (Darise, 2006 dalam Larengkum, 2011).
Penentuan besarnya APBD setiap tahun sangat menentukan keberhasilan
pembangunan di daerah. Realisasi APBD yang merupakan representasi pengeluaran
pemerintah daerah, akan memberikan dampak terhadap kinerja perekonomian di
daerah yang tercermin dalam PDRB.
Produk Domestik Regional Bruto adalah seluruh produk barang dan jasa dari
hasil kegiatan ekonomi yang diproduksi di suatu wilaayah domestik, tanpa
memerhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk
wilayah tersebut atau tidak.
Selama tahun 2013 dan 2014, PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten
Magelang mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 PDRB Kab. Magelang atas dasar
harga berlaku menembus angka 21,84 trilyun rupiah. Hal tersebut menunjukkan
kenaikan dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 1,1 kali (Rp19, 67 trilyun rupiah).
Lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan masih dominan menjadi
lapangan usaha yang penyumbang PDRB Kabupaten Magelang. Meskipun besarnya
sumbangan mengalami penurunan pada tahun 2014 sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan mengisi 25% komposisi PDRB. Peringkat selanjutnya diisi oleh lapangan
usaha industri pengolahan; perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa-jasa lainnya.
Berbeda dengan lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran yang mengalami tren
menurun, lapangan usaha industri pengolahan dan jasa-jasa lainnya pada tahun 2014
mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Di samping itu, selain ke empat

sektor tersebut di atas memiliki persentase di bawah sepuluh persen dari PDRB
Kabupaten Magelang,
Berdasarakan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa sumber terbesar
aspek penerimaan dalam APBD Kabupaten Magelang adalah dana dari pemerintah
pusat sedangkan sumbangan dari pendapatan asli daerah masih sangat kecil. Belanja
pegawai sangat besar dibandingkan dengan belanja modal oleh karena itu pola
pembelanjaan pemerintah Kabupaten Magelang lebih banyak berfokus pada urusan
pemerintahan.
Referensi:
Tabel APBD tahun 2014 dan 2015. Diakses dari
http://www.magelangkab.go.id/index.php?
option=com_docman&task=doc_view&gid=841&tmpl=component&format=raw&Itemi
d= (dengan pengolahan)
Tabel PDRB tahun 2013 dan 2014. Diakses dari

http://magelangkab.bps.go.id/webbeta/website/pdf_publikasi/PDRB-KabupatenMagelang-2014.pdf (dengan pengolahan)


Larengkum, Dirgahayu, dkk. 2011. Pengaruh APBD terhadap PDRB di Kabupaten
Talaud. Diaksses dari http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=273942&val=5795&title=PENGARUH%20ANGGARAN
%20PENDAPATAN%20BELANJA%20DAERAH %20%20TERHADAP
%20PRODUK%20DOMESTIK%20REGIONAL%20BRUTO%20DI
%20%20KABUPATEN%20KEPULAUAN%20TALAUD

B. Analisis Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 3


Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi berbagai peristiwa yang berkaitan
dengan ekonomi nasional sangatlah banyak. Fenomena terbaru yang masih hangata
dibahas adalah pemerintah mengeluarkan tiga paket kebijakan ekonomi pada bulan
September hingga Oktober 2015. Dilansir dari website kantor staf presiden,
pemerintah akan terus meluncurkan serangkaian paket kebijakan ekonomi untuk
mengatasi perlambatan ekonomi akibat dampak pelemahan ekonomi global, sekaligus
memperkuat daya saing dan struktur ekonomi Indonesia.
Paket kebijakan ekonomi yang disahkan presiden Jokowi membahas tentang
permasalahan yang berbeda. Paket yang pertama berfokus pada deregulasi sektor
industri, proyek strategis nasional dan properti. Paket ke dua membahas tentang
debirokratisasi investasi baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun
penanaman modal asing (PMA). Wujud dari paket ke dua tersebut terdapat pada
dibuka layanan investasi dalam waktu tiga jam di kawasan industri. Hal tersebut akan
meningkatkan kemudahan dalam berinvestasi dan berdampak pada tingginya kegiatan
ekonomi yang akan terjadi.
Berbeda dengan kedua paket yang telah diluncurkan, pada bulan Oktober
pemerintah Jokowi mengeluarkan kembali kebijakan ekonomi jilid tiga. Dalam paket
jilid tiga kebijakan yang diluncurkan semakin tajam membahas permasalahan energi
dan izin permodalan dan pertanahan.
Kebijakan penurunan harga BBM, listrik dan gas adalah kebijakan yang dapat
dirasakan oleh sebagian besar masyarakat mengingat besarnya ketergantungan
masyarakat dalam mengonsumsi. Peraturan baru tersebut tidak hanya mengarah pada
perusahan berskala besar yang lebih banyak membutuhkan pasokan energi. Misalnya
pada harga gas untuk pabrik dari lapangan gas baru ditetapkan sesuai dengan
kemampuan daya beli industri pupuk sebesar USD 7 mmbtu (juta British Thermal
Unit). Sementara itu harga gas untuk industri lainnya (petrokimia, keramik, dan lainlain) akan diturunkan sesuai dengan kemampuan industri masing-masing. Penurunan
harga tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi di sistem distribusi gas serta
pengurangan penerimaan negara. Meskipun begitu, turunnya penerimaan negara
diyakini tidak akan mempengaruhi besaran penerimaan yang menjadi bagian
perusahaan gas kontrak kerja sama. Ditambah lagi, penurunan tersebut juga
mengiringi turun harga minyak dunia.

Kebijakan tarif harga listrik juga sangat berpengaruh pada industri 13 dan 14.
Terlebih lagi diskon tarif sebesar 30% pada pemakaian listrik tengah malam
diharapkan mampu meningkatkan produktivitas perusahan karena telah menghemat
biaya sehingga dapat dialokasikan untuk peningkatan kegiatan produksi baik dari segi
kualitas maupun kuantitas. Kebijakan lainnya adalah penundaan pembayaran tagihan
rekening listrik hingga 40% dari tagihan listrik enam sampai sepuluh bulan pertam,
dan melunasinya secara berangsur, khusus untuk industri padat karya serta industri
berdaya saing lemah.
Dalam kebijakan harga listrik listrik memang memiliki tugas yang mulia.
Terlebih lagi kebutuhan listrik di Indonesia baik untuk rumah tangga maupun
perusahaan belum sepenuhnya terpenuhi. Hal tersebut akan memberi kemudahan
permodalan bagi industri kecil. Namun, bagi industri kecil yang produktivitasnya
masih rendah, pemasangan diskon tarif 30% pada pemakaian listrik jam 23.00 sampai
jam 08.00 bisa jadi baru memberikan dampak dalam jangka panjang. Hal tersebut
berdasar pada jam kerja industri kecil yang belum semua terjadwal selama 24 jam,
sehingga tidak dapat menikmati penggunaan diskon tarif tersebut. Industri berskala
kecil tidak akan serta merta menambah jam malam untuk kegiatan produksi karena
beberapa keterbatasan yang tidak mampu dipenuhi dalam waktu singkat. Selain itu
peningkatan produktivitas yang terjadi di perusahaan juga harus dibarengi dengan
peningkatan daya beli masyarakat. Hal itu akan berimbas pada tingkat pendapatan
konsumen. Jangan sampai peningkatan hanya terjadi di salah satu pihak saja.
Pemberian kelonggaran berupa penundaan pembayaran tagihan listrik juga harus
dicermati lebih lanjut. Cara pembayaran dengan angsuran memang terlihat lebih
ringan, namun apabila pengawasannya tidak baik rawan terjadi kecurangan misalnya
angsuran yang menunggak, atau perusahaan gulung tikar sebelum angsuran dilunasi.
Kebijakan lain yang berupaya untuk lebih merangkul masyarakat menengah ke
bawah adalah perluasan wirausahawan penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Penurunan tingkat bunga dari 22% menjadi 12% mendorong bank-bank menyalurkan
KUR kepada masyarakat dengan lebih pro aktif sehingga meningkatkan jumlah
wirausahawan baru. Penyegaran peraturan KUR akan memberikan peluang baik
industri kecil yang awalnya tidak mampu memenuhi kualifikasi menjadi layak sebagai
penerima bantuan KUR. Secar otomatis terbukanya peluang usaha dengan bantuan
modal dapat menambah peluang kerja bagi para penganguran. Akan tetapi satu hal
yang tidak boleh terlupakan adalah penyeleksian perusahaan penerima kucuran dana

harus cermat. Terlebih pada sistem pengembalian pinjaman yang sering terjadi
tunggakan atau tidak dapat membayar.
Penyederhanaan izin pertanahan tidak lupa dibahas dalam paket kebijakan.
Kemudahan ini tentu memberikan dampak pada pemanfaatan lahan untuk usaha.
Persyaratannya lebih mudah dipahami dan dapat dilayani dalam waktu singkat apalagi
jika dibandingkan dengan pengurusan izin tanah pada masa sebelumnya. Ditambah
lagi dengan kemudahan bantuan KUR untuk permodalan, kebijakan izin pertanahan
akan lebih mudah dirasakan bagi perusahaan yang tidak memiliki lahan untuk
menjalankan usahanya. Namun, untuk lebih jelasnya pemerintah harus mengawasi
siapakah selanjutnya pihak yang mampu dan genar memanfaatkan peluang ini,
investor asing atau dalam negeri.
Kembali lagi pada tujuan awal berupa penguatan perekonomian nasional, misi
berupa pemerataan pendapatan tentu termasuk di dalamnya. Oleh karenanya peluang
untuk mengadakan kegiatan usaha tersebut harus tetap dicermati. Perlu diingat paket
kebijakan ekonomi jilid I, II dan III hanyalah sebuah awal dari gebrakan perbaikan
perekonomian. Poin penting yang menentukan sukses atau tidaknya kebijakan ini
adalah pelaksanaannya. Akankah peluang ini mampu dimanfaatkan oleh masyarakat
dalam negeri atau justru menjadi lahan mengeruk kekayaan pihak asing. Jangan
sampai berbagai kesempatan ini dimanfaatkan oleh pihak yang ingin untungnya saja.
Referensi:
Magelangkab.go.id
Bkpm.go.id
Ksp.go.id

LAMPIRAN
1. Daftar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Magelang Tahun
2014 dan 2015

A PENDAPATAN DAERAH
1. Pendapatan Asli Daerah
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Pengelolaan Kekayaan
Daerah
d. Pendapatan Lain-Lain
2. Dana Perimbangan
a. Dana bagi hasil
pajak/bukan pajak
b. Dana alokasi umum
c. Dana alokasi khusus
3. Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah
a. Pendapatan hibah
b. Dana bagi hasil pajak
dari provinsi dan pemda
c. Dana penyesuaian dan
otonomi khusus
d. Bantuan keuangan dari
provinsi/pemda

2014
Rp
1.629.324.429.3
89
Rp
198.117.604.07
6
Rp
62.467.105.000
Rp
36.725.812.250
Rp
12.540.994.826
Rp
86.383.692.000
Rp
1.065.590.847.3
13
Rp
35.484.930.313
Rp
965.124.427.00
0
Rp
64.981.490.000
Rp
365.615.978.00
0
Rp
1.965.400.000
Rp
98.122.786.000
Rp
226.290.121.00
0
Rp
39.237.671.000

e. Dana desa
B BELANJA DAERAH
1. Belanja Tidak Langsung
a. Belanja pegawai
b. Belanja hibah
c. Belanja bantuan

%
100,
00
12,1
6
3,83
2,25
0,77
5,30
65,4
0
2,18
59,2
3
3,99
22,4
4
0,12
6,02
13,8
9
2,41
0,00

Rp
2.002.563.832.6
87
Rp
1.174.657.339.4
19
Rp
955.693.909.25
2
Rp
44.720.998.500
Rp

100,
00
58,6
6
47,7
2
2,23
0,67

2015
Rp
1.786.409.365.8
91
Rp
200.653.762.68
2
Rp
70.000.000.000
Rp
16.448.634.000
Rp
1.455.592.411
Rp
99.649.204.561
Rp
1.076.700.579.9
76
Rp
38.395.335.976
Rp
996.070.014.00
0
Rp
42.235.230.000
Rp
509.055.023.23
3
Rp
2.743.082.000
Rp
98.122.786.000
Rp
337.896.025.00
0
Rp
20.208.899.000
Rp
50.084.231.233
Rp
1.991.093.895.0
45
Rp
1.357.016.772.9
98
Rp
1.130.813.063.5
27
Rp
23.716.958.000
Rp

%
100
,00
11,
23
3,9
2
0,9
2
0,0
8
5,5
8
60,
27
2,1
5
55,
76
2,3
6
28,
50
0,1
5
5,4
9
18,
91
1,1
3
2,8
0
100
,00
68,
15
56,
79
1,1
9
0,5

d. Belanja bagi hasil pd


Prov/Kab/Kota/Desa
e. Belanja bantuan
keuangan pd
Prov/Kab/Kota/Desa
f. Belanja tidak terduga
2. Belanja Langsung
a. Belanja pegawai
b. Belanja barang dan jasa
c. Belanja modal

13.457.970.000
Rp
1.314.494.000
Rp
89.094.795.000
Rp
70.375.172.667
Rp
827.906.493.26
8
Rp
52.888.602.846
Rp
339.333.554.68
5
Rp
435.684.335.73
7

0,07
4,45
3,51
41,3
4
2,64
16,9
4
21,7
6

10.796.195.000
Rp
10.404.182.170
Rp
156.067.681.23
1
Rp
25.218.693.070
Rp
634.077.122.04
7
Rp
57.248.484.667
Rp
304.127.338.78
3
Rp
272.701.298.59
7

4
0,5
2
7,8
4
1,2
7
31,
85
2,8
8
15,
27
13,
70

C KESEIMBANGAN PRIMER
D

SURPLUS DEFISIT ANGGARAN


(A-B)

E PEMBIAYAAN (1+2)
1. Penerimaan
a. Sisa LPA tahun
sebelumnya
b. Pencairan dana
cadangan
c. Penerimaan kembali
pemberian pinj

Rp
373.239.403.29
8
Rp
373.239.403.29
8
Rp
429.034.403.29
8
Rp
417.324.403.29
8
Rp
11.500.000.000
Rp
210.000.000

2. Pengeluaran

Rp
65.590.000.000

a. Pembentukan dana
cadangan
b. Penyertaan modal
pemda
c. Pemberian pinj daerah
kpd lemb/masy

Rp
55.795.000.000
Rp
9.585.000.000
Rp
210.000.000

97,
27
2,7
6
1,8
3

85,
07
17,
18
2,1
9

Rp
(204.684.529.15
4)
Rp
204.684.529.15
4
Rp
246.462.896.17
9
Rp
226.252.896.17
9
Rp
20.000.000.000
Rp
210.000.000
Rp
(41.778.367.025
)
Rp
31.000.000.000
Rp
10.478.367.025
Rp
300.000.000

91,
8
8,8
4
1,0
5

74,
20
33,
80
2,8
6

Sumber: http://www.magelangkab.go.id/index.php?
option=com_docman&task=doc_view&gid=841&tmpl=component&format=raw&Itemid=
(dengan pengolahan)

2. Daftar Pendapatan Daerah Regional Bruto Kabupaten Magelang Atas Dasar


Harga Berlaku Tahun 2013 dan 2014
N
o
1

SEKTOR
Pertanian, Kehutanan

2013
(juta rupiah)
Rp

%
23,7

2014
(juta rupiah)
Rp

%
22,4

dan Perikanan
Pertambangan dan

4.663.034
Rp

Penggalian

758.101
Rp

Industri Pengolahan

Listrik, Gas, dan Air

Bangunan

6
7
8
9

4.263.390
Rp
29.175
Rp

Perdagangan, Hotel

1.814.903
Rp

dan Restoran
Angkutan dan

3.577.473
Rp

Komunikasi
Keuangan, Sewa dan

1.272.490
Rp

Jasa Perusahaan

912.071
Rp

Jasa-Jasa
Jumlah

2.382.161
Rp
19.672.798

0
3,85
21,6
7
0,15
9,23
18,1
9
6,46
4,64
12,1
1
100

4.905.200
Rp
925.847
Rp
4.873.747
Rp
30.013
Rp
2.046.488
Rp
3.880.947
Rp
1.477.655
Rp
1.032.726
Rp
2.668.692
Rp
21.841.314

Sumber: http://magelangkab.bps.go.id/webbeta/website/pdf_publikasi/PDRBKabupaten-Magelang-2014.pdf (dengan pengolahan)

6
4,24
22,3
1
0,14
9,37
17,7
7
6,77
4,73
12,2
2
100

You might also like