You are on page 1of 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

KARSINOMA NASOFARING
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah KMB
yang diampu oleh Tutik Purwaningsih SST

Disusun oleh:
Desy Listyowati R.

(2520142429)

Eni Ernawati

(2520142435)

Inung Wahyu L.

(2520142441)

Muhammad Charis M.

(2520142447)

Puput Sisiliya R

(2520142453)

Sinta Oktarina

(2520142459)

Tri Putra Andi N.

(2520142465)

Yumiati

(2520142471)
Kelompok: III
Tingkat/Semester: IIA/I

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Karsinoma Nasofaring ini
dengan baik. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Tutik Purwaningsih SST
selaku dosen mata kuliah KMB II yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai bagaimana asuhan keperawatan pada
klien karsinoma nasofaring. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi
siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai semua usaha kita. Aamiin.
Terimakasih.

Yogyakarta, 14 September 2015

Penyusun

A. Definisi
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmulleir dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia (Efiaty & Nurbaiti, 2001).
B. Fisiologi

Nasofaring merupakan suatu ruang atau rongga yang berbentuk kubus yang
terletak di belakang hidung. Rongga ini sangat sulit untuk dilihat, sehingga dahulu
disebut rongga buntu atau rongga tersembunyi. Batas-batas rongga nasofaring,
di sebelah depan adalah koana (nares posterior). Sebelah atas, yang juga
merupakan atap adalah basis cranii. Sebelah belakang adalah jaringan mukosa di

depan vertebra servikal. Sebelah bawah adalah ismus faring dan palatum mole,
dan batas lainnya adalah dua sisi lateral.
C. Etiologi
Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama
timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal
disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak,
merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga
menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca
Nasofaring:
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas
kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia).
5. Radang kronis nasofaring.
6. Profil HLA (human leukocyte antigen).
D. Klasifikasi Hispatologi menurut WHO (1982)
a. Tipe WHO 1
Termasuk di sini adalah karsinoma sel skuamosa (KSS). Tipe WHO 1
mempunyai tipe pertumbuhan yang jelas pada permukaan mukosa
nasofaring, sel-sel kanker berdiferensiasi baik sampai sedang dan
menghasilkan cukup banyak keratin baik di dalam dan di luar sel.
b. Tipe WHO 2
Termasuk di sini adalah karsinoma non keratinisasi (KNK). Tipe WHO 2 ini
paling banyak variasinya, sebagian tumor berdiferensiasi sedang dan
sebagian sel berdiferensiasi baik, sehingga gambaran yang didapatkan
menyerupai karsinoma sel transisional.

c. Tipe WHO 3
Merupakan karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Di sini gambaran sel-sel
kanker paling heterogen. Tipe WHO 3 ini termasuk di dalamnya yang
dahulu disebut dengan limfoepitelioma, karsinoma anaplastik, clear cell
carcinoma, dan variasi spindel.
Karsinoma nasofaring dapat diklasifikasikan berdasarkan stadium klinis dan
gambaran histopatologisnya. Penentuan stadium karsinoma nasofaring
digunakan sistem TNM menurut UICC (1992).
T (Tumor Primer)
T0 = Tidak tampak tumor
T1 = Tumor terbatas pada satu lokasi saja (lateral, porterosuperior, atap,
dll)
T2 = Tumor terdapat pada dua lokasi atau lebih tetapi masih di dalam
rongga nasofaring
T3 = Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau
orofaring
T4 = Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang
tengkorak atau mengenai saraf-saraf otak
Tx = Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
N (Pembesaran kelenjar getah bening regional)
N0 = Tidak ada pembesaran KGB
N1 = Terdapat pembesaran KGB homolateral dan masih bisa digerakkan
N2 = Terdapat pembesaran KGB kontralateral/bilateral dan masih bias
digerakkan
N3 = Terdapat pembesaran baik homolateral/kontralateral/bilateral yang
sudah melekat pada jaringan sekitar
M (Metastasis jauh)
M0

= Tidak ada metastasis jauh

M1

= Terdapat metastasis jauh

Dari keterangan di atas, karsinoma nasofaring dikelompokkan menjadi 4


stadium, yaitu:
a. Stadium I
b. Stadium II
c. Stadium III
d. Stadium IV

: T1 N0 M0
: T2 N0 M0
: T1/2/3 N1 M0 atau T3 N0 M0
: T4 N0 M0 atau T1/2/3/4 N2/3 M0 atau T1/2/3/4 N0/1/2/3 M1

E. Manifestasi Klinis
Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap
hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak.
Gejala Hidung:
-

Epitaksis :rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.

Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam


rongga nasofaring dan menutupi koana,gejalanya : pilek kronis, ingus kental,
gangguan penciuman.
Gejala Telinga:

Kataralis / oklusi tuba Eustachi : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler,


pertumbuhan

tumor

dapat

menyebabkan

penyumbatan

muara

tuba

(berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran).


-

Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran.


Gejala Lanjut:

Limfa denopatiservikal : melalui pembuluh limfe,sel-sel kanker dapat


mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh
dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan di leher
bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan
berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.

F. Patofisiologi

Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu, pertama
pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel
yang diproduksi dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel
akibat gangguan pada proses apoptosis. Gangguan pada berbagai protoonkogen
dan gen penekan tumor (TSGs) yang menghambat penghentian proses siklus
sel.

Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan, dan diferensiasi sel


diatur oleh gen yang disebut protoonkogen yang dapat berubah menjadi
onkogen bila mengalami mutasi. Onkogen dapat menyebabkan kanker karena
memicu pertumbuhan dan pembelahan sel secara patologis.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Nasofaringoskopi.
2. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter.
3. Biopsi multiple.
4.Radiologi: Thorak PA, foto tengkorak, tomografi, CT Scan, Bone
scantigraphy (bila dicurigai metastase tulang)
5. Pemeriksaan Neuron-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor
kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf
otak,manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai.
H. Penatalaksanaan
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada
penggunaa megavoltage dan pengaturan dengan computer. Pengobatan
tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin,
faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua
pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi
masih tetap terbaik sebagai terapi adjuvant (tambahan). (National Cancer
Institute).
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan
di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali
setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang
yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi sisa
tumor induk (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul
komplikasi yang berat akibat operasi. (Roezin A, Anida S)
Perawatan paliatif harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi.
Mulut rasa kering disebabkan oleh keusakan kelejaran liur mayor maupun
minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan
pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemanapun
pergi dan mencoba memakan dan menguyah bahan yang rasa asam sehingga
merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut

karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat
penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah
atau rasa mual. (Roezin A, Anida S).
I. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat, agama, status pendidikan, dan pekerjaan pasien.
b. Identitas penanggungjawab
Identitas yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat,

agama,

status

pendidikan,

pekerjaan,

dan

hubungan

penanggungjawab dengan pasien.


c. Keluhan Utama
Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah menelan,
badan merasa lemas, serta BB turun drastis dalam waktu singkat.
d. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS.
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan
penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan
meringankan keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang
dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk
PQRST.
e. Riwayat penyakit dahulu
1. Menanyakan apakah pasien pernah mengalami infeksi kronis
2. Menanyakan pola hidup pasien (merokok, minum alkohol)

3. Riwayat penyakit keluarga: apakah ada keluarga pasien yang mengalami


penyakit yang sama. Atau adakah keluarga yang meninggal akibat
penyakit ini.
f. Pemeriksaan fisik
a.) Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada benjolan
warna kulit mengkilat.
b.) Palpasi: nyeri tekan pada leher
c.) Pemeriksaan THT:
1. Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
2. Rinoskopia anterior
3. Rinoskopia posterior:

Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak

agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.


Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.

4. Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena


penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
5. X foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan.

II. Diagnosa
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
2. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berhubungan dengan gangguan
status organ sekunder metastase tumor.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
5. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan
penyakit, pengobatan penyakit.
III. Intervensi

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).


Tujuan

: Rasa nyeri teratasi atau terkontrol.

Kriteria hasil:

Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri


Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/kontrol dengan pengaruh
minimal pada AKS

Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, 1. Informasi memberikan data dasar untuk
frekuensi, durasi

mengevaluasi

2. Berikan tindakan

kenyamanan dasar

kebutuhan/keefektivan

intervensi.

(reposisi, gosok punggung) dan aktivitas 2.Meningkatkan relaksasi dan membantu


hiburan.
3.

memfokuskan kembali perhatian

Dorong

manajemen

penggunaan
nyeri

(teknik

ketrampilan 3. Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi


relaksasi, secara aktif dan meningkatkan rasa kontrol

visualisasi, bimbingan imajinasi) musik,


sentuhan terapeutik.

4. Kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh


minimum pada AKS

4. Evaluasi penghilangan nyeri atau control

5. Nyeri adalah komplikasi sering dari

Kolaborasi
kanker, meskipun respon individual berbeda.
1. Berikan analgesik sesuai indikasi
Saat perubahan penyakit atau pengobatan
misalnya Morfin, metadon atau
terjadi, penilaian dosis dan pemberian akan
campuran narkotik
diperlukan
2.Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berhubungan dengan gangguan status
organ sekunder metastase tumor.
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi.
Kriteria Hasil: mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan.
Intervensi
1. Tentukan

Rasional
ketajaman 1. Mengetahui perubahan dari hal-hal

pendengaran, apakah satu yang merupakan kebiasaan pasien .


2. Lingkungan yang nyaman dapat
atau dua telinga terlibat .
2. Orientasikan
pasien membantu
meningkatkan
proses
terhadap lingkungan.

penyembuhan.
Mengetahui

3. Observasi tanda-tanda dan 3.

gejala disorientasi.

faktor

penyebab

gangguan persepsi sensori yang lain


dialami dan dirasakan pasien.

3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Intervensi
Rasional
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan 1. Untuk
makan.

keadaan

2. Anjurkan pasien untuk mematuhi

mengetahui
dan

tentang

kebutuhan

nutrisi

pasien sehingga dapat diberikan


tindakan dan pengaturan diet yang

diet yang telah diprogramkan.

adekuat.
3. Timbang berat badan setiap
2. Kepatuhan terhadap diet dapat

seminggu sekali.

mencegah komplikasi terjadinya


hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Mengetahui perkembangan berat
4.

Identifikasi

perubahan

makan.

pola badan

pasien

merupakan

salah

(berat

badan

satu

indikasi

untuk menentukan diet).


4. Mengetahui apakah pasien telah
melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya
dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh.
Intervensi
1.
Kaji

tingkat

Rasional
pengetahuan 1. Untuk memberikan informasi pada

pasien/keluarga tentang penyakit Ca. pasien/keluarga,

perawat

perlu

Nasofaring

mengetahui sejauh mana informasi

2. Kaji latar belakang pendidikan

atau

pengetahuan

yang

diketahui

pasien/keluarga.

pasien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit,
diet, perawatan dan pengobatan pada
pasien dengan bahasa dan kata-kata

2. Agar perawat dapat memberikan


penjelasan dengan menggunakan katakata

dan

dimengerti

yang mudah dimengerti.

kalimat
pasien

yang
sesuai

dapat
tingkat

pendidikan pasien.
4. Jelasakan prosedur yang kan
dilakukan, manfaatnya bagi pasien

3. Agar informasi dapat diterima


dengan mudah dan tepat sehingga

dan libatkan pasien didalamnya.

tidak menimbulkan kesalahpahaman.


5.

gambar-gambar

dalam

memberikan penjelasan (jika ada /


memungkinkan).

4. Dengan penjelasdan yang ada dan


ikut secra langsung dalam tindakan
yang dilakukan, pasien akan lebih
kooperatif dan cemasnya berkurang.
5. Gambar-gambar dapat membantu
mengingat

penjelasan

yang

telah

diberikan.
5. Harga diri Rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit,
pengobatan penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 324 jam klien menerima keadaan
dirinya
Kriteria Hasil :
1) Menjaga postur yang terbuka
2) Menjaga kontak mata
3) Komunikasi terbuka
4) Menghormati orang lain
5) Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok
6) Menerima kritik yang konstruktif
7) Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social
Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan yang 1. Untuk menentukan tingkat kecemasan
dialami oleh pasien.

yang dialami pasien sehingga perawat bisa

2. Beri kesempatan pada pasien memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2. Dapat meringankan beban pikiran pasien.
untuk mengungkapkan rasa
cemasnya.
3.

3. Agar terbina rasa saling percaya antar

Gunakan

komunikasi

dalam tindakan keperawatan.

terapeutik.
4. Beri informasi yang akurat
tentang proses penyakit dan
anjurkan pasien untuk ikut serta

Berikan

keyakinan

pada

pasien bahwa perawat, dokter,


dan tim kesehatan lain selalu
berusaha

4.

Informasi

yang

akurat

tentang

penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam


melakukan

tindakan

dapat

mengurangi

beban pikiran pasien.

dalam tindakan keperawatan.


5.

perawat-pasien sehingga pasien kooperatif

5. Sikap positif dari timkesehatan akan


membantu menurunkan kecemasan yang
dirasakan pasien.

memberikan 6. Pasien akan merasa lebih tenang bila ada

pertolongan yang terbaik dan anggota keluarga yang menunggu.


seoptimal mungkin.

7. Lingkung yang tenang dan nyaman dapat

6. Berikan kesempatan pada membantu


keluarga

untuk

mengurangi

rasa

mendampingi cemas

pasien secara bergantian.


7. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan nyaman.

DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Huda A. Dan Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogja: Mediaction Publishing
Jogjakarta

You might also like