Professional Documents
Culture Documents
KARSINOMA NASOFARING
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah KMB
yang diampu oleh Tutik Purwaningsih SST
Disusun oleh:
Desy Listyowati R.
(2520142429)
Eni Ernawati
(2520142435)
Inung Wahyu L.
(2520142441)
Muhammad Charis M.
(2520142447)
Puput Sisiliya R
(2520142453)
Sinta Oktarina
(2520142459)
(2520142465)
Yumiati
(2520142471)
Kelompok: III
Tingkat/Semester: IIA/I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Karsinoma Nasofaring ini
dengan baik. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Tutik Purwaningsih SST
selaku dosen mata kuliah KMB II yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai bagaimana asuhan keperawatan pada
klien karsinoma nasofaring. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi
siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai semua usaha kita. Aamiin.
Terimakasih.
Penyusun
A. Definisi
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmulleir dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia (Efiaty & Nurbaiti, 2001).
B. Fisiologi
Nasofaring merupakan suatu ruang atau rongga yang berbentuk kubus yang
terletak di belakang hidung. Rongga ini sangat sulit untuk dilihat, sehingga dahulu
disebut rongga buntu atau rongga tersembunyi. Batas-batas rongga nasofaring,
di sebelah depan adalah koana (nares posterior). Sebelah atas, yang juga
merupakan atap adalah basis cranii. Sebelah belakang adalah jaringan mukosa di
depan vertebra servikal. Sebelah bawah adalah ismus faring dan palatum mole,
dan batas lainnya adalah dua sisi lateral.
C. Etiologi
Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama
timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal
disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak,
merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga
menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca
Nasofaring:
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas
kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia).
5. Radang kronis nasofaring.
6. Profil HLA (human leukocyte antigen).
D. Klasifikasi Hispatologi menurut WHO (1982)
a. Tipe WHO 1
Termasuk di sini adalah karsinoma sel skuamosa (KSS). Tipe WHO 1
mempunyai tipe pertumbuhan yang jelas pada permukaan mukosa
nasofaring, sel-sel kanker berdiferensiasi baik sampai sedang dan
menghasilkan cukup banyak keratin baik di dalam dan di luar sel.
b. Tipe WHO 2
Termasuk di sini adalah karsinoma non keratinisasi (KNK). Tipe WHO 2 ini
paling banyak variasinya, sebagian tumor berdiferensiasi sedang dan
sebagian sel berdiferensiasi baik, sehingga gambaran yang didapatkan
menyerupai karsinoma sel transisional.
c. Tipe WHO 3
Merupakan karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Di sini gambaran sel-sel
kanker paling heterogen. Tipe WHO 3 ini termasuk di dalamnya yang
dahulu disebut dengan limfoepitelioma, karsinoma anaplastik, clear cell
carcinoma, dan variasi spindel.
Karsinoma nasofaring dapat diklasifikasikan berdasarkan stadium klinis dan
gambaran histopatologisnya. Penentuan stadium karsinoma nasofaring
digunakan sistem TNM menurut UICC (1992).
T (Tumor Primer)
T0 = Tidak tampak tumor
T1 = Tumor terbatas pada satu lokasi saja (lateral, porterosuperior, atap,
dll)
T2 = Tumor terdapat pada dua lokasi atau lebih tetapi masih di dalam
rongga nasofaring
T3 = Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau
orofaring
T4 = Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang
tengkorak atau mengenai saraf-saraf otak
Tx = Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
N (Pembesaran kelenjar getah bening regional)
N0 = Tidak ada pembesaran KGB
N1 = Terdapat pembesaran KGB homolateral dan masih bisa digerakkan
N2 = Terdapat pembesaran KGB kontralateral/bilateral dan masih bias
digerakkan
N3 = Terdapat pembesaran baik homolateral/kontralateral/bilateral yang
sudah melekat pada jaringan sekitar
M (Metastasis jauh)
M0
M1
: T1 N0 M0
: T2 N0 M0
: T1/2/3 N1 M0 atau T3 N0 M0
: T4 N0 M0 atau T1/2/3/4 N2/3 M0 atau T1/2/3/4 N0/1/2/3 M1
E. Manifestasi Klinis
Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap
hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak.
Gejala Hidung:
-
tumor
dapat
menyebabkan
penyumbatan
muara
tuba
F. Patofisiologi
Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu, pertama
pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel
yang diproduksi dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel
akibat gangguan pada proses apoptosis. Gangguan pada berbagai protoonkogen
dan gen penekan tumor (TSGs) yang menghambat penghentian proses siklus
sel.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Nasofaringoskopi.
2. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter.
3. Biopsi multiple.
4.Radiologi: Thorak PA, foto tengkorak, tomografi, CT Scan, Bone
scantigraphy (bila dicurigai metastase tulang)
5. Pemeriksaan Neuron-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor
kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf
otak,manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai.
H. Penatalaksanaan
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada
penggunaa megavoltage dan pengaturan dengan computer. Pengobatan
tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin,
faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua
pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi
masih tetap terbaik sebagai terapi adjuvant (tambahan). (National Cancer
Institute).
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan
di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali
setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang
yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi sisa
tumor induk (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul
komplikasi yang berat akibat operasi. (Roezin A, Anida S)
Perawatan paliatif harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi.
Mulut rasa kering disebabkan oleh keusakan kelejaran liur mayor maupun
minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan
pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemanapun
pergi dan mencoba memakan dan menguyah bahan yang rasa asam sehingga
merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut
karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat
penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah
atau rasa mual. (Roezin A, Anida S).
I. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat, agama, status pendidikan, dan pekerjaan pasien.
b. Identitas penanggungjawab
Identitas yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat,
agama,
status
pendidikan,
pekerjaan,
dan
hubungan
II. Diagnosa
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
2. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berhubungan dengan gangguan
status organ sekunder metastase tumor.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
5. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan
penyakit, pengobatan penyakit.
III. Intervensi
Kriteria hasil:
Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, 1. Informasi memberikan data dasar untuk
frekuensi, durasi
mengevaluasi
2. Berikan tindakan
kenyamanan dasar
kebutuhan/keefektivan
intervensi.
Dorong
manajemen
penggunaan
nyeri
(teknik
Kolaborasi
kanker, meskipun respon individual berbeda.
1. Berikan analgesik sesuai indikasi
Saat perubahan penyakit atau pengobatan
misalnya Morfin, metadon atau
terjadi, penilaian dosis dan pemberian akan
campuran narkotik
diperlukan
2.Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berhubungan dengan gangguan status
organ sekunder metastase tumor.
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi.
Kriteria Hasil: mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan.
Intervensi
1. Tentukan
Rasional
ketajaman 1. Mengetahui perubahan dari hal-hal
penyembuhan.
Mengetahui
gejala disorientasi.
faktor
penyebab
keadaan
mengetahui
dan
tentang
kebutuhan
nutrisi
adekuat.
3. Timbang berat badan setiap
2. Kepatuhan terhadap diet dapat
seminggu sekali.
Identifikasi
perubahan
makan.
pola badan
pasien
merupakan
salah
(berat
badan
satu
indikasi
tingkat
Rasional
pengetahuan 1. Untuk memberikan informasi pada
perawat
perlu
Nasofaring
atau
pengetahuan
yang
diketahui
pasien/keluarga.
pasien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit,
diet, perawatan dan pengobatan pada
pasien dengan bahasa dan kata-kata
dan
dimengerti
kalimat
pasien
yang
sesuai
dapat
tingkat
pendidikan pasien.
4. Jelasakan prosedur yang kan
dilakukan, manfaatnya bagi pasien
gambar-gambar
dalam
penjelasan
yang
telah
diberikan.
5. Harga diri Rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit,
pengobatan penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 324 jam klien menerima keadaan
dirinya
Kriteria Hasil :
1) Menjaga postur yang terbuka
2) Menjaga kontak mata
3) Komunikasi terbuka
4) Menghormati orang lain
5) Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok
6) Menerima kritik yang konstruktif
7) Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social
Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan yang 1. Untuk menentukan tingkat kecemasan
dialami oleh pasien.
2. Beri kesempatan pada pasien memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2. Dapat meringankan beban pikiran pasien.
untuk mengungkapkan rasa
cemasnya.
3.
Gunakan
komunikasi
terapeutik.
4. Beri informasi yang akurat
tentang proses penyakit dan
anjurkan pasien untuk ikut serta
Berikan
keyakinan
pada
4.
Informasi
yang
akurat
tentang
tindakan
dapat
mengurangi
untuk
mengurangi
rasa
mendampingi cemas
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Huda A. Dan Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogja: Mediaction Publishing
Jogjakarta