You are on page 1of 50

Daerah Aliran Sungai dan Banjir

Salah satu aspek yang kerap kali dilupakan berkaitan dengan terjadinya banjir di satu kota adalah
banjir itu sangat berkaitan erat dengan kesatuan wilayah yang disebut dengan daerah aliran
sungai (DAS).
DAS sendiri didefinisikan sebagai satu hamparan wilayah dimana air hujan yang jatuh di wilayah
itu akan menuju ke satu titik outlet yang sama, apakah itu sungai, danau, atau laut.

sumber:http://www.recycleworks.org/kids/water.html

Jadi jika air hujan yang jatuh di rumah Anda mengalir ke selokan dan menuju ke Sungai Ciliwung,
maka Anda adalah warga DAS Ciliwung. Itu artinya, jika air sungai Ciliwung meluap dan
menggenangi dataran banjir di sekitarnya, maka Anda (air hujan dari persil lahan Anda) punya
kontribusi terhadap terjadinya banjir itu.
Dengan demikian setiap kita pasti warga dari satu DAS dan setiap warga DAS berpotensi untuk
memberikan kontribusi terhadap terjadinya banjir di bagian hilir DAS yang bersangkutan. Dalam
perspektif ilmu lingkungan, setiap warga DAS berpotensi menghasilkan eksternalitas negatif dari
sisi hidrologi.
Kita, sebagai warga DAS (pemilik persil lahan), tidak menanggung akibat eksternal dari air hujan
yang jatuh di persil lahan kita dan keluar dari persil kita sebagai aliran permukaan (run off).
Padahal, kumpulan aliran permukaan dari persil-persil lahan di wilayah DAS itu berakumulasi dan
menyebabkan terjadinya banjir. Biaya eksternalitas itu ditanggung oleh warga yang kebanjiran
antara lain dalam berbagai bentuk ketidaknyamanan, kerugian harta dan materi, bahkan jiwa.
Lalu, apa yang mesti dilakukan?
Dari perspektif tersebut, maka setiap warga DAS perlu melakukan apa yang dalam ilmu
lingkungan disebut sebagai internalisasi, yaitu melakukan sesuatu di persil lahan yang dimiliki
atau dikuasai, sehingga bagian air hujan yang jatuh di persil lahan kita menimbulkan eksternalitas
negatif yang seminimal mungkin.

Pengertian Daerah Aliran Sungai


(DAS)
Suatu daerah aliran sungai atau DAS adalah sebidang lahan yang menampung air hujan dan
mengalirkannya menuju parit, sungai dan akhirnya bermuara ke danau atau laut. Istilah yang juga
umum
digunakan untuk DAS adalah daerah tangkapan air (DTA) atau catchment atau watershed. Batas
DAS adalah
punggung perbukitan yang membagi satu DAS dengan DAS lainnya (Gambar 1).

Gambar 1. Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS).

Karena air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah sepanjang lereng maka
garis batas sebuah DAS adalah punggung bukit sekeliling sebuah sungai. Garis batas DAS tersebut
merupakan garis khayal yang tidak bisa dilihat, tetapi dapat digambarkan pada peta.
Batas DAS kebanyakan tidak sama dengan batas wilayah administrasi. Akibatnya sebuah DAS bisa
berada pada lebih dari satu wilayah administrasi. Ada DAS yang meliputi wilayah beberapa negara
(misalnya DAS Mekong), beberapa wilayah kabupaten (misalnya DAS Brantas), atau hanya pada
sebagian dari suatu kabupaten.
Tidak ada ukuran baku (definitif) suatu DAS. Ukurannya mungkin bervariasi dari beberapa hektar
sampai ribuan hektar. DAS Mikro atau tampungan mikro (micro catchment) adalah suatu cekungan
pada bentang lahan yang airnya mengalir pada suatu parit. Parit tersebut kemungkinan
mempunyai aliran selama dan sesaat sesudah hujan turun (intermitten flow) atau ada pula yang
aliran airnya sepanjang tahun (perennial flow). Sebidang lahan dapat dianggap sebagai DAS jika
ada suatu titik penyalur aliran air keluar dari DAS tersebut.

Sebuah DAS yang menjadi bagian dari DAS yang lebih besar dinamakan sub DAS; merupakan
daerah tangkapan air dari anak sungai.
DAS dapat dibagi ke dalam tiga komponen yaitu: bagian hulu, tengah dan hilir. Ekosistem bagian
hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran. Ekosistem tengah sebagai
daerah distributor dan pengatur air, sedangkan ekosistem hilir merupakan pemakai air. Hubungan
antara ekosistem-ekosistem ini menjadikan DAS sebagai satu kesatuan hidrologis. Di dalam DAS
terintegrasi berbagai faktor yang dapat mengarah kepada kelestarian atau degradasi tergantung
bagaimana suatu DAS dikelola.
Di pegunungan, di dataran tinggi dan dataran rendah sampai di pantai dijumpai iklim, geologi,
hidrologi, tanah dan vegetasi yang saling berinteraksi membangun ekosistem.
Setiap ekosistem di dalam DAS memiliki komponen hidup dan tak-hidup yang saling berinteraksi.
Memahami sebuah DAS berarti belajar tentang segala proses-proses alami yang terjadi dalam
batas sebuah DAS.
Sebuah DAS yang sehat dapat menyediakan:

Unsur hara bagi tumbuh-tumbuhan

Sumber makanan bagi manusia dan hewan

Air minum yang sehat bagi manusia dan makhluk lainnya

Tempat berbagai aktivitas manusia dan hewan

Beberapa proses alami dalam DAS bisa memberikan dampak menguntungkan kepada sebagian
kawasan DAS tetapi pada saat yang sama bisa merugikan bagian yang lain. Banjir di satu sisi

memberikan tambahan tanah pada dataran banjir tetapi untuk sementara memberikan dampak
negatif kepada manusia dan kehidupan lain.
Sumber: Fahmudin Agus dan Widianto (2004). Petunjuk Praktik Konservasi Tanah
Pertanian Lahan Kering . Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 3
4

Pengelolaan Daerah Aliran


Sungai (DAS)

Apa Yang Dimaksud Dengan DAS?


Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh punggungpunggung bukit
yang menampung air hujan dan mengalirkannya melalui saluran air, dan kemudian berkumpul
menuju suatu muara sungai, laut, danau atau waduk.

Apa Yang Dimaksud Dengan Pengelolaan DAS?


Pada daerah aliran sungai terdapat berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan, lahan
pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS mempunyai berbagai fungsi sehingga perlu
dikelola.
Pengelolaan DAS merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, petani dan
pemerintah untuk memperbaiki keadaan lahan dan ketersediaan air secara terintegrasi di dalam
suatu DAS.
Dari namanya, DAS menggambarkan bahwa sungai atau air merupakan faktor yang sangat
penting dalam pengelolaan DAS karena air menunjang kehidupan berbagai makhluk hidup di
dalamnya.

Apa Saja Masalah Pada DAS?

Masalah pada DAS yang utama berhubungan dengan jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas) air.

Air sungai menjadi berkurang (kekeringan) atau menjadi terlalu banyak (banjir)
menggambarkan jumlah air.

Air sungai yang bersih menjadi keruh karena erosi dan hanyutnya zat beracun dari daerah
perindustrian atau pertanian menggambarkan mutu air.

Apa Tujuan Pengelolaan DAS?


Pengelolaan DAS bertujuan untuk:

Mengkonservasi tanah pada lahan pertanian.

Memanen/menyimpan kelebihan air pada musim hujan dan memanfaatkannya pada


musim kemarau.

Memacu usahatani berkelanjutan dan menstabilkan hasi l panen melalui perbaikan


pengelolaan sistem pertanian.

Memperbaiki keseimbangan ekologi (hubungan tata air hulu dengan hilir, kualitas air,
kualitas dan kemampuan lahan, dan keanekaragaman hayati).

Bagaimana Mengelola DAS?


Sebelum mengelola DAS perlu diketahui beberapa hal:

Apa yang ada di dalam DAS (apa potensi DAS)?

Apa masalah yang ada di dalam DAS?

Apa yang kita inginkan dari pengelolaan DAS?

Apa yang bisa diperbaiki/dirubah?

Bagaimana cara memperbaikinya?

Apa dampak perbaikan tersebut terhadap masyarakat yang ada di dalam DAS?

Dengan menjawab pertanyaan tersebut di atas, akan terbentuk visi (pandangan ke depan)
tentang pengelolaan DAS. Tanpa memahami visi, maka tujuan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualitas
DAS menjadi tidak jelas.

Contoh Jawaban Dari Pertanyaan Tersebut

Potensi DAS: Kemiringan lahan rata-rata 40%, curah hujan tahunan 2200 mm, kesuburan
sedang, luas DAS 22,000 ha, jumlah penduduk 50,000 jiwa. DAS digunakan untuk
pertanian tanaman semusim secara intensif.

Masalah: Air sungai makin berlumpur dan banjir lebih sering terjadi dibandingkan dengan
ketika lahan masih berupa hutan.

Tujuan pengelolaaan: Air sungai bersih kembali dan banjir terkendali

Perbaikan yang mungkin dilakukan: Perubahan pola tanam menjadi tanaman tahunan atau
campuran tanaman tahunan dengan tanaman semusim dan pembuatan embung.

Perubahan yang mungkin terjadi: Kekeruhan air sungai dan banjir berkurang, air untuk
minum ternak dan menyiram tanaman tersedia lebih lama karena adanya embung.

Komponen-Komponen Dalam Pengelolaan DAS

Pengelolaan dan konservasi lahan pertanian

Pembuatan dan pemeliharaan saluran air, bangunan terjunan air dan sebagainya.

Peningkatan penutupan lahan melalui penerapan teknik agroforestri, hutan rakyat,


hortikultura buah-buahan, penanaman hijauan pakan ternak dan perikanan darat.

Pemeliharaan tebing sungai

Pengembangan infrastruktur yang sesuai, misalnya pembangunan sarana irigasi.

Hutan Dan Hubungannya Dengan Pengelolaan DAS


Hutan mempunyai peranan penting dalam mengkonservasi DAS. Dengan semakin berkurangnya
hutan, maka timbul berbagai masalah dalam pengelolaan DAS, karena hutan mempunyai sifat:

Meredam tingginya debit sungai pada musim hujan, dan berpotensi memelihara kestabilan
aliran air sungai pada musim kemarau

Mempunyai serasah yang tebal sehingga memudahkan air meresap ke dalam tanah dan
mengalirkannya secara perlahan ke sungai. Selain itu, lapisan serasahnya juga melindungi
permukaan tanah dari gerusan aliran permukaan sehingga erosi pada tanah hutan sangat
rendah.

Mempunyai banyak pori makro dan pipa di dalam tanah yang memungkinkan pergerakan
air secara cepat ke dalam tanah.

Karena sifat-sifat hutan yang mengutungkan tersebut, maka hutan perlu dipertahankan. Apabila
hutan sudah terlanjur dibuka (terutama pada bagian DAS yang peka erosi), penggunaan lahannya

perlu diusahakan supaya mendekati bentuk hutan. Sistem agroforestri pada dasarnya ditujukan
untuk mengembalikan
berbagai fungsi hutan. (J. Ruijter dan F. Agus April 2004).

Pengelolaan DAS
Dalam mengelola sumberdaya lahan suatu DAS perlu diketahui apa yang menjadi masalah utama
DAS. Masalah DAS pada dasarnya dapat dibagi menjadi:
a. Kuantitas (jumlah) air

Banjir dan kekeringan

Menurunnya tinggi muka air tanah

Tingginya fluktuasi debit puncak dengan debit dasar.

b. Kualitas air

Tingginya erosi dan sedimentasi di sungai

Tercemarnya air sungai dan air tanah oleh bahan beracun dan berbahaya

Tercemarnya air sungai dan air danau oleh hara seperti N dan P (eutrofikasi)

Masalah ini perlu dipahami sebelum dilakukan tindakan pengelolaan DAS. Sebagai contoh, apabila
masalah utama DAS adalah kurangnya debit air sungai untuk menggerakkan turbin pembangkit
listrik tenaga air (PLTA), maka penanaman pohon secara intensif tidak akan mampu meningkatkan
hasil air. Seperti telah diterangkan terdahulu, pohon-pohonan mengkonsumsi air lebih tinggi
dibandingkan dengan tanaman pertanian semusim dan tajuk pohon-pohonan mengintersepsi
sebagian air hujan dan menguapkannya kembali ke udara sebelum mencapai permukaan tanah.
Apabila masalah utama suatu DAS adalah kerawanan terhadap banjir maka teknik yang dapat
ditempuh adalah dengan mengusahakan agar air lebih banyak meresap ke dalam tanah di hulu
dan di bagian tengah DAS. Usaha ini dapat ditempuh dengan menanam pohon dan/atau dengan
tindakan konservasi sipil teknis seperti pembuatan sumur resapan, rorak dan sebagainya.
Apabila yang menjadi masalah DAS adalah tingginya sedimentasi di sungai maka pilihan teknik
konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki fungsi filter dari DAS.

Peningkatan fungsi filter dapat ditempuh dengan penanaman rumput, belukar, dan pohon pohonan
atau dengan membuat bangunan jebakan sedimen (sediment trap). Apabila menggunakan metode
vegetatif, maka penempatan tanaman di dalam suatu DAS menjadi penting. Penanaman tanaman
permanen pada luasan sekitar 10% saja dari luas DAS, mungkin sudah sangat efektif dalam
mengurangi sedimentasi ke sungai asalkan tanaman tersebut ditanam pada tempat yang benarbenar menjadi masalah, misalnya pada zone riparian (zone penyangga di kiri kanan sungai).
Apabila suatu DAS dihutankan kembali maka pengaruhnya terhadap tata air DAS akan memakan
waktu puluhan tahun. Pencegahan penebangan hutan jauh lebih penting dari pada membiarkan
penebangan hutan dan menanami kembali lahan gundul dengan pohonpohonan.
Lagipula apabila penanaman pohon dipilih sebagai metode pengatur tata air DAS, penanamannya
harus mencakup sebagian besar wilayah DAS tersebut. Jika hanya 20- 30% dari wilayah DAS
ditanami, pengaruhnya terhadap tata air mungkin tidak nyata.
Penyebaran tanaman kayu-kayuan secara merata dalam suatu DAS tidak terlalu memberikan arti
dalam menurunkan sedimentasi. Tabel 4.1 memberikan ringkasan masalah DAS dan alternatif
teknologi yang dapat dipilih untuk mengatasinya.

Sumber: Fahmudin Agus dan Widianto (2004). Petunjuk Praktik Konservasi Tanah
Pertanian Lahan Kering . Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal
26-28

Teknologi Pengelolaan DAS


Permasalahan pokok yang mungkin dijumpai di dalam DAS adalah erosi dan degradasi lahan,
kekeringan dan banjir, penurunan kualitas air sungai, dan pendangkalan sungai, danau atau
waduk. Pemilihan teknologi untuk pengelolaan DAS tergantung pada sifat DAS yang mencakup
tanah, iklim, sungai, bukit dan masyarakat yang ada di dalamnya. Oleh sebab itu tidak ada resep
umum yang bisa diberikan dalam memecahkan permasalahan DAS.
Pertimbangan pemilihan teknologi itu adalah tercapainya sasaran konservasi lahan dan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ada di dalamnya. Berikut ini disampaikan prinsip-

prinsip tindakan yang harus dilaksanakan dalam pengelolaan DAS sehingga masyarakat dapat
memilih teknologi yang sesuai:

Penggunaan lahan harus disesuaikan dengan sifat dan kemampuan lahan bersangkutan.
Tanah yang berlereng curam, misalnya lebih curam dari 40%, tidak aman bila digunakan
secara intensif untuk tanaman semusim. Penuntun praktis kriteria kesesuaian
lahan diberikan di dalam buku Djaenuddin et al. (2003). Di dalam buku tersebut diuraikan
tanaman apa yang cocok ditanam pada lahan tertentu.

Memaksimalkan penutupan tanah dengan menggunakan tanaman penutup, karena dengan


banyaknya tajuk dan seresah tanaman, akan semakin terlindung permukaan tanah dari
terpaan air hujan dan makin terbentuk jaringan penyaring erosi.

Mempertahankan sebanyak mungkin air hujan pada tempat di mana air tersebut jatuh,
sehingga mengurangi aliran permukaan.

Mengalirkan kelebihan air permukaan dengan kecepatan yang aman ke kolam-kolam


penampung untuk digunakan kemudian.

Menghindari terbentuknya parit (gully) dan menghambatnya (menyumbat) dengan sumbat


parit (gully plug) pada interval yang sesuai untuk mengendalikan erosi dan pengisian
kembali air tanah

Memaksimalkan produktivitas lahan per satuan luas, per satuan waktu, dan per satuan
volume air.

Meningkatkan intensitas pertanaman dengan tanaman sela dan menata pola pergiliran
tanaman.

Menstabilkan sumber penghasilan dan mengurangi resiko kegagalan selama terjadinya


penyimpangan iklim (terlalu sedikit atau terlalu banyak hujan).

Meningkatkan/memperbaiki infrastruktur yang dapat membantu kelancaran distribusi,


pemasaran, dan penyimpanan hasil pertanian.

Untuk daerah beriklim kering, kegiatan terutama ditujukan untuk meningkatkan


penyimpanan air tanah melalui peningkatan kapasitas infiltrasi dan simpanan air di
permukaan tanah melalui pembuatan sumur, rorak atau embung penampung air.

Sisa tanaman perlu dikembalikan ke permukaan tanah baik secara langsung misalnya
dalam bentuk mulsa atau dalam bentuk kompos.

Tindakan konservasi tanah harus disesuaikan dengan keadaan sosial ekonomi setempat
(misalnya status pemilikan tanah, tenaga kerja, penghasilan rumah tangga). Tindakan
konservasi yang mudah diterima petani adalah tindakan yang memberi keuntungan jangka

pendek dalam bentuk peningkatan hasil panen dan peningkatan pendapatan, terutama
untuk petani yang status penguasaan lahannya tidak tetap.

Kegiatan konservasi yang akan diterapkan seharusnya dipilih oleh petani dengan fasilitasi
penyuluh. Petani paling berhak mengambil keputusan untuk kegiatan yang akan dilakukan
pada lahan mereka.

Jangan melakukan tindakan konservasi kalau belum dimengerti apa masalah yang akan
dipecahkan dan apa manfaat tindakan tersebut.

Permasalahan pokok yang dijumpai dalam DAS adalah:

degradasi lahan (erosi)

penurunan kualitas air

kekeringan dan banjir

pendangkalan sungai, danau atau (perubahan debit sungai) waduk oleh sedimen

Sumber: Fahmudin Agus dan Widianto (2004). Petunjuk Praktik Konservasi Tanah
Pertanian Lahan Kering . Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 6
-7

PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN


DAERAH ALIRAN SUNGAI
TERPADU
(DRAFT FINAL SEKRETARIAT TKPSDA 2003)

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya
terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku
pemanfaat sumberdaya alam tersebut. DAS di beberapa tempat di Indonesia memikul beban amat
berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan
sumberdaya alamnya yang intensif sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS
semakin menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan sedimentasi,
banjir, dan kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang system
kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir demikian besarnya.

Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik
daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di banyak tempat rawan terhadap ancaman
gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku,
keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan
kelembagaan (institutional arrangement).
Tidak optimalnya kondisi DAS antara lain disebabkan tidak adanya adanya ketidakterpaduan antar
sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut.
Dengan kata lain, masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak
belakang. Sulitnya koordinasi dan sinkronisasi tersebut lebih terasa dengan adanya otonomi
daerah dalam pemerintahan dan pembangunan dimana daerah berlomba memacu meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada.
Permasalahan ego-sektoral dan ego-kedaerahan ini akan menjadi sangat komplek pada DAS yang
lintas kabupaten/kota dan lintas propinsi. Oleh karena itu, dalam rangka memperbaiki kinerja
pembangunan dalam DAS maka perlu dilakukan pengelolaan DAS secara terpadu.
Pengelolaan DAS terpadu dilakukan secara menyeluruh mulai keterpaduan kebijakan, penentuan
sasaran dan tujuan, rencana kegiatan, implementasi program yang telah direncanakan serta
monitoring dan evaluasi hasil kegiatan secara terpadu. Pengelolaan DAS terpadu selain
mempertimbangkan faktor biofisik dari hulu sampai hilir juga perlu mempertimbangkan faktor
sosial-ekonomi, kelembagaan, dan hukum. Dengan kata lain, pengelolaan DAS terpadu diharapkan
dapat melakukan kajian integratif dan menyeluruh terhadap permasalahan yang ada, upaya
pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam skala DAS secara efektif dan efisien.
1.2 Tujuan Pedoman Teknis Pengelolaan DAS Terpadu
Pedoman ini disusun dengan maksud memberikan arahan umum atau acuan dalam
menyelenggarakan pengelolaan DAS dan disesuaikan dengan perkembangan dan pergeseran
paradigma dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Pedoman ini sifatnya umum
yang dapat digunakan baik untuk pengelolaan DAS lintas propinsi, lintas kabupaten/Kota maupun
DAS dalam satu kabupaten/Kota. Karena itu Pedoman ini diharapkan dapat disesuaikan dengan
kondisi dan tuntutan spesifik pada masing-masing wilayah dan disesuaikan dengan kewenangan
yang dimiliki masing- masing daerah.
Tujuan penyusunan pedoman ini adalah terbentuknya persamaan persepsi dan langkah dalam
melaksanakan pengelolaan DAS sesuai dengan karakteristik ekosistemnya, sehingga pemanfaatan
sumberdaya alam dan upaya konservasinya dapat dilakukan secara optimal, berkeadilan, dan
berkelanjutan. Muara dari keseluruhan upaya pengelolaan DAS yang optimal ini adalah terjaganya
integritas fungsi DAS dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya.
1.3 Ruang Lingkup Pengelolaan DAS
Sasaran wilayah pengelolaan DAS adalah wilayah DAS yang utuh sebagai satu kesatuan ekosistem
yang membentang dari hulu hingga hilir. Penentuan sasaran wilayah DAS secara utuh ini

dimaksudkan agar upaya pengelolaan sumberdaya alam dapat dilakukan secara menyeluruh dan
terpadu berdasarkan satu kesatuan perencanaan yang telah mempertimbangkan keterkaitan antar
komponen-komponen penyusun ekosistem DAS (biogeofisik dan sosekbud) termasuk pengaturan
kelembagaan dan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan yang disebutkan terakhir berfungsi
sebagai instrumen pengelolaan yang akan menentukan apakah kegiatan yang dilakukan
telah/tidak mencapai sasaran.
Ruang lingkup pengelolaan DAS secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian,
implementasi/pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap upaya upaya pokok berikut:
a) Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan (landuse) dan konservasi tanah
dalam arti yang luas.
b) Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan, penggunaan dan pengendalian
daya rusak air.
c) Pengelolaan vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan dan jenis vegetasi terestria l lainnya yang
memiliki fungsi produksi dan perlindungan terhadap tanah dan air.
d) Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk pengembangan kapasitas
kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan
dalam upaya pengelolaan DAS.
1.4 Terminologi dan Konsep Keterpaduan Pengelolaan DAS
Beberapa istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama dalam pengelolaan DAS adalah
sebagai berikut:
a) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungainya yang dibatasi oleh pemisah topografis yang berfungsi
menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya melalui ke danau
atau ke laut secara alami.
b) Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai
ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS Sub DAS.
c) Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu
atau lebih DAS dan atau satu atau lebih pulau-pulau kecil , termasuk cekungan air bawah tanah
yang berada dibawahnya.
d) Cekungan air bawah tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologis,
temapat sema kejadian hidrologis seperti proses pengibuhann, pengaliran, pelepasan air bawah
tanah berlangsung.
e) Pengelolaan DAS adalah upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara
sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina
kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan manfaat sumberdaya alam bagi manusia
secara berkelanjutan.

f) Pengelolaan DAS Secara Terpadu adalah suatu proses formulasi dan implementasi kebijakan dan
kegiatan yang menyangkut pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan manusia
dalam suatu DAS secara utuh dengan mempertimbangkan aspek-aspek fisik, sosial, ekonomi dan
kelembagaan di dalam dan sekitar DAS untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
g) Rencana Pengelolaan DAS merupakan konsep pembangunan yang mengakomodasikan berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu
dalam suatu rencana berjangka pendek, menengah maupun panjang yang memuat perumusan
masalah spesifik di dalam DAS, sasaran dan tujuan pengelolaan, arahan kegiatan dalam
pemanfaatan, peningkatan dan pelestarian sumberdaya alam air, tanah dan vegetasi,
pengembangan sumberdaya manusia, arahan model pengelolaan DAS, serta sistem monitoring
dan evaluasi kegiatan pengelolaan DAS.
h) Tata air DAS adalah hubungan kesatuan individual unsur-unsur hidrologis yang meliputi hujan,
aliran permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran air tanah, evapotranspirasi dan unsur
lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS.
i) Lahan kritis adalah lahan yang keadaan biofisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut
tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun
sebagai media tata air.
j) Konservasi tanah adalah upaya mempertahankan, merehabilitasi dan meningkatkan daya guna
lahan sesuai dengan peruntukannya.
k) Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) adalah upaya manusia untuk memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan daya dukung lahan agar berfungsi optimal sesuai dengan
peruntukannya.
1.5 Pentingnya Pengelolaan DAS Terpadu
Pentingnya asas keterpaduan dalam pengelolaan DAS erat kaitannya dengan pendekatan yang
digunakan dalam pengelolaan DAS, yaitu pendekatan ekosistem. Ekosistem DAS merupakan
sistem yang kompleks karena melibatkan berbagai komponen biogeofisik dan sosial ekonomi dan
budaya yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Kompleksitas ekosistem DAS
mempersyaratkan suatu pendekatan pengelolaan yang bersifat multi-sektor, lintas daerah,
termasuk kelembagaan dengan kepentingan masing-masing serta mempertim- bangkan
prinsipprinsip saling ketergantunga n. Hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan
DAS :
a) Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan
pembinaan aktivitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam.
b) Melibatkan berbagai disiplin ilmu dan mencakup berbagai kegiatan yang tidak selalu saling
mendukung.

c) Meliputi daerah hulu, tengah, dan hilir yang mempunyai keterkaitan biofisik dalam bentuk daur
hidrologi.
1.6 Kerangka Pikir Pengelolaan DAS
Pengelolaan DAS Terpadu pada dasarnya merupakan bentuk pengelolaan yang bersifat partisipatif
dari berbagai pihak pihak yang berkepentingan dalam memanfaatkan dan konservasi
sumberdaya alam pada tingkat DAS. Pengelolaan partisipatif ini mempersyaratkan adanya rasa
saling mempercayai, keterbukaan, rasa tanggung jawab, dan mempunyai rasa ketergantungan
(interdependency) di antara sesama stakeholder. Demikian pula masing-masing stakeholder harus
jelas kedudukan dan tanggung jawab yang harus diperankan. Hal lain yang cukup penting dalam
pengelolaan DAS terpadu adalah adanya distribusi pembiayaan dan keuntungan yang proporsional
di antara pihak pihak yang berkepentingan.
Dalam melaksanakan pengelolaan DAS, tujuan dan sasaran yang diinginkan harus dinyatakan
dengan jelas. Tujuan umum pengelolaan DAS terpadu adalah :
1.

Terselenggaranya koordinasi, keterpaduan, keserasian dalam perencanaan, pelaksanaan,


pengendalian, monitoring dan evaluasi DAS.

2.

Terkendalinya hubungan timbal balik sumberdaya alam dan lingkungan DAS dengan
kegiatan manusia guna kelestarian fungsi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

Sasaran pengelolaan DAS yang ingin dicapai pada dasarnya adalah:


1.

Terciptanya kondisi hidrologis DAS yang optimal.

2.

Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan masyarakat.

3.

Tertata dan berkembangnya kelembagaan formal dan informal masyarakat dalam


penyelenggaraan pengelolaan DAS dan konservasi tanah.

4.

Meningkatnya kesadaran dan partisipasi mayarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan


DAS secara berkelanjutan.

5.

Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan berkeadilan.


Oleh karena itu, perumusan program dan kegiatan pengelolaan DAS selain harus
mengarah pada pencapaian tujuan dan sasaran perlu pula disesuaikan dengan
permasalahan yang dihadapi dengan mempertimbangkan adanya pergeseran paradigma
dalam pengelolaan DAS, karakteristik biogeofisik dan sosekbud DAS, peraturan dan
perundangan yang berlaku serta prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS. Uraian kerangka
pikir tentang pengelolaan DAS terpadu disajikan secara diagramatis sebagaimana tertera
pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Kerangka pikir pengelolaan terpadu DAS

BAB II KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI


2.1 Peraturan dan Perundang-undangan
Mengkaji Daerah Aliran Sungai dewasa ini tidak mungk in hanya didasarkan kepada satu atau
beberapa undang-undang yang sejenis atau sebidang. Daerah aliran sungai harus dipandang
sebagai satu kesatuan wilayah yang utuh-menyeluruh yang terdiri dari daerah tangkapan air,
sumber-sumber air, sungai, danau, dan waduk, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahpisahkan.
Secara berjenjang, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai tersusun dengan urutan sebagai berikut:
2.1.1 Undang-Undang Dasar
a) Alinea ke-4 Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
b) Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 (akan diamandemen).
2.1.2 Ketetapan MPR
a) Ketetapan MPR No. IX/ MPR/ 1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR No. II/ MPR/
1998 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.
b) Ketetapan MPR No. X/ MPR/ 1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam
rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.

2.1.3 Undang-Undang
a) Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
b) Undang-undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
c) Undang-undang No. 9 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara.
d) Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
e) Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
f) Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
g) Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
h) Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
i) Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
j) Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah.
k) Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
2.1.4 Peraturan Pemerintah
a) Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2001 tentang tentang Irigasi.
b) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
d) Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai.
e) Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta
Bentuk dan Tata Cara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
f) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
g) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom.
2.1.5 Keputusan Presiden
a) Keputusan Presiden No. 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.
b) Keputusan Presiden No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.
c) Keputusan Presiden No. 163 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara.
d) Keputusan Presiden No. 183 Tahun 2000 tentang Susunan dan Personalia Kabinet.
2.2 Prinsip dan Kebijakan Dasar Pengelolaan DAS
Prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS pada utamanya adalah sebagai berikut:
a) Pengelolaan DAS berupa pemanfaatan, pemberdayaan, pengembangan, perlindungan dan
pengendalian sumberdaya dalam DAS.
b) Pengelolaan DAS berlandaskan pada asas keterpaduan, kelestarian, kemanfaatan, keadilan,
kemandirian (kelayakan usaha) serta akuntabilitas.
c) Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem yang dilaksanakan berdasarkan

prinsip satu sungai, satu rencana, satu sistem pengelolaan dengan memperhatikan sistem
pemerintahan desentralistik sesuai jiwa otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung
jawab.
d) DAS merupakan Kesatuan Wilayah Hidrologi yang mencakup beberapa wilayah administratif
yang ditetapkan sebagai satu kesatuan wilayah pengelolaan ya ng tidak dapat dipisah-pisahkan.
e) Dalam satu sungai hanya berlaku Satu Rencana Kerja yang terpadu (program dan
tujuan/sasaran), menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
f) Dalam satu sungai diterapkan Satu Sistem Pengelolaan yang dapat menjamin keterpaduan
kebijakan, strategi perencanaan serta operasionalisasi kegiatan dari hulu sampai dengan hilir
suatu DAS.
Kebijakan Dasar:
a) Pengelolaan DAS dilakukan secara holistik/integratif, terencana, dan berkelanjutan guna
menopang kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya serta menjaga kelestarian lingkungan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33 ayat (3).
b) Pengelolaan DAS dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip desentralisasi dan menggunakan
pendekatan DAS sebagai satuan wilayah pengelolaan.
c) Pengelolaan DAS dilaksanakan berdasarkan prinsip partisipatif dan konsultatif pada setiap
tingkatan pengelolaan untuk mendorong tumbuhnya komitmen bersama antar pihak yang
berkepentingan.
d) Masyarakat yang memperoleh manfaat atas pengelolaan DAS, baik secara langsung maupun tak
langsung, wajib menanggung biaya pengelolaan secara proporsional (prinsip insentifdisinsentif).
e) Sasaran wilayah Pengelolaan DAS adalah wilayah DAS secara utuh sebagai satu kesatuan
ekosistem.
Penentuan sasaran DAS secara utuh ini dimaksudkan agar upaya penanganan kegiatan yang
direncanakan dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu kesatuan
perencanaan yang utuh, sekaligus berkaitan dengan kegiatan monitoring dan evaluasi DAS yang
ditinjau dari aspek tata air, penggunaan lahan, sosial ekonomi dan kelembagaan.
2.3 Pengelolaan DAS dalam Konteks Otonomi Daerah
Penyelenggaraan pengelolaan DAS dalam kaitannya dengan penataan ruang (wilayah) dan
penatagunaan tanah dalam rangka otonomi daerah haruslah disesuaikan dengan Undangundang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai berikut:
a) Kebijakan penatagunaan tanah di tingkat pusat masih diperlukan jika terdapat kewenangan
yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang meliputi perencanaan nasional, pengendalian
pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara, lembaga
perekonomian negara, pendayagunaan sumberdaya alam, pembinaan dan pemberdayaan
sumberdaya manusia, kebijakan teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan kebijakan
standarisasi nasional.

b) Kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi sebagai daerah otonom masih diperlukan jika
ada kewenangan yang berkaitan dengan : (i ) kebijakan di bidang pemerintahan yang bersifat
lintas kabupaten dan kota, serta (ii) kewenangan bidang-bidang tertentu lainnya, yaitu:
perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro; pelatihan bidang tertentu,
alokasi sumberdaya manusia, dan penelitian yang mencakup wilayah propinsi; pengendalian
lingkunga n hidup; promosi dagang dan budaya/pariwisata; dan perencanaan tata ruang propinsi.
Di samping itu juga diperlukan keberadaan kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi
dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, dimana kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan
kepada Gubernur.
c) Kebijakan penatagunaan tanah pada tingkat kabupaten dan kota yang mencakup semua
kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam kedua-dua butir di atas.
Dengan kata lain, pemerintah pusat mempunyai wewenang pengaturan, pengarahan melalui
penerbitan berbagai pedoman, serta pengawasan dan pengendalian berskala makro. Pemerintah
propinsi mempunyai wewenang bersifat lintas kabupaten/kota, pemberian perijinan tertentu,
penyusunan rencana tertentu serta pengawasan dan pengendalian berskala meso. Pemerintah
kabupaten mempunyai wewenang yang bersifat pemberian perijinan tertentu, perencanaan,
pelaksanaan, serta pengawasan dan pengendalian berskala mikro.
Batas DAS atau Wilayah Sungai tidak selalu bertepatan (coincided) dengan batas-batas wilayah
administrasi. Oleh karena itu, perlu adanya klasifikasi DAS menurut hamparan wilayahnya dan
fungsi strategisnya sebagai berikut:
1.

DAS Kabupaten/Kota: terletak secara utuh berada di satu Daerah Kabupaten/Kota,


dan/atau DAS yang secara potensial hanya dimanfaatkan oleh satu Daerah
Kabupaten/Kota.

2.

DAS Lintas Kabupaten/Kota : letaknya secara geografis melewati lebih dari satu daerah
Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu
Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau DAS lokal yang atas usulan Pemerintah Kabupaten/Kota
yang bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan (dikembangkan
dan dikelola oleh Pemerintah Propinsi), dan/atau DAS yang secara potensial bersifat
strategis bagi pembangunan regional.

3.

DAS Lintas Propinsi: letaknya secara geografis melewati lebih dari satu Daerah Propinsi,
dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah Propinsi,
dan/atau; DAS Regional yang atas usulan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan, dan
hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola) oleh
Pemerintah Pusat, dan/atau DAS yang secara potensial bersifat startegis bagi
pembangunan nasional.

4.

DAS Lintas Negara: letaknya secara geografis melewati lebih dari satu negara, dan/atau
DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu negara, dan/atau DAS yang
secara potensial bersifat startegis bagi pembangunan lintas negara.

BAB III PERENCANAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN


SUNGAI
3.1 Kedudukan dan Fungsi Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan penentuan tindakan/langkah-langkah yang akan
dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan DAS dalam
waktu tertentu dengan mempertimbangkan potensi, peluang dan kendala yang mungkin timbul.
Perencanaan pengelolaan DAS merupakan salah satu proses dari rangkaian atau siklus
penyelenggaraan pengelolaan DAS yang secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan (pengembangan, penggunaan/pemanfaatan, perlindungan,dan pengendalian),
pemantauan dan evaluasi. Hasil pemantauan dan evaluasi akanmerupakan umpan balik untuk
penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan di DAS.
Adapun fungsi pentng dari rencana yang disusun adalah :
1.

Sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan pengelolaan DAS dan dapat memberikan
komitmen kepada para pihak untuk melaksanakan kegiatan masa depan.

2.

Sebagai alat untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar pihak yang terlibat
dalam pengelolaan DAS

3.

Sebagai alat untuk pemantauan dan evaluasi keberhasilan kegiatan pengelolaan DAS.

4.

Sebagai salah satu unsur atau masukan dalam penyusunan, penijauan kembali dan atau
penyempurnaan rencana tat ruang wilayah.

5.

Sebagai bukti akuntabilitas publik bagi instansi yang berwenang dalam penyusunan
rencana
pengelolaan DAS.

Dengan adanya rencana pengelolaan DAS, pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan
DAS diharapkan dapat mengelola berbagai sumberdaya yang ada secara efisien, efektif dan
berkelanjutan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.
3.2 Prinsip Umum Perencanaan Pengelolaan DAS
Pendekatan menyeluruh terhadap perencanaan pengelolaan DAS diperlukan dengan pertimbangan
bahwa terganggunya salah satu komponen pada sistem alam sumberdaya alam akan berpengaruh
terhadap komponen lainnya dalam sistem. Pendekatan menyeluruh tersebut pada hakekatnya
adalah suatu kajian terpadu terhadap keseluruhan aspek sumberdaya alam DAS. Kajian tersebut
mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan, sosial, politik, dan tataguna lahan. Untuk dapat
melakukan monitoring dan evaluasi dampak aktivitas pengelolaan DAS terhadap
komponenkomponen lingkungan, ekosistem DAS dapat dimanfaatkan sebagai satu unit
perencanaan dan evaluasi yang sistematis, logis, dan rasional dimana kondisi tata air sebagai
salah satu indikatornya. Perencanaan pengelolaan DAS secara menyeluruh diharapkan dapat
memberikan manfaat secara multi-guna kepada para pihak pihak yang berkepentingan.

Landasan untuk pengelolaan secara menyeluruh suatu DAS berawal dari perencanaan. Oleh karena
itu, tahap perencanaan menyeluruh pengelolaan DAS merupakan bagian strategis untuk
tercapainya muara dari upaya aktivitas pembangunan, yaitu pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development). Sasaran dan tujuan fundamental perencanaan menyeluruh
pengelolaan DAS adalah perbaikan keadaan sosial-ekonomi pihak pihak yang berkepentingan
dengan tidak mengabaikan keterlanjutan daya dukung dan kualitas lingkungan. Karena
pengelolaan DAS dilakukan untuk kepentingan masyarakat luas, maka pemerintah dan masyarakat
harus bekerjasama untuk mewujudkan tujuan dilakukannya pengelolaan DAS. Tingkat dan
intensitas kerjasama tersebut bervariasi dan ditentukan, antara lain, oleh struktur pemerintahan.
Suatu pemerintahan, dimanapun berada, dibentuk untuk menga tur kehidupan masyarakat
termasuk tingkat kesejahteraannya. Oleh karena itu, pemerintahan yang baik seharusnya dapat
mengupayakan agar kesejahteraan tersebut dapat dirasakan oleh berbagai tingkatan (sosial) yang
ada di masyarakat.
Prinsip yang berlaku umum mempersyaratkan bahwa perencanaan yang disiapkan secara
sistematis, logis, dan rasional seharusnya mengarah pada bentuk pengelolaan yang bijaksana dan
implementasi yang efektif. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa proses perencanaan dan
implementasi program akan berlangsung dengan efektif apabila disertai pedoman kerja yang berisi
prinsip-prinsip perencanaan yang, antara lain, terdiri atas:
1.

Tujuan atau sasaran utama pengelolaan DAS secara menyeluruh harus dirumuskan secara
jelas dengan disertai mekanisme sistem monitoring dan evalusi yang dilakukan secara
periodik. Dengan demikian, apabila ditemukan adanya dampak lingkungan yang cukup
serius dapat segera ditangani. Seluruh usulan kegiatan dan hasil yang diperoleh harus
berorientasi pada kepentingan jangka panjang dan capaian kesejahteraan yang
berkelanjutan.

2.

Perlu disiapkan mekanisme administrasi yang efisien dengan fokus perhatian pada
aspekaspek sosial-ekonomi-politik dan kerjasama yang harmonis di antara lembagalembaga (pemerintah dan non-pemerintah) yang terlibat dalam pengelolaan DAS. Proses
perencanaan DAS harus dilakukan secara terkoordinasi oleh instansi yang berwenang
dengan metoda partisipatif diantara para pihak yang terkait.

3.

Pengelolaan menyeluruh DAS diarahkan pada penyelesaian konflik yang muncul di antara
pihak pihak yang berkepentingan dalam melaksanakan pembangunan. Pada kasus ketika
terjadi konflik, kompromi yang telah dicapai di antara kelompok yang mengalami konflik
harus dihormati dan dilaksanakan dengan konsisten. Selain masalah penyelesaian konflik
(conflict resolution), pendekatan menyeluruh pengelolaan DAS juga harus
mempertimbangkan prinsip-prinsip upaya pengendalian dan proses umpan balik yang
mengarah pada proses pengambilan keputusan yang optimal.

4.

Rencana yang telah tersusun harus merupakan dokumen publik yang diumumkan (bisa
diakses) secara terbuka oleh masyarakat dan masyarakat berhak menyatakan keberatan
atas rencana yang disusun dalam waktu tertentu. Dengan demikian instansi berwenang
harus melakukan peninjauan kembali terhadap rencana pengelolaan DAS sebelum
ditetapkan oelh pejabat yang berwenang.

Meskipun disadari bahwa proses perencanaan pengelolaan DAS bervariasi tergantung pada
karakteristik sosial, budaya, ekonomi, dan politik lokal, pembahasan tentang proses perencanaan
untuk pengelolaan DAS mengacu pada Gambar 3.3. Dalam proses perencanaan tersebut dalam
Gambar 3.3, kedudukan Pusat Perencanaan sangat penting karena akan memberikan arah
pengelolaan yang akan dituju serta menunjukkan bentuk koordinasi yang dianggap efektif.

Gambar 3.3 Proses perencanaan pengelolaan DAS

Demikian pula, dipandang perlu bahwa dalam struktur organisasi pengelolaan DAS seharusnya
memberikan peran lebih penting terhadap Komisi Pengelola DAS dan Komite Penasehat. Tidak

kalah pentingnya adalah masukan atau informasi dari masyarakat pada tingkat lokal dalam proses
penyusunan rencana. Peran dan fungsi masyarakat dalam proses perencanaan harus dinyatakan
dan diatur dengan jelas melalui suatu pedoman kebijakan dan kerangka kerja kelembagaan.
Dalam konteks perencanaan pengelolaan DAS, proses perencanaan pengelolaan DAS tersebut
dalam Gambar 3.3 mempunyai dasar pertimbangan sebagai berikut: pertama, dengan
diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, proses perencanaan
tersebut dalam Gambar 3.3 menjadi relevan karena fokus UU No. 22 adalah memberikan peranan
yang lebih besar terhadap pemerintah daerah dan mitranya di daerah. Salah satu kewenangan
yang dilimpahkan ke daerah dan bersifat strategis adalah penetapan kriteria penataan
perwilayahan ekosistem daerah tangkapan air pada daerah aliran sungai (Bab II Pasal 2 butir ke
13, PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai
Daerah Otonom).
Dengan aturan seperti diamanatkan oleh PP No. 25, maka pembentukan Pusat Perencanaan
seperti tersebut dalam Gambar 3.3 menjadi sangat relevan. Pertimbangan kedua adalah dengan
semakin meluasnya kehendak masyarakat untuk membuat Undang-Undang tentang Pengelolaan
Sumberdaya Alam yang akan menaungi dan mengendalikan Undang-Undang pengelolaan
sumberdaya alam sektoral yang telah berlaku, misalnya UU No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan; UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, dan UU No. 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, maka pola perencanaan menyeluruh
pengelolaan DAS tersebut di atas juga menjadi relevan, terutama peran yang akan dimainkan oleh
Komisi DAS Nasional.
3.3. Proses Perencanaan Pengelolaan DAS
Hal yang penting diperhatikan dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS adalah bahwa
perencanaan adalah suatu proses berulang (iterative process). Perencanaan tersebut mengatur
langkah-langkah atau aktivitas-aktivitas pengelolaan DAS yang harus dilaksanakan termasuk
rencana monitoring dan evaluasi (monev) terhadap tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Dengan
demikian, dapat tercipta suatu mekanisme umpan balik (feedback) terhadap keseluruhan rencana
pengelolaan DAS sehingga dapat dilakukan perbaikan terhadap rencana yang telah disusun
(Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Proses berulang (iterative process) perencanaan Pengelolaan DAS

Perencanaan pengelolaan DAS terpadu mempersyaratkan adanya beberapa langkah-langkah


penting sebagai berikut:

1.

Pengumpulan data yang ekstensif, didukung oleh strategi pengelolaan data yang terpadu,
perlu dilaksanakan sebelum rencana pengelolaan DAS dirumuskan. Pengumpulan data ini
terutama identifikasi karakteristik DAS yang, antara lain, mencakup batas dan luas wilayah
DAS, topografi, geologi, tanah, iklim, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan, sumberdaya
air, kerapatan drainase, dan karakteristik sosial, ekonomi dan budaya.

2.

Identifikasi permasalahan yang meliputi aspek penggunaan laha n, tingkat kekritisan


lahan, aspek hidrologi, sosial ekonomi dan kelembagaan seperti terlihat pada Gambar 3.2.
Prakiraan-prakiraan tentang kebutuhan sumberdaya alam (dan buatan) untuk beragam
pemanfaatan perlu dilakukan dan dikaji potensi timbulnya konflik di antara pihak pihak
yang berkepentingan.

3.

Perumusan tujuan dan sasaran secara jelas, spesifik dan terukur dengan memperhatikan
permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa dari ekosistem DAS, peraturan dan
kebijakan pemerintah, adat istiadat masyarakat dan kendala-kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan pengelolaan DAS.

4.

Identifikasi dan memformulasikan beberapa rencana kegiatan sebagai alternatif.

5.

Evaluasi alternatif kegiatan pengelolaan yang akan diimplementasikan sehingga dapat


dihasilkan bentuk kegiatan yang paling tepat (secara teknis dapat dilaksanakan, secara
sosial/politik dapat diterima, dan secara ekonomi terjangkau).

6.

Penyusunan rencana kegiatan/program pengelolaan DAS berupa usulan rencana yang


dianggap paling memenuhi kriteria untuk tercapainya pembangunan yang berkelanjutan.

7.

Legitimasi dan sosiallisasi rencana yang telah disusun kepada pihak-pihak yang terkait.
Dalam Gambar 3.1, mekanisme pelaksanaan pengelolaan DAS mempersyaratkan bahwa
tahap perencanaan dan implementasi tidak boleh dipisahkan karena informasi yang
diperoleh dari implementasi kegiatan dapat dimanfaatkan kembali sebagai umpan balik
(feedback) untuk penyempurnaan rencana yang telah dibuat. Demikian pula, untuk setiap
langkah pengelolaan dari mulai alternatif kegiatan hingga implementasi kegiatan perlu
dilakukan monitoring dan evaluasi (review). Hal ini diperlukan sebagai umpan balik
bertahap.

Gambar 3.2 Diagram Alir Garis Besar Identifikasi Permasalahan DAS

Kegiatan yang diusulkan dalam rencana disamping mendukung pencapaian tujuan kegiatan
pengelolaan DAS, juga harus memberikan gambaran yang jelas tentang:
a) Fungsi dan kedudukan kegiatan dalam konteks pengelolaan DAS.
b) Manfaat yang diperoleh dengan dilakukannya kegiatan.
c) Kurun waktu yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan.
d) Cakupan wilayah untuk pelaksanaan kegiatan.
e) Pelaksana kegiatan dan kelembagaan yang diperlukan.
f) Pembiayaan termasuk sarana dan prasara yang diperlukan.
g) Ketatalaksanaan/organisasi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan.

Rencana kegiatan tersebut terinci pada masing-masing program dengan skala prioritas yang jelas,
dipilih sesuai dengan permasalahan yang menonjol pada DAS yang bersangkutan. Misalnya
kegiatan untuk pengelolaan ruang, lahan dan vegetasi, kegiatan untuk menunjang pengelolaan
sumberdaya air (water resources management), dan kegiatan untuk pemberdayaan dan partisipasi
masyarakat (empowering and public participation).
Dalam penyusunan rencana kegiatan pengelolaan DAS perlu mengintegrasikan dengan rencana
tata ruang dan penatagunaan tanah, mempertimbangkan hubungan daerah hulu dan daerah hilir,
serta aspek penanggungan biaya bersama (cost sharing). Seperti telah dikemukakan di muka
bahwa batas ekosistem DAS tidak selalu sama (coincided) dengan batas administratif. Satu
wilayah administratif secara geografis dapat terletak pada satu wilayah DAS atau sebaliknya.
Apabila hal ini terjadi, diperlukan identifikasi tentang wilayah administratif yang termasuk/tidak
termasuk dalam DAS yang menjadi kajian. Disamping itu, adanya keterkaitan biofisik antara hulu
dan hilir DAS perlu juga dilakukan identifikasi, penentuan lokasi, kategori dan bentuk aktifitas
pihak pihak yang berkepentingan dalam suatu DAS. Selanjutnya, dirumuskan kebijakan
pengelolaan DAS yang telah mempertimbangkan mekanisme, regulasi dan pengaturan
kelembagaan yang akan menerapkan prinsip-prinsip insentif dan disinsentif terhadap pihak pihak
yang berkepentingan sesuai dengan kategori dan kedudukannya dalam perspektif prinsip
pembiayaan bersama (cost sharing principle). Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan konservasi
tanah dan air di bagian hulu DAS dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan adanya biaya
dari pihak pihak yang berkepentingan yang mendapat manfaat sebagai akibat adanya kegiatan
tersebut. Dengan mekanisme ini terjadi interaksi di antara pihak pihak yang berkepentingan di
daerah hulu, tengah dan hilir DAS.
3.4 Hirarki Perencanaan Pengelolaan DAS
Perencanaan pengelolaan DAS dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu dan tujuannya ke
dalam Rencana Jangka Panjang (15 tahun), Rencana Jangka Menengah (5 tahun) dan Rencana
Jangka Pendek (tahunan).
Rencana jangka panjang bersifat umum dan strategis yang harus menggambarkan rencana makro
pengelolaan DAS terpadu dan memuat karakteristik DAS, permasalahan yang dihadapi, tujuan,
sasaran umum, kebijakan, strategi penanganan pemecahan masalah secara terpadu. Rencana
jangka panjang ini sebaiknya mengandung arahan umum semua sektor yang terlibat dalam
pengelolaan DAS seperti arahan umum penggunaan lahan (tata ruang) berdasarkan kemampuan
dan kesesuaian lahan, arahan umum rehabilitasi dan konservasi tanah, arahan umum pengelolaan
sumberdaya air, urutan prioritas penanganan Sub-DAS dalam DAS yang bersangkutan serta
arahan umum pengembangan sosial ekonomi dan kelembagaan. Rencana pengelolaan DAS
terpadu ini merupakan payung atau pengikat bagi rencana-rencana sektoral dalam DAS yang
bersangkutan.
Rencana Jangka Menengah lebih bersifat teknis pelaksanaan dari setiap sektor, misalnya Rencana
Induk Pengembangan sumberdaya Air atau Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi hutan dan lahan
(RHL). Rencana Teknik Lapangan RHL ini memiliki output yang meliputi rekomendasi teknis

kegiatan RHL, proyeksi kegiatan tahunan RHL, analisis manfaat (finansial dan ekonomi), serta
rencana monitoring dan evaluasi. Satuan wilayah perencanaan pada rencana jangka menengah ini
bisa berupa DAS yang tidak terlalu luas atau suatu Sub DAS yang cukup luas dan dipilih sebagai
Sub DAS prioritas pada DAS yang sangat luas.
Rencana Jangka Pendek (tahunan) dibuat sangat rinci dan dilengkapi dengan deskripsi jenis,
lokasi, volume, waktu dan biaya kegiatan secara rinci. Jenis rencana jangka pendek misalnya
Rencana Teknik Reboisasi, Rencana Teknik Penghijauan yang biasanya ditindaklanjuti dengan
rancangan kegiatan pembuatan tanaman, pembuatan bangunan-bangunan fisik (check dam, drop
structure, terrace).
3.5 Legitimasi dan Sosialisasi Rencana Pengelolaan DAS
Agar rencana yang dibuat dapat mengikat semua pihak yang berkepentingan untuk
mengimplementasikannya, maka penyusunan rencana harus melibatkan semua pihak yang
berkepentingan dan rencana yang dihasilkan harus berkekuatan hukum. Misalnya, rencana dibuat
dalam bentuk Keputusan Presiden atau Peraturan Daerah (Perda). Jika rencana tersebut tidak
dijadikan sebagai Keputusan Presiden atau Peraturan Daerah yang utuh (tersendiri), maka dalam
salah satu pasalnya Rencana tersebut harus tercantum sebagai rujukan dalam pembangunan
wilayah atau pengelolaan sumberdaya alam DAS.
Karena Rencana merupakan salah satu dasar tahap pelaksanaan pengembangan dan pemanfaatan
sumberdaya alam DAS, maka rencana yang telah ditetapkan tersebut harus didistribusikan dan
disosialisasikan kepada semua pihak yang berkepentingan agar dapat diketahui, dipahami dan
kemungkinan adanya penyesuaian sebelum diimplementasikan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
3.6 Ketidakpastian dalam Perencanaan Pengelolaan DAS
Memprakirakan kondisi yang akan datang berdasarkan data dan informasi yang telah dikumpulkan
telah menjadi kendala bagi para perencana pengelolaan DAS. Data atau informasi yang akan
digunakan untuk menyusun rencana mungkin tidak tersedia sama sekali, atau kalau tersedia, bisa
jadi telah kadaluwarsa, tidak lengkap, atau tidak relevan dengan materi perencanaan.
Sejumlah ketidakpastian yang berkaitan dengan data dan informasi tampaknya harus dihadapi
dalam proses penyusunan rencana pengelolaan DAS. Ketidakpastian umumnya meliputi data iklim,
masalah teknis, dan ketidakpastian masalah sosial-ekonomi.
Ketidakteraturan pola iklim telah mengakibatkan ketidakpastian prakiraan iklim untuk masa yang
akan datang. Pola curah hujan sangat bervariasi dari tahun ke tahun sehingga seringkali sulit
untuk melakukan prakiraan curah hujan secara tepat. Meskipun sulit untuk melakukan prakiraan
komponen iklim dengan akurasi yang tinggi, tetapi prakiraan pola iklim yang akan terjadi perlu
diantisipasi dan dijadikan pertimbangan dalam menyusun rencana pengelolaan DAS. Hal yang
perlu diperhatikan dalam hal ini bahwa penyusunan rencana pengelolaan DAS sebaiknya tidak
didasarkan pada keadaan rata-rata karena adanya variabilitas untuk masing- masing lokasi.

Ketidakpastian yang bersifat teknis umumnya dijumpai dalam bentuk tidak memadainya
pengetahuan tentang hubungan keterkaitan teknis dalam hal aktivitas pengelolaan DAS. Informasi
yang akurat tentang dampak jenis vegetasi tertentu terhadap erosi di suatu daerah dengan
karakteristik iklim dan tanah tertentu seringkali belum tersedia. Dengan latar belakang tersebut,
dalam banyak hal, tim perencana pengelolaan DAS hanya dapat menduga keluaran apa yang akan
diperoleh dari pengelolaan yang direncanakan, dan dengan demikian, mereka akan berhadapan
dengan ketidakpastian.
Apabila dalam masalah teknis saja dijumpai adanya ketidakpastian, maka kadar ketidakpastian
dalam masalah sosial-ekonomi tentunya menjadi lebih besar. Data dan informasi yang sering
dimanfaatkan untuk perencanaan sosial seperti kekayaan, kesejahteraan, pendapatan, tingkat
pendidikan dan lain sebagainya, untuk tempat-tempat tertentu, boleh jadi sulit untuk
memperolehnya. Dalam keadaan demikian, prakiraan variabel-variabel sosial untuk waktu yang
akan datang akan menghadapi tingkat ketidakpastian yang lebih besar.
Kekacauan sosial dapat menciptakan ketidakstabilan sosial dan ekonomi dari suatu masyarakat.
Keadaan ini, pada gilirannya, dapat juga mengacaukan arah kebijakan dan pengelolaan
sumberdaya untuk masa-masa yang akan datang. Ia juga dapat menciptakan ketidakpastian
tentang peraturan-peraturan yang berkaitan dengan sistem pemilikan tanah dan beberapa hak lain
yang dimiliki oleh masyarakat.
Perencanaan pengelolaan DAS, karena umumnya berkaitan dengan antisipasi kejadian jangka
panjang, maka ia akan lebih banyak menghadapi ketidakpastian. Untuk mengatasi hal tersebut,
berikut ini adalah beberapa strategi untuk menghadapi dan menangani berbagai bentuk
ketidakpastian yang muncul dalam perencanaan seperti disarankan oleh Lundgren (1983):
1.

Salah satu pendekatan yang relevan digunakan untuk mengatasi keadaan ketidakpastian
adalah dengan cara meningkatkan pemahaman terhadap situasi dunia atau lingkungan di
sekeliling kita. Strategi yang harus dilaksanakan:
o

Menunda keputusan sambil menunggu lebih banyak informasi yang dapat


dimanfaatkan.

Melakukan analisis sensitivitas (sensitivity analysis). Dengan melakukan


pengamatan terhadap pengaruh perubahan asumsi (laju inflasi, discount rate, laju
erosisedimentasi) secara sistematis, dapat diketahui dengan lebih baik bagaimana
masalah ketidakpastian tersebut mempengaruhi hasil rencana/prakiraan yang
dibuat. Dalam hal ini bagian-bagian kritis yang ada dalam skenario rencana yang
dibuat dapat diidentifikasi, untuk kemudian dilakukan penyesuaian seperlunya.

Membuat beberapa skenario (prakiraan) mengenai hal yang diharapkan terjadi


pada waktu yang akan datang serta konsekuensi yang dihadapi.

2.

Cara lain untuk mengatasi ketidakpastian adalah dengan cara meningkatkan kelenturan
(flexibility) pengelolaan dan organisasi sehingga tanggap terhadap adanya perubahan yang
tidak terduga sebelumnya dan melakukan penyesuaian-penyesuaian. Strategi yang dapat
dilakukan adalah sebaga i berikut:

Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara sistematis
dan berlanjut. Dengan demikian, implementasi program pengelolaan DAS tidak
terlalu terikat kaku pada rencana yang telah dibuat, melainkan tanggap terhadap
variasi yang dijumpai di lapangan dan melakukan perubahan-perubahan yang
diperlukan.

Diversifikasi. Dalam menghadapi ketidakpastian tentang masa yang akan datang,


salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan diversifikasi.
Sebagai contoh, daripada merekomendasi hanya satu jenis vegetasi untuk
memenuhi satu tujuan pengelolaan, penanaman beberapa jenis vegetasi untuk
memenuhi beberapa tujuan adalah lebih baik.

Rencana contingency. Pelaksanaan program di lapangan seringkali menyimpang


dari rencana yang telah dibuat. Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, perlu
dilakukan identifikasi tentang hal-hal (dalam rencana) yang diperkirakan akan
mengalami penyimpangan. Kemudian tentukan konsekuensi apa yang dapat terjadi
dan tindakan apa yang harus diambil apabila hal tersebut betul-betul terjadi.

3.

Strategi lain yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ketidakpastian dalam
perencanaan pengelolaan DAS adalah dengan mendorong berkembangnya inovasi
terhadap pembangunan. Cara yang dapat ditempuh adalah menempatkan personil yang
inovatif terhadap program pembangunan sebagai pelaksana program sehingga mereka
diharapkan mampu memotivisir masyarakat yang terkait dengan program pengelolaan
tersebut untuk berpartisipasi aktif dalam melaksanakan program pengelolaan DAS. Selain
masalah tenaga pelaksana, rencana program itu sendiri harus sedemikian lentur sehingga
memungkinkan berkembangnya kreativitas dan diversitas dalam pelaksanaan program di
lapangan.

Beberapa strategi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah ketidakpastian dalam
merencanakan proyek pengelolaan DAS tersebut di atas hanyalah beberapa cara yang dapat
dikemukakan. Masih ada cara lain yang dapat dimanfaatkan. Namun demikian, strategi apapun
yang akan digunakan untuk mengatasi masalah ketidakpastian, ada satu tantangan yang harus
dicarikan jalan keluarnya, yaitu bagaimana caranya untuk memasukkan atau menggabungkan
strategi-strategi tersebut dalam kerangka perencanaan pengelolaan DAS.

IV. PENGORGANISASIAN PENGELOLAAN DAS


4.1 Pihak pihak yang berkepentingan dalam Pengelolaan DAS
Selama ini sejumlah kegiatan dan proyek yang berkaitan dengan pengelolaan DAS telah
dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kehutanan dan Perkebunan,
Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri, Badan Pertanahan Nasional, Departemen
Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, Departemen Pertambangan dan Energi dan
pihakpihak lainnya. Masing-masing instansi mempunyai pendekatan yang berbeda dalam kegiatan
pengelolaan DAS baik dalam unit perencanaan maupun implementasinya sehingga dapat dikatakan
bahwa pengelolaan DAS merupakan hal yang sangat kompleks baik ditinjau dari banyaknya pihak

yang terlibat maupun aspek-aspek yang ada di dalam suatu DAS. Dengan kondisi yang demikian
maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat menciptakan percepatan dalam
pengelolaan DAS secara ideal.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya, masingmasing lembaga tersebut cenderung bersifat sektoral, dan oleh karenanya, seringkali terjadi
tabrakan kepentingan (conflict of interest) antar lembaga yang terlibat dalam pengelolaan DAS.
Untuk menghindari terjadinya tabrakan kepentingan, diperlukan klarifikasi dan identifikasi secara
jelas tugas dan wewenang masing-masing lembaga dalam menjalankan fungsinya. Selain masalah
tabrakan kepentingan, masalah lain yang umum terjadi dalam pengelolaan sumberdaya yang
melibatkan banyak lembaga adalah masalah kerjasama dan koordinasi antar lembaga. Oleh
karena itu, pengaturan kelembagaan dan regulasi yang mengatur mekanisme kerja antar lembaga
tersebut harus disiapkan dengan matang sehingga dapat menghasilkan pola kerjasama dan
koordinasi yang optimal.
Menyadari adanya keterbatasan dalam hal kapasitas kelembagaan dan besarnya tingkat kesulitan
dalam melaksanakan pengaturan kelembagaan dalam pengelolaan DAS, terutama dalam sistem
pengelolaan yang mengandalkan pada pola kerjasama dan koordinasi antar lembaga, maka hal
pertama yang perlu dilakukan adalah:
a) Melakukan identifikasi dan membuat daftar seluruh lembaga dan pihak yang berkepentingan
dalam pelaksanaan pengelolaan DAS termasuk mereka yang diprakirakan akan terkena dampak
atas pelaksanaan program pengelolaan DAS.
b) Melakukan identifikasi tugas dan wewenang masing-masing lembaga dan pihak pihak yang
berkepentingan tersebut.
c) Merumuskan bentuk lembaga atau badan pengelola DAS yang sesuai dengan karakteristik
biogeofisik dan sosekbud serta letak geografis DAS.
4.2 Wilayah Tanggungjawab Lembaga-Lembaga yang Terkait
Pelaksanaan pengelolaan DAS lazimnya melibatkan lebih dari satu lembaga (pemerintah dan nonpemerintah) pelaksana. Untuk masing-masing lembaga (pemerintah) di dalamnya terbagi lagi
menjadi direktorat-direktorat yang mempunyai kewenangannya masing-masing. Oleh karena itu,
dalam perencanaan pengelolaan DAS harus secara jelas disebutkan fungsi pokok termasuk
kewenangan dan tanggung jawab masing-masing organisasi pelaksana pengelolaan DAS. Secara
spesifik, peran masing-masing organisasi/lembaga tersebut dalam implementasi program
pengelolaan DAS termasuk kegiatan monitoring dan evaluasi harus secara jelas disebutkan.
Penetapan kewenangan bagi masing-masing organisasi/lembaga pengelola DAS tersebut harus
didasarkan pada fungsi masing-masing organisasi/lembaga. Hal ini penting untuk diperhatikan
karena dalam prakteknya masalah kewenangan antar lembaga ini seringkali tumpang-tindih dan
menjadi kendala bagi pengelolaan DAS yang pelaksanaannya banyak menggunakan mekanisme
koordinasi antar lembaga.

Dalam pengelolaan DAS, ada lembaga tertentu memiliki tanggung jawab khusus untuk suatu
wilayah pengelolaan, misalnya pengurusan konservasi tanah dan air di areal hutan menjadi
tanggung jawab Departemen Kehutanan dan Perkebunan (c.q. Balai Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah). Konservasi tanah dan air di lahan-lahan milik di lokasi yang berdekatan dengan
hutan menjadi tanggung jawab Departemen Dalam Negeri (Dinas Perhutanan dan Konservasi
Tanah). Demikian pula, pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam satu atau lebih
departemen dapat berbeda-beda, misalnya ada bagian yang menangani irigasi, pengendalian
banjir, pembangkit listrik tenaga air (hydropower), perikanan, pariwisata, dan seterusnya.
Misalnya, dalam program pengelolaan DAS akan dilaksanakan kegiatan-kegiatan pembuatan jalan,
dam pengendali sedimen, pembuatan reservoir untuk perikanan atau pariwisata, saluran irigasi,
penghijauan, dan seterusnya. Tampak bahwa kegiatan-kegiatan pengelolaan DAS tersebut di atas
akan melibatkan lebih dari satu lembaga/ departemen, dan dengan demikian, juga kewenangan
dan tanggung jawabnya. Oleh karenanya, penetapan kewenangan yang didasarkan pada fungsi
dari masing-masing lembaga/departemen dan/atau masing-masing direktorat dalam satu
departemen menjadi penting. Tidak kalah pentingnya adalah mengupayakan bentuk dan
mekanisme koordinasi dan kooperasi yang dapat disepakati oleh seluruh pihak pihak yang
berkepentingan, baik pada tingkat lokal, regional, dan nasional. Meskipun disadari bahwa masalah
koordinasi dan kooperasi antar lembaga tidak mudah untuk dilaksanakan, butir-butir tersebut di
bawah ini diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aspek
koordinasi dan kooperasi antar lembaga:
a) Identifikasi seluruh lembaga/organisasi yang akan dipengaruhi dan sekaligus memainkan peran
dalam program pengelolaan DAS.
b) Identifikasi wilayah kewenangan masing- masing lembaga/ organisasi tersebut pada butir a).
c) Tentukan suatu mekanisme koordinasi dan kooperasi antar lembaga pengelola DAS yang
bersifat menyeluruh dari hulu hingga hilir DAS serta mencakup keseluruhan lembaga/organisasi
yang terlibat dalam pengelolaan DAS termasuk kewenangan masingmasing lembaga/organisasi
berdasarkan fungsinya.
d) Nyatakan dengan jelas tanggung jawab (termasuk aspek finansial) masing-masing
lembaga/organisasi terhadap masing-masing komponen program pengelolaan DAS.
4.3 Alternatif Bentuk Pengelola DAS
Bentuk lembaga pengelola DAS dalam arti mempunyai tugas operasional dapat dipilih dari tiga
bentuk lembaga sebagai berikut:
1.

Badan Koordinasi
Sebagai koordinator adalah instansi yang berwenang mengkoordinasikan penyelenggaraan
pengelolaan DAS. Pelaksana operasional dan pemeliharaan dilaksanakan oleh instansi
fungsional terkait.

2.

Badan Otorita
Badan ini dibentuk oleh pemerintah sebagai pelaksana dengan tugas mengurus dan
mengusahakan pemberdayaan Daerah Aliran Sungai dengan kebijakan-kebijakan yang
ditetapkan oleh Dewan Air (Komisi DAS).

3.

Badan Usaha
Badan Usaha (dalam bentuk BUMN atau BUMD) dibentuk oleh pemerintah atau Pemerintah
Daerah yang ditugasi mengusahakan DAS sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh
Dewan Air (Komisi DAS).

4.4 Komisi DAS


Kebijakan pengelolaan DAS yang meliputi aspek planning programming controling budgeting
dilaksanakan oleh suatu kelompok kerja yang berbentuk Komisi DAS di dalam struktur Dewan
Sumberdaya Air (RUU Sumberdaya Air).
a. Tingkatan Komisi DAS.
Komisi DAS dibentuk dalam beberapa tingkatan sebagai berikut:
1.

Lingkup Nasional (Komisi DAS Nasional)


Berfungsi menetapkan atau merumuskan? Kebijakan, Strategi dan Program pengelolaan
DAS pada tingkat Nasional.

2.

Lingkup Regional (Komisi DAS Propinsi)


Berfungsi menetapkan atau merumuskan? Kebijakan, Strategi dan Program pengelolaan
DAS pada tingkat Regional.

3.

Lingkup Lokal (Komisi DAS Daerah)


Berfungsi menetapkan atau merumuskan? Kebijakan, Strategi, Program, Pelaksanaan dan
Pembiayaan pengelolaan DAS pada tingkat Kabupaten/Kota.

b. Keanggotaan Komisi DAS.


Keanggotaan Komisi DAS tersebut terdiri atas wakil seluruh pihak pihak yang berkepentingan,
yaitu:
1.

Komisi DAS Nasional:


Wakil Departemen dan Lembaga Tinggi Negara terkait, Pakar/Pemerhati dan wakil
pemanfaat untuk tingkat nasional.

2.

Komisi DAS Regional:


Gubernur atau pejabat yang ditunjuk (sebagai Ketua), instansi yang mengurusi
bidangbidang pengairan, kehutanan, pertanian dan pengendalian dampak lingkungan,
instansi yang mengurusi perencanaan pembangunan (sebagai sekretaris), dengan
anggota: Bupati/Walikota terkait, wakil pemanfaat (sesuai sektor masing-masing), pemuka

masyarakat, pakar/pemerhati (dari Perguruan Tinggi) dan Lembaga Swadaya Masyarakat


yang relevan di tingkat DAS yang bersangkutan.
3.

Komisi DAS Lokal:


Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk (sebagai Ketua), instansi yang mengurusi
bidang-bidang pengairan, kehutanan, pertanian dan pengendalian dampak lingkungan,
instansi yang mengurusi perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota (sebagai
Sekretaris), dengan anggota: wakil pemanfaat (sesuai sektor masing-masing), pemuka
masyarakat, pakar/pemerhati (dari Perguruan Tinggi) dan Lembaga Swadaya Masyarakat
ya ng relevan di tingkat DAS.

4.5 Koordinasi dalam Pengelolaan DAS


Telah disebutkan di muka bahwa argumentasi perlunya pengelolaan terpadu DAS adalah karena
pengelolaan DAS mempersyaratkan pendekatan ekosistem. Pendekatan ekosistem adalah
kompleks karena melibatkan multi-sumberdaya (alam dan buatan), multi-kelembagaan, multipihak
yang berkepentingan, dan bersifat lintas batas (administratif dan ekosistem). Dalam konteks
Indonesia, pola pengelolaan DAS yang akan diterapkan masih bertumpu pada mekanisme
koordinasi dan kooperasi. Oleh karenanya, koordinasi dalam pengelolaan DAS menjadi elemen
penting untuk terlaksananya pengelolaan DAS secara optimal. Pada bagian ini secara ringkas akan
dikemukakan prinsip-prinsip pengembangan sistem koordinasi pengelolaan terpadu DAS.
Sistem koordinasi pengelolaan DAS sebelum taun 2001 diatur dalam Keppres no 9 tahun 1999
tentang Pembentukan Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan
Kelestarian Daerah aliran Sungai. Akan tetapi Keppres tersebut diganti dengan
Kepres No.123 Tahun 2001 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengelolaan Sunmber Daya Air.
Dalam Keppres 123 tersebut ditentukan bahwa Ketua Tim Koordinasi adalah Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian, Wakil Ketua adalah Menteri Negara Perncnaan Pembangunan Nasional dan
Ketua Harian adalah Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Sedangkan anggotanya adalah
Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal, Menteri Pertanian,
Menteri Kehutanan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Kesehatan,
Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral.
Tim Koordinasi Sumber Daya Air bertugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan
nasional sumberdya air dan berbagai perangkat kebijakan lain yang diperlukan dalam bidang
sumberdaya air. Untuk melaksanakan tugas tersebut Tim Koordinasi mempunyai fungsi :
a. Melakukan koordinasi perumusan kebijakan pengelolaan sumbedaya air yang meliputi
konservasi, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak;
b. Melakukan konsultasi internal dan eksternal dengan semua pihak baik pemerintah maupun nonpemerintah dalam rangka keterpaduan kebijakan dan pencegahan konflik antar sektor dan antar
wilayah dalam pengelolaan sumberdaya air;

c. Memberikan pertimbangan kepada presiden mengenai pengelolaan sumberdaya air;


d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya air;
e. Menyampaikan laporan perkembangan penyelenggaraan kebijakan pengelolaan sumberdaya air
kepada Presiden.
Penyelenggaraan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air sehari-hari
dilaksanakan oleh Ketua Harian dibantu oleh Sekretariat Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya
Air yang diketuai oleh Sekretaris I Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air yaitu Deputi Bidang
Produksi, Perdagangan dan Prasarana, Bappenas. Sekretariat Tim koordinasi ini terdiri dari Tim
Pengarah, Tim Pelaksana dan Tim Kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsur-unsur pemerintah
dan non-pemerintah.
Fungsi koordina si adalah proses pengendalian berbagai kegiatan, kebijakan, atau keputusan
berbagai organisasi/lembaga sehingga tercapai keselarasan dalam pencapaian tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran umum yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain, pengertian koordinasi
mencakup dua aspek penting, yaitu: (a) koordinasi kebijakan dan (b) koordinasi kegiatan atau
program.
Koordinasi kebijakan secara umum menyerupai koordinasi dalam perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan. Telah disinggung di muka bahwa pengelolaan DAS melibatkan beberapa
departemen sektoral yang masing-masing departemen membuat kebijakan pengelolaan
sumberdaya sesuai dengan kepentingan sektornya masing-masing. Keadaan ini mengakibatkan
terjadinya tumpang-tindih kebijakan dan bahkan tabrakan kepent ingan antar departemen
sektoral.
Untuk mencegah dan/atau menyelesaikan permasalahan tersebut perlu dilakukan koordinasi.
Dalam hal ini, koordinasi dalam perumusan kebijakan dapat dibedakan menjadi:
a) Koordinasi kebijakan preventif, yaitu pencegahan sedini mungkin kemungkinan terjadinya
tabrakan kepentingan di antara berbagai instansi yang terkait.
b) Koordinasi strategis, lebih diarahkan kepada upaya penyelarasan antara suatu kebijakan
tertentu dengan kepentingan strategis pencapaian tujuan umum yang telah disepakati bersama.
Koordinasi program secara umum lebih berkaitan dengan koordinasi kegiatan administrasi. Secara
khusus koordinasi program dibedakan menjadi:
a) Koordinasi administrasi prosedural, pada umumnya diarahkan untuk menciptakan keselarasan
berbagai prosedur dan metode administratif. Tujuannya adalah untuk menciptakan efisiensi
administrasi dan konsistensi dalam mencapai tujuan akhir yang telah disepakati bersama.
b) Koordinasi adminstrasi substansial, pada umumnya diarahkan untuk menciptakan keselarasan
kerja dan kegiatan (sinergi), bagi setiap unit organisasi termasuk individual dalam rangka

tercapainya efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pelaksanaan kebijakan demi tercapainya tujuan
akhir yang telah disepakati bersama.

Mengacu pada Kepres No. 123 Tahun 2001 dan Rancangan Undang-Undang Sumberdaya Air
(sedang disiapkan), maka koordinasi pengelolaan DAS untuk tingkat nasional adalah bagian dari
fungsi dan tugas pokok Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air karena DAS dikategorikan
sebagai bagian sumber air selain Waduk, Rawa, dan badan sungai itu sendiri.
Dengan fungsi dan tugas serta struktur tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa Tim
Koordinasi beserta pelaksananya di lapangan dapat klasifikasikan sebagai pelaksana dalam
pelaksanaan pengelolaan terpadu DAS. Sedangkan menurut Rancangan Undang-Undang
Sumberdaya Air, Komisi DAS Nasional secara struktural berada di bawah koordinasi Dewan
Nasional Sumberdaya Air. Komisi DAS yang terdiri atas para pihak pihak yang berkepentingan
merupakan gabungan dari wakil masyarakat, pakar (universitas), masyarakat industri/bisnis,
anggota parlemen bersifat sebagai pengguna/pemanfaat sumberdaya air.
Dengan anggota dan kedudukan tersebut di atas, maka Komisi DAS dapat dikategorikan sebagai
pengawas ?.
Mekanisme kerja antara Tim Koordinasi dan Komisi DAS bersifat kemitraan dimana dalam proses
penyusunan kebijakan, kriteria/standar, pedoman, Tim Koordinasi akan mendiskusikannya dengan
Komisi DAS Nasional. Dengan demikian, hasil penyusunan kebijakan, pedoman, kriteria/standar
dapat diterima semua pihak yang berkaitan dengan pengelolaan DAS.
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya air ditingkat propinsi,
Gubernur dapat membentuk Tim Koordinasi Prpinsi yang akan mengkoordinasikan hasil
penyusunan kebijakan, kriteria/standar, dan pedoman yang telah dihasilkan Tim Koordinasi tingkat
Nasional kepada dinas-dinas terkait di tingkat propinsi. Selain itu, tugas ketua Tim Koordinasi
Propinsi adalah mengkoordinasikan mekanisme kerja pengelolaan DAS antar kabupaten/kota
dalam DAS lintas kabupaten. Dalam hal ini, sesuai dengan yang diatur dalam RUU Sumberdaya Air,
Gubernur dalam menjalankan tugas koordinasinya terhadap dinas-dinas di lingkungan jurisdiksinya
akan bekerja sama dengan Komisi DAS Regional yang lebih berperan sebagai pengawas dari
kinerja Tim Koordinasi Regional
Pada tingkat kabupaten/kota, Bupati/Walikota dapat membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan
Sumberdaya Air Kabupaten, Bupati bisa sebagai koordinator bagi dinas-dinas terkait di tingkat
kabupaten/kota dalam DAS satu kabupaten/kota. Pada tingkat ini, kinerja Tim Koordinasi
Kabupaten akan dipantau oleh Komisi DAS Lokal.
Hubungan kerja Tim Koordiansi Pengelolaan Sumberdaya Air Nasinal dengan Tim Koordiansi
tingkat Daerah bersifat konsultatif dan koordinatif.
4.6 Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan DAS

Secara sederhana partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai upaya terencana untuk
melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan.
Partisipasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses dimana pihak yang akan memperoleh
dampak (positif dan/atau negatif) ikut mempengaruhi arah dan pelaksanaan kegiatan, tidak hanya
menerima hasilnya.
a) Bentuk Partisipasi
Bentuk partisipasi masyarakat dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu partisipasi dalam:
1.

Tahap pembuatan keputusan. Dalam hal ini, sejak awal masyarakat telah dilibatkan dalam
proses perencanaan dan perancangan kegiatan serta dalam pengambilan keputusan atas
rencana yang akan dilaksanakan.

2.

Tahap implementasi. Keterlibatan masyarakat juga diupayakan pada tahap pelaksanaan


kegiatan. Dengan demikian, masyarakat dapat mengontrol bagaimana kegiatan
dilaksanakan di lapangan.

3.

Tahap evaluasi. Evaluasi secara periodik umumnya dilaksanakan pada tahap pelaksanaan
dan pada akhir pelaksanaan kegiatan.

4.

Partisipasi untuk memperoleh manfaat suatu kegiatan.

b). Tingkatan partisipasi masyarakat


Ditinjau dari tingkatannya, partisipasi masyarakat dapat dibedakan sebagai berikut: Tingkatan
Partisipasi Lingkup Keterlibatan Derajat Pembagian Wewenang
1.

Manipulasi Tercatat sebagai anggota Wewenang mutlak pada initiator kebijakan

2.

Menginformasikan Hak dan pilihan masyarakat diidentifikasi Wewenang dominan pada


initiator kebijakan/program

3.

Konsultasi Pendapat masyarakat didengar, tetapi belum tentu ditindaklanjuti Wewenang


dominan pada initiator kebijakan/program

4.

Kemitraan Saran/pendapat masyarakat dinegosiasikan Wewenang terdistribusikan secara


proporsional di antara pihak pihak yang berkepentingan

5.

Delegasi wewenang Masyarakat diberi wewenang mengelola sebagian atau seluruh bagian
program Wewenang ada pada masyarakat

6.

Kontrol masyarakat dominan dalam merancang dan memutuskan program Wewenang


mutlak pada masyarakat. Dengan adanya tingkatan-tingkatan partisipasi masyarakat
seperti tersebut pada tabel di atas, maka perlu diupayakan agar partisipasi masyarakat
tidak hanya sekedar berbentuk keterlibatan semu yang dikategorikan sebagai tingkat
partisipasi manipulasi, dimana pada dasarnya tidak ada partisipasi masyarakat, melainkan
diupayakan untuk tercapainya tingkat partisipasi dimana masyarakat memiliki wewenang

yang cukup dalam kemitraan antara masyarakat dan pemerintah/non-pemerintah sebagai


initiator kebijakan/program.
Untuk mencapai tingkat partisipasi yang tinggi, berikut ini adalah beberapa elemen kunci yang
perlu dipertimbangkan:
1.

Kompatibilitas yang didasarkan atas kepercayaan dan saling menghargai di antara


partisipan.

2.

Manfaat bagi seluruh partisipan yang terlibat.

3.

Wewenang dan keterwakilan yang sederajat. Tingkat partisipasi akan melemah apabila ada
sebagian pihak yang terlalu mendominasi, sementara sebagian lainnya tidak mempunyai
wewenang sama sekali.

4.

Mekanisme komunikasi yang baik harus dibangun secara internal di antara partisipan dan
dengan pihak luar yang relevan.

5.

Adaptif terhadap berbagai perubahan yang mungkin terjadi.

6.

Integritas, kesabaran dan ketekunan harus diciptakan di antara partisipan.

c) Metode Partisipasi
Pengelolaan DAS dengan pendekatan partisipatif akan melibatkan beberapa pihak yang
berkepentingan dalam perencanaan maupun implementasinya, diantaranya adalah masyarakat.
Salah satu metode pendekatan partisipatif adalah Participatory Rural Appraisal (PRA), metoda
yang dirancang untuk memungkinkan masyarakat/ responden melakukan penelitian atas persoalan
yang dihadapinya untuk kemudian memecahkan masalah menurut persepsi dan cara mereka
sendiri dengan atau tanpa bantuan pihak lain.

BAB V IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI


Pengelolaan Terpadu DAS pada dasarnya merupakan pengelolaan partisipasi berbagai sektor/sub
sektor yang berkepentigan dalam pemanfaatan sumberdaya alam pada suatu DAS, sehingga di
antara mereka saling mempercayai, ada keterbukaan, mempunyai rasa tanggung jawab dan saling
mempunyai ketergantungan (inter-dependency). Demikian pula dengan biaya kegiatan
pengelolaan DAS, selayaknya tidak lagi seluruhnya dibebankan kepada pemerintah tetapi harus
ditanggung oleh semua pihak yang memanfaatkan dan semua yang berkepentingan dengan
kelestariannya.
Untuk dapat menjamin kelestarian DAS, pelaksanaan pengelolaan DAS harus mengikuti prinsipprinsip dasar hidrologi. Dalam sistem ekologi DAS, komponen masukan utama terdiri atas curah
hujan sedang komponen keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur
hara dan bahan pencemar di dalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi,
tanah, topografi, air/sungai, dan manusia berfungsi sebagai prosesor.

Berikut ini adalah kegiatan yang relevan dengan pengelolaan DAS untuk menjamin kelestarian
serta adanya peran para pengelola yang terlibat.
5.1 Pengelolaan Daerah Tangkapan Air (catchment area)
Sesuai dengan rencana makro, rencana kerja jangka menengah dan tahunan konservasi Daerah
Tangkapan Air (DTA/catchment area), Dinas/instansi terkait dan masyarakat, sebagai pelaksana
pengelolaan sumberdaya alam di DAS melaksanakan kegiatan pemanfaatan dan konservasi DTA.
Bentuk kegiatan pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam di DTA diutamakan untuk
meningkatkan produktivitas lahan dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa bagi masyarakat
dan sekaligus memelihara kelestarian ekosistem DAS. Kegiatan tersebut dilakukan melalui
tataguna lahan (pengaturan tataruang), penggunaan lahansesui dengan peruntukannya
(kesesuaian lahan, rehabilitasi hutan dan lahan yang telah rusak, penerapan teknik-teknik
konservasi tanah, pembangunan struktur untuk pengendalian daya rusak air, erosi dan longsor.
Dilakukan pula kegiatan monitoring kondisi daerah tangkapan air dan evaluasi terhadap
pelaksanaan rencana pengelolaan DAS.
5.2 Pengelolaan Sumberdaya Air
5.2.1 Manajemen Kuantitas Air (Penyediaan Air)
a. Pembangunan Sumberdaya Air
Menyiapkan rencana induk pengembangan sumberdaya air termasuk di dalamnya neraca air, yang
melibatkan berbagai instansi terkait serta melaksanakan pembangunan prasarana pengairan
(sesuai dengan penugasan yang diberikan) dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya air.
b. Prediksi Kekeringan
Melakukan pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuat prediksi kemungkinan
terjadinya kekeringan (mungkin menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer
yang dihubungkan dengan basis data nasional dan internasional).
c. Penanggulangan Kekeringan
Secara aktif bersama Dinas/Instansi terkait dalam Satkorlak-PBA melakukan upaya
penanggulangan pada saat terjadi kekeringan yang tidak dapat terelakkan.
d. Perijinan Penggunaan Air
Memberikan rekomendasi teknis atas penerbitan ijin penggunaan air dengan memperhatikan
optimasi manfaat sumber daya yang tersedia.
e. Alokasi Air

Menyusun konsep pola operasi waduk/alokasi air untuk mendapatkan optimasi pengalokasian air.
f. Distribusi Air
Melakukan pengendalian distribusi air bersama Dinas/Instansi terkait dengan bantuan telemetri
untuk melaksanakan ketetapan alokasi air.
5.2.2 Manajemen Kualitas Air
a. Perencanaan Pengendalian Kualitas Air
Bersama Dinas/Instansi terkait menyiapkan rencana induk dan program kerja jangka menengah
dan tahunan pengendalian pencemaran air dan peningkatan kualitas air.
b. Pemantauan dan Pengendalian Kualitas Air
Berdasarkan rencana induk, melakukan pemantauan dan pengendalian kualitas air yang
melibatkan berbagai instansi terkait. Pemantauan dilakukan secara periodik (baik kualitas air
sungai maupun buangan limbah cair yang dominan) dan melaksanakan pengujian laboratorium
serta evaluasi terhadap hasil uji tersebut. Rekomendasi diberikan kepada Pemerintah Daerah
(Gubernur maupun Bapedalda) dalam upaya pengendalian pencemaran air, penegakan aturan dan
peningkatan kualitas air sungai.
c. Penyediaan Debit Pemeliharaan Sungai
Berdasarkan pola operasi waduk dan/atau kondisi lapangan, dapat disediakan sejumlah debit
pemeliharaan sungai setelah mendapatkan pengesahan alokasi dari Dewan DAS Propinsi.
d. Peningkatan Daya Dukung Sungai
Pelaksanaan peningkatan daya dukung sungai dengan melaksanakan upaya pengendalian di
instream (penggelontoran, penyediaan debit pemeliharaan, peningkatan kemampuan asimilasi
sungai) dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengendalian di off-stream (pada sumber
pencemar) melalui instrumen hukum maupun instrumen ekonomi di samping melaksanakan
kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan kontrol sosial dari masyarakat.
e. Bersama dengan instansi/dinas terkait menyelenggarakan koordinasi penyiapan program dan
implementasi pengendalian pencemaran dan limbah domestik, industri dan pertanian.
5.3 Pemeliharaan Prasarana Pengairan
a. Pemeliharaan Preventif
Melakukan pemeliharaan rutin, berkala dan perbaikan kecil untuk mencegah terjadinya kerusakan
prasarana pengairan yang lebih parah.

b. Pemeliharaan Korektif
Melakukan perbaikan besar, rehabilitasi dan reaktifikasi dalam rangka mengembalikan atau
meningkatkan fungsi prasarana pengairan.
c. Pemeliharaan Darurat
Melakukan perbaikan sementara yang harus dilakukan secepatnya karena kondisi
mendesak/darurat (karena kerusakan banjir dsb- nya).
d. Pengamatan Instrumen Keamanan Bendungan
Melakukan pengamatan instrumen keamanan bendungan (phreatic line, pore pressure dan
lainlain) serta menganalisis hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui adanya penurunan
(settlement), rembesan (seepage) atau perubahan ragawi lainnya terhadap bendungan.

5.3 Pengendalian Banjir


a. Pemantauan dan Prediksi Banjir
Melakukan pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuat prediksi iklim, cuaca dan
banjir dengan menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer yang dihubungkan
dengan basis data nasional dan internasional.
b. Pengaturan (distribusi) dan Pencegahan Banjir
Menyiapkan pedoman siaga banjir yang berlaku sebagai SOP (Standard Operation Procedure)
pengendalian banjir yang dipergunakan oleh seluruh instansi terkait. Pengendalian banjir dilakukan
melalui pengaturan operasi waduk untuk menampung debit banjir, dan pengaturan bukaan pintu
air guna mendistribusikan banjir sehingga dapat dikurangi/dihindari dari bencana akibat banjir.
c. Penanggulangan Banjir
Berpartisipasi secara aktif bersama Dinas/Instansi terkait dalam Satkorlak-PBA melakukan
upaya penanggulangan pada saat terjadi banjir yang tidak dapat terelakkan.
d. Perbaikan Kerusakan Akibat Banjir
Bersama instansi terkait melakukan perbaikan atas kerusakan akibat terjadinya bencana banjir
yang tidak terelakkan.
5.4 Pengelolaan Lingkungan Sungai
a. Perencanaan Peruntukan Lahan Daerah Sempadan Sungai

Bersama dinas/instansi terkait menyusun penetapan garis sempadan dan rencana peruntukan
lahan daerah sempadan sungai sesuai dengan Rencana detail Tata Ruang Daerah dalam
rangka pengamatan fungsi sungai.
b. Pengendalian Penggunaan Lahan Sempadan Sungai
Melakukan pengendalian dan penertiban penggunaan lahan di daerah sempadan sungai
bersama dinas/instansi terkait.
c. Pelestarian biota air
Mengupayakan peningkatan kondisi sungai yang kondusif untuk pertumbuhan biota air.
d. Pengembangan pariwisata, olah raga, dan trasnportasi air
Mengembangkan pemanfaatan sungai dan waduk untuk keperluan wisata, olah raga, dan
transportasi air bekerja sama dengan pihak-pihak terkait.
5.6 Pemberdayaan Masyarakat
a. Program penguatan ekonomi masyarakat melalui pengembangan perdesaan, sehingga
pendapatan petani meningkat.
b. Program pengembangan pertanian konservasi, sehingga dapat berfungsi produksi dan
pelestarian sumber daya tanah dan air.
c. Penyuluhan dan transfer teknologi untuk menunjang program pertanian konservasi dan
peningkatan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pengelolaan DAS.
d. Pengembangan berbagai bentuk insentif (rangsangan) baik insentif langsung maupun tidak
langsung, dalam bentuk bantuan teknis, pinjaman, yang dapat memacu peningkatan produksi
pertanian dan usaha konservasi tanah dan air.
e. Upaya mengembangkan kemandirian dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat
lapisan bawah, sehingga mampu memperluas keberdayaan masyarakat dan berkembangnya
ekonomi rakyat.
f. Memonitor dan evaluasi terhadap perkembangan sosial ekonomi masyarakat, serta tingkat
kesadaran masyarakat dalam ikut berperan serta dalam pengelolaan DAS.

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI


Selain sebagai sistem ekologi yang bersifat kompleks, DAS juga dapat dianggap sebagai sistem
hidrologi. Sebagai suatu sistem hidrologi, maka setiap ada masukan (input) ke dalam sistem
tersebut dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang berlangsung dengan melihat keluaran
(output) dari sistem. Dalam sistem hidrologi DAS, komponen masukan terdiri atas curah hujan

sedang komponen keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur hara dan
bahan pencemar di dalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi, tanah,
topografi, air/sungai, dan manusia dalam hal ini berlaku sebagai prosesor.
Ekosistem DAS, terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai
fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain, dari segi
fungsi tata air. Aktivitas perubahan tataguna lahan dan/atau cara bercocok tanam yang
dilaksanakan di daerah hulu dapat memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan
fluktuasi debit air dan transpor sedimen serta material terlarut lainnya. Oleh adanya bentuk
keterkaitan daerah hulu- hilir seperti tersebut di atas, maka kondisi biofisik dan sosek suatu DAS
dapat dimanfaatkan sebagai variabel monitoring dan evaluasi pengelolaan sumberdaya air. Lebih
spesifik, hubungan antara indikator masukan (a.l., curah hujan) dan indikator keluaran (a.l., debit
aliran, muatan sedimen, bahan pencemar) dari suatu DAS dapat dimanfaatkan untuk analisis
dampak suatu aktivitas pembangunan terhadap lingkungan (hidrologi) di lokasi berlangsungnya
aktivitas pembangunan (on-site) dan, terutama pengaruhnya di daerah hilir (off-site).
Monitoring didefinisikan sebagai aktivitas pengamatan yang dilakukan secara terus-menerus atau
secara periodik terhadap pelaksanaan salah satu atau beberapa program pengelolaan DAS untuk
menjamin bahwa rencana-rencana kegiatan yang diusulkan, jadwal kegiatan, hasil-hasil yang
diinginkan dan kegiatan-kegiatan lain yang diperlukan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
Karena maksud dilakukannya monitoring adalah untuk memperoleh kinerja pelaksanaan kegiatan
secara efektif dan efisien, dalam hal ini merupakan bagian dari keseluruhan sistem manajemen
informasi. Sedangkan evaluasi didefinisikan sebagai suatu proses yang berusaha untuk
menentukan relevansi, efektivitas dan dampak dari aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan untuk
mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dengan demikian, evaluasi kegiatan/proyek pengelolaan
DAS merupakan suatu proses pengorganisasian dan alat manajemen yang berorientasi pada
aktivitas-aktivitas proyek yang perlu dilaksanakan untuk memperbaiki kinerja kegiatan-kegiatan
proyek yang sedang berjalan serta memperbaiki perencanaan dan proses pengambilan keputusan
pada masa-masa yang akan datang.
Untuk memperbaiki kinerja proyek pengelolaan DAS, komponen-komponen monitoring dan
evaluasi perlu diintegrasikan dalam rencana pengelolaan DAS karena dengan cara ini kelompok
sasaran (target group) dalam proyek diharapkan akan memperoleh keuntungan yang lebih besar
pada waktu yang telah ditentukan. Dengan kata lain, untuk memperoleh hasil monitoring dan
evalusi seperti yang diharapkan, maka kegiatan-kegiatan monitoring dan evaluasi harus dapat
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: (1) tepat waktu, (2) efektif dalam
pembiayaan termasuk keterlanjutan dana, (3) mampu mencakup wilayah dan komponen kegiatan
proyek secara maksimum, (4) kesalahan dalam prosedur monitoring dan evaluasi diusahakan
seminimal mungkin, dan (5) mengurangi segala bentuk subyektivitas dalam melaksanakan
monitoring dan evaluasi.
Untuk memperoleh data dan informasi yang dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai
perkembangan keragaan DAS, maka diperlukan kegiatan monitoring dan evaluasi DAS, yang
ditekankan pada aspek tata air, perubahan penggunaan lahan dan sosial ekonomi.

6.1 Tujuan Monitoring dan Evaluasi


Tujuan utama monitoring dan evaluasi adalah memperoleh data dan informasi kondisi sumberdaya
DAS yang dapat dimanfaatkan dalam penetuan kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan program
pengelolaan DAS, terutama pola pengelolaan yang bersifat holistik/integratif mencakup wilayah
hulu-hilir DAS. Program monitoring dan evaluasi juga dianggap penting mengingat bahwa masih
banyak pengambil keputusan dalam pengelolaan DAS yang belum menyadari bahwa solusi bagi
kebanyakan permasalahan DAS adalah dengan memanfaatkan hasil monitoring dan evaluasi dalam
sistem perencanaan pengelolaan DAS.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pada banyak kasus, kebijakan pengelolaan DAS
termasuk penyusunan prioritas penanganan masalah yang timbul sebagai akibat aktivitas
pengelolaan belum banyak memanfaatkan data yang berasal dari program monitoring dan
evaluasi. Apabila dalam rencana program pengelolaan DAS telah disertai dengan program
monitoring dan evaluasi, seringkali data/informasi yang dikumpulkan tidak secara langsung
berkaitan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan kebijakan pengelolaan
yang telah dan akan dirumuskan. Oleh karena itu, diperlukan sistem monitoring dan evaluasi
termasuk sistem manajemen data.
6.2 Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Lahan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai perubahan penggunaan lahan
pada suatu DAS/Sub-DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring penggunaan lahan adalah
luas masing-masing jenis penggunaan dan penutupan lahan. Tujuan monitoring penggunaan lahan
adalah untuk mengetahui perubahan pemanfaatan lahan dan perubahan luas masing-masing jenis
penggunaan dan penutupan lahan. Evaluasi penggunaaan lahan terutama untuk melihat
hubungannya dengan dampak terhadap erosi, sedimentasi, produktivitas lahan dan sosial ekonomi
masyarakat.
6.3 Monitoring dan Evaluasi Tata Air
Monitoring tata air salah satunya dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kuantitas,
kualitas dan kontinuitas aliran air dari DAS/Sub-DAS bersangkutan setelah dilaksanakan kegiatan
atau program-program pengelolaan DAS.
Data yang dikumpulkan, antara la in:
a) Data curah hujan; diperoleh dari stasiun pencatat hujan yang ada di wilayah kerja.
b) Data besarnya aliran air sungai (debit sungai) diperoleh dari outlet DAS/Sub DAS.
c) Data kualitas air terutama kandungan lumpur terlarut (suspended sediment).
Evaluasi tata air didasarkan pada hasil analisis terhadap debit sungai maksimum dan minimum
hingga dapat diketahui nilai koefisien rejim sungai (KRS)-nya, hasil perhitungan muatan sedimen
sungai sehingga dapat dipakai untuk memperkirakan erosi yang terjadi, membandingkan antara

debit sungai dengan curah hujan, sehingga dapat diketahui perubahan koefisien run-off dari tahun
ke tahun.
6.4 Monitoring dan Evaluasi Sosial-Ekonomi
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh dan hubungan timbal
balik antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan kondisi sumberdaya alam (tanah dan air) di
dalam DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring sosial ekonomi mencakup kependudukan
dan aspek sosial ekonomi seperti pendapatan, perilaku, pendidikan, persepsi, dan mata
pencaharian. Sasaran yang ingin dicapai adalah mengetahui perubahan kondisi sosial ekonomi
sebelum ada program pengelolaan DAS dan setelah adanya kegiatan- kegiatan pengelolaan
sumberdaya alam seperti rehabilitasi hutan dan lahan baik secara vegetativ maupun secara sipil
teknis.
6.5 Evaluasi DAS
Kegiatan evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan ataupun kegagalan dan aktivitas
pengelolaan DAS baik dari aspek fisik, sosial ekonomi, maupun kelembagaan. Tujuan evaluasi DAS
untuk menilai tingkat kinerja dan keragaan (performance) pengelolaan DAS. Tolok ukur yang
dipakai untuk penilaian adalah perubahan yang terjadi pada aspek-aspek tersebut, sejak saat
perencanaan dan setelah implementasi, yang antara lain meliputi :
a) Perubahan karakteristik hidrologi DAS, seperti debit rata-rata, debit puncak, maksimum dan
minimum, koefisien limpasan, produksi dan kualitas air, sedimen terangkut yang keluar dari DAS.
b) Perubahan tataguna lahan yang mencakup perubahan pemanfaatan lahan, dari segi
produksinya dan juga tingkat konservasinya.
c) Perubahan sosial ekonomi masyarakat misalnya pendapatan dan persepsi terhadap
pengelolaan/konservasi sumberdaya alam tanah dan air dan partisipasi masyarakat terhadap
usaha-usaha pengelolaan DAS.

BAB VII KRITERIA DAN INDIKATOR PENGELOLAAN DAERAH


ALIRAN SUNGAI
Kriteria pengelolaan terpadu Daerah Aliran Sungai adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian
tingkat keberhasilan dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian dalam
optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dalam DAS yang berkelanjutan. Indikator pengelolaan DAS
yang berkelanjutan adalah alat pemantau yang dapat memberikan petunjuk untuk mengukur
tingkat keberhasilan pelaksanaan pengelolaannya.
7.1 Kriteria dan Indikator Kinerja DAS

Dalam pedoman pengelolaan DAS, kriteria dan indikator kinerja DAS perlu ditentukan karena
keberhasilan maupun kegagalan hasil program pengelolaan DAS dapat dimonitoring dan dievaluasi
melalui kriteria dan indikator yang ditentukan khusus untuk maksud tersebut. Perlu ditekankan
bahwa kriteria dan indikator yang diusulkan seharusnya bersifat sederhana dan cukup praktis
untuk dilaksanakan, terukur, dan mudah difahami terutama oleh para pengelola DAS dan pihak
lain yang mempunyai kepentingan terhadap program pengelolaan DAS. Tabel 7.1 menunjukkan
kriteria dan indikator untuk menentukan kinerja DAS.
Penetapan kriteria dan indikator kinerja DAS diupayakan agar relevan dengan tujuan penetapan
kriteria dan indikator dan diharapkan mampu menentukan bahwa program pengelolaan DAS
dianggap berhasil atau kurang/tidak berhasil. Dengan kata lain, status atau kesehatan suatu
DAS dapat ditentukan dengan menggunakan kriteria-kriteria kondisi tata penggunaan lahan,
sosialekonomi, dan kriteria kelembagaan. Tabel 7.1. menunjukkan kriteria dan indikator yang
digunakan untuk menentukan status kesehatan DAS termasuk parameter yang digunakan.
Pada Tabel 7.1. untuk menentukan kinerja suatu DAS dari aspek tata air, maka diperlukan
indikator- indikator: debit aliran, kandungan sedimen dan bahan pencemar lainnya, dan nisbah
hantar sedimen (Sediment Delivery Ratio). Untuk masing- masing indikator tersebut di atas,
ditentukan parameternya, misalnya parameter untuk debit aliran sungai adalah data serial debit
aliran sungai. Dengan cara yang sama, kinerja suatu DAS ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria
penggunaan lahan, kriteria sosial-ekonomi, dan kriteria kelembagaan.
7.2 Kriteria Pengelolaan DAS
Pengelolaa DAS yang berkelanjutan mempersyaratkan dipenuhinya criteria dan indicator untuk
setiap komponen/aktivitas pengelolaan DAS yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian,
implementasi, da monitoring dan evaluasi (monev). Untuk masing-masing komponen pengelolaa
DAS tersebut diatas, criteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk menentukan tercapainya
pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah :
a Ekosistem
b Kelembagaan
c Teknologi
d Pendanaan
7.2.1. Aktivitas Perencanaan
Kriteria untuk perencanaan yang disusun dalam rangka pengelolaan terpadu DAS terdiri dari :
a) Telah digunakannya pendekatan ekosistem, artinya perencanaan bersifat menyeluruh dan
mencakup sub komponen dalam ekosistem DAS yang dikelola.
b) Telah memadukan perencanaan pengembangan hulu dan hilir, pengembangan sumberdaya air
dan konservasi DAS.

c) Perencanaan didasarkan pada optimalisasi teknologi, organisasi dan sumberdaya yang potensial
termasuk pendanaannya.
d) Telah mempertimbangkan daya dukung kelembagaan dan kebijakan baik nasional, regional
maupun daerah/lokal.

Tabel 7.1 Kriteria Dan Indikator Kesehatan DAS

7.2.2 Aktivitas Pengorganisasian


Pengorganisasian dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS lebih efektif dan
efisien, dalam arti masing-masing pihak yang terlibat dapat menjalankan tugasnya dengan baik
dan bertanggungjawab. Untuk itu diperlukan kriteria manajemennya, yaitu :
a) Dikembangkan pengorganisasian yang melibatkan seluruh stakeholder.
b) Dijalankannya sistem koordinasi yang efektif menurut bentuk kegiatan dan sistem informasinya.
c) Dikembangkannya sistem koordinasi interdependensi sehingga tercipta kerja antar stakeholder
yang bersinergis.
7.2.3 Aktivitas Implementasi
Pada tahap pelaksanaan program-program yang dirancang haruslah menunjukkan adanya :
a) Optimasi pemanfaatan sumberdaya secara efisien.
b) Dorongan pelaksanaan konservasi sumberdaya alam dalam DAS
c) Meningkatnya peran stakeholder dan kelembagaan yang terlibat.
7.2.4. Aktivitas Pengawasan/Pengendalian Pengelolaan DAS
Karena pengelolaan DAS bertujuan kearah keberlanjutan pembangunan (sustainable development)
dengan asas keterpaduan, maka pengendalian dapat ditunjukkan oleh :
a) Pengendalian/pengawasan melekat, secara bersama (sharing control) dan kemitraan
(partnership control).
b) Hasil monitoring teranalisis dan evaluasi telah digunakan untuk peninjauan kebijakan dan
perencanaan program lanjutan.
c) Mendorong partisipasi dan pengawasan publik dalam aktivitas monitoring dan evaluasi.
Uraian di atas menunjukkan bahwa kriteria dan indikator memainkan peran penting bagi
tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Uraian kriteria dan indikator yang lebih lengkap
dan menyeluruh ditunjukkan oleh Tabel 7.2.

Tabel 7.2 menunjukkan bahwa pengelolaan DAS yang berkelanjutan mempersyaratkan


dipenuhinya kriteria dan indikator untuk setiap komponen/aktivitas pengelolaan DAS yang terdiri
atas perencanaan, pengorganisasian, implementasi, dan monitoring dan evaluasi (monev). Untuk
masing-masing komponen pengelolaan DAS tersebut di atas, kriteria yang digunakan dan
dianggap relevan untuk menentukan tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah:
ekosistem, kelembagaan, teknologi, dan pendanaan.

You might also like