You are on page 1of 9

MINGGU, 20 JULI 2014

MISTERI SUPERSEMAR 1966

Kemanakah Surat SUPERSEMAR ?

Awal mula terjadinya pergantian kursi Presiden RI dari Ir.Soekarno kepada


Soeharto karena suratSUPERSEMAR. SuperSemar (Surat Perintah Sebelas
Maret) dikeluarkan pada tanggal 11 Maret 1966 itu Menurut pengakuan
sejarah yang sampai sekarang tak ada bukti dan saksi yang mengetahui,
bahwasanya "Surat perintah dari presiden Soekarno yang diberikan kepada
Letjen Soeharto guna mengambil tindakan demi menjaminnya keamanan,
ketegangan, dan kestabilan jalnnya pemerintahan serta menjaga keutuhan
bangsa dan Negara Republik Indonesia dan demi keselamatan Pemimpin
Besar Revolusi." Dengan logika sederhana kita mencerna bahwa surat
SUPERSEMAR itu adalah surat perintah yang intinya menurunkan jabatan
presiden Soekarno kepada Soeharto, Benarkah ?. Jika kita talar seorang Ir.
Soekarno yang bisa membuat Presiden Amerika J.F Kennedy bertekuk lutut
kepada Indonesia dan memberikan 3 hadia pesawat tempur hanya karena tak
mau berurusan dengan Ir.Soekarno dan para pejuang HAM dan Persamaan
Hak seperti "Che Guevara" yang sangat menghormati Soekarno, secara

pribadi ini jelas tak mungkin dan tidak masuk akal hanya karena terjadi
pemberontakan G30S PKI dan lantas membuat ciut mental seorang Soekarno.
Ini yang saya pahami bahwa Surat itu bisa saja Palsu dan Jelas ada tekanan
Kudeta kepada Soekarno, yang pada masa itu Soeharto memegang kendali
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Yang menjadi masalah
sekarang adalah, tidak ditemukannya ke-aslian surat SUPERSEMAR itu sendiri
dan Tanda Tangan Soeharto terjadi penyimpangan yang mendalam bila
dibaca secara tulisan tangan seseorang yang dalam ancaman. Ini jelas suatu
misteri, kemanakah surat asli SUPERSEMAR itu ?. Agar lebih jelas kita bahas
kronoligis, misteri dan fakta mengenai surat SUPERSEMAR itu sendiri.

Satu fakta menarik yang terungkap, salah seorang yang sangat dengan Ir.
Soekarno pada masa itu adalah Soekardjo Wilardjto, sayang dia telah
wafat pada tanggal 5 Maret 2013 di Yogyakarta. selama 47 tahun dari Maret
1966 sampai Maret 2013 dia tak lupa sekalipun kejadian terjadinya surat
SUPERSEMAR itu.
Pelajaran Sejarah di sekolah pada zaman Orde Baru mengatakan bahwa ada
3 Jenderal yang menghadap Bung Karno untuk mengantarkan Supersemar
kepada Mayjen Soeharto, namun kesaksian Wilardjito mengatakan

bahwa ada 4 Jenderal yaitu Mayjen Basuki Rahmat, Mayjen Maraden


Panggabean, Brigjen Amir Machmud dan Brigjen M. Yusuf. Mereka
datang ke Istana Bogor pada 11 Maret 1966 dinihari dan pada 11 Maret 1966
petang hari.
Berikut kesaksiannya:
Sekitar pukul 01.00 WIB dinihari tanggal 11 Maret 1966, ada 4 orang Jenderal
(yang telah disebut diatas) datang ke Istana Bogor untuk bertemu Presiden
Soekarno. Saat itu, Presiden Soekarno hampir tidur. Karena saat itu Wilardjito
sedang bertugas, ia mengetuk pintu kamar Presiden Soekarno dan
memberitahu ada tamu datang.
Paduka, ada tamu,. Jawab Presiden, Siapa?
Basuki Rachmat, Amir Machmud, M. Yusuf dan Jenderal
Panggabean.
Ada apa?
Saya tidak tahu, Paduka.
Setelah mendengar laporan itu, kata Wilardjito, Presiden Soekarno langsung
keluar kamar memakai piyama menuju ruang tamu. Wilardjito mengikuti
Presiden dari belakang. Kepada 4 jenderal tersebut Presiden bertanya, Ada
apa datang malam-malam?
Ini mohon ditandatangani karena situasi sudah genting, kata M. Yusuf
sembari menyodorkan stopmap berwarna pink. Bersamaan dengan itu,
Basuki Rachmat dan M. Panggabean mencabut pistol dari pinggangnya
dan menodongkannya kepada Presiden Soekarno. Melihat itu, Wilardjito
juga langsung mencabut pistolnya karena keselamatan Presiden sedang
terancam. Keselamatan Presiden adalah tanggung jawabnya.
Melihat situasi ini, Presiden melarang Wilardjito dan mengatakan, Jangan,
jangan!.. Ketika stopmap warna pink itu dibuka dan dibaca oleh Presiden,
beliau kaget. Ini diktumnya kok diktum militer? Bukan diktum
Kepresidenan?. Dengan bernada memaksa, Amir Machmud mengatakan,
Untuk mengubah, waktunya sudah sempit.
Ya sudah kalau saya memang harus menyerahkan kepada Harto. Tapi kalau
situasinya sudah baik, mandat ini kembali kepada saya, kata Presiden
Soekarno. Saat itulah Supersemar ditandatangani oleh Presiden Soekarno.
Pada malam tanggal 13 Maret 1966, para petugas Istana ditangkapi, bahkan
sampai ajudan pribadi Kolonel Maulwi Saelan dan Brigjen Sabur (Komandan
Pasukan Tjakrabirawa). Lalu Supersemar disidangkan di MPRS. Soekarno
lengser dan Soeharto diangkat sebagai pejabat Presiden. Soekarno

diasingkan ke Wisma Yaso (sekarang Museum Satria Mandala), tidak boleh


baca koran, dilarang menonton televisi dan dilarang mendengarkan radio.
Penyelewengan dan kesewenang-wenangan yang dicurigai oleh Wilardjito
ternyata bukan omong kosong. Terbukti, setelah Soeharto dengan leluasa
menyelewengkan Supersemar, ia dan keluarganya ditangkap. Semua orang
yang dekat dengan Presiden Soekarno ditangkapi dan disingkirkan.
Wilardjito menulis:

Sungguh brutal dan sewenang-wenang sekali, tanpa prosedur


hukum. Setiap orang yang ditangkap ditodong oleh dua regu,
diperintahkan supaya angkat tangan. Tanpa surat perintah
penangkapan dan kami dinaikkan truk dan dibawa ke RTM (Rumah
Tahanan Militer). Bahkan, bukan hanya surat penangkapan tidak ada,
surat penahananya pun tidak pernah diberikan. Bukan itu saja
kesewenang-wenangannya, beberapa dipindahkan ke tempat
tahanan lain, tidak pernah diberikat surat pemberitahuan, baik
kepadaku maupun kepada keluarga saya. Bahkan, semua hak-hak
saya dihentikan begitu saja tanpa surat keputusan apapun. Bahkan,
hak milik dan data-dta kami dirampas. Sengaja saya katakan
dirampas karena saya tidak pernah diberikan surat tanda sita rumah
pribadi, sebab dulu saya bayar harganya, dirampas beserta
sertifikatnya.

Pak Soekarjo Wilardjito dan bukunya tentang SUPERSEMAR

Sumber ini saya temukan melalui bukunya, betapa hebatnya kudeta dan
kapitalisme pikiran Soeharto tentang melakukan penyerangan kepada
Presiden Soekarno. Orang dekatnya di tangkap, semua yang mendukung
Soekarno dibunuh dan diasingkan, semua yang menyangkut Soekarno harus
di lenyapkan. Mungkin pada masa itu akan sangat bahaya jika keyakinan kita
sebagai pejuang bangsa berbeda dengan keyakinan
para Poli"TIKUS" Kapitalisme dan awal mula Pembaharuan Orde dimulai,

dimulainya pembantaiian dan puncaknya yaitu Pemberontakan 1998 dengan


di akhiri dengan kisah yang manis yaitu turunya Presiden Soeharto setelah
menjabat kurang lebih 32 tahun sebagai pemimpin tertinggi Komunisme
Indonesia, dan harus di ingat juga kisah ending yang menyeramkan
yaitu hilangnya 13 Aktivis Indonesia yang saat ini tak tahu mereka
ada dimana, jika masih hidup mereka sekarang tinggal dimana ?,
dan jika sudah mati dimakah kuburannya ?.
Kedua, dimanakah SURAT SUPERSEMAR ASLI ITU SEKARANG ?.
Jika Readers belum mengetahui, bahwa di arsip dokumen negara tidak ada
satupun surat SUPERSEMAR yang asli, dan tidak ada juga pengusutan ulang
tentang kronoligis kebenaran SUPERSEMAR. Jelas ini sorotan akan penegak
hukum di indonesia readers. Kasus sebesar ini saja tidak ada
kepedulian,bagaimana dengan rakyat kecil yang akan melawan Rakyat besar
di meja hijau ?, tanyakan pada hati readers apa kelanjutan dan keputusan
sidang nanti.
Menurut Merdeka.com yang ditulis tanggal 12 Maret 2012 :
"Keberadaan naskah asli Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar)
tetap menjadi misteri. Tiga naskah Supersemar yang disimpan di
Arsip Negara Republik Indonesia, semuanya adalah palsu. Lantas di
mana yang asli?
Kepala ANRI, M Asichin menjelaskan, naskah Supersemar yang
disimpan di etalase arsip negara itu kini ada tiga versi versi.
Pertama, yakni surat yang berasal dari Sekretariat Negara. Surat itu
terdiri dari dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi dan di
bawahnya tertera tanda tangan beserta nama Sukarno.
Sementara surat kedua berasal dari Pusat Penerangan TNI AD. Surat
ini terdiri dari satu lembar dan juga berkop Burung Garuda. Ketikan
surat versi kedua ini tampak tidak serapi pertama, bahkan terkesan
amatiran. Jika versi pertama tertulis nama Sukarno, versi kedua
tertulis nama Soekarno.
Untuk versi ketiga, lebih aneh lagi. Surat yang terakhir diterima
ANRI itu terdiri dari satu lembar, tidak berkop dan hanya berupa
salinan. Tanda tangan Soekarno di versi ketiga ini juga tampak
berbeda dari versi pertama dan kedua.
Asichin memastikan ketiga surat itu adalah Supersemar palsu.
Sebab, lazimnya surat kepresidenan, seharusnya kop surat
Supersemar berlambang bintang, padi dan kapas.
Bukannya Burung Garuda. Apalagi yang polosan seperti yang

terakhir, kata Asichin saat di Jakarta, Sabtu (10/3)." (Sumber :


Merdeka.com)
Bagaimana bisa dokumen yang berisi tentang pergantian Presiden kita
sendiri tak ada ?, jelas inilah misteri yang harus di ungkap sekarang agar
kelak para bocah SD tahu bahwa kepahitan negara kita dapat terungkap.
Bagaimana bisa ?, Bagaimana Bisa ? dan lagi lagi kita tanyakan BAGAIMANA
BISA HOI NJINK ?.

Tetapkah Menjadi Mistery ?

Tiga Versi Supersemar,


Lebih dari empat puluh tahun berlalu, misteri Surat Perintah 11 Maret 1966
(Supersemar) hingga kini belum juga terpecahkan. Di mana naskah asli surat
tersebut

juga

masih

belum

bisa

ditemukan.

Sejumlah versi proses terbitnya Supersemar pun beredar. Entah siapa yang
benar.

Namun

dari

sejumlah

keterangan,

yang

tidak

bisa

dibantah

adalah Supersemar yang disimpan di ANRI adalah palsu.


Supersemar yang disimpan di etalase arsip negara itu kini ada tiga versi
versi:

Versi Pertama, yakni surat yang berasal dari Sekretariat Negara.


Surat itu terdiri dari dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi
dan di bawahnya tertera tanda tangan beserta nama Sukarno.

Versi Kedua, berasal dari Pusat Penerangan TNI AD. Surat ini terdiri
dari satu lembar dan juga berkop Burung Garuda. Ketikan surat versi
kedua ini tampak tidak serapi pertama, bahkan terkesan amatiran. Jika
versi pertama tertulis nama Sukarno, versi kedua tertulis nama
Soekarno.

Versi Ketiga, lebih aneh lagi. Surat yang terakhir diterima ANRI itu
terdiri dari satu lembar, tidak berkop dan hanya berupa salinan. Tanda
tangan Soekarno di versi ketiga ini juga tampak berbeda dari versi
pertama dan kedua.

Kontroversi Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) tidak hanya seputar


keberadaan (fisik) surat itu, namun juga soal isinya. Tiga versi Supersemar
yang disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) secara isi memang
sama, yakni perintah untuk mengamankan negara. Namun, bagaimana tafsir
atas isi surat tersebut?
Seperti

diketahui,

Supersemar

telah

dijadikan alat

pembenaran

bagi

Soeharto, si penerima, untuk memberangus Partai Komunis Indonesia (PKI),


menangkap 15 menteri yang dianggap beraliran kiri dan loyal terhadap
Presiden Soekarno serta mengawasi pemberitaan di media massa saat itu.
Melihat langkah Soeharto itu, Soekarno segera mengeluarkan surat lanjutan
dua hari berikutnya atau 13 Maret 1966 (Wisnu: 2010). Surat yang berisi tiga
poin penting ini dibawa oleh Wakil Perdana Menteri II, Dr J Leimena, dan
diserahkan kepada Soeharto.
Surat itu pada intinya mengingatkan Soeharto bahwa:
Pertama, Supersemar bersifat teknis/administratif semata, bukan politis.
Surat semata-mata berisi perintah untuk mengamankan rakyat, pemerintah
dan presiden.
Kedua, surat juga mengingatkan pembubaran partai politik harus atas seizin
presiden.

Ketiga, Soeharto diminta datang menghadap presiden untuk memberikan


laporan.
Surat yang tidak banyak diketahui publik ini akhirya tak digubris Soeharto.
Semua tahu bahwa setahun setelah penyerahan Supersemar atau 12 Maret
1967, Soeharto diangkat sebagai Presiden menggantikan Soekarno tanpa
proses pemilu.
Sejarawan Asvi Warman Adam (2009) menilai Supersemar seperti blanko cek
kosongyang bisa diisi semaunya oleh Soeharto. Hal ini terlihat dalam frasa
mengambil tindakan yang dianggap perlu dalam poin perintah pertama
surat itu.
Supersemar, kata Asvi, akhirnya ditafsirkan bukan hanya sebagai perintah
pengamanan, namun juga pemindahan kekuasaan (transfer of authority).
Brigjen Amir Machmud, salah satu orang dekat Soeharto, setelah melihat
surat itu menilai surat itu bernada penyerahan kekuasaan.

"Kontroversi isi Supersemar ini akhirnya membuat persepsi bahwa


Supersemar palsu sengaja dibuat mengarahkan ke transfer of authority.
Sementara yang asli jelas merupakan perintah mengamankan negara
atau delegation of authority. Ini pula yang diamini Roeslan Abdul Gani,
salah satu menteri Soekarno saat itu."

Bagaimana Readers, Begitu Intrik Nuansa Orde Baru Mereka ?, Begitu Drama
mereka membuat cerita seperti FTV ?, Begitu Pentingkah kekuasaan sehingga
teman akhirnya di korbankan ?, Begitu kuatnya nuansa hitam yang terlihat
dan sepertinya hari demi hari yang di lalui oleh para mereka yang hidup di
jaman itu selalu di selubungi mistery, tiada hari tanpa mistery.
Sedikit mengutip puisi Whiji Tukul :
BUNGA DAN TEMBOK
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri
Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami
Di manapun tirani harus tumbang!
SEMOGA LEBIH BISA MENJADI WAWASAN SEJARAH !!!

You might also like