You are on page 1of 2

Partus prematurus iminens (<37 minggu kehamilan) dikaitkan dengan meningkatnya

risiko kematian dan morbiditas dari lahir sampai dewasa. Pola epigenetik yang berlangsung
selama perkembangan fetus dapat mempengaruhi ekspresi gen seumur hidup dan
meningkatkan tingkat kerentanan terhadap penyakit kronis. Konsekuensi dari kelahiran
prematur mempengaruhi seluruh pertumbuhan. Misalnya, anak yang lahir prematur memiliki
tingkat yang lebih tinggi kecacatan perkembangan saraf dan peningkatan risiko masalah
perilaku seperti Attention Deficit Hyperactivity Disorder (Parets et al, 2014).
Kelahiran prematur juga meningkatkan risiko untuk mengembangkan penyakit kronis
seperti hipertensi, diabetes tipe 2, penyakit jantung, obesitas dan gangguan kejiwaan. Secara
kolektif, hal ini mendukung hipotesis perkembangan kesehatan dan penyakit, yang secara
konseptual menghubungkan lingkungan postnatal prenatal dan perkembangan awal untuk
penyakit kronis (Parets et al, 2014). Selain itu, lingkungan mempunyai pengaruh yang
relevan terhadap terjadinya partus prematurus, seperti nutrisi, perubahan temperatur, dan
toksin (Crulckshank et al, 2013).
Terdapat beberapa hipotesis mengenai mekanisme yang menyebabkaan terjadinya
PPI. Masa kehamilan rentan dengan keadaan strees, selama hipotalamus pituitary adrenal
(HPA) axis mengalami perubahan secara luas. Corticotropin-releasing hormon (CRH)
merupakan pengatur utama pengeluaran adrenokortikotropik hormon (ACTH). Sehingga
ACTH menstimulasi pengeluaran glukokortikoid dari korteks adrenal. Glukokortikoid
mengirimn feedback negative ke HPA aksis dan menginhibisi kadar hipotalamic dan pituitari
(Parets et al, 2014).
Selama masa kehamilan, produksi glukokortikoid menstimulasi pengeuaran CRH
plasenta. CRH plasenta kemudian akan menstimulasi HPA aksis maternal, sehingga
meningkatkan kortisol total dan bebas selama kehamilan. Selain itu HPA aksis juga mengatur
aliran darah placenta dan mempengaruhi proses kelahiran. CRH menstimulasi pengeluaran
ACTH baik yang berasal dari pituitary fetal dan plasenta dimana dapat menyebabkan
pengeluaran kortisol dari glandula adrenal fetal. Aktivasi yang progresif ddari HP aaksis fetal
merupakan hal yaang penting untuk maturisasi dari organ-organ seperti paru (Parets et al,
2014).
Sistem neuroendokrin berperan penting dalam ketepatan waktu partus. Oleh karena
itu, regulasi yang tidak tepat dalam sistem neuroendokrin dapat menyebabkan terjadinya PPI.
Stress fisik dan psikologi dapat mengaktifkan HPA aksis maternal dan fetal, dimana dapat
menyebabkan meningkatnya produksi CRH plasenta, hormon penting yang berfungsi untuk
maturasi fetal (Parets et al, 2014).
Kebanyakan penelitian tentang kelahiran prematur yang meneliti metilasi
DNA menggunakan darah karena aksesibilitasnya. Sebagai contoh, sebuah studi
menggunakan darah meneliti hubungan antara metilasi DNA dari gen tercetak dan kedua
kelahiran prematur dan status infeksi. Evaluasi menyeluruh di Afrika dan Amerika oleh
Parets dan rekannya mengidentifikasi ribuan situs CpG seluruh genom yang berhubungan
dengan PTB dengan gen terkait. Penelitian yang dilakukan oleh Parets dkk juga
mengidentifikasi banyak situs CpG yang berkaitan dengan PTB dan dengan usia kehamilan

kelahiran. Replikasi mengidentifikasikan perbedaan yang paling kuat dan penting yang dapat
ditargetkan untuk terapi. Sedangkan sebuah studi yang dilakukan oleh Burris dan koleganya
menguji metilasi LINE-1 dan menemukan bahwa ternyata lebih termetilasi di dalam darah
ibu pada awal kehamilan (Burris et al, 2012). Mereka juga melaporkan bahwa LINE-1 yang
lebih rendah tingkat metilasi pada awal kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko PPI
(Parets et al, 2014).
Analisis serum proteomik, yang terdiri dari pemisahan kromatografi diikuti oleh
massa spektrometri untuk mengidentifikasi peptida dan massa protein, dapat memberikan
inventarisasi luas peptida dan atau protein hadir pada waktu tertentu. Penggunaan analisis
proteomik untuk mengidentifikasi karakteristik molekuler fenotip wanita yang mengalami
partus prematur iminens atau infeksi telah dicoba di sekresi cairan dan serviks ketuban
(Esplin, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Esplin dkk (2011), perbedaan
proteomik terdapat di serum ibu beberapa minggu sebelum timbulnya gejala klinis pada
wanita sebelum terjadinya PPI (Esplin, 2011).

Dapus
Cruickshank M.N., Oshlack A., Theda C., Davis P.G., Martino D., et al. 2013. Analysis of
Epigenetic Changes in Survivors of Preterm Birth Reveals The Effect of Gestational
Age and Evidence For A Long Term Legacy. Genome Medicine 2013, 5:96. Australia:
Murdoch Childrens Research Institute.
Parets S.E., Bedient C.E., Menon R., Smith A.K. 2014. Preterm Birth and Its Long-Term
Effects: Methylation to Mechanisms. Biology 2014, 3, 498-513; doi:
10.3390/biology3030498
Esplin M.S., Merrel K., Goldenberg R., Lai Y., Iams J.D., et al. 2011. Proteomic
Identification of Serum Peptides Predicting Subsequent Spontaneous Preterm Birth. Am
J Obstet Gynecol 2011;204:391.e1-8. USA: National Institute of Child Health and
Human Development Maternal-Fetal Medicine
Burris, H.H.; Rifas-Shiman, S.L.; Baccarelli, A.; Tarantini, L.; Boeke, C.E.;
Kleinman, K.;Litonjua, A.A.; Rich-Edwards, J.W.; Gillman, M.W.
Associations of LINE-1 DNA methylation with preterm birth in a
prospective cohort study. J. Dev. Orig. Health Dis. 2012, 3, 173181.

You might also like