You are on page 1of 7

ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI INDONESIA

DALAM JANGKA PENDEK


ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI INDONESIA
DALAM JANGKA PENDEK
A. Latar Belakang
Memahami betapa besar pengaruh kebijakan moneter terhadap perekonomian, karena
menyangkut hajat hidup orang banyak. Untuk itu didalam suatu tatanan perekonomian suatu
Negara perlu dilakukan pengaturan bidang moneter. Pengaturan inilah yang bisa disebut
kebijakan moneter (monetary policy). kebijakan moneter pada umumnya bertujuan untuk
memelihara kestabilan nilai uang, pengendalian tingkat inflasi dan mendorong kelancaran
produksi dan pembangunan guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Melihat keterkaitan antara
moneter dan sektor riel atau dengan perekonomian secara makro, boleh dikatakan sektor moneter
merupakan salah satu bagian penting dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter yang
bersinergi dengan kebijakan sektor lain ditujukan untuk mendukung tercapainya target yang
ingin dicapai dalam ekonomi makro.
Bank for International Settlements (BIS) menilai bahwa ketahanan ekonomi negara-negara Asia,
termasuk Indonesia saat ini dalam menghadapi krisis telah jauh lebih baik. Hal itu tercermin
pada semakin kuatnya neraca pembayaran, meningkatnya cadangan devisa, dan berkurangnya
hutang luar negeri. Selain itu, perkembangan pasar keuangan yang membaik (financial
deepening) diharapkan mampu mengurangi risiko terjadinya krisis. Meski ketahanan ekonomi
negara-negara Asia membaik, namun pentingnya menjaga stabilitas dalam menghadapi gejolak
global saat ini. Gejolak yang muncul akibat meningkatnya harga-harga komoditas, makanan,
maupun krisis keuangan di Amerika Serikat akan berdampak pada melambatnya pertumbuhan
ekonomi dunia dalam beberapa waktu ke depan, termasuk Asia. Sementara itu, tingginya tekanan
inflasi sendiri termasuk di Indonesia yang semula berasal dari melonjaknya harga komoditas
internasional dan harga minyak, juga telah terefleksi pada meningkatnya inflasi inti di beberapa
negara. Menghadapi tekanan tersebut, bank sentral Indonesia perlu secara bijak menggunakan
pilihan dan instrumen kebijakan moneter yang ada dengan tetap memerhatikan keseimbangan
antara pertumbuhan, inflasi, dan stabilitas sistem keuangan. Kebijakan moneter dengan
mengunakan suku bunga maupun dengan memperkuat nilai tukar ditempuh oleh beberapa bank
sentral dalam menghadapi tekanan inflasi. Namun pilihan kebijakan tersebut akan sangat
ditentukan oleh kondisi dan struktur keuangan maupun perekonomian suatu negara. "Karenanya,
menghadapi tantangan yang sama tersebut, upaya kerja sama dan saling tukar pengalaman antar
otoritas moneter berbagai negara dalam menjalankan kebijakan moneter menjadi sangat penting.
Dalam Sidang Bank Internasional Sattlement ini dihadiri oleh perwakilan dari 19 Bank Sentral
atau otoritas moneter dari Asia Pasifik, Australia, New Zealand, Eropa, dan Amerika Latin. BIS
adalah organisasi internasional bank sentral seluruh dunia, yang mendorong kerjasama keuangan
dan moneter diantara bank sentral serta berlaku sebagai bank untuk bank sentral-bank sentral di
dunia. Sementera itu Bank Indonesia, sejak tanggal 5 Juni 2008 memutuskan untuk menaikan BI
Rate sebesar 25 bps dari 8,25 % menjadi 8,50 %.
Kenaikan BI Rate ini ditetapkan setelah mencermati perkembangan terkini baik perekonomian
global maupun domestik. Masih tingginya harga komoditas energi dan bahan pangan dunia serta

dampak kenaikan harga BBM memberikan tekanan pada inflasi di tahun 2008. Bank Indonesia
juga melihat bahwa tren peningkatan permintaan domestik turut memberikan tekanan pada
inflasi inti. Perkembangan ini mendasari pertimbangan Bank Indonesia untuk menaikkan BI Rate
pada bulan ini. Inflasi pada tahun 2008 kemungkinan akan meningkat pada kisaran 11,5-12,5% .
Namun memperkirakan bahwa dengan berbagai kebijakan yang telah dan akan dilakukan, baik
oleh Bank Indonesia maupun Pemerintah, inflasi akan kembali mengarah ke satu digit di tahun
2009 pada kisaran 6,5%1%.
Bank Indonesia akan memfokuskan pada upaya meredam dampak tidak langsung dari kenaikan
harga BBM dan pangan. Untuk itu Indonesia akan memanfaatkan secara optimal seluruh piranti
moneter yang ada, baik melalui BI Rate, pengendalian volatilitas nilai tukar, penyerapan ekses
likuiditas, optimalisasi Operasi Pasar Terbuka (OPT), maupun kebijakan-kebijakan lainnya.
Dalam rangka optimalisasi pengendalian Operasi Pasar Terbuka , maka terhitung sejak tanggal 9
Juni 2008, Bank Indonesia akan melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI
1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Dengan perubahan
tersebut, Indonesia akan menjaga pergerakan suku bunga PUAB O/N disekitar level BI Rate.
Penerapan inflation targeting framework dalam rejim nilai tukar mengambang bebas akan tetap
menjadi pegangan Bank Indonesia. Upaya menjaga volatilitas nilai tukar merupakan unsur
penting dari kebijakan tersebut dalam menurunkan tekanan inflasi. Ke depan, Indonesia melihat
ruang bagi apresiasi rupiah, sejalan dengan dukungan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Inflasi IHK Mei 2008 secara bulanan berada jauh di atas pola historisnya dan meningkat menjadi
1,41% dari 0,57% di bulan sebelumnya. Sementara itu, secara tahunan, inflasi Mei 2008 tercatat
sebesar 10,38% atau meningkat signifikan dibanding inflasi tahunan bulan sebelumnya (8,96%).
Dengan perkembangan tersebut, inflasi year-to-date sampai dengan bulan Mei 2008 telah
mencapai 5,47%. Kenaikan harga BBM bersubsidi di akhir bulan memberi dampak yang
signifikan pada peningkatan laju inflasi Mei 2008. Aksi menaikkan harga berbagai komoditas
menjelang kenaikan harga BBM berkontribusi terhadap tingginya inflasi Mei 2008. Mengingat
bahwa dampak kenaikan BBM diperkirakan belum sepenuhnya terefleksi pada inflasi di bulan
Mei 2008 maka tekanan inflasi akibat kenaikan harga BBM diperkirakan masih akan berlanjut
kembali di bulan-bulan selanjutnya. Meski dihadapkan pada tekanan inflasi yang tinggi, namun
perekonomian Indonesia masih menunjukkan ketahanan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari
pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2008 yang tumbuh cukup tinggi sebesar 6,3%. Angka
pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh meningkatnya investasi non bangunan. Di sisi lain,
kenaikan harga beberapa komoditas pertanian dan barang tambang di pasar internasional
memberikan sumbangan pada meningkatnya ekspor. Kenaikan harga tersebut didukung pula oleh
permintaan yang masih tinggi dari negara-negara emerging market. Neraca Pembayaran
Indonesia (NPI) diprakirakan mencatat kinerja yang baik terutama disumbang oleh neraca
transaksi berjalan. Surplus transaksi berjalan triwulan II-2008 diperkirakan tetap tinggi mencapai
USD 2,6 miliar atau 2,3% dari PDB. Untuk keseluruhan tahun 2008,diprakirakan Neraca
Pembayaran Indonesia berpotensi lebih baik dari perkiraan semula. Faktor tingginya harga
komoditas internasional masih mendukung kinerja ekspor. Masih kuatnya kinerja NPI
mengindikasikan bahwa perekonomian kita memiliki ketahanan dan selanjutnya akan berdampak
positif terhadap kestabilan nilai tukar rupiah. Cadangan devisa sampai dengan akhir Mei 2008,
tercatat masih tinggi mencapai USD 57,5 miliar. Sementara nilai tukar rupiah selama bulan mei
ini relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya.
Industri perbankan secara umum masih menunjukkan kinerja dan ketahanan yang baik.

Pelaksanaan fungsi intermediasi yang terus meningkat sebagian besar didanai dari dana Pihak
Ketiga (DPK). Kredit perbankan April 2008 naik Rp 22,9 triliun (2,1%) dari Rp.1.080,1 triliun
menjadi Rp.1.103,1 triliun. Secara year-on-year (April 2008 -April 2007), kredit meningkat
Rp.247,7 triliun atau sekitar 29%. Sekitar 71% dari total kredit ini dialokasikan kepada kredit
modal kerja dan investasi. DPK pada periode yang sama naik 1,1% dari Rp 1.466,2 triliun
(Maret 2008) menjadi Rp 1.481,8 triliun (April 2008). Kenaikan kredit yang lebih besar dari
kenaikan DPK pada bulan ini menyebabkan rasio LDR perbankan naik dari 73,7% (Maret 2008)
dan kembali mencapai level tertinggi 74,4% pada April 2008. Sementara rasio non performing
loans (NPL) perbankan baik gross maupun net naik sedikit, dari 4,33% menjadi 4,39%, dan dari
1,78% menjadi 1,83%. Ke depan, Indonesia tetap melaksanakan kebijakan moneter secara
konsisten dan terukur untuk mengamankan arah perkembangan inflasi sebagaimana tersebut di
atas. Untuk itu Penelitian ini dilakukan dengan judul Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat inflasi di Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah Tingkat BI rate yang ditetapkan Bank Indonesia berpengaruh signifikan terhadap
tingkat inflasi dalam perekonomian Indonesia.
2. Apakah tingkat pengangguran berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
3. Apakah Jumlah Uang beredar M1 berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
4. Apakah Jumlah Uang Beredar M2 berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi di
Indonesia.
5. Apakah Pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitiansebagai berikut :
1. Untuk menganalisa pengaruh Tingkat BI rate yang ditetapkan Bank Indonesia berpengaruh
signifikan terhadap tingkat inflasi dalam perekonomian Indonesia.
2. Untuk menganalisa pengaruh tingkat pengangguran terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
3. Untuk menganalisa pengaruh Jumlah Uang beredar M1 terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
4. Untuk menganalisa pengaruh Jumlah Uang Beredar M2 terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
5. Untuk menganalisa Pengeluaran pemerintah terhadap tingkat inflasi di Indonesia.

D. Kegunaan dan Signifikansi Penelitian


Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada
:
1. Pemerintah Indonesia tentang upaya pengendalian tingkat inflasi di Indonesia.
2. Pengusaha Indonesia tentang kondisi perekonomian Indonesia, sehingga dapat melakukan
kegiatan usaha bagi pengembangan perekonomian kedepan.
3. Investor tentang kondisi perekonomian Indonesia, sehingga dapat melakukan investasi di
daerah ini.
E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup perkembangan perekonomian Indonesia terkait dengan perkembangan


tingkat inflasi, dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia.
Tingkat inflasi yang diteliti meliputi perkembangan inflasi selama 20 bulan terakhir.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Pandangan Klasik tentang Perekonomian
Pandangan kaum klasik menyatakan bahwa tingkat output dan harga keseimbangan hanya bisa
dicapai kalau perekonomian berada dalam kesempatan kerja penuh (full employment)., dan hal
itu bisa dicapai melalui bekerjanya mekanisme pasar secara bebas. Mekanisme pasar yang
bekerja secara bebas tanpa campur tangan pemerintah, yang merupakan necessary condition bagi
tercapainya keseimbangan dalam kondisi full employment. Menurut Kaum Klasik keseimbangan
dalam kondisi full employment merupakan kondisi yang ideal atau normal dalam suatu
perekonomian. Kenyakinan kaum klasik tersebut dilatarbelakangi oleh tiga hal yaitu :
1. Perekonomian bebas memiliki kekuatan self correction atau self adjusting atau self regulation
yang dapat membawa perekonomian pada kondisi full emplopyment equilibriumi.
2. Hukum pasar J. B Say yang menyatakan bahwa Supply creates its own demand, penawaran
akan penciptakan permintaan sendiri dan akan selalu berlaku dalam perekonomian secara
keseluruhan. Oleh karena itu tidak akan pernah terjadi kelebihan produksi secara umum ( general
overproduction or general glut). Hukum say merupakan salah satu prinsip penting dalam
makroekonomi klasik.
3. Tingkat harga dan upah didalam perekonomian adalah cukup fleksibel artinya bahwa hargaharga barang dan upah tenaga kerja sewaktu-waktu dengan cepat dapat disesuaikan. Fleksibilitas
tingkat harga dan upah menurut kaum klasik menjamin tercapainya keseimbangan dengan
kesempatan kerja penuh didalam perekonomian.
Pada intinya model makroekonomi klasik memiliki beberapa implikasi penting antara lain :
1. Kesempatan kerja penuh selalu terwujud. Output dalam model ini berada dalam keadaan
keseimbangan pada tingkat kesempatan kerja penuh. Jika harga terlalu tinggi bagi market
clearing, maka akan terjadi kelebihan penawaran (excess supply), yang mendorong tingkat harga
turun sampai pada tingkat harga keseimbangan dan pasar clears. Sebaliknya jika perekonomian
terjadi kelebihan permintaan (excess demand), mak tingkat harga berada dibawah tingkat harga
keseimbangan, dan hal itu akan mendoron tingkat harga naik sampai pada harga keseimbangan.
2. Pergeseran permintaan agregat hanya akan mempengaruhi tingkat harga tetapi tidak
mempengaruhi tingkat output riel keseimbangan.
3. Penawaran merupakan faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut kaum klasik
stagnasi ekonomi yang terjadi merupakan akibat kegagalan atau ketidakmampuan didalam
meningkatkan dan mengembangkan input-input dalam perekonomian. pertumbuhan ekonomi
terjadi karena pergeseran didalam penawaran agregat.
4. Inflasi yang terjadi merupakan akibat ketidakmampuan bank sentral dalam mengendalian
tingkat inflasi dalam perekonomian. inflasi dalam perekonomian timbul sebagai akibat dari
kegagalan pemerintah atau bank sentral untuk mengendalikan laju pertumbuhan jumlah uang
beredar.

B. Pandangan Keynes Perekonomian


Pandangan yang disampaikan kaum klasik mendapat tanggapan kristis dari John Maynard
Keynes. Keynes dalam bukunya The general theory of Employment, Interest, and money
mengemukakan teori alternative yang mencoba menjelaskan sebab-sebab terjadinya the great
depression dalam perekonomian dunia tahun 1930. Menurut Keynes perekonomian pada
dasarnya tidak stabil dan penuh dengan ketidakpastian. Kondisi yang ideal dalam perekonomian
atau normal state of economiy adalah keseimbangan dibawah kesempatan kerja penuh atau less
than full employment equilibrium. Tingkat output keseimbangan menurut Keynes tergantung
pada permintaan agregat atau Agregat demand. Keynes mengatakan tidak terdapat
kecenderungan secara alamiah, atau no natural tendency bagi perekonomian untuk bergerak
kearah keseimbangan dengan kesempatan kerja penuh. Untuk Keynes menunjuk beberapa
kelemahan (weakness) dari pendangan klasik yaitu :
1. Penurunan dari tingkat bunga tidak akan secara otomatis mendorong investasi business secara
memadai untuk mewujudkan kesempatan kerja penuh. Menurut Keynes rencana investasi selain
ditentukan oleh tingkat bunga juga oleh ekspektasi mengenai masa yang akan datang.
2. Penurunan upah tidak memadai sebagai mekanisme koreksi terhadap masalah pengangguran
yang ada. Hal itu karena penurunan upah nominal akan ditentang keras oleh para buruh, yang
memiliki posisi cukup kuat dengan serikat buruhnya.
3. Dalam pandangan klasik uang dianggap netral dalam arti tidak mempunyai pengaruh terhadap
sector riel seperti output dan kesempatan kerja. Sedangkan Keynes berpendapat uang merupakan
pengubah yang sangat penting dan menentukan, karena dapat mempengaruhi tingkat output dan
kesempatan kerja dalam perekonomian.
C. Inflasi dan Pengangguran
Inflasi adalah sebuah gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus
menerus. Menurut Venieris dan Sebold (1978) mendefinisikan inflasi sebagai a sustained
tendency for general level of prices to rises over time. Atau suatu kecenderungan meningkatnya
tingkat harga umum secara terus menerus sepanjang waktu. Berdasarkan definisi tersebut
kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali waktu saja tidak dapat dikatakan sebagai
inflasi. Terkait dengan inflasi ada 3 hal yang perlu dipahami yaitu inflasi itu sendiri, tingkat
inflasi dan indeks harga. Inflasi itu sendiri pada dasarnya tingkat perubahan harga. Sedangkan
tingkat inflasi adalah akumulasi dari inflasi-inflasi terdahulu atau persentase perubahan didalam
tingkat harga. Tingkat inflasi dapat dijelaskan dengan formula :
Pt Pt-1
= -------------- 2.1
Pt-1
Dimana adalah tingkat inflasi, Pt adalah tingkat harga pada tahun t (tahun sekarang) dan Pt-1
(tahun sebelumnya). Maka tingkat harga sekarang atau Pt dapat ditulis sebagai berikut :
Pt = Pt-1 + (Pt-1). 2.2Adapun Indeks harga mengukur biaya dari sekelompok barang tertentu
sebagai persentase dari kelompok barang yang sama pada periode dasar. Secara umum dikenal 3
indeks harga yaitu

A. Pandangan Kaum Moneteris dan Klasik


Teori inflasi dari kaum klasik dapat dianalisa dalam kerangka teori kuantitas uang dengan
menggunakan persamaan pertukaran (equatation of exchange) yaitu
MV = PV 2.3
Persamaan pertukaran tersebut dapat ditulis kembali dimana masing-masing pengubah dari
persamaan tersebut dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan sepanjang waktu. Persamaan
berubah menjadi
Ms V P Y
-------- + ------ = ------- + -------- 2.4
Ms V P Y
Dengan menempatkan tingkat inflasi disebelah kiri, maka persamaan berubah menjadi :
P Ms Y V
-------- + ------ = ------- + -------- 2.5
P Ms Y V
Dimana P/P adalah tingkat inflasi. Ms /Ms adalah pertumbuhan jumlah uang beredar. V /V
adalah persentase perubahan didalam kecepatan perputaran uang. Y/Y adalah laju pertumbuhan
output.
Persamaan tersebut digunakan untum mengetahui sumber inflasi, dimana inflasi disebabkan oleh
pertumbuhan jumlah uang beredar, pertumbuhan output dan perubahan didalam kecepatan
perputaran uang. Kaum klasik mengasumsikan kecepatan perputaran uang adalah konstan. Ini
berarti V /V = 0. Maka persamaan diatas berubah menjadi :
P Ms Y
-------- = ------ - -------- 2.6
P Ms Y
Persamaan ini menyatakan bahwa tingkat inflasi sama dengan pertumbuhan jumlah uang beredar
dikurangi pertumbuhan output. Kaum klasik mengasumsikan bahwa perekonomian berada dalam
tingkat full employment yang berarti Y dalam persamaan pertukaran adalah tetap. Selain itu
kaum klasik juga mengasumsikan variabel V adalah konstan. Dengan demikian perubahan dalam
jumlah uang beredar akan menyebabkan perubahan proporsional dalam variabel tingkat harga
(P). oleh karena itu penyebab utama timbulnya inflasi adalah jumlah uang beredar. Dengan kata
lain kaum klasik dan kaum moneteris beranggapan bahwa inflasi adalah fenomena moneter.
B. Pandangan Keynes tentang Inflasi
Keynes mengatakan kecepatan perputaran uang (V) merupakan sesuatu yang bersifat dapat
berubah ubah (variable). Hal ini berbeda dengan kaum klasik dan moneteris yang mengatakan
V adalah konstan atau tetap. Oleh karena V dapat berubah ubah, maka apabila terjadi kenaikan
jumlah uang yang beredar (M2) tidak akan menyebabkan perubahan didalam tingkat harga (P).
dengan perkataan lain,tingkat harga akan tetap. Penekanan Keynes pada variabilitas output dan
jangka pendek (shortrun) juga memberi kontribusi terhadap pandangan bahwa inflasi bukanlah
murni sebagai fenomena moneter. Berbeda dengan kaum klasik yang mengasumsikan
perekonomian selalu dalam kondisi kesempatan kerja penuh, Keynes sebaliknya mengatakan
bahwa pengganguran dapat saja terjadi untuk suatu jangka waktu yang panjang atau bahkan
untuk jangka yang tidak terbatas. Dengan adanya pengganguran, maka suatu kenaikan didalam

jumlah uang beredar (M2) ( kecuali dalam kasus ekstrim) akam menyebabkan, baik tingkat harga
maupun tingkat output mengalami kenaikan. Dengan kenaikan didalam output tersebut, kenaikan
di dalam tingkat harga akan menjadi lebih kecil daripada kenaikan di dalam jumlah uang beredar
(tidak proporsional), sekalipun kecepatan perputaran uang beredar itu konstan.
Didalam model Keynesian, jumlah uang beredar (Ms) hanyalah salah satu ( bukan satu-satunya )
faktor penentu tingkat harga. Namun didalam jangka pendek, ada banyak faktor lain menurut
Keynesian yang mempengaruhi tingkat harga, seperti pengeluaran konsumsi rumah tangga (C),
pengeluaran investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan pajak (T). Seperti halnya dengan
kaum klasik dan moneteris, para ahli ekonomi Keynesian kotemporer (contemporary Keynesian)
percaya bahwa inflasi merupakan fenomena moneter dan sebagai akibatnya, mereka menetapkan
pengurangan laju pertumbuhan jumlah uang beredar sebagi salah satu cara untuk mengurangi
tingkat inflasi. Tetapi walaupun demikian, menyangkut sejumlah isu yang berkaitan dengan
inflasi, seperti kaitan antar tingkat inflasi dan pengangguran misalnya, Keynesians dan moneteris
memiliki pandangan yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Analisis Keynesian
menunjukkan bahwa kenaikan jumlah unga beredar yang terus-menerus memiliki pengaruh yang
sama, baik atas kurva permintaan agregat (AD) maupun kurva penawaran agregat (AS) yaitu
kurva permintaan agregat akan bergeser kekanan dan kurva penawaran agregat akan bergeser
kekiri, seperti ditunjukkan dalam gambar 2.1. kesimpulanya adalah sama dengan kesimpulan
yang dikemukakan kaum moneteris yaitu bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar yang pesat
akan menyebabkan tingkat harga mengalami kenaikan secara terus menerus dengan laju yang
tinggi, yang berarti menciptakan inflasi
A. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah serta tinjauan teori, maka hipotesa dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Tingkat BI rate berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi di Indonesia
2. Tingkat Pengangguran berpengaruh negatif terhafap tingkat inflasi di Indonesia.
3. Jumlah uang beredar M1 berpengaruh negatif terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
4. Jumlah uang beredar M2 berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
5. Pengeluaran Pemerintah berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi di Indonesia.

You might also like