You are on page 1of 16

Asthma-COPD Overlap Syndrome

(ACOS)

Oleh
Nur Safira Anandita
1118011090

Perseptor
dr. Andreas Infianto, Sp.P
dr. Ronald David Martua, Sp.PD

Kepaniteraan Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
RS. Jend. Ahmad Yani Metro
2015

PENDAHULUAN
Pada anak dan dewasa muda, penegakan diagnosis dalam berbagai penyakit dengan
manifestasi gangguan pernapasan sangat berbeda dengan penegakan diagnosis yang dilakukan
pada pasien dewasa. Ketika diagnosa lain seperti penyakit infeksius luar paru dan gangguan
penyakit luar paru (penyakit jantung kongenital, penyakit jantung koroner, gangguan
gastrointestinal) sudah disingkirkan, diagnosa yang memungkinkan bagi anak dengan
gangguan pernapasan adalah asma bronkial. Penyakit ini merupakan suatu bentuk gangguan
pernapasan dengan hipersensitivitas, sehingga tidak jarang pada pasien yang sama juga
ditemukan gejala rhinitis alergika.
Pada dewasa (umumnya di usia 40 tahun keatas), PPOK lebih sering ditemukan dibandingkan
asma, namun keduanya menunjukkan gangguan keterbatasan aliran udara sehingga sulit
dibedakan. Beberapa terminologi diagnostik seperti overlap=(tumpang tindih), digunakan
pada pasien yang menunjukkan gejala dari kedua penyakit tersebut, dan tinjauan atas masalah
ini sering menjadi perdebatan antara praktisi-praktisi kesehatan. Gejala tumpang tindih yang
dimaksud adalah frekuensi eksaserbasi penyakit yang meningkat, penurunan fungsi paru
dalam onset yang cepat, dan potensi mortalitas yang tinggi, serta keduanya membutuhkan
penanganan medis yang intensif.
Angka prevalensi dimana pasien menunjukkan baik gejala asma dan PPOK dalam satu kali
kunjungan rumah sakit didapat hingga 15-55%, dan angka pelaporan dimana kedua diagnosa
sering ditegakkan berdampingan dengan satu sama lain baik sebagai diagnosa banding
maupun diagnosa kerja yang bersandingan mencapai 15-20%.
Tujuan dari referat ini adalah menjelaskan kedua gejala tumpang tindih yang didapat pada
pasien, dan membahas tentang penegakan diagnosa serta tatalaksana yang tepat bagi penderita
sindroma tumpang-tindih asma-PPOK atau Asthma-COPD Overlap Syndrome (ACOS).

DEFINISI
Asma
Adalah penyakit heterogenik dengan inflamasi kronis saluran napas (bronkus) sebagai
karakteristik penyakitnya. Dalam penegakan diagnosisnya dapat ditemukan bunyi mengi
(wheezing), pernapasan yang dangkal, pernapasan yang tidak lega/sempit, dan batuk relatif
yang berbeda pada tiap individu dalam hal lama durasi dan intensitas, serta terbatasnya aliran
udara.
Global Initiative for Asthma (GINA), circa 2014
Selain yang dituliskan diatas, asma juga didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran
napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episode tersebut
berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), circa 2011

Gambar 1. Ilustrasi gangguan saluran napas pada asma


PPOK
PPOK adalah gangguan paru dengan karakteristik terbatasnya aliran udara yang persisten dan
umumnya makin memberat/progresif akibat respon inflamasi yang terjadi baik pada saluran
udara (bronkus) dan jaringan paru akibat paparan partikel atau gas beracun.

Pada tiap individu manifestasi PPOK berbeda, tergantung dari ada tidaknya maupun besar dan
lama paparan yang dapat menyebabkan eksaserbasi.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), circa 2014
Dalam praktiknya di Indonesia, PPOK diartikan sebagai penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau
reversibel parsial. PPOK ditunjukkan dengan gambaran klinis bronkitis kronik; kelainan
saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, yang tidak disebabkan oleh penyakit lainnya,
sementara emfisema merupakan suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran
rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI), circa 2011

Gambar 2. Ilustrasi gambaran bronkitis kronik dan emfisema pada penderita PPOK

Asthma-COPD Overlap Syndrome (ACOS)


Sindroma tumpang-tindih asma-PPOK atau ACOS, adalah suatu penyakit yang sering
ditemukan oleh klinisi namun belum memiliki suatu definisi tetap. Hingga saat ini berbagai
penelitian maupun penanganan ACOS masih terfokus terhadap prosedur diagnosa dan
penanganan penyakitnya. ACOS dalam praktiknya ditegakkan ketika pasien menunjukkan
keterbatasan aliran napas dengan fitur gabungan dari baik asma dan PPOK, sehingga definisi
diagnostik dari ACOS adalah gangguan obstruktif pernapasan dengan karakteristik klinis
asma dan PPOK.
GINA & GOLD, circa 2014

TAHAPAN DIAGNOSTIK PASIEN DENGAN GEJALA GANGGUAN PERNAPASAN


TAHAP I
Tentukan apakah gejala yang diderita pasien sesuai dengan gambaran gangguan kronis saluran
pernapasan. Hal ini dilakukan dengan identifikasi faktor resiko, riwayat paparan substansi
yang dapat mempengaruhi pernapasan, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan tindakan
diagnostik lainnya.
Riwayat Penyakit
Fitur yang harus diperhatikan pada pasien dengan kecurigaan gangguan saluran napas kroni,
yakni;
1.

Riwayat batuk berulang atau kronis, ada tidaknya produksi sputum, dyspnea, atau
mengi, serta riwayat infeksi saluran napas berulang

2.

Riwayat penyakit sebelumnya yang telah didiagnosa oleh dokter sebagai asma atau
PPOK

3.

Riwayat penggunaan obat-obatan inhalasi

4.

Riwayat konsumsi rokok

5.

Paparan dari substansi toksik baik dari lingkungan hidup maupun lingkungan kerja

Pemeriksaan Fisik
1.

Dapat menunjukkan hasil yang normal

2.

Didapatkan temuan hiperinflasi toraks dan/atau insufisiensi pernapasan (napas


dangkal, gasping, usaha napas yang meningkat

3.

Suara auskultasi abnormal (wheezing dan/atau rhonki)

Radiologi
1.

Bisa didapatkan normal, terutama pada tahap awal perkembangan penyakit

2.

Fitur abnormal yang konsisten dengan gangguan saluran napas kronik, antara lain;
hiperinflasi, penebalan saluran napas, gambaran udara yang terjebak, hiperlusensi,
gambaran bula emfisematik, jantung pendulum, barrel chest, membesarnya jarak
interkosta dan lain-lain)

3.

Terlihat bukti untuk penegakan diagnosis lain seperti bronkiektasis, kardiomegali pada
gagal jantung, infeksi tuberkulosis, penyakit paru interstisial, penyakit jamur pada
parenkim paru, dan lain-lain.

TAHAP II
Berikan kemungkinan diagnosa sebelum melakukan pemeriksaan yang relevan untuk
menegakkan diagnosis dengan menganalisis fitur-fitur penyakit dengan gangguan saluran
napas kronik, dengan cara;
1.

Kumpulkan fitur diagnostik dari penyakit asma dan PPOK sesuai dengan tabel 1

2.

Pada tabel 1 dituliskan berbagai temuan klinis yang tidak meliputi keluhan yang dapat
ditemukan pada PPOK maupun asma secara lengkap, melainkan fitur-fitur yang
mudah dikenali dan khas terlihat yang dapat memudahkan praktisi untuk menegakkan
diagnosis, dimana kemungkinan penyebab lain sudah disingkirkan.

3.

Kemungkinan diagnosis dapat diambil, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut;


a.

Apabila ditemukan 3 kriteria pada satu fitur penyakit sesuai dengan yang
dituliskan pada tabel tanpa penyebab lain, maka kemungkinan besar pasien
menderita penyakit tersebut.

b.

Apabila pada kedua fitur penyakit ditemukan 3 kriteria pada saat bersamaan,
maka kemungkinan besar pasien mengalami ACOS, perlu diingat bahwa
ACOS jarang ditegakkan dalam keadaan non-eksaserbatif.

Penyakit

Asma

PPOK

Onset Usia

<20 tahun

40 tahun

Pola Gejala

1. Durasi serangan bervariasi untuk tiap

1. Persisten

episode serangan

2. Tidak ada kaitan intensitas terhadap

2. Dirasakan lebih berat pada malam hari

waktu

atau awal pagi hari/dini hari

3. Dyspnea didahului oleh batuk kronis

3. Dipicu oleh latihan, perubahan emosi, atau

dengan produksi sputum, tanpa dipicu oleh

paparan yang sifatnya akut atau mendadak

sebab lain

Keterbatasan aliran napas bervariasi pada

Keterbatasan aliran napas persisten

pemeriksaan spirometri

(FEV1/FVC<0.7 post bronkodilator)

Normal

Abnormal

Riwayat

1. Pernah didiagnosa asma

1. Pernah didiagnosa bronkitis kronik atau

Penyakit Dahulu

2. Memiliki relasi dengan riwayat asma atau

PPOK

atau Keluarga

penyakit alergi lainnya

2. Memiliki riwayat merokok, maupun

Fungsi Paru

Fungsi Paru saat


Serangan

paparan asap industrial yang berat

Hubungan

1. Gejala tidak memberat atau meringan,

1. Gejala umumnya makin berat seiring

dengan Waktu

intensitas hanya berubah ketika pergantian

waktu

musim maupun tahun

2. Hanya pulih sesaat ketika diobati

2. Gejala dapat pulih sendiri atau merespon

dengan bronkodilator kerja cepat

dengan baik terhadap bronkodilator atau


kortikosteroid sediaan inhalasi

Rontgen Thoraks

Normal

Hiperinflasi berat

Tabel 1. Kriteria khas PPOK, asma, maupun bentuk tumpang tindih dari keduanya (ACOS)

TAHAP III

Lakukan pemeriksaan fungsi paru dengan spirometri untuk membedakan jenis penyakit paru
restriktif (kendala pengembangan paru ketika inspirasi) atau obstruktif (gangguan paru untuk
mengeluarkan udara ketika ekspirasi), dan besar kendala pembatasan ventilasi.
Indikasi
1.

Untuk diagnosa maupun manajemen asma

2.

Untuk mendeteksi penyakit pernapasan pada pasien dengan gangguan napas, dan
menyingkirkan penyebab kardiovaskuler

3.

Mengukur respon bronkial pada pasien dengan asma

4.

Mengetahui jenis penyakit baik restriktif maupun obstruktif atau keduanya

5.

Untuk menilai perjalanan penyakit dengan gangguan fungsi paru dan menganalisa
tepat atau tidaknya tindakan pengobatan

6.

Mengetahui seberapa jauh kerusakan yang dialami pasien akibat paparan patogenik

7.

Mengidentifikasi penyakit yang disebabkan paparan non-patogen seperti barotrauma

8.

Pemeriksaan pre-operative pra-anastesia maupun bedah kardiotoraks

Kontraindikasi
1.

Hemoptisis yang belum diketahui penyebabnya

2.

Pneumothorax

3.

Status kardiovaskular yang tidak stabil

4.

Post-operatif mata

5.

Post-operatif thoraks dan/atau abdomen

6.

Nausea, vomitus, atau penyakit akut yang tidak memungkinkan pasien mengikuti
prosedur pemeriksaan spirometri

7.

Infeksi virus rekuren

Parameter
Umumnya parameter yang digunakan adalah kapasitas vital =(Vital Capacity/VC), kapasitas
vital paksa =(Forced Vital Capacity/FVC), volume ekspiratori paksa =(Forced Expiratory
Volume/FEV) pada interval detik ke-0.5; 1.0; 2.0; 3.0; dengan interpretasi dasar sebagai
berikut;
1.

Gangguan restriksi

VC<80% nilai prediksi


FVC<80% nilai prediksi

2.

Gangguan obstruktif :

FEV1<80% nilai prediksi


FEV1/FVC<75% nilai prediksi

3.

Gangguan obstruktif :

FVC<80% nilai prediksi

dan restriktif

FEV1/FVC<75% nilai prediksi

Apabila penyakit sudah ditegakkan sebagai penyakit obstruktif, pemeriksaan spirometri juga
dapat dilakukan untuk mengetahui derajat keparahan penyakit dan efektivitas terapi, terutama
pada PPOK dimana dilakukan pemeriksaan fungsi paru pada 15 menit hingga 60 menit pasca
intervensi bronkodilator

Gambar 3. Nilai spirometri pada berbagai kelainan dengan manifestasi gangguan pernapasan
Keterangan

Flow
TLC
VC
RV

=
=
=
=

aliran udara
Total Lung Capacity; Kapasitas Total Paru (VC+RV)
Vital Capacity; Kapasitas Vital
Residual Volume; Volume Residual

Pada penyakit paru obstruktif terlihat gambaran spirometri dengan aliran dan volume yang
menurun drastis saat ekspirasi, yang menunjukkan proses ekspirasi udara yang terhambat
akibat obstruksi pada saluran udara (bronkus), hal ini kemudian menimbulkan bunyi khas
pada penyakit paru obstruktif yang dikenal sebagai mengi/wheezing.
Beda halnya dengan penyakit paru restriktif yang ditunjukkan dengan nilai aliran dan volume
yang kecil, bukan menurun. Hal ini disebabkan oleh kelainan pada fase inspirasi, gangguan
pengembangan paru, atau keduanya, yang menyebabkan udara tidak mampu mengisi ruang

paru dengan baik dan memenuhi kebutuhan ventilasi paru, sehingga disebut dengan istilah
restriktif yang artinya keterbatasan/pembatasan.

Gambar 4. Penilaian fungsi paru pada PPOK dan Asma


Keterangan

.....

Nilai ekspektasi normal

__

Nilai yang didapat

Tabel 2. Klasifikasi derajat keparahan PPOK berdasarkan nilai FEV1-post bronkodilator

Tabel 3. Klasifikasi derajat keparahan asma berdasarkan spirometri dan manifestasi klinis

Tabel 4. Variabel spirometri pada asma, PPOK, dan ACOS

TAHAP IV

Berikan terapi inisial/tatalaksana awal. Sesuai dengan terminologi diagnostiknya,


penganganan terhadap ACOS sesuai dengan pola penyakit yang didapat, artinya apabila dari
manifestasi dan temuan pemeriksaan yang didapat penderita menunjukkan gejala yang lebih
konsisten dengan asma, maka walaupun didiagnosa sebagai ACOS penderita tetap mendapat
penatalaksanaan sesuai dengan terapi pada asma, dan sebaliknya pada penderita ACOS
dengan manifestasi dan temuan klinis PPOK.
Secara singkat, penatalaksanaan ACOS dilakukan dengan prinsip terapi sebagai berikut;
1.

Jika fitur konsisten dengan asma, berikan pengobatan asma

2.

Jika fitur konsisten dengan PPOK, berikan pengobatan PPOK

3.

Jika penilaian gejala menunjukkan ACOS, atau ada ketidakpastian untuk penegakan
diagnosa PPOK, mulailah pengobatan sesuai dengan terapi untuk asma sementara
menunggu hasil pemeriksaan lebih lanjut

4.

Jika penderita ACOS menunjukkan fitur asma yang lebih jelas dibandingkan fitur
PPOK, pemberian long-acting bronchodilator agent (LABA) harus diberikan dengan
steroid inhaler.

5.

Jika penderita ACOS menunjukkan fitur PPOK yang lebih jelas dibandingkan fitur
asma, terapi tidak boleh diberikan hanya dengan steroid inhaler tunggal, namun
dengan bronkodilator atau terapi kombinasi

6.

Diagnosa apapun yang diberikan pada pasien dengan ACOS dominan asma maupun
ACOS dominan PPOK, selain terapi farmakologis pasien juga diberikan terapi nonfarmakologi termasuk stop merokok, rehabilitasi paru, vaksinasi, dan pengobatan
komorbiditas

\
Tabel 5. Penatalaksanaan asma sesuai dengan berat serangan
\

Tabel 6. Algoritma penatalaksanaan PPOK stabil ringan

Tabel 7. Algoritma penatalaksanaan PPOK sedang-berat non-eksaserbasi

Perlu diingat apabila pasien mendapat penanganan ACOS dengan kriteria dominan PPOK
ditambah gejala eksaserbasi baik ringan, sedang, maupun berat (produksi sputum meningkat,
perubahan warna sputum, sesak bertambah berat), maka diberikan juga terapi khusus
eksaserbasi yaitu antibiotik. Pemberian antibiotik disesuaikan dengan kondisi pasien, namun
secara garis besar pemilihan antibiotik mengikuti aturan lini I (amoksisilin, makrolid) dan lini
II (amoksisilin dengan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, golongan makrolid baru).

TAHAP V
Dalam praktiknya, ACOS masih dianggap sebagai suatu kendala besar di dunia medis. Selain
karena penafsirannya yang sangat bergantung dari fitur dominan dari penderita, ACOS juga
belum menjadi suatu diagnosa yang familiar bagi praktisi kesehatan diluar spesialisasi
kejuruan paru. Oleh karena itu penting bagi praktisi medis untuk melakukan konsultasi
dengan ahli, mampu melakukan tatalaksana awal, dan bila perlu merujuk pasien dengan
diagnosa atau kecurigaan ACOS untuk dilakukan pemeriksaan serta penanganan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Aru W Sudoyo, dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
Gerard Tortora dan Bryan Derrickson. 2012. Principles of Anatomy and Physiology. Amerika
Serikat : John Wiley & Sons Inc.
Global Initiative for Asthma. 2014. Diagnosis of Diseases of Chronic Airflow Limitation:
Asthma and Asthma-COPD Overlap Syndrome (ACOS). New York : Annual Joint
Conference.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2014. Diagnosis of Diseases of
Chronic Airflow Limitation: COPD and Asthma-COPD Overlap Syndrome (ACOS). New
York : Annual Joint Conference.
Gunawan Sulistia, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2011. Konsensus Asma. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2011. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Saladin. 2010. Anatomi dan Fisiologi. Amerika Serikat : McGraw-Hill Inc.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.
Sylvia Price dan Lorraine Wilson. 2005. Patofisiologi; Edisi 6. Jakarta : EGC.

You might also like