You are on page 1of 11

1

ANALISIS PENGUKURAN
Ralat (Uncertainties), Perambatan ralat (Propagation of
Error), Pencocokan Kuadrat tekecil (Least Square Fitting),
dan Analisis Grafik

1. Pengukuran
1.1 Ralat dalam Pengukuran
Dalam dunia ideal pengukuran selalu sempurna. Papan kayu dapat dipotong
berukuran 2 x 3 meter persegi tepat. Balok aluminium bermassa 4 kilogram. Semua
pengukuran bernilai eksak, perhitungan hasil ukur menjadi sangat sederhana.
Namun sayangnya eksperimen dilakukan dalam dunia real, bukan dunia ideal.
Dalam dunia real pengukuran tidak pernah sempurna. Alat ukur memiliki
keterbatasan, tidak precisi dan tidak akurat.
Ketidaksempurnaan yang inheren di dalam pengukuran eksperimental disebut ralat
(uncertainty/ketidakpastian). Ralat harus disertakan setiap pengukuran dilakukan.
Notasi untuk menyatakan hasil ukur beserta ralatnya adalah:
(estimasi terbaik ralat) satuan

Gambar 1 Pengukuran dan ralat: g = (9.801 0.002) m/s2

Misal pengukuran menghasilkan g = (9.801 0.002) m/s2 seperti ditunjukkan anak


panah. Pengukuran ini dapat diinterpretasikan berada diantara (9.801 + 0.002)
m/s2 and (9.801 - 0.002) m/s2, atau pada interval 9.799 m/s2 < g < 9.803 m/s2 .
Maka tampak bahwa pengukuran eksperimental bukan merupakan nilai eksak
namun jangkau / interval dari nilai kemungkinan. Jangkau ini ditentukan oleh
ralat.
Di bawah ini diberikan dua contoh pengukuran:
V=(4.000 0.002) m3

G=(6.67 0.01) x 10-11 Nm2/kg2

Ketentuan yang dipakai untuk menyatakan pengukuran adalah:


Taksiran terbaik dan ralat harus memiliki jumlah digit setelah
titik desimal yang sama.
Jika ditulis dalam notasi aljabar menjadi:
( X X)
Notasi delta sesuai perjanjian menyatakan ralat.
Bagaimana kita menentukan ralat di laboratorium?

1.2 Ralat dalam Pengukuran Eksperimental


Karena pengukuran eksperimental dituliskan dalam bentuk pasangan
bilangan maka pengukuran yang lengkap baik taksiran maupun ralatnya harus
diperoleh. Taksiran terbaik dapat ditentukan secara sederhana dengan membaca
skala atau tampilan digital, namun penentuan ralat menjadi lebih rumit. Perjanjian
yang digunakan bahwa ralat di dalam pengukuran merupakan ukuran skala terkecil
pada alat ukur yang digunakan. Misal, jika skala digital menampilkan 1.35 g, maka
pengukuran dinyatakan dengan (1.35 0.01) g karena alat ukur yang digunakan
mampu mengukur increment 0,01 g. Untuk alat ukur analog seperti meteran maka
skala terkecil merupakan tanda pembagian terkecil pada alat. Oleh karena itu
pengukuran terkecil yang mampu dilakukan oleh meteran hanya dalam 1 milimeter,
sehingga ralat untuk meteran adalah 1 mm, seperti (0.353 0.001) m.

1.3 Persentase Ralat Pengukuran


Penting dan dianjurkan menentukan kualitas hasil ukur. Untuk menentukan
bagaimana hasil ukuran dibadingkan dengan hasil ukur yang diperoleh dengan alat
ukur lain digunakan konsep persentase ralat. Persentase menjadikan kita bias
membandingkan antara apel dan jeruk. Contohnya, manakah dari pengukuran
panjang atau massa yang menyebabkan percepatan gravitasi memiliki ralat besar.
Persentase ralat dari hasil pengukuran didefinisikan sebagai rasio antara ralat
pengukuran dengan taksiran terbaiknya kemudian dikalikan dengan 100%. Sebagai
contoh pengukuran menghasilkan M M. Persentase ralat adalah:
M
Persentase ralat:
100%
M

1.4 Ralat tak langsung (Implied Uncertainties)


Pada buku teks Fisika mungkin anda tahu bahwa semua hasil ukur
dinyatakan tanpa ralat. Ini bukan berarti pengarang dapat mengukur besaran secara

eksak, namun semata-mata hanya untuk alasan praktis. Ralat disini merupakan ralat
tidak langsung, atau implisit (implied). Untuk pengukuran yang mengadung ralat tak
langsung, maka ralat sesungguhnya didefinisikan dengan tempat desimal signifikan
terkecilnya. Contoh, jika suatu buku menyatakan bahwa percepatan gravitasi bumi g
= 9.80146 m/s2, maka ralat tak langsungnya adalah 0.00001 m/s2 sehingga kita
dapat menuliskan:
g g = (9.80146 0.00001) m/s2.

2.

Kesesuaian
dan
ketidaksesuaian
(Agreements and Discrepancies)

Salah satu hal yang penting untuk dilakukan jika telah memperoleh hasil
pengukuran adalah membandingkan dengan hasil ukur yang lain. Ada dua tipe
pembandingan hasil ukur yaitu: (1) membandingkan dengan hasil yang telah
standar; dan (2) melakukan beberapa pengukuran kemudian membandingkan antar
hasil pengukuran tersebut. Untuk kedua kasus ini dibutuhkan perjanjian apakah
dibandingkan dengan hasil standar ataukah dibandingkan dengan hasil ukur yang
lain. Secara numerik juga dibutuhkan seberapa dekat satu hasil ukur terhadap hasil
ukur yang lain.
Dua pengukuran dikatakan sesuai jika keduanya memiliki nilai bersama;
yaitu jangkau ralat yang overlaping.
Overlaping dari jangkau ralat bisa total sehingga dalam hal ini hasil pengukuran
memiliki nilai taksiran dan ralat terbaik, atau secara parsial, dalam hal ini hanya
beberapa nilai yang sama antara kedua hasil ukur.

sesuai

sesuai

tak sesuai

Gambar 2. Sesuai dan tidak sesuai


Pada gambar tersebut disajikan contoh 3 hasil pengukuran yang berbeda-beda.
Estimasi paling baik jika garis masuk pada kotak. Selanjutnya jika hasil ukur
berbeda maka perlu diketahui besarnya ketidaksesuaian. Untuk hal ini digunakan
istilah ketaksesuaian (discrepancy). Ketaksesuaian (Z) antara pengukuran
eksperimental (XX) dan pengukuran yang lain (biasanya secara teoritis atau
pengukuran standar) (YY) adalah:

X Y
100%
Y
Catatan: jika kita akan menentukan ketaksesuaian maka yang dipakai hanya nilai
estimasi terbaiknya dan bukan ralatnya.
Z

Jika anda akan membandingkan dua hasil eksperimental yang anda lakukan, maka
gunakanlah data yang pertama sebagai standar dan kemudian hitunglah
ketaksesuaian data kedua terhadap data pertama.
Contoh:
Dengan penimbangan, pemanasan untuk mengeluarkan air, dan kemudian
menimbang lagi, seorang murid menentukan persentase air di dalam hidrat dari
SrCl2 sebanyak 40.8%. Berapa persen ralatnya jika rumus ikatan kimia
sesungguhnya adalah SrCl2 .6H2O?
Persentase riil air dalam hidrat:

6H 2 O
108
100%
x 100% 40.3%.
SrCl 2 .6H 2O
268

40.3 - 40.8
x 100% 1%
40.3
Hitung persen kesalahan dari setiap penentuan kandungan berikut yang dikerjakan
di laboratorium:
1. Massa molar CO2 is 43.79 g/mol.
2. Kapasitas panas Cd is 0.197 J/g.C. (Nilai teoritis 0.231 J/g.C)
3. Konstanta ionisasi CH3COOH adalah 1.85 x 10-5. (Nilai teoritis 1.75 x 10-5)
4. Titik lebur timah 244 C. (Nilai teoritis 232 C).

Persentase kesalahan =

2.1 Precisi (cermat) dan Akurasi (tepat)


Dalam bahasa sehari-hari precisi dan akurasi sering dipertukarkan. Pada
bidang sains keduanya memiliki arti berbeda. Precisi menentukan dapat diulangulangnya hasil ukur (repeatability). Precisi melukiskan seberapa tepat hasil
pengukuran berikutnya mendekati hasil pengukuran sebelumnya. Semakin kecil
presentase semakin tinggi precisinya. Akurasi melukiskan seberapa cocok hasil
pengukuran dengan yang telah diketahui yaitu ukuran standar. Ukuran akurasi
adalah ketidaksesuaian seperti yang telah dijelaskan di atas.

Gambar 3. Penggambaran perbedaan precisi dan akurasi. (a) Precisi tetapi tidak
akurat, (b) Akurat tetapi tidak precisi.

Precisi ada dua macam:


1. precisi mutlak
2. precisi relatif
Pada precisi mutlak, besarnya ralat dinyatakan dengan satuan yang sama dengan
hasil ukurnya, sedangkan precisi relatif besarnya ralat harus dibagi dengan hasil
ukur.
Contoh:
Nilai benar = 30
Jika suatu pengukuran menghasilkan:
x = 23 2 maka dikatakan precisi tetapi tidak akurat karena kesalahan
sistematisnya terlalu besar.
x = 28 7 maka akurat tetapi tidak precisi karena hasil pengukuran di sekitar
30 namun kesalahan acaknya terlalu besar.
Jadi pengukuran harus akurat dan precisi
_

3. Perambatan ralat
Di laboratorium kita membutuhkan penggabungan beberapa hasil
pengukuran seperti penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Namun
hasil pengukuran terdiri dari 2 bagian yaitu taksiran dan ralat. Untuk bagian nilai
estimasi, operasi dijalankan sebagaimana biasa, namun untuk ralat data tidak
dilakukan seperti operasi biasa. Oleh karena itu digunakan perambatan ralat dengan
asumsi jika nilai estimasi digabungkan maka ralatnya menjadi bertambah. Disini
akan ditunjukkan bagaimana menggabungkan hasil ukur dan ralatnya. Perambatan
ralat yang biasa dipakai sudah benar, sedangkan yang ditampilkan disini adalah

nilai terjelek dari perambatan ralat. Sebenarnya hal ini tidak selalu tepat karena
tidak pasti masing-masing hasil ukur menghasilkan ralat. Cara yang benar adalah
dengan mengambil akar-jumlah kuadrat dari ralat. Namun cara ini sangat komplek.
Oleh karena itu di bawah ini diberikan aturan aljabar yang disertai dengan ralat.
Penjumlahan: Ralat pengukuran akhir merupakan jumlah dari ralat pengukuran
awalnya.

Pengurangan: Ralat pengukuran akhir merupakan jumlah dari ralat pengukuran


awalnya.

Perkalian: Ralat pengukuran akhir diperoleh dengan menjumlahkan persentase


ralat pengukuran awalnya dan kemudian mengalikannya dengan hasil kali nilai
estimasi masing-masing .

Hal ini dapat diturunkan dengan mudah dengan asumsi bahwa ralat sangat lebih
kecil daripada nilai estimasi terbaiknya. Dengan demikian jika kedua suku ruas kiri
dikalikan maka suku AB dapat diabaikan. Dengan menyusun kembali akan
memberikan hasil pada ruas kanan. Jika kita kana mengalikan tiga pengukuran
sekaligus maka hasilnya menjadi:

dan seterusnya. Catatan: persamaan di atas secara matematis jika salah satu A atau
B nol maka hasilnya tak terdefinisikan. Dalam keadaan demikian asumsi bahwa ralat
lebih kecil dari nilai estimasi terbaiknya tidak benar sehingga harus dipastikan
benar bahwa suku-sukunya tidak demikian baru menghitungnya.
Pembagian: ralat pada pengukuran akhir diperoleh dengan menjumlahkan
persentase ralat pengukuran awal dan kemudian mengalikan jumlah tersebut
dengan pembagian hasil ukurnya.

Rumus tersebut dapat diturunkan dengan menggunakan ekspansi binomial bagian


penyebut dengan asumsi bahwa ralat-ralatnya sangat kecil dibandingkan nilai
estimasi terbaiknya.
Contoh: menghitung kecepatan rata-rata pelari yang menempuh jarak D D =
(100.0 0.2)m dalam t t = (9.85 0.12) s.

Dalam contoh ini ralat akhir umumnya disumbang oleh ralat pengukuran t yang
tampak dari persentase ralatnya yaitu t/t~1.22% sedangkan untuk D,
D/D~0.20%. Maka jika kita ingin memperbaiki ralat dari kecepatan rata-rata maka
pertama-tama yang kita perbaiki adalah cara mengukur waktu, misalnya dengan
mengukur membeli stop watch yang lebih baik sebelum membeli meteran yang
baik.
Catatan: selama proses perhitungan maka tempat desimal dipertahankan, baru
setelah sampai pada hasil akhir maka dibulatkan.
Operasi aljabar yang lain adalah:
Inversi:

Perkalian dengan suatu konstanta:


Akar :

Bandingkan dengan cara lebih teliti


1. Penjumlahan dan pengurangan:
Jika C = A + B atau C = A - B, maka

C = (A2 + B2)1/2
Jika C = rA + sB, dengan r dan s konstanta, maka

C = [(rA)2 + (sB)2]1/2
Jika C = f(ABC), dimana f(ABC) berarti suatu fingsi dalam variabel A, B, and C,
maka
2

C
C
C
2
2
2

A
B
C
A
B
C

2. Perkalian atau pembagian:


Jika C = ABn, maka

C/C = [(A/A)2 + (nB/B)2]1/2


dan

C = C[(A/A)2 + (nB/B)2]1/2

4. Pembulatan pengukuran
Semua yang dijelaskan di atas merupakan cara memperoleh dan
menganalisis hasil ukur di laboratorium. Bagian ini akan membahas bagaimana
menyajikan hasil akhir secara benar. Ada dua konsep mayor.
Angka signifikan adalah jumlah angka pengukuran yang memiliki arti
Karena kita tahu bahwa semua pengukuran memiliki keterbatasan, maka ada satu
tempat desimal pada setiap pengukuran yang memiliki tingkat akurasi tertinggi.
Sebagi contoh, jika kemampuan baca anda hanya 0.1 g maka tak ada faedahnya
membuat estimasi hingga 433.33333g. Kita hanya akan melaporkan yang kita tahu
sehingga cara yang benar untuk menuliskan estimasi terbaik adlah 433.3g. Estimasi
terbaik ini memiliki 4 angka signifikan.
Pembulatan dapat diselesaikan sehingga estimasi terbaik dan ralatnya
sesuai pada bagian tempat desimalnya.
Tidak ada gunanya menulis keduanya dalam tempat desimal yang berbeda. Contoh,
hasil pengukuran dapat dituliskan (433.33330.1)g atau (4330.1)g keduanya
mengandung pesan mengenai akurasi pengukuran anda.

4.1 Angka Penting

Angka signifikan merupakan semua digit dalam besaran Fisika yang memiliki
arti atau sesuai dengan akurasi pengukuran besaran Fisika tersebut. Angka nol yang
berada pada titik desimal tidak memiliki signifikansi. Setiap pengukuran memiliki
sejumlah angka signifikan.

Ketentuan angka penting


1. Semua angka bukan nol adalah angka penting
2. Angka nol yang terletak diantara dua angka bukan nol termasuk angka
penting
3. Semua angka nol yang terletak pada deretan akhir dari angka-angka yang
ditulis di belakang koma desimal termasuk angka penting
4. Angka-angka nol yang digunakan hanya untuk tempat titik desimal bukan
angka penting
5. Bilangan-bilangan puluhan, ratusan, ribuan dan seterusnya yang memiliki
angka-angka nol pada deretan akhir harus dituliskan dalam notasi ilmiah
agar jelas apakah angka nol tersebut anagka penting atau bukan.
836,5: 4 angka penting
75,006: 5 angka penting
0,006: 1 angka penting
0,0060: 2 angka penting
8900 jika ditulis menjadi:
8,9 x 103: 2 angka penting
8,90 x 103: 3 angka penting
8,900 x 103: 4 angka penting
Ada dua cara utama untuk menangani angka penting dalam perhitungan. Yang
pertama untuk penjumlahan dan pengurangan dan yang kedua untuk perkalian dan
pembagian.
1) jika MENJUMLAHKAN atau MENGURANGI besaran, maka jumlah tempat desimal
pada hasil harus sama dengan tempat desimal bilangan terkecil. Sebagai contoh:
51.4 - 50.63 = 0.8; 7146 - 12.8 = 7133; 20.8 + 18.72 + 0.851 = 40.4

10

2) Jika MENGALIKAN atau MEMBAGI besaran, maka jumlah angka signifikan pada
hasil akhir sama seperti jumlah angka penting dari besaran yang paling tidak
precisi yang dikalikan atau dibagi. Contoh:
2.6 x 31.7 = 82 bukan 82.42; 5.3/748 = 0.0071 bukan 0.007085561
angka yang paling tidak signifikan pada bilangan pembilang atau penyebut
adalah 2 angka signifikan sehingga hasil baginya juga harus 2 angka signifikan
bukan 7 angka signifikan)
Jika menambahkan atau mengurangkan dua bilangan maka jumlah tempat desimal
harus dipertimbangkan. Demikian pula jika mengalikan atau membagi dua bilangan
maka jumlah angka penting harus dipertimbangkan.

4.2 Pembulatan
Misalkan dicari luas area A A dari bujur sangkar panjang l l = (2.708
0.005) m dan lebar w w = (1.05 0.01) m. Pertama kita lihat berapa angka
penting untuk estimasi terbaik bagi A. Dalam hal ini A = lw, dan karena l memiliki 4
angka penting dan w memiliki 3 angka penting. Maka A hanya dibatasi 3 angka
penting.

Lihat bahwa pada saat proses perhitungan boleh saja menulis berpaun akngka
penting, namun pada akhirnya kita hanya akan menulis 3 angka penting. Karena
dengan menyertakan angka penting lain dalam perhitungan tersebut menjadikan
pembulatkan tidak salah. Pertama kita membulatkan estimasi terbaik yaitu 2.843
m2 menjadi 2.84 m2 dan kemudian kita membulatkan ralat sesuai dengan tempat
desimal dari nilai terukur. Dalam hal ini kita membulatkan 0.03233 m2 menjadi 0.03
m2. Akhirnya kita tulis:
A A=(2.84 0.03) m2.

11

You might also like