Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif
pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Bersama-sama
cabang kedokteran lain serta anggota masyarakat ikut aktif mengelola bidang
kedokteran gawat darurat(1).
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat)
harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi
pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra
anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi,
menentukan
prognosis
dan
persiapan
pada
pada
hari
operasi.
Tahap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. APENDISITIS
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks. Apendisitis pada
awalnya dapat sembuh spontan, namun akan terjadi jaringan parut dan fibrosis.
Risiko untuk terjadinya serangan kembali adalah 50 %. Apendisitis yang parah
dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga
abdomen atau peritonitis. Terjadinya apendisitis umumnya karena bakteri. Namun
terdapat banyak sekali faktor pencetus, di antaranya sumbatan lumen apendiks,
timbunan tinja yang keras (fekalit), makanan rendah serat, tumor apendiks, dan
pengikisan mukosa apendiks akibat parasit seperti E. hystolitica. Terdapat gejala
awal yang khas, yaitu nyeri pada perut kanan bawah, yang disebut titik
Mc.Burney. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah.
Berbeda dengan apendisitis akut, apendisitis kronis pada palpasi didapatkan massa
atau infiltrat yang nyeri tekan dan leukosit yang sangat tinggi. Pada beberapa
keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi yang lebih parah. Hal ini sering menjadi penyebab
terlambatnya diagnosis, sehingga lebih dari setengah penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh
sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang akan menyebabkan
perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan
keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu saat, ketika meradang lagi,
yang disebut apendisitis eksaserbasi akut. Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi
yang paling tepat dengan tindakan operatif, yang disebut apendektomi. Penundaan
operasi dapat menimbulkan bahaya, antara lain abses atau perforasi (5)
B. ANESTESI UMUM
Anestesi dapat dibagi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi
regional. Anestesi umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu
inhalasi dan parenteral.
Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum, yaitu
meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat
reversible. Dalam memberikan obat-obat anestesi pada penderita yang akan
menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi,
induksi, maintenance dan lain-lain(5).
Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal
terdiri dari : (1) hipnotik (2) analgesia (3) relaksasi otot. Obat anestesi yang masuk
ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama
terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti
otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan
sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium
anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah
terjadinya kelebihan dosis. Tanda-tanda klinis anestesia umum (menggunakan zat
anestesi yang mudah menguap, terutama diethyleter):
Stadium I
Stadium II :
Stadium III :
Plane 1 :
Plane 2 :
Plane 3 :
Plane 4 :
Stadium IV :
Closed method : cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara
ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga
udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi. 2
Pada kasus isi dipakai semi closed anestesi karena memiliki
beberapa keuntungan, yaitu2
2. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi.
Adapun tujuan dari premedikasi antara lain : (2)
3. Obat-obatan Premedikasi
a. Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna untuk
mengurangi sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardial
yang berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau
tindakan operasi. Efek lainnya yaitu melemaskan otot polos, mendepresi
vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal, dan mengurangi rasa
mual serta muntah. Obat ini juga menimbulkan rasa kering di mulut serta
penglihatan kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal
maupun regional. Dalam dosis toksik dapat menyebabkan gelisah,
delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien. Tetapi hal ini dapat
diatasi dengan pemberian prostigmin 1 2 mg intravena2 .
Sediaan
Dosis
Pemberian
: SC, IM, IV
b. Pethidin
Pethidin merupakan narkotik yang sering digunakan untuk
premedikasi. Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan
induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia
pra dan pasca bedah, memudahkan melakukan pemberian pernafasan
buatan , dan dapat diantagonis dengan naloxon.
Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat
menyebabkan hipotensi orthostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila
digunakan pada pasien dengan hipovolemia. Juga dapat menyebabkan
depresi pusat pernapasan di medula yang dapat ditunjukkan dengan
respon turunnya CO2. mual dan muntah menunjukkan adanya stimulasi
narkotik pada pusat muntah di medula. Posisi tidur dapat mengurangi
efek tersebut.
Sediaan
Dosis
: 1 mg/ kgBB.
Pemberian
: IV, IM3
c. Midazolam
Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepin
dengan sifat yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine.
Merupakan benzodiapin kerja cepat yang bekerja menekan SSP.
Midazolam berikatan dengan reseptor benzodiazepin yang terdapat di
berbagai area di otak seperti di medulla spinalis, batang otak,
serebelum system limbic serta korteks serebri. Efek induksi terjadi
sekitar 1,5 menit setelah pemberian intra vena bila sebelumnya
diberikan premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa
premedikasi narkotika sebelumnya.
Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi
anestesi, basal sedasion sebelum tindakan diagnostic atau pembedahan
yang dilakukan di bawah anestesi local serta induksi dan pemelharaan
yang
berpotensi
mengancam
jiwa
midazolam
dapat
telur
dan
2,25%
glyserol.
Dosis
yang
dianjurkan
berupa
hipotensi,
aritmia,
takikardia,
bradikardia,
hipertensi. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia,
kebingungan, kejang, mual dan muntah.3
5. Pemeliharaan
a. Nitrous Oksida /Gas Gelak (N2O)
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak
iritatif,
tidak
berasa,
lebih
berat
dari
udara,
tidak
mudah
anestesi
yang
poten.
Dapat
mendepresi
SSP
10
secara
tunggal
akan
menyebabkan
depresi
11
Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah (1) bradikardi,
bradiaritma dan asistole pada pemberian berulang atau terlalu cepat
serta pada anak-anak; (2) takikardi dan takiaritmia; (3) lama kerja
memanjang terutama bila kadar kolinesterase plasma berkurang; (4)
peningkatan tekanan intra okuler; (5) hiperkalemi; (6) dan nyeri otot
fasikulasi.
Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 500 mg.
Pengenceran dengan garam fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml
sehingga membentuk larutan 2 %. Cara pemberian I.V/I.M/ intra
lingual/ intra bukal.1
b. Atrakurium besylate ( tracrium)
Sebagai pelumpuh otot dengan struktur benzilisoquinolin yang
memiliki beberapa keuntungan antara lain bahwa metabolisme di dalam
darah (plasma) melalui suatu reaksi yang disebut eliminasi hoffman
yang tidak tergantung fungsi hati dan fungsi ginjal, tidak mempunyai
efek kumulasi pada pemberian berulang, tidak menyebabkan perubahan
fungsi kardiovaskuler yang bermakna.
Menurut Chapple DJ dkk (1987) dan Tateishi (1989) bahwa pada
binatang atracurium tidak mempunyai efek yang nyata pada CBF,
CMR O2 atau ICP. Metabolitnya yang disebut laudanosin, menembus
blood brain barrier dan dapat menimbulkan kejang EEG, tetapi kadar
laudanosin pada dosis klinis atracurium tidak menimbulkan efek ini.
Lanier dkk mengatakan bahwa tidak ada perbedaan ambang kejang
dengan lidokain pada kucing yang diberikan atracurium. pancuronium,
atau vecuronium. Obat ini menurunkan MAP tetapi tidak menyebabkan
perubahan ICP. Dosis atracurium untuk intubasi adalah 0,5 mg/kg dan
dosis pemeliharaan adalah 5-10 ug/kg/menit. Kemasan : 2,5 ml dan 5
ml yang berisi 25 mg dan 50 mg atrakurium besylate. Mula kerja pada
dosis intubasi 2-3 menit sedangkan lama kerjanya pada dosis relaksasi
15-35 menit.1
12
7. Intubasi Endotrakeal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,
sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan.
Intubasi trakea bertujuan untuk :
8. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus
mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan
perioperatif bertujuan untuk :
a. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti
pada ileus obstriktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan
cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap
kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
13
b. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan
cairan pada dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml/kgBB/jam.
Sedang= 6 ml / kgBB/jam
Berat = 8 ml / kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang
dari
14
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. K.A.
Umur
: 42 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Hindu
Alamat
: Lingkungan Gebang
: Appendisitis Akut
: Appendisitis Akut
Macam Operasi
: Appendiktomi
Macam Anestesi
: Anestesi umum
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
MRS
: 09 Juni 2015
Kualitas : -
15
Nyeri bertambah bila untuk menekukan kaki. Nyeri bersifat kumatkumatan. Belum ada riwayat pengobatan apapun.
-
RPD : Asma (-), alergi makanan dan obat (-), HT (-), DM (-)
RPK : Riwayat sosial/ekonomi : sehari-hari pasien pergi bekerja dan ditempat
kerja pasien bekerja sebagai buruh tukang
BB : 70 kg
TB : 165 cm
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
Tensi
: 120/ 80 mmHg
Nadi
: 78 x/menit
Suhu Axiler
: 37,0 C
Respirasi
: 20x/menit
Berat badan
: 60 kg
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Thorax
Pulmo
16
17
2. USG
d. Diagnosis Pre-operasi
-
Diagnosis : Appendisitis
Tindakan : Appendictomi
18
e. Kesan Anestesi
Laki - Laki 42 tahun menderita appendisitis dengan ASA I
f. Terapi Pre-operasi
1. Puasa 6 jam pre-operasi
2. Inform consent ke keluarga tentang resiko tinggi operasi
3. IVFD RL 20 TPM
4. Oksigenasi 3 lpm (kanul)
5. Cefoperazon 1 gr / 8jam
6. Premed metil prednisolon 125 mg, Ranitidin 1 amp
g. Kesimpulan
Pasien seorang laki-laki, usia 42 tahun, dengan keluhan utama
nyeri perut kanan bawah, dan didiagnosa : appendisitia akut. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan : Vital Sign : tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 78x/menit, respirasi rate 20x/menit, suhu axiller 37,0oC, BB 60 kg.
Cor dan pulmo dalam batas normal, abdomen: didapatkan nyeri kanan
bawah, Mc Burney Sign (+)
Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan
a. WBC : 8,19 x 103/ul
b. RBC : 5,43 x 106/ul
c. HB : 16,3 gr/dl
d. PLT : 266 x 103/ul
e. PT : 7,46 detik
f. APTT : 1,39 detik
g. GDS 126 mg/dL
Akan dilakukan appendictomi dengan general anestesi.
Kelainan sistemik : (-), Kegawatan bedah : (+), Status fisik : ASA I
(Pasien sehat secara Jasmani dan Rohani, tidak ada gangguan sistemik.
ACC Operasi
19
B. RENCANA ANESTESI
1.
Persiapan operasi
Jenis anestesi :
Anestesi regional (spinal).
3.
4.
5.
6.
Waktu
O2
HR TD
SaO2
Obat
20
Ket
10.00
8 L 107
135/8
3
Ondansentron
99
4 L 110
operasi
130/8
0
4mg
Midazolam 2mg
Tramadol
10.15
(mulai
Kanul
99
100mg
Ketorolak 30mg
Kanul
)
10.30
10.45
4 L 85
85
4L
112/65
129/7
0
99
99
7.
Awasi kesadaran
Jika kaki pasien dapat digerakkan dan pasien sadar penuh, minum
bertahap
21
22
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik
akan dibahas masalah yang timbul, baik dari segi medis, bedah maupun anestesi.
A. PERMASALAH DARI SEGI MEDIK
Appendisitis yang merupakan proses radang dapat meningkatkan
metabolisme, dimana kebutuhan cairan meningkat yang menyebabkan penderita
mengalami kehilangan banyak cairan sehingga bisa terjadi dehidrasi atau juga
sepsis.
B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH
1. Operasi yang jika tidak dilakukan pembedahan, bisa mengancam jiwa
pasien, terutama jika terapi obat tidak respon dapat timbul perforasi.
2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi, sehingga perlu
dipersiapkan darah.
3. Iatrogenik (resiko kerusakan organ akibat pembedahan)
Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan
teknik anestesi yang aman untuk operasi yang lama.
C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
1. Pemeriksaan pra anestesi
Pada penderita ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain :
a. Puasa lebih dari 6 jam.
b. Pemeriksaan laboratorium darah
Permasalahan yang ada adalah :
Bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita sebelum dilakukan
anestesi dan operasi.
Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang sesuai dengan
keadaan umum penderita.
23
24
BAB V
KESIMPULAN
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi
yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui
kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada operasi
elektif appendictomy pada pasien laki-laki, umur 42 tahun, status fisik ASA I.
Dengan diagnosis appendicitis kronik dengan menggunakan teknik anestesi
regional (spinal)
Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan
yang ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya
komplikasi anestesi dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yang
berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung
dengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhardi, M, dkk. (2002). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi
Intensif, FKUI, CV Infomedia, Jakarta.
2. Tony H., (2000). Anestesi umum dalam Farmakologi dan Terapi, edisi IV.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
3. Boulton T.H., Blogg C.E., (1999). Anesthesiology, cetakan I. EGC,
Jakarta.
4. Morgan G.E., Mikhail M.S., (1992). Clinical Anesthesiology. 1st ed. A
large medical Book
5. Wim de Jong, (1996) Buku Ajar lmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta,
6. Wirjoatmojo, K, (2000). Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk
Pendidikan S1 Kedokteran, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.
7. Dobson Michael B, (1994)Penuntun Praktis Anestesi, cetakan I, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
26