You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif
pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Bersama-sama
cabang kedokteran lain serta anggota masyarakat ikut aktif mengelola bidang
kedokteran gawat darurat(1).
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat)
harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi
pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra
anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi,
menentukan

prognosis

dan

persiapan

pada

pada

hari

operasi.

Tahap

penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan


pemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi(1).
Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks Bila diagnosis sudah
pasti, maka terapi yang paling tepat dengan tindakan operatif, yang disebut
apendekomi. Penundaan operasi dapat menimbulkan bahaya, antara lain abses
atau perforasi. Apendisitis akut temasuk operasi emergensi. Pada operasi
emergensi, kondisi pasien harus dipersiapkan seoptimal mungkin. Persiapannya
sama seperti operasi elektif, hanya segala sesuatunya dilakukan saat itu juga.
Operasi intra abdominal paling baik dilakukan dengan anestesia umum
endotrakeal(2).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. APENDISITIS
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks. Apendisitis pada
awalnya dapat sembuh spontan, namun akan terjadi jaringan parut dan fibrosis.
Risiko untuk terjadinya serangan kembali adalah 50 %. Apendisitis yang parah
dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga
abdomen atau peritonitis. Terjadinya apendisitis umumnya karena bakteri. Namun
terdapat banyak sekali faktor pencetus, di antaranya sumbatan lumen apendiks,
timbunan tinja yang keras (fekalit), makanan rendah serat, tumor apendiks, dan
pengikisan mukosa apendiks akibat parasit seperti E. hystolitica. Terdapat gejala
awal yang khas, yaitu nyeri pada perut kanan bawah, yang disebut titik
Mc.Burney. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah.
Berbeda dengan apendisitis akut, apendisitis kronis pada palpasi didapatkan massa
atau infiltrat yang nyeri tekan dan leukosit yang sangat tinggi. Pada beberapa
keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi yang lebih parah. Hal ini sering menjadi penyebab
terlambatnya diagnosis, sehingga lebih dari setengah penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh
sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang akan menyebabkan
perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan
keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu saat, ketika meradang lagi,
yang disebut apendisitis eksaserbasi akut. Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi
yang paling tepat dengan tindakan operatif, yang disebut apendektomi. Penundaan
operasi dapat menimbulkan bahaya, antara lain abses atau perforasi (5)
B. ANESTESI UMUM
Anestesi dapat dibagi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi
regional. Anestesi umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu
inhalasi dan parenteral.

Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum, yaitu
meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat
reversible. Dalam memberikan obat-obat anestesi pada penderita yang akan
menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi,
induksi, maintenance dan lain-lain(5).
Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal
terdiri dari : (1) hipnotik (2) analgesia (3) relaksasi otot. Obat anestesi yang masuk
ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama
terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti
otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan
sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium
anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah
terjadinya kelebihan dosis. Tanda-tanda klinis anestesia umum (menggunakan zat
anestesi yang mudah menguap, terutama diethyleter):
Stadium I

analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya


kesadaran.

Stadium II :

excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya


respirasi teratur, mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau
muntah.

Stadium III :

dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi.


Dibagi 4 plane:

Plane 1 :

dari timbulnya pernafasan teratur hingga berhentinya


pergerakan bola mata.

Plane 2 :

dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga mulainya


paralisis interkostal.

Plane 3 :

dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis


interkostal.

Plane 4 :
Stadium IV :

dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma.


overdosis, dari timbulnya paralysis diafragma hingga
cardiac arrest.

Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani


operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi,
maintenance, dan lain-lain.
1. Persiapan Pra Anestesi
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi
dan pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk
keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:

Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.

Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang


sesuai dengan fisik dan kehendak pasien.

Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society


Anesthesiology) (1)
i. ASA I

: Pasien normal sehat, kelainan bedah

terlokalisir, tanpa kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris.


Angka mortalitas 2%.
ii. ASA II

: Pasien dengan gangguan sistemik ringan

sampai dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atau


proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.
iii. ASA III

: Pasien dengan gangguan sistemik berat

sehingga aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas 38%.


iv. ASA IV

: Pasien dengan gangguan sistemik berat

yang mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi.


Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka
mortalitas 68%.
v. ASA V

:Pasien dengan kemungkinan hidup kecil.

Tindakan operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan


hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka
mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda
darurat .(1)

Macam-macam teknik anestesi yang dapat digunakan :


a. Open drop method : cara ini dapat digunakan untuk anestetik yang menguap,
peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada
kapas yang diletakkan di depan hidung penderita sehingga kadar yang
dihisap tidak diketahui, dan pemakaiannya boros karena zat anestetik
menguap ke udara terbuka.
b. Semi open drop method : hampir sama dengan open drop, hanya untuk
mengurangi terbuangnya zat anestetik , digunakan masker. Karbondioksida
yang dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga dapat terjadi hipoksia.
Untuk menghindarinya dialirkan volume fresh gas flow yang tinggi minimal
3x dari minimal volume udara semenit.
c. Semi closed method : udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni
yang dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada vaporizer
sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Udara panas yang dikeluarkan
akan dibuang ke udara luar. Keuntungannya dalamnya anestesi dapat diatur
dengan memberikan kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat
dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow kurang dari 100 %
kebutuhan.
d.

Closed method : cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara
ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga
udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi. 2
Pada kasus isi dipakai semi closed anestesi karena memiliki
beberapa keuntungan, yaitu2

Konsentrasi inspirasi relatif konstan

Konservasi panas dan uap

Menurunkan polusi kamar

Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah terbakar.

2. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi.
Adapun tujuan dari premedikasi antara lain : (2)

memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.

menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam

membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam

memberikan analgesia, misal : pethidin

mencegah muntah, misal : droperidol

memperlancar induksi, misal : pethidin

mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin

menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.

mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin


dan hiosin

3. Obat-obatan Premedikasi
a. Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna untuk
mengurangi sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardial
yang berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau
tindakan operasi. Efek lainnya yaitu melemaskan otot polos, mendepresi
vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal, dan mengurangi rasa
mual serta muntah. Obat ini juga menimbulkan rasa kering di mulut serta
penglihatan kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal
maupun regional. Dalam dosis toksik dapat menyebabkan gelisah,
delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien. Tetapi hal ini dapat
diatasi dengan pemberian prostigmin 1 2 mg intravena2 .
Sediaan

: dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 dan


0,5 mg.

Dosis

: 0,01 mg/ kgBB.

Pemberian

: SC, IM, IV

b. Pethidin
Pethidin merupakan narkotik yang sering digunakan untuk
premedikasi. Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan
induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia
pra dan pasca bedah, memudahkan melakukan pemberian pernafasan
buatan , dan dapat diantagonis dengan naloxon.
Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat
menyebabkan hipotensi orthostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila
digunakan pada pasien dengan hipovolemia. Juga dapat menyebabkan
depresi pusat pernapasan di medula yang dapat ditunjukkan dengan
respon turunnya CO2. mual dan muntah menunjukkan adanya stimulasi
narkotik pada pusat muntah di medula. Posisi tidur dapat mengurangi
efek tersebut.
Sediaan

: dalam ampul 100 mg/ 2cc.

Dosis

: 1 mg/ kgBB.

Pemberian

: IV, IM3

c. Midazolam
Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepin
dengan sifat yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine.
Merupakan benzodiapin kerja cepat yang bekerja menekan SSP.
Midazolam berikatan dengan reseptor benzodiazepin yang terdapat di
berbagai area di otak seperti di medulla spinalis, batang otak,
serebelum system limbic serta korteks serebri. Efek induksi terjadi
sekitar 1,5 menit setelah pemberian intra vena bila sebelumnya
diberikan premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa
premedikasi narkotika sebelumnya.
Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi
anestesi, basal sedasion sebelum tindakan diagnostic atau pembedahan
yang dilakukan di bawah anestesi local serta induksi dan pemelharaan

selama anestesi. Obat ini dikontra indikasikan pada keadaan sensitive


terhadap golongan benzodiazepine, pasien dengan insufisiensi
pernafasan, acut narrow-angle claucoma.
Dosis premedikasi sebelum operasi :
Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami nyeri
sebelum tindakan bedah, pemberian tunggal atau kombinasi dengan
antikolinergik atau analgesik.
Dewasa : 0,07- 0,1 mg/ kg BB secara IM sesuai dengan keadaan
umum pasien, lazimnya diberikan 5mg.
Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 0,05 mg/ kg BB (IM)
Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV 5-10
menit sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus
diturunkan 1- 1,5 mg dengan total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV.
Midazolam mempunyai efek samping :
Efek

yang

berpotensi

mengancam

jiwa

midazolam

dapat

mengakibatkan depresi pernafasan dan kardiovaskular, iritabilitas pada


ventrikel dan perubahan pada kontrol baroreflek dari denyut jantung.
Efek yang berat dan ireversibel : selain depresi SSP yang berhubungan
dengan dosis, tidak pernah dilaporkan efek samping yang ireversibel
Efek samping simtomatik : agitasi, involuntary movement, bingung,
pandangan kabur, nyeri pada tempat suntikan, tromboflebitis dan
trombosis.
Midazolam dapat berinteraksi dengan obat alkohol, opioid, simetidin,
ketamin.2
4. Induksi
Pada kasus ini digunakan Propofol. Propofol adalah campuran 1%
obat dalam air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2%
phosphatide

telur

dan

2,25%

glyserol.

2,5mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.4

Dosis

yang

dianjurkan

Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi


secara cepat. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi
jarang disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan
dengan infus propofol yang berkesinambungan dengan opiat, N2O
dan/atau anestetik inhalasi lain.
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi
efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah
jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,
metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan
propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konfusi pasca
operasi yang minimal.4
Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya depresi
pernapasan, apnea, brokospasme dan laringospasme. Pada sistem
kardiovaskuler

berupa

hipotensi,

aritmia,

takikardia,

bradikardia,

hipertensi. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia,
kebingungan, kejang, mual dan muntah.3
5. Pemeliharaan
a. Nitrous Oksida /Gas Gelak (N2O)
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak
iritatif,

tidak

berasa,

lebih

berat

dari

udara,

tidak

mudah

terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber


(pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi
dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut
dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh
karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan
zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti.
Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena
Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh.
Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi

tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya


dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan
dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N 2O : O2 adalah
sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%6.
b. Ethrane ( Enflurane)
Merupakan

anestesi

yang

poten.

Dapat

mendepresi

SSP

menimbulkan efek hipnotik. Pada kontrasepsi inspirasi 3 3,5 % dapat


menimbulkan perubahan EEG yaitu epileptiform, karena itu sebaiknya
tidak digunakan pada pasien epilepsi. Dan dapat meningkatkan aliran
darah ke otak. Pada anestesi yang dalam dapat menurunkan tekanan
darah disebabkan depresi pada myokardium. Aritmia jarang terjadi dan
penggunaan adrenalin untuk infiltrasi relatif aman. Pada sistem
pernafasan, mendepresi ventilasi pulmoner dengan menurunkan volume
tidal dan mungkin pula meningkatkan laju nafas. Tidak menyebabkan
hipersekresi dari bronkus. Pada otot, Ethrane menimbulkan efek
relaksasi yang moderat. Menyebabkan peningkatan aktivitas obat
pelumpuh otot non depolarisasi. Penggunaan Ethrane pada operasi
sectio cesaria cukup aman pada konsentrasi rendah (0,5 - 0,8 vol %)
tanpa menimbulkan depresi pada fetus. Berhati-hati pada penggunaan
konsentrasi tinggi karena dapat menimbulkan relaksasi otot uterus.1
Untuk induksi, Ethrane 2 4 vol % dikombinasikan O 2 atau
campuran N2O-O2, sedangkan untuk mempertahankan anestesi
diperlukan 0,5 3 %.
Keuntungan dari Ethrane adalah harum, induksi dan pemulihan
yang cepat, tidak ada iritasi, sebagai bronkodilator, relaksasi otot baik,
dapat mempertahankan stabilitas dari sistem kardiovaskuler serta
bersifat non emetik. Sedangkan kerugiannya bersifat myocardial
depresan, iritasi pada CNS, ada kemungkinan kerusakan hati.
Sebaiknya dihindari pemberiannya pada pasien dengan keparahan
ginjal.6
c. Halothane (Fluothane)

10

Berbentuk cairan jernih, sangat mudah menguap dan berbau manis,


tidak tajam dan mempunyai titik didih 50 C. Konsentrasi yang
digunakan untuk anestesi beragam dari 0,2 3%. Merupakan zat yang
poten sehingga membutuhkan vaporizer yang dikalibrasi untuk
mencegah dosis yang berlebihan. Karena kurang larut dalam darah
dibandingkan dengan eter, maka saturasi dalam darah lebih cepat,
sehingga induksi inhalasi relatif lebih cepat dan menyenangkan untuk
pasien. Jika persediaan terbatas maka sebaiknya Halothane digunakan
untuk menstabilkan setelah indeuksi intravena. Pada kondisi klinis
halothane tidak mudah terbakar dan meledak.
Halothane memberikan induksi anestesi yang mulus, tetapi
mempunyai sifat analgesi yang buruk. Penggunaan zat ini untuk
anestesi

secara

tunggal

akan

menyebabkan

depresi

kardiopulmoneryang ditandai dengan sianosis, kecuali bila gas inspirasi


mengandung oksigen dengan konsentrasi tinggi. Halothane mempunyai
efek relaksasi otot yang lebih kecil daripada eter, merupakan suatu
bronkodilator. Depresi pusat pernafasan oleh halothane ditandai dengan
pernafasan yang cepat dan dangkal, peningkatan frekuensi pernafasan
ini lebih kecil bila diberikan premedikasi dengan opium. Efek pada
kardiovaskuler adalah depresi langsung pada miokardium dengan
penurunan curah jantung dan tekanan darah, tetapi terjadi vasodilatasi
kulit sehingga mungkin perfusi jaringan lebih baik. Kerugian dari
halothane dapat diatasi dengan dikombinasikan dengan N2O (50
70%) atau trikloroetilen (0,5-1%)7.
6. Obat Pelumpuh Otot
a. Suksametonium (Succynil choline).
Terutama digunakan untuk mempermudah/ fasilitas intubasi trakea
karena mula kerja cepat (1-2 menit) dan lama kerja yang singkat (3 5
menit). Juga dapat dipakai untuk memelihara relaksasi otot dengan cara
pemberian kontinyu per infus atau suntikan intermitten. Dosis untuk
intubasi 1-2 mg/kgBB/I.V.

11

Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah (1) bradikardi,
bradiaritma dan asistole pada pemberian berulang atau terlalu cepat
serta pada anak-anak; (2) takikardi dan takiaritmia; (3) lama kerja
memanjang terutama bila kadar kolinesterase plasma berkurang; (4)
peningkatan tekanan intra okuler; (5) hiperkalemi; (6) dan nyeri otot
fasikulasi.
Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 500 mg.
Pengenceran dengan garam fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml
sehingga membentuk larutan 2 %. Cara pemberian I.V/I.M/ intra
lingual/ intra bukal.1
b. Atrakurium besylate ( tracrium)
Sebagai pelumpuh otot dengan struktur benzilisoquinolin yang
memiliki beberapa keuntungan antara lain bahwa metabolisme di dalam
darah (plasma) melalui suatu reaksi yang disebut eliminasi hoffman
yang tidak tergantung fungsi hati dan fungsi ginjal, tidak mempunyai
efek kumulasi pada pemberian berulang, tidak menyebabkan perubahan
fungsi kardiovaskuler yang bermakna.
Menurut Chapple DJ dkk (1987) dan Tateishi (1989) bahwa pada
binatang atracurium tidak mempunyai efek yang nyata pada CBF,
CMR O2 atau ICP. Metabolitnya yang disebut laudanosin, menembus
blood brain barrier dan dapat menimbulkan kejang EEG, tetapi kadar
laudanosin pada dosis klinis atracurium tidak menimbulkan efek ini.
Lanier dkk mengatakan bahwa tidak ada perbedaan ambang kejang
dengan lidokain pada kucing yang diberikan atracurium. pancuronium,
atau vecuronium. Obat ini menurunkan MAP tetapi tidak menyebabkan
perubahan ICP. Dosis atracurium untuk intubasi adalah 0,5 mg/kg dan
dosis pemeliharaan adalah 5-10 ug/kg/menit. Kemasan : 2,5 ml dan 5
ml yang berisi 25 mg dan 50 mg atrakurium besylate. Mula kerja pada
dosis intubasi 2-3 menit sedangkan lama kerjanya pada dosis relaksasi
15-35 menit.1

12

7. Intubasi Endotrakeal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,
sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan.
Intubasi trakea bertujuan untuk :

Mempermudah pemberian anestesi.

Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.

Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.

Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.

Pemakaian ventilasi yang lama.

Mengatasi obstruksi laring akut1.

8. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus
mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan
perioperatif bertujuan untuk :

Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang


selama operasi.

Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang


diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :

a. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti
pada ileus obstriktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan
cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap
kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.

13

b. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan
cairan pada dewasa untuk operasi :

Ringan = 4 ml/kgBB/jam.

Sedang= 6 ml / kgBB/jam

Berat = 8 ml / kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang

dari

10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid

sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih


dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid /
dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang.
c. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit
cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien1.
9. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi
dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery
room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang
pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke
bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan
demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya. 1

14

BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. K.A.

Umur

: 42 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Hindu

Tempat, Tanggal Lahir

: Mataram, 11 Juni 2015

Alamat

: Lingkungan Gebang

Diagnosis pre operatif

: Appendisitis Akut

Diagnosis post operasi

: Appendisitis Akut

Macam Operasi

: Appendiktomi

Macam Anestesi

: Anestesi umum

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Buruh dan tukang

MRS

: 09 Juni 2015

Pre Operatif (10 Juni 2015)


a. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah
RPS

Onset : kurang lebih 3 bulan yang lalu

Lokasi : perut kanan bawah

Kualitas : -

Kuantitas : keluhan dirasakan hilang timbul

Faktor yang memperberat dan memperingan : -

Kronologis : 3 hari SMRS hari sebelum masuk rumah sakit, yaitu


hari minggu (9 juni 2015), pasien merasakan nyeri pada perut bagian
kanan bawah dan badannya hangat. Nyeri dirasakan tidak menjalar.

15

Nyeri bertambah bila untuk menekukan kaki. Nyeri bersifat kumatkumatan. Belum ada riwayat pengobatan apapun.
-

Keluhan penyerta : susah buang air besar

RPD : Asma (-), alergi makanan dan obat (-), HT (-), DM (-)
RPK : Riwayat sosial/ekonomi : sehari-hari pasien pergi bekerja dan ditempat
kerja pasien bekerja sebagai buruh tukang
BB : 70 kg
TB : 165 cm
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum

: sakit sedang, kompos mentis, gizi cukup

Tensi

: 120/ 80 mmHg

Nadi

: 78 x/menit

Suhu Axiler

: 37,0 C

Respirasi

: 20x/menit

Berat badan

: 60 kg

Mata

: Konjungtiva anemis ( - ), sklera ikterik ( - )

Hidung

: nafas cuping hidung ( - ), sekret ( - )

Mulut

: sianosis ( - ), gigi goyah / palsu ( - )

Telinga

: sekret ( - ), pendengaran baik

Leher

: glandula thiroid ditengah, pembesaran limfonodi


( - ), JVP tidak meningkat

Thorax

Pulmo

I : Pengembangan paru kanan = kiri

P : Fremitus raba kanan = kiri


P : Sonor - Sonor
A: Suara dasar : vesikuler kanan = kiri
Suara tambahan : wheezing (-)

16

Jantung I : Ictus cordis tidak tampak


P : Ictus cordis tidak kuat angkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A: Bunyi jantung I-II intensitas normal,
Reguler, bising (-)

Abdomen : I : Dinding perut = dinding dada, distended (-), darm contur


(-), darm steifung (-)
P : Supel, Nyeri tekan (+) pada perut kanan bawah (Mc
Burney Sign (+)),defans muskuler (-)
P : Timpani (+), NKCV (-)
A : Peristaltik (+) normal
Ekstremitas : oedem ( - ), akral dingin (-)
Pemeriksaan Khusus :
Mc Burney sign (+)
Rovsing sign (+)
Rebound Sign (+)
Obturator sign (+)
Psoas sign (-)
Rectal Toucher : TMSA normal, mukosa licin, ampila normal, prostat
tidak teraba membesar, nyrti tekan jam 9,11 (+), massa (-), sarung tangan
lender darah (-), feses (+)
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. WBC : 8,19 x 103/ul
b. RBC : 5,43 x 106/ul
c. HB : 16,3 gr/dl
d. PLT : 266 x 103/ul
e. PT : 7,46 detik
f. APTT : 1,39 detik

17

2. USG

d. Diagnosis Pre-operasi
-

Diagnosis : Appendisitis

Tindakan : Appendictomi

18

e. Kesan Anestesi
Laki - Laki 42 tahun menderita appendisitis dengan ASA I
f. Terapi Pre-operasi
1. Puasa 6 jam pre-operasi
2. Inform consent ke keluarga tentang resiko tinggi operasi
3. IVFD RL 20 TPM
4. Oksigenasi 3 lpm (kanul)
5. Cefoperazon 1 gr / 8jam
6. Premed metil prednisolon 125 mg, Ranitidin 1 amp
g. Kesimpulan
Pasien seorang laki-laki, usia 42 tahun, dengan keluhan utama
nyeri perut kanan bawah, dan didiagnosa : appendisitia akut. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan : Vital Sign : tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 78x/menit, respirasi rate 20x/menit, suhu axiller 37,0oC, BB 60 kg.
Cor dan pulmo dalam batas normal, abdomen: didapatkan nyeri kanan
bawah, Mc Burney Sign (+)
Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan
a. WBC : 8,19 x 103/ul
b. RBC : 5,43 x 106/ul
c. HB : 16,3 gr/dl
d. PLT : 266 x 103/ul
e. PT : 7,46 detik
f. APTT : 1,39 detik
g. GDS 126 mg/dL
Akan dilakukan appendictomi dengan general anestesi.
Kelainan sistemik : (-), Kegawatan bedah : (+), Status fisik : ASA I
(Pasien sehat secara Jasmani dan Rohani, tidak ada gangguan sistemik.
ACC Operasi

19

B. RENCANA ANESTESI
1.

Persiapan operasi

Persetujuan operasi tertulis ( + )


Periksa tanda vital dan keadaan umum
Puasa > 6 jam atau pasang NGT
Oksigenasi 2-3 L / menit
Cek obat dan alat anestesi
Infus RL 20 tpm makro
2.

Jenis anestesi :
Anestesi regional (spinal).

3.

Mulai Anestesi : 11 Juni 2015, Pukul


10.00 WITA
Mulai Operasi : 11 Juni 2015, Pukul 10.15 WITA

4.

Premedikasi yang diberikan :


5 menit sebelum dilakukan induksi anestesi, pasien diberikan Ondancetron
(Cedantron) 4 mg.

5.

Anestesi yang diberikan :


Induksi anestesi (pukul 10.00):
Dilakukan penyuntikan Bupivacain (Bunascan) 125 mg dengan jarum
spinal ke ruang subarachnoid antara kanalis spinalis VL 4 VL 5. dan

6.

setelahnya diberikan phetidin 50 mg iv


Pemeliharaan (Maintenance):
Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan denyut nadi
selalu dimonitor. Infus RL diberikan pada penderita sebagai cairan
rumatan. Beberapa saat sebelum operasi selesai diberikan Ketorolac
tromethamin (Remopain 3 %) 2,5 cc IV sebagai analgesik setelah operasi.

Waktu

O2

HR TD

SaO2

Obat

20

Ket

10.00
8 L 107

135/8
3

Ondansentron
99

4 L 110

operasi

130/8
0

4mg
Midazolam 2mg
Tramadol

10.15
(mulai

Kanul

99

100mg
Ketorolak 30mg
Kanul

)
10.30
10.45

4 L 85
85
4L

112/65
129/7
0

99

99

7.

Keadaan pasca operasi :


Operasi selesai dalam waktu 45 menit (pukul 10.45).
8.
Ruang Recovery :
Pasien dipindah ke ruang rumatan dan diawasi aktivitas motorik, sensorik
dan kesadaran. Bila pasien tenang dengan Aldrette Score > 8 tanpa nilai
nol, maka pasien dapat dipindah ke bangsal. Pada pasien ini, Aldrette
Score bernilai 8, dengan rincian sebagai berikut:
1. Warna kulit merah muda (nilai 2)
2. Pasien dapat bernapas dalam dan teratur (nilai 2)
3. Tekanan darah + 20 % dari tekanan darah praanestesi (nilai 2)
4. Pasien bangun bila dipanggil (nilai 1)
5. Ekstremitas atas dapat digerakkan (nilai 1)
9.

Program pasca operasi :


Setelah pasien memiliki Aldrette Score > 8, pasien dikirim ke bangsal
dengan catatan:
-

Awasi tanda vital secara ketat

Awasi kesadaran

Mual muntah berikan ondansentron 4 mg / 8 jam

Program cairan (RL 20 TPM)

Cek Hb pasca operasi

Jika kaki pasien dapat digerakkan dan pasien sadar penuh, minum
bertahap

21

Program analgetik (Tramadol 100 mg dan ketorolac 30 mg) injeksi IV/


8 jam mulai jam 17.00, bila kesakitan dapat diberikan lebih awal

Pemberian antibiotik (Cefotaxim)

Program khusus : 1) pasien tidur dengan bantal tinggi / head up 30% /


Bedrest total selama 24 jam, 2) bila TD sistl < 90 mmHg, Injeksi
efedrin 10 mg, 3) Bila HR < 60 x/m, injeksi Sulfas Atropin 2 ampul

Lain-lain sesuai dokter bedah

Keadaan gawat darurat, hubungi dokter anestesi

22

BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik
akan dibahas masalah yang timbul, baik dari segi medis, bedah maupun anestesi.
A. PERMASALAH DARI SEGI MEDIK
Appendisitis yang merupakan proses radang dapat meningkatkan
metabolisme, dimana kebutuhan cairan meningkat yang menyebabkan penderita
mengalami kehilangan banyak cairan sehingga bisa terjadi dehidrasi atau juga
sepsis.
B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH
1. Operasi yang jika tidak dilakukan pembedahan, bisa mengancam jiwa
pasien, terutama jika terapi obat tidak respon dapat timbul perforasi.
2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi, sehingga perlu
dipersiapkan darah.
3. Iatrogenik (resiko kerusakan organ akibat pembedahan)
Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan
teknik anestesi yang aman untuk operasi yang lama.
C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
1. Pemeriksaan pra anestesi
Pada penderita ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain :
a. Puasa lebih dari 6 jam.
b. Pemeriksaan laboratorium darah
Permasalahan yang ada adalah :
Bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita sebelum dilakukan
anestesi dan operasi.
Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang sesuai dengan
keadaan umum penderita.

23

Dalam memperbaiki keadaan umum dan mempersiapkan operasi pada


penderita perlu dilakukan :
Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien masuk RS.
Puasa paling tidak 6 jam untuk mengosongkan lambung, sehingga
bahaya muntah dan aspirasi dapat dihindarkan.
Pada operasi pasien ini, teknik anestesi yang digunakan adalah anestesi
umum intravena dan anestesi regional (spinal). Sebagai premedikasi dipakai
Midazolam (Miloz) dan Ondancetron (Cedantron).
Midazolam dapat digunakan sebagai premedikasi dengan dosis sedatif
(0,1 mg/kgBB) maupun sebagai analgesi anestesi dengan dosis 5-10 mg. Pada
pasien ini digunakan Midazolam sebagai dosis sedatif yaitu sebanyak 1,5 mg.
Ondancetron digunakan sebagai antiemetik sebanyak 4 mg yang diberikan
secara intravena.
Ketamin (ketalar) kurang digemari untuk induksi anestesi karena sering
menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala dan mualmuntah pasca anestesia, pandangan kabur serta mimpi buruk. Ketamin juga
dapat menimbulkan halusinasi, oleh karena itu sebelumnya perlu diberikan
sedasi berupa Midazolam atau Diazepam dengan dosis 0,1 mg/kgBB dan
untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kgBB. Dosis
induksi intravena ialah 1-2 mg/kgBB dan untuk intramuskular 3-10 mg. Pada
pasien ini Ketamin digunakan untuk analgesi dengan dosis 15mg, agar pada
saat melakukan spinal anestesi, pasien tidak merasakan sakit.
Induksi dilakukan dengan menggunakan Bupivacain (Bunascan) 125 mg
dengan jarum spinal ke ruang subarachnoid antara kanalis spinalis VL3
VL4. Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan denyut nadi
selalu dimonitor. Infus RL diberikan pada penderita sebagai cairan rumatan.
Beberapa saat sebelum operasi selesai diberikan Ketorolac tromethamin
(Remopain 1 %) 10 mg IV sebagai analgesik setelah operasi

24

BAB V
KESIMPULAN
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi
yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui
kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada operasi
elektif appendictomy pada pasien laki-laki, umur 42 tahun, status fisik ASA I.
Dengan diagnosis appendicitis kronik dengan menggunakan teknik anestesi
regional (spinal)
Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan
yang ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya
komplikasi anestesi dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yang
berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung
dengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Muhardi, M, dkk. (2002). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi
Intensif, FKUI, CV Infomedia, Jakarta.
2. Tony H., (2000). Anestesi umum dalam Farmakologi dan Terapi, edisi IV.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
3. Boulton T.H., Blogg C.E., (1999). Anesthesiology, cetakan I. EGC,
Jakarta.
4. Morgan G.E., Mikhail M.S., (1992). Clinical Anesthesiology. 1st ed. A
large medical Book
5. Wim de Jong, (1996) Buku Ajar lmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta,
6. Wirjoatmojo, K, (2000). Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk
Pendidikan S1 Kedokteran, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.
7. Dobson Michael B, (1994)Penuntun Praktis Anestesi, cetakan I, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

26

You might also like

  • Ispa
    Ispa
    Document38 pages
    Ispa
    Giovanni Anggasta
    83% (6)
  • STANDAR PELAYANAN DOKTER KELUARGA
    STANDAR PELAYANAN DOKTER KELUARGA
    Document99 pages
    STANDAR PELAYANAN DOKTER KELUARGA
    Ganang Aji H.
    83% (6)
  • DETEKSI DINI ASMA
    DETEKSI DINI ASMA
    Document31 pages
    DETEKSI DINI ASMA
    Yulius Andi Ruslim
    33% (3)
  • DETEKSI DINI ASMA
    DETEKSI DINI ASMA
    Document31 pages
    DETEKSI DINI ASMA
    Yulius Andi Ruslim
    33% (3)
  • LES
    LES
    Document37 pages
    LES
    Andaru Kusuma Praja
    100% (5)
  • LES
    LES
    Document37 pages
    LES
    Andaru Kusuma Praja
    100% (5)
  • LES
    LES
    Document37 pages
    LES
    Andaru Kusuma Praja
    100% (5)
  • My Cases
    My Cases
    Document11 pages
    My Cases
    Pra Yudha
    No ratings yet
  • Lapsus New
    Lapsus New
    Document35 pages
    Lapsus New
    Pra Yudha
    No ratings yet
  • Kaver Baru
    Kaver Baru
    Document3 pages
    Kaver Baru
    Pra Yudha
    No ratings yet
  • Diare
    Diare
    Document6 pages
    Diare
    Pra Yudha
    No ratings yet
  • Anes New
    Anes New
    Document29 pages
    Anes New
    Pra Yudha
    No ratings yet
  • Manfaat
    Manfaat
    Document2 pages
    Manfaat
    Pra Yudha
    No ratings yet
  • Manfaat Air
    Manfaat Air
    Document4 pages
    Manfaat Air
    Pra Yudha
    No ratings yet
  • Referat Tifoid
    Referat Tifoid
    Document14 pages
    Referat Tifoid
    Pra Yudha
    No ratings yet
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document23 pages
    Bab Ii
    Jonathan Welch
    No ratings yet
  • 10 04 Tes Hati
    10 04 Tes Hati
    Document2 pages
    10 04 Tes Hati
    Syukri Mawardi
    No ratings yet
  • Imunisasi PPT 2
    Imunisasi PPT 2
    Document24 pages
    Imunisasi PPT 2
    Ana Di Jaya
    No ratings yet
  • Tes Fungsi Hati
    Tes Fungsi Hati
    Document1 page
    Tes Fungsi Hati
    calondokterbro
    No ratings yet
  • Anc Penyuluhan1
    Anc Penyuluhan1
    Document30 pages
    Anc Penyuluhan1
    Pra Yudha
    No ratings yet
  • POTENSI BENCANA
    POTENSI BENCANA
    Document43 pages
    POTENSI BENCANA
    Tikasari Devi
    100% (2)
  • Kegawat Daruratan
    Kegawat Daruratan
    Document79 pages
    Kegawat Daruratan
    robin
    No ratings yet
  • Anc Penyuluhan
    Anc Penyuluhan
    Document30 pages
    Anc Penyuluhan
    Anonymous Uds7qQr
    No ratings yet
  • Bahan 4.3 A
    Bahan 4.3 A
    Document10 pages
    Bahan 4.3 A
    Pra Yudha
    No ratings yet
  • Referat Tifoid
    Referat Tifoid
    Document14 pages
    Referat Tifoid
    Pra Yudha
    No ratings yet
  • Bahan 4.3 A
    Bahan 4.3 A
    Document10 pages
    Bahan 4.3 A
    Pra Yudha
    No ratings yet
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document23 pages
    Bab Ii
    Jonathan Welch
    No ratings yet
  • Hiperbilirubin
    Hiperbilirubin
    Document16 pages
    Hiperbilirubin
    Pra Yudha
    No ratings yet
  • Fungsi Hati
    Fungsi Hati
    Document10 pages
    Fungsi Hati
    Pra Yudha
    No ratings yet