You are on page 1of 21

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN


MORBUS HANSEN

OLEH

KELOMPOK III
TIRZA RIANY ABDUL HAMID
VICA EKA SAKTI RAHIM
MAYA C. ANTONI
NURLELA IBRAHIM
MAHMUDIN IGRISA
PUTRA REFANGGA MAMONTO

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES


GORONTALO

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN


MORBUS HANSEN
A. KONSEP MEDIK
1. DEFINISI
Morbus Hansen atau yang dikenal dengan penyakit kusta atau leprae dalam
kitab injil (leprosy) adalah penyakit infeksi kronik dan penyebabnya ialah
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer
sebagai afinitas pertama , lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius
bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali SSP. (A. Kosasih, 2007.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. edisi V. Jakarta : FKUI)
2. ETIOLOGI
Kuman penyebab morbus Hansen adalah mycobacterium leprae yang
ditemukan oleh G.A Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai
sekarang belum juga dapat dibiakkan dalam media artificial. M. leprae
berbentuk basil dengan ukuran 3-8m x 0.5 m, tahan asam dan alcohol
serta merupakan bakteri gram positif. (A. Kosasih, 2007. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. edisi V. Jakarta : FKUI)
3. PATOFISIOLOGI
Bakteri M.leprae masuk ke dalam tubuh dapat melalui beberapa cara,
diantaranya melalui kulit yang tidak utuh, saluran nafas, atau saluran
pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh, kuman menuju ke tempat
predileksinya, yaitu sel schwan pada saraf tepi. Di dalam sel inilah kuman
berkembang biak. Sel tersebut pecah dan kemudian menginfeksi sel schwan
yang lain atau ke kulit. Perkembangan penyakit kusta ini bergantung pada
kerentanan seseorang. Respons tubuh setelah masa tunas bergantung pada
derajat system imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau
system imunitas seluler tinggi, penyakit brkembang ke arah tipe tuberkuloid
(kusta tipe Pausibasiler) ; dan bila rendah, berkembang ke arah tipe
lepramatosa (Kusta tipe Multibasiler) . M.leprae berpredileksi di daerah yang
relative lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit .

Masa pembelahan diri bakteri M. leprae memerlukan waktu yang sangat


lama, yaitu 12-21 hari. Oleh karena itu, masa tunas atau masa inkubasinya
sangat lama dengan rentang 40 hari sampai 40 tahun (rerata 2-5 tahun).

Sumber : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. edisi V. Jakarta : FKUI


Keterangan gambar :
Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spectrum determinate pada
penyakit kusta yang terdiri atas pelbagai tipe atau bentuk, yaitu :
TT : Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil
Ti : Tuberkuloid Indefinite, bentuk labil
BT : Bordeline Tuberkuloid, bentuk labil
BB : Mid Bordeline, bentuk labil

BL : Bordeline lepromatous, bentuk labil


LL : Lepromatosa polar , bentuk yang stabil
1) TT adalah tipe tuberkuloid 100% yang stabil dan tidak mungkin mengalami
perubahan tipe begitu juga tipe LL yang merupakan Lepramatosa 100%
yang tidak mungkin mengalami perubahan tipe
2) Tipe Ti dan Li disebut tipe bordoline atau campuran (campuran tuberkuloid
dan lepramatosa)
3) BB adalah tipe campuran 50% tuberkuloid, 50%lepramatosa
4) BT dan Ti lebih banyak turbekelnya
5) BL dan Li lebih banyak lepramatosanya.
Tipe campuran banyak mengalami perubahan tipe (labil)
4. KLASIFIKASI
Menurut WHO pada tahun 1981, kusta dibagi menjadi multibasilar dan
pausibasilar. Yang termasuk dalam multibasilar adalah tipe LL, BL, dan BB
dengan indeks bakteri >2+ . Sedangkan pausibasiler adalah tipe 1, TT, BT
dengan indeks bakteri <2+ . Pada tahun 1987, WHO menyatakan tipe
pausibasiler merupakan BTA negative. sedangkan multibasiler adalah BTA
positif. Jika ditemukan BTA positif pada tipe TT,BT (pausibasiler) maka
akan dimasukkan pada tipe Multibasiler untuk penanganan mediknya.
5. MANIFESTASI KLINIK
GEJALA AWAL
Penderita tidak merasa terganggu, terdapat kelainan kulit berupa bercak
putih seperti panu atau bercak kemerahan
Kelainan kulit ini : - kurang / hilang rasa
- Tidak gatal
- Tidak sakit
GEJALA LANJUT
Pada gejala lanjut & tidak mendapat pengobatan yang tepat kusta akan
berakibat cacat pada :
- Mata
: Lagoptalmus atau buta
- Tangan : Mati rasa pada telapak .Jari jari memendek & putus-putus (
mutilasi ) , Lunglai
- Kaki
: Mati rasa pd telapak. Jari jari memendek & putus-putus (
mutilasi )

Tabel Gambaran klinis Multibasiler


Sifat
1. LESI
Bentuk

Jumlah

Distribusi
Permukaan

Batas
Anestesia
2. BTA
Lesi Kulit
Sekret

Lepramatosa
LL

Bordeline
Lepramatosa BL

Mid Bordeline
(BB)

Makula
Infiltrat difus
Papul
Nodus
Tidak terhitung, tidak

Makula
Plakat
Papul

ada kulit sehat

masih

Simetris
Halus berkilat

sehat
Hampir simetris
Halus berkilat

sehat jelas ada


Asimetris
Agak kasar, agak

Agak jelas
Tak jelas

berkilat
Agak jelas
Lebih jelas

Tidak jelas
Biasanya tak jelas
Banyak (ada globus)
Banyak (ada globus)

Plakat
Kubah
Punched out

Sukar

dihitung,
ada

kulit

Banyak
Biasanya negatif

Masih

bisa

dihitung,

kulit

Agak banyak
negatif

hidung

Tabel Pausibasiler
Sifat
3. LESI
Bentuk

Lepramatosa
LL

Bordeline
Lepramatosa BL

Makula saja; makula

Makula

dibatasi

dibatasi infiltrat

infiltrate ; infiltrate
saja

Satu, beberapa
Jumlah

Asimetris

Beberapa atau satu


dengan satelit

Mid Bordeline
(BB)
Hanya infiltrat

Satu
beberapa
variasi

atau

Kering bersisik
Distribusi
Permukaan

Batas
Anestesia
4. BTA
Lesi Kulit

Masih asimetris
Kering bersisik

jelas
jelas
Hampir selalu negatif

Halus,

agak

berkilat
tidak ada sampai

jelas
jelas

tidak jelas.

Negatif atau hanya


1+

Biasanya hanya
negatif

6. PENUNJANG DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Bakterioskopik
Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari hasil
kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang
diwarnai dengan pewarnaan terhadap BTA antara lain Ziehl Neelsen .
bakterioskopik negative pada penderita bukan berarti bebas M. lepraae
b. Pemeriksaan histopatologik
Jika pemeriksaan bakterioskopik memberikan hasil negative, sedangkan
klinik masih meragukan, maka pemeriksaan penunjang dilanjutkan
dengan

biopsy

dan

pemeriksaan

histopatologik.

Keuntungan

pemeriksaan ini adalah dapat terlihat perubahan histologik penyakit


kusta tahap awal, pada saat gambaran klinis belum jelas benar.
Misalnya pada kusta indeterminate dapat dipula ditegakkan untuk
menilai hasil pengobatan dan menentukan keaktifan penyakit atau
kesembuhan

secara

histologik.

Pemeriksaan

pada

anak

sangat

membantu.
c. Pemeriksaan serologic
Pemeriksaan serologic kusta didasarkan atas terbentuknya antibody
pada seseorang yang telah terinfeksi basil kusta.
7. PENATALAKSANAAN
a. Perawatan penyakit kusta menurut Materi Pelatihan P2 Kusta bagi
Medis dan Paramedis Puskesmas, Direktorat Pemberantasan Penyakit

Menular Langsung, Direktorat Jenderal PPM dan PLP Departemen


Kesehatan RI dalam website : http://puskesmaskutasatu.com
Adalah :
Untuk mata yang cacat permanen :
o Untuk mata yang tidak dapat tertutup lagi, lindungilah dengan
kacamata gelap. Dan ingat, sering-seringlah berkedip dengan

kuat
Untuk tangan dengan cacat yang permanen :
o Melindungi tangan yang mati rasa dengan menghindarkannya
o

dari panas dan benda-benda yang tajam dan kasar.


Tangan yang mati rasa dan kering perlu direndam dengan air
bersih dan dingin dan diolesi dengan pelumas (seperti minyak

zaitun ataupun minyak kelapa) setiap hari


Jari-jari yang bengkok perlu diurut lurus agar sendi-sendi

tidak menjadi kaku


Untuk kaki dengan cacat yang permanen :
o Kaki yang mati rasa perlu diperiksa setiap hari dan dilindungi
dengan menghindarkannya dari panas dan benda-benda yang
tajam dan kasar dengan memakai alas kaki yang empuk di
dalamnya, agak longgar dan tidak gampang ditembus benda
o

tajam
Kaki yang mati rasa dan kering perlu direndam dan diolesi

setiap hari
Cara rawat diri untuk luka :
o Tangan dan kaki dengan luka yang tidak terinfeksi perlu setiap
hari direndam dengan air bersih yang dingin selama sekitar 15
menit , gosok kulit yang tebal dengan alat yang kasar tapi
tidak tajam, diolesi dengan minyak (zaitun atau minyak
kelapa), dibalut dengan bahan yang sederhana, kemudian
o

diistirahatkan
Akan tetapi bila ada luka yang mengalami infeksi seperti
bengkak dan panas segera rujuk ke rumah sakit atau
puskesmas atau ke dokter agar diberikan antibiotic.

b. Penatalaksanaan secara medis menurut Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin. edisi V. Jakarta : FKUI tahun 2007.
Obat kusta yang paling banyak dipakai saat ini adalah MDT
(multi drug treatment) yang diperkenalkan oleh WHO tahun 1995
Adanya MDT ini sebagai usaha untuk :
1) Mencegah dan mengobati resistensi
2) Memperpendek masa pengobatan
3) Mempercepat pemutusan mata rantai penularan

Basil mati dan menumpuk bercampur dengan makrofag


Proses fagosit

Terbentuknya granuloma

bercak

ulserasi

Ikut aliran darah

Makrofag
aktif
Proses inflamasi
1-5
ak >5
an
araf
saraf
tepitepi
dengan
dengan
gangguan
gangguan
fungsi
fungsi
pada
pada
1 saraf.
>1 saraf.

WOC MORBUS HANSEN

Morbus Hansen

Port de entri luka

MK : Resiko infeksi

N. ulnaris N. Medianus
N. Proneus

Stimulasi
sitokin:
prostaglandi
n

Stimulas
i
histamin

N. Tibia posterior

Resepto
G3
r nyeri
termoregulat
or
Kekuatan pergelangan kaki <<
paralisis
Paralisis
jari kaki MK :Gg
MK :
citra
Kepercayaan
Mek. Koping tak
Nyeri
tubuh
diri <<
efektif
Drop foot
M. HDR penatalaksanaan
Claw hand/claw finger
Claw toes

MK : Hambatan mobilitas fisik


fisioterapi
Angkle exercises ; penariksan dengan sarung

Lagoptalmus

S. Sensorik

fibrosis
MK : Pk Anemia
Penebalan saraf

hipoalbumia

Kulit kering, mengkilap atau bersisik

Anestesia

MK : Nutrisi << dr tubuh

Terjadi trauma atau cedera


Gatal-gatal
MK : Resiko cedera
Terjadi luka

Kompensasi dg >> ventilasi


lemas
MK Tubuh
: Kerusakan
integritas kulit
MK : Resiko infeksi
sesak

Gg. Kelenjar kering

MK : Intoleran aktivitas

K: Pola napas tidak efektif

gg. GI
peradanga
n
MK :
Tubuh
Intoleran
lemas

MK: Pola
napas
tidak
sesak
efektif

Keterangan gambar :
Ditandai warna biru adalah diagnose yang kami ambil.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a) Kaji biodata pasien untuk melengkapi rekam medis pasien dan untuk
memudahkan dalam melakukan asuhan keperawatan. Usia dan jenis
kelamin merupakan data dasar yang penting. Tempat tinggal pasien
sangat penting karena kusta paling sering terjadi di daerah dengan
tingkat social-ekonomi yang rendah dan insidennya meningkat pada
daerah tropis / sub tropis. Kaji pula secara lengkap, jenis pekerjaan
klien untuk mengetahui tingkat sosial-ekonomi, resiko trauma pekerjaan
dan kemungkinan kontak dengan penderita kusta.
b) Keluhan utama. Pasien sering datang ke tempat pelayanan kesehatan
dengan keluhan adanya bercak putih

yang tidak terasa, atau datang

dengan keluhan kontraktur pada jari-jari.


c) Riwayat penyakit sekarang. Pada saat melakukan anamnesis pada
pasien, kaji kapan timbulnya, dan bagaimana proses perubahannya,
baik warna kulit maupun keluhan lainnya. Pada beberapa kasus
ditemukan

keluhan lainnya gatal, nyeri, panas, atau rasa tebal. Kaji

juga apakah klien pernah mengalami pemeriksaan laboratorium. Ini


penting untuk mengetahui apakah klien pernah mengalami penyakit
tertentu sebelumnya. Pernahkah klien memakai obat kulit yang dioles
atau

diminum?

Pada

beberapa

kasus,

reaksi

obat

juga

dapat

menimbulkan perubahan warna kulit dan reaksi alergi yang lain. Perlu
juga ditanyakan apakah keluhan ini pertama kali dirasakan. Jika sudah
beberapa kali dirasakan, obat apakah yang pernah diminum? Teratur
atau tidak?
d) Riwayat penyakit dahulu. Salah satu factor penyebab penyakit kusta
adalah daya tahan tubuh yang menurun. Akibatnya M. Leprae dapat
masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu perlu dikaji adakah riwayat
penyakit kronis atau penyakit lain.
e) Riwayat penyakit keluarga. Penyakit kusta bukan penyakit turunan,
tetapi jika ada anggota keluarga atau tetangga menderita penyakit kusta.
Resiko tinggi kusta baik yang masih hidup ataupun yang sudah
f)

meninggal.
Riwayat psikososial. Kusta terkenal sebagai penyakit yang sangat
menakutkan dan menjijikkan. Ini disebabkan adanya deformitas atau

kecacatan yang ditimbulkan oleh karena itu perlu dikaji konsep diri
serta respon masyarakat terhadap klien.
g) Kebiasaan sehari-hari. Pada saat melakukan anamnesis tentang pola
kebiasaan

sehari-hari.

Perawat

perlu

mengkaji

status

gizi

pola

makan/nutrisi klien karena mempengaruhi system imun. Jika sudah


ada deformitas maka aktivitas akan terganggu. Kaji juga terhadap
adanya dampak anestesi.
h) Pemeriksaan fisik, harus diperiksa kelenjar regional karena dapat
ditemukannya pembesaran dari beberapa limfe.
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena
reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen.
Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.
Inspeksi
Kaji

adanya

ruam,

hipopigmentasi/hiperpigmentasi

serta

eritomatosa dengan permukaan yang kasar atau licin dengan batas yang
kurang jelas. Pada tipe tuberkuloid dapat ditemukan gangguan saraf
kulit. Yang disertai dengan penebalan syaraf, adanya nyeri tekan akibat
adanya jaringan fibrosa, anhidrisi, dan kerontokan rambut. Pada tipe
lepromatus, dijumpai hidung pelana dan wajah singa. Selain itu kaji juga
adanya kelainan otot berupa atrofi disuse otot yang ditandai dengan
kelumpuhan otot-otot.
Diikuti adanya kekakuan sendi atau kontraktur sehingga terjadi
clow hand , drop foot dan drop hand. Kaji juga adanya osteomielitis serta
pemendekkan kerusakan tulang. Kaji pula adanya kelainan mata akibat
kelumpuhan. Inspeksi mata kering kereatitis, ulkus kornea, iritis
iridosiklik dan berakhir dengan kebutaan. Kaji adanya ginekomastia
Palpasi
Temukan adanya penebalan serabut saraf, macula anastetika,
pada tipe T dan macula non anestetika pada tipe L. Serta permukaan
yang kering dan kasar . lakukan pemeriksaan sederhana, untuk
menunjang kepastian diagnosis penyakit kusta serta untuk mengetahui
adanya anesthesia pada lesi.
Uji kulit. Uji ini paling sering dilakukan dengan mudahnya
sehingga semua petugas dapat melakukannya. Penggunaan jarum
untuk mengetahui adanya rasa sakit dilakukan dengan meminta
pasien

menyebutkan area yang lebih terasa nyeri. Serta kaji

adanya rasa pada kulit dengan adanya rasa jika disentuh kapas

atau bulu ayam. Gunakan juga dengan reaksi suhu.


Uji keringat. Biasanya ditemukan anhidrosis karena rusaknya
kelenjar keringat. Ujivini dilakukan dengan menggores lesi dengan
pensil tinta mulai dari arah dalam keluar. Hasilnya akan terjadi

perubahan warna ungu sedangkan di area lesi tidak.


a. Sistem penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga
reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf
tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan
buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada
organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler
jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok
b. Sistem pernafasan
Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat gangguan
pada tenggorokan.
c. Sistem Persyarafan
Kerusakan Fungsi Sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Alibat
kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang
pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.
Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama
ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki
menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur),
bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan
(lagophthalmos).
Kerusakan fungsi otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan
sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan
akhirnya dapat pecah-pecah.
d. Sistem musculoskeletal
Adanya gangguan fungsi saraf

tepi

motorik

adanya

kelemahan

atau

kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.


e. Sistem Integumen.
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem
(kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada
kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak

dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan
pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut buku saku diagnosis keperawatan NANDA NIC NOC , Nancy
Ahern, 2013
1) Kerusakan integritas kulit: lesi yang berhubungan dengan proses
inflamasi penyakit kusta
2) Gangguan konsep diri

(citra

diri)

yang

berhubungan

dengan

ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh


3) Resiko cedera berhubungan dengan anestesi atau hilang rasa sakit akibat
neuritis

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa I
:
Domain
: 11 Keamanan dan perlindungan
Kelas
: 2. Cedera fisik
Nomor
: 00046
Kerusakan integritas kulit: lesi yang berhubungan dengan proses
inflamasi penyakit kusta
Tujuan

: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

menunjukkan kerusakan integritas kulit dan membrane mukosa berkurang


bahkan sudah tidak ada gangguan .
Kriteria hasil:
1) Menunjukkan regenerasi jaringan
2) Lesi tidak menyebar
3) Mencapai penyembuhan tepat waktu pada lesi
Intervensi:
1. Kaji / catat ukuran, warna lesi, kedalaman luka, perhatikan jika ada
jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
Rasional: Memberikan inflamasi dasar tentang terjadi proses inflamasi dan
atau mengenai sirkulasi daerah yang terdapat lesi.

2.Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan control infeksi


Rasional: menurunkan terjadinya penyebaran inflamasi pada jaringan
sekitar dan menurunkan resiko infeksi

3. Evaluasi warna sisi luka dan jaringan yang terjadi inflamasi. perhatikan
adakah

penyebaran

pada

jaringan

sekitar,

ada

atau

tidak

adanya

penyembuhan
Rasional : Mengevaluasi keefektifan sirkulasi dan perkembangan inflamasi
serta mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
4. Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan
Rasional: Tekanan pada lesi bisa maenghambat proses penyembuhan
5. Lakukan advis dokter untuk memberikan obat sesuai dosis
Rasional : terapi dibutuhkan pasien dalam proses penyembuhan
6. Lakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nutrisi TKTP
Rasional : diet TKTP dapat membantu dalam proses pembentukan
jaringan dan sel baru
7. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan luka, serta cara
mencegah penularan
Rasional : membantu mempermudah serta mengarahkan keluarga dan
pasien dalam perawatan, juga dalam mencegah terjadinya penularan ke
jaringan lain atau pada keluarga.
Dianosa 2

Domain

: 6 Persepsi Diri

Kelas 3

: citra tubuh

Nomor diagnose

: 00118

Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan
kehilangan fungsi tubuh
Tujuan

: setelah dilakukan tindakan keperawatan tubuh dapat berfungsi

secara optimal dan konsep diri meningkat

Kriteria Hasil

1) Klien menyatakan dan menunjukkan penerimaan atas situasi diri dan


2)
3)
4)
5)

penampilannya.
Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negative
Menunjukkan keinginan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri
Klien dapat mengidentifikasi aspek positif diri
Klien menilai keadaan dirinya terhadap hal-hal yang realistic tanpa
menyimpang
Intervensi :
1.Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien.
Rasional : untuk menjalin rasa percaya
2. Dorong klien untuk mengajukan pertanyaan mengenai masalah kesehatan,
pengobatan, kemajuan pengobatan dan kemungkinan hasilnya.
Rasional : agar pasien merasa ada harapan yang kuat untuk sembuh.
3. Dorong klien untuk menyatakan perasaannya, terutama tentang cara ia
merasakan , berpikir, dan memandang dirinya.
Rasional : agar pasien tidak terbebani sendiri dengan keadaan yang dialaminya.
4. Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan dan kemarahan.
Perhatikan

perilaku

menarik

diri.

Rasional: penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang


terjadi

membantu

perbaikan

5. hindari mengkritik.
Rasional : agar pasien tidak minder sewaktu bersosialisasi.
6. jaga privasi dan lingkungan individu.
Rasional : agar pasien merasa nyaman
7. tingkatkan interaksi social klien.
Rasional : agar pasien merasa nyaman ketika berhubungan social dengan
orang lain.
8. berikan informasi yang dapat dipercaya dan kejelasan informasi.
Rasional : agar klien mengerti tindakan untuk menanggulangi masalah
kesehatannya.
9. dorong klien dan keluarga untuk menerima keadaan.
Rasional : agar klien merasa nyaman dan tidak terbebani karena masalah
kesehatannya.
10.Berikan penguatan positif

Rasional: kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping


positif
11.Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat
Rasional: meningkatkan ventilasi perasaan dan memungkinkan respon yang
lebih membantu pasien

Diagnosa 3 :
Domain : 11 Keamanan dan Perlindungan
Kelas : 2 Cedera fisik
No : 00035
Resiko cedera berhubungan dengan anestesi atau hilang rasa sakit akibat
neuritis
Tujuan

setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

diharapkan resiko cedera tidak


terjadi
Hasil yang diharapkan
:
1) Klien dapat mengidentiifikasi factor-faktor yang dapat meningkatkan resiko
cedera pada dirinya
2) Klien dapat menjelaskan tujuan tindakan keamanan untuk mencegah
cedera.
Intervensi Keperawatan
1) Beri penjelasan pada klien dengan keluarga tentang penyebab ansietas
atau hilang rasa serta akibat yang ditimbulkan.
2) Kaji factor penyebab atau pendukung terjadinya cedera
3) Kurangi atau hilangkan factor penyebab jika mungkin
4) Ajari pencegahan :
a) Gunakan selalu alas kaki
b) Jika merokok, gunakan pipa rokok dan jangan rokok sambil tiduran.
c) Kaji suhu air mandi, jika menggunakan air hangat gunakan
thermometer mandi
d) Gunakan pelindung tangan saat mengangkat kompor
e) Jangan gunakan baju yang panjang saat memasak
f) Hati-hati dan waspada jika sedang beraktivitas
5) Diskusikan diskusikan dengan keluarga tentang cara pencegahan di
rumah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes, (1998), Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII,
Depkes Jakarta
2. Mansjoer, Arif, (2000), Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media
Aeuscualpius, Jakarta.
3. Juall, Lynda,(1995) Rencana Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi Keperawatan
Edisi II, EGC. Jakarta,
4. A. Kosasih, (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. edisi V. Jakarta : FKUI
5. Menaldi, 2003. Infeksi Kulit pada Bayi dan Anak. Jakarta : FKUI
6. Ahern, 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC. Jakarta : EGC
7. http://puskesmaskutasatu.com

You might also like