Professional Documents
Culture Documents
PRIMARY HEADACHE
Pembimbing :
dr. Ananda Setiabudi, SpS
Penyusun :
Anindya
030.11.033
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Migren
2.1.1. Definisi
2.1.2. Klasifikasi
2.1.3. Etiologi
2.1.4. Patofisiologi dan Faktor Pencetus
2.1.5
Manifestasi Klinis
2.1.6
Diagnosis
2.1.7
Tatalaksana
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri kepala merupakan rasa nyeri atau tidak nyaman atau tidak mengenakkan di seluruh
daerah kepala. Meskipun pada kebanyakan kasus merupakan keadaan ringan terutama pada nyeri
kepala kronis dan rekuren, nyeri kepala dengan onset baru dapat menunjukkan gejala awal suatu
keadaan sistemik yang serius atau gangguan intrakranial yang membutuhkan evaluasi sistemik
menyeluruh.1
Dalam mendiagnosis nyeri kepala diperlukan pemahaman patofisiologi dan kemampuan
menggali riwayat, karakteristik nyeri, dan pemeriksaan fisik. Nyeri kepala disebabkan oleh
traksi, inflamasi, spasme vaskular, atau distensi struktur sensitif nyeri pada kepala atau leher.
Struktur sensitif nyeri intrakranial meliputi sinus vena, arteri meningeal anterior dan media, dura
pada dasar kranium, nervus trigeminal, nervus glosofaringeal, nervus vagus, bagian proksimal
arteri karotis interna dan percabangannya dekat sirkulus willisi, periakuaduktus substansia
grissea batang otak, dan nukleus sensoris pada talamus. Sedangkan, struktur sensitif nyeri
ekstrakranial meliputi periosteum, kulit, jaringan subkutan, otot, arteri, nervus servikal kedua dan
tiga, mata, telinga, gigi, sinus, orofaring, membran mukus pada rongga hidung.1
Perjalaran atau proyeksi nyeri mengikuti nervus yang terkena rangsang, pada nervus
trigeminus membawa rasa nyeri dari intrakranial pada fosa anterior dan media (diatas tentorium
serebelum) dimana lesi intrakranial pada lokasi ini menyebabkan perjalaran nyeri berdasarkan
distribusi nervus trigeminus. Nervus glosofaringeal dan vagus membawa rasa nyeri dari fosa
posterior, nyeri yang berasal dari lokasi ini dilanjutkan ke telinga atau tenggorokkan seperti pada
neuralgia glosofaringeal. Nervus servikal kedua dan tiga membawa nyeri dari infratentorial dan
struktur servikal sehingga nyeri akibat lesi pada lokasi ini berproyeksi sesuai dermatom servikal
kedua dan tiga.1
Gambar 1. Inervasi struktur sensitif nyeri intrakranial (A) dan perjalaran nyeri struktur
ekstrakranial (B). Nervus trigeminal, khususnya percabangan oftalmikus menginervasi fosa
anterior dan media, lesi pada area ini menyebabkan nyeri frontal. Percabangan nervus servikalis
khususnya C2 menginervasi fosa posterior, lesi pada area ini menyebabkan nyeri oksipital.1
Onset nyeri kepala dapat muncul akut umumnya seperti pada perdarahan subaraknoid,
meningitis, glaukoma akut. Onset subakut ditujukkan pada nyeri kepala yang menetap dan
berulang dalam minggu hingga bulan yang dapat menunjukkan gangguan serius terutama jika
nyeri progresif atau muncul pada pasien lanjut usia. Pasien dengan onset subakut dapat terjadi
pada perdarahan subdural atau sindrom postkontusif akibat trauma kepala, selain itu dapat
disertai malaise, demam, kaku pada leher, kelainan neurologis fokal atau penurunan berat badan,
gangguan penglihatan, atau penggunaan obat-obatan. Sedangkan nyeri kepala kronik merupakan
nyeri kepala yang telah terjadi bertahun-tahun dan biasanya disebabkan oleh keadaan ringan
meskipun pada serangan akut dapat sangat mengganggu. Nyeri kepala kronik seperti pada
migren bersifat episodik dan muncul dengan interval yang berbeda-beda, tension type headache
dapat muncul setiap hari, sedangkan pada cluster type headache muncul dengan periode bebas
gejala. Pada nyeri kepala akibat tumor otak biasanya nyeri dirasakan memberat.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Migren
2.1.1. Definisi
Migren merupakan nyeri kepala yang paroksismal, biasanya unilateral, berdenyut,
dengan intesitas sedang hingga berat, serangan berlangsung sekitar 4-72 jam, bertambah
dengan aktivitas fisik rutin dan dihubungkan dengan mual, muntah, foto atau fonofobia 1
yang dapat dengan aura maupun tidak 3. Aura merupakan suatu akibat gelombang eksitasi
atau depresi yang menunjukkan gejala neurologis fokal yang mendahului atau menyertai
migren misalnya aura visual, sensorik, dan motorik, salah satu contohnya adalah gejala
visual karena gelombang melalui korteks oksipital.4
2.1.2. Klasifikasi
Menurut International Headache Classification of Headache Disorders (ICHD) edisi
ke 3, migren diklasifikasikan sebagai berikut2:
1. Migren tanpa aura (common migraine, hemicranias simplex)
2. Migren dengan aura (classic migraine, ophthalmic, hemiparaesthetic, hemiplegic
or aphasic migraine, migraine accompagnee, complicated migraine)
a. Migren dengan aura yang khas
b. Migren dengan aura yang diperpanjang
c. Migren dengan lumpuh separuh badan
d. Migren dengan basilaris
e. Migren aura tanpa nyeri kepala
f. Migren dengan awitan aura akut
3. Migren oftalmoplegik
4. Migren retinal
5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
6. Migren dengan komplikasi
Sedangkan klasifikasi migren berdasarkan consensus PERDOSSI tahun 2013 yang
diadaptasi dari kriteria IHS adalah:
1. Migren tanpa aura
2. Migren dengan aura
3. Sindrom periodik pada anak yang pada umumnya menjadi prekursor migren
a. Cyclical vomiting
b. Migren abdominal
c. Vertigo paroksismal benigna pada anak
4. Migren retinal
5. Komplikasi migren
a. Migren kronis
b. Status migrenosus (serangan migren > 72 jam)
c. Aura persisten tanpa infark
d. Migrenous infark
e. Migrene-triggered seizure
6. Probable migren
2.1.3. Etiologi
Etiologi migren belum dipahami secara keseluruhan, namun migren diduga bersifat
neurovaskular dan terdapat peran faktor genetik yang cukup besar.4
2.1.4. Patofisiologi dan Faktor Pencetus
Vasokonstriksi intrakranial dan vasodilatasi ekstrakranial dianggap sebagai penyebab
munculnya aura dan fase nyeri kepala pada migren. Teori ini didukung oleh keberhasilan
efek vasokonstriksi alkaloid ergot seperti ergotamin yang meredakan serangan akut migren
dan vasodilator seperti amilnitrat yang meniadakan aura. Pada penelitian terbaru,
menunjukkan gambaran yang lebih kompleks dan adanya gangguan primer pada aktivitas
neuron sentral yang menyebabkan munculnya aura dan nyeri kepala. Pada beberapa pasien,
serangan migren diawali dengan kelelahan, gejala kognitif, afektif atau gastrointestinal
yang dapat terjadi dalam 1 hari, penjelasan mengenai fase premonitori masih sangat minim
namun diduga menunjukkan perubahan fungsi hipotalamus dan batang otak. Pada onset
fase aura, terjadi penurunan aliran pembuluh darah pada korteks oksipital dan menyebar
melalui bagian anterior melewati korteks melalui cytoarchitectural bukan dari batas
vaskular. Laju penyebaran (2-5 mm/menit) menyebabkan fenomena spreading depression
dimana depolarisasi lambat neuron dan glia menurunkan aliran pembuluh darah dan
menghambat aktivitas neuron. Namun, area korteks yang mengalami penurunan aliran
pembuluh darah tidak berhubungan dengan aura tertentu dan penurunan lebih lanjut dapat
menunjukkan gejala iskemia dan aliran darah masih menurun setelah aura dan mulai nyeri
kepala. Penghambatan spreading depression dapat mencegah munculnya aura. Dua prinsip
mekanisme terjadinya fase nyeri kepala. Berdasarkan teori pertama, nyeri dicetuskan pada
sensori primer neuron trigeminal yang menginervasi meningen dan pembuluh darah
sehingga terjadi inflamasi steril. Neuron-neuron ini berperan pada nukleus kaudalis pada
batang otak menuju periakuaduktus substansia grissea, nukleus sensoris talamus, dan
korteks somatosensoris. Sedangkan teori lain mengatakan bahwa terjadi gangguan primer
pada perjalanan nyeri sentral sehingga rangsang sensoris yang tidak berbahaya salah
diinterpretasikan sebagai rangsang nyeri, yang disebut allodynia.1 Sumber kepustakaan lain
menjelaskan bahwa keadaan dasar neuron yang sangat mudah terangsang (hyperexcitability) terhadap pencetus tertentu sehingga terjadi vasodilatasi dan pelepasan
prostaglandin. Prostaglandin merangsang pelepasan sitokin proinflamasi seperti CGRP dan
neuropeptida Y yang menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi peregangan dan
perangsangan reseptor nyeri. Terjadi gelombang eksitasi neuron dan diikuti gelombang
depresi yang diasosiasikan dengan vasokonstriksi dan vasodilatasi. Jika terjadi pada batang
otak, dapat merangsang pusat muntah.4
Gambar 3. Sistem saraf pusat dan perifer diduga berperan dalam patogenesis migren.
Saat fase aura, penurunan aliran darah korteks menyebar ke bagian anterior dari korteks
oksipital (panah besar), yang diduga menyebabkan spreading depression. Saat fase nyeri
kepala, inflamasi steril meningen mengaktivasi nervus sensoris trigeminal yang menuju
nukleus kaudalis, periakuaduktus substansia grissea, nukleus sensoris talamus, dan korteks
somatosensoris primer (panah kecil).1
Migren dicetuskan oleh puasa, emosi, stres, kelebihan atau kekurangan tidur, obatobatan (esterogen, nitrogliserin), perubahan hormonal, menstruasi, penghentian kafein,
coklat, makanan mengandung tiramin (keju), mengandung nitrit (pada daging olahan,
bacon, hot dogs), makanan mengandung penyedap monosodium glutamat (MSG).1,3
Gambar 4. Salah satu aura, scintillating scotoma (titik buta) yang terjadi pada
migren dengan aura1
3. Nyeri kepala
Nyeri kepala berdenyut unilateral terutama pada daerah fronto-temporal yang
dapat berlangsung dalam hitungan jam sampai hari. Nyeri terjadi secara bertahap
dan lebih berat pada malam hari. Dapat disertai dengan mual atau muntah, foto
atau fonofobia, dan aura.
4. Postdormal
Gejala pro atau postdormal dapat berupa perubahan nafsu makan, gejala
otonomik, perubahan mood, serta agitasi atau retardasi psikomotor.
2.1.6. Diagnosis
Diagnosis migren ditegakkan berdasarkan anamnesis. Kriteria diagnosis migren
menurut ICHD-3 adalah2:
1. Kriteria migren tanpa aura adalah:
a. Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan nyeri kepala yang berlangsung
selama 4 72 jam yang belum diobati atau sudah diobati tanpa perbaikkan,
dan
b. Nyeri kepala memiliki minimal 2 dari gejala-gejala berikut:
Lokasi unilateral
Kualitas berdenyut
Intensitas nyeri sedang-berat
Keadaan diperberat oleh aktivitas fisik atau di luar kebiasaan rutin seperti
berjalan atau naik tangga
c. Selama nyeri kepala disertai 1 dari gejala berikut:
Mual dan/atau muntah
Fotofobia dan fonofobia
d. Tidak berkaitan dengan penyakit yang lain
2. Kriteria migren dengan aura adalah2:
a. Sekurang-kurangnya terdapat 2 serangan yang memenuhi kriteria b dan c
b. Satu atau lebih gejala aura reversibel, yaitu:
visual
sensori
bicara dan/atau bahasa
motorik
batang otak
retinal
c. Sekurangnya terdapat 2 dari 4 karakteristik:
Setidaknya 1 aura meningkat bertahap lebih dari 5 menit dan/atau 2
atau lebih gejala muncul dalam rangkaian gejala
Gejala aura masing-masing individu dapat berlangsung 5-60 menit
Setidaknya 1 gejala aura bersifat unilateral
Aura disertai atau diikuti nyeri kepala dalam 60 menit
d. Tidak termasuk dalam diagnosis ICHD-3 lainnya dan mengecualikan
transient ischaemic attack.
2.1.7. Tatalaksana
Tatalaksana migren dibagi menjadi 3 kategori, yaitu4:
Nonmedikamentosa
Mengedukasi pasien untuk menghindari pencetus nyeri seperti perubahan pola
tidur, makanan, stress, dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap-kelip,
perubahan cuaca, berada di tempat tinggi seperti di gunung atau pesawat udara.
gram/hari
Potasium diklofenal (bubuk) 50-100 mg/hari dosis tunggal
seminggu
Prochlorperazine 25 mg peroral atau supositoria. Dosis maksimal 75 mg
dalam 24 jam
Steroid seperti deksametason atau metilprednisolon merupakan obat
100 mg peroral
Derivat ergot seperti ergotamin 1-2 mg yang dapat diberikan secara
Karakteristik nyeri bilateral, menekan, atau mengikat dengan intensitas ringan sampai
sedang.6
2.2.2. Klasifikasi
Berdasarkan ICHD-3 TTH diklasifikasikan menjadi2:
1. Episode infrekuensi TTH
a. Episode infrekuensi TTH yang berhubungan dengan ketegangan perikranial
b. Episode infrekuensi TTH yang tidak berhubungan dengan ketegangan
perikranial
2. Episode frekuensi TTH
a. Episode frekuensi TTH yang berhubungan dengan ketegangan perikranial
b. Episode frekuensi TTH yang tidak berhubungan dengan ketegangan
perikranial
3. TTH kronik
a. TTH kronik yang berhubungan dengan ketegangan perikranial
b. TTH kronik yang tidak berhubungan dengan ketegangan perikranial
4. Kemungkinan TTH
a. Kemungkinan episode infrekuensi TTH
b. Kemungkinan episode frekuensi TTH
c. Kemungkianan TTH kronik
2.2.3. Etiologi
Tension type headache dihubungkan dengan faktor muskuler dan psikogenik.6
2.2.4. Patofisiologi
Tension type headache episodik biasanya dihubungkan dengan keadaan stress,
dimana nyeri kepala tipe ini berintensitas sedang, self-limited, dan biasanya membaik tanpa
pengobatan. Sedangkan tension type headache kronik biasanya terjadi hampir setiap hari
dan berhubungan dengan kontraksi otot pada leher dan kulit kepala. Nyeri kepala kronik ini
bersifat bilateral dan oksipitofrontal. TTH merupakan tipe paling sering pada nyeri kepala
kronik. Dulu, etiologi nyeri diduga akibat kontraksi otot pada struktur sensitif nyeri pada
kranium, namun IHS tidak menggunakan istilah nyeri kepala akibat kontraksi otot karena
tidak adanya penelitian yang mendapatkan bahwa kontraksi otot sebagai penyebab
tunggal.7
2.2.5. Manifestasi Klinis
Ketegangan otot pada daerah kulit kepala atau leher yang berlangsung dalam
hitungan menit hingga hari. Predileksi nyeri pada daerah frontal bilateral dan nuchooksiptal. Nyeri bersifat konstan dan seperti diikat. Intensitas nyeri ringan hingga sedang
dan seringkali timbul saat atau segera setelah bangun tidur.6
Tension type headache dicetuskan oleh stres, depresi, rasa khawatir, bunyi,
kelaparan, dan kekurangan tidur, nyeri mereda dengan istirahat. Pasien dapat mengalami
insomnia, sulit berkonsentrasi, dan sedang dalam keadaan stres akut. Pada tension type
headache tidak terdapat stadium prodormal.6
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital dan hasil pemeriksaan
neurologis normal. Nyeri dapat dirasakan bila daerah otot servikal atas dipalpasi. Nyeri
fleksi leher dan pergerakan otot paraservikal harus dibedakan dengan kekakuan leher akibat
itritasi meningen.6
2.2.6. Diagnosis
1. Kriteria diagnosis episode frekruensi tension type headache (episodik)2:
a. Setidaknya terdapat 10 serangan nyeri kepala dengan rata-rata < 1-14
hari/bulan dengan rata-rata > 3 bulan ( 12 dan < 180 hari pertahun) yang
memenuhi kriteria b-d:
b. Nyeri kepala berlangsung 30 menit sampai 7 hari
c. Setidaknya terdapat dua karakteristik nyeri berikut:
Bilateral
Rasa tertekan atau tegang (tidak berdenyut)
Intensitas ringan atau sedang
Tidak diperberat dengan aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga
d. Memenuhi kedua kriteria:
Tanpa mual atau muntah
Tanpa fotofobia atau fonofobia
e. Tidak berhubungan dengan penyakit lain
2. Kriteria diagnosis tension type headache kronik2:
a. Nyeri kepala dengan frekuensi rata-rata lebih dari 15 hari perbulan selama
b.
c.
d.
e.
lebih dari 3 bulan ( 180 hari pertahun), yang memenuhi kriteria b-d:
Berlangsung selama jam hingga hari atau tidak berhenti
Setidaknya terdapar 2 dari 4 karakteristik:
Bilateral
Rasa tertekan atau tegang (tidak berdenyut)
Intensitas ringan hingga sedang
Tidak diperberat dengan aktivitas fisik rutin
Terdapat kedua gejala:
Tanpa fotofobia, fonofobia, atau mual ringan
Tanpa mual sedang hingga berat maupun muntah
Tidak termasuk dalam diagnosis lainnya
2.2.7. Tatalaksana
Nonmedikamentosa
Konseling psikologis
Modalitas fisik seperti terapi panas atau dingin, ultrasound, stimulasi elektrik,
perbaikan postur tubuh, latihan peregangan, dan teknik relaksasi7
Medikamentosa
Analgetik sederhana, golongan NSAID, asam asetilsalisilat, barbiturate,
analgetik atau antiemetik atau sedative, golongan alkaloid ergot dan
turunannya7
Antidepresan trisiklik
grisea hipotalamus posterior sebagai area kunci pada defek cluster type headache10. Pola
perubahan habituasi sirkuit neuronal trigeminal oleh sensitisasi sentral, yaitu sebagai akibat
dari disfungsi jalur serotonin nuclei-hipotalamus. Disfungsi hipotalamus dibuktikan dengan
metabolisme abnormal penanda neuronal pada magnetic resonance spectroscopy. Neuron
substansi P membawa rangsang sensori dan motorik pada cabang maksilaris dan oftalmikus
nervus trigeminalis. Hal ini berhubungan dengan ganglion sfenopalatina dan pleksus
simpatis perivaskular carotis inferior. Somatostatin menghambat substansi P sehingga
mengurangi durasi dan intensitas cluster type headache11. Vasodilatasi mungkin berperan
pada cluster type headache, namun hasil penelitian masih tidak pasti. Peningkatan aliran
darah ekstrakranial (hipertermia dan peningkatan aliran arteri temporalis) namun hanya
setelah onset nyeri. Perubahan vaskular diduga akibat perubahan primer neuronal. Meskipun
bukti yang mendukung peran histamin masih inkonsisten, cluster type headache dapat
dicetuskan oleh kadar histamin sebab ditemukannya peningkatan kadar sel mast pada bagian
kulit yang nyeri pada beberapa pasien, namun antihistamin tidak mengurangi intensitas
cluster type headache.
Gambar 5. Gambaran fungsional menunjukkan aktivasi bagian otak spesifik saat munculnya
nyeri (kiri). Voxel-based morphometry (VBM) menunjukkan aktivasi hipotalamus pada
pasien dengan cluster type headache yang berbeda pada pasien tanpa cluster type headache
(kanan)11
2.3.5. Manifestasi Klinis Cluster Type Headache
Nyeri retroorbita yang berlangsung selama 10 menit hingga 2 jam. Serangan ini
dapat terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau bulan. Kualitas nyeri konstan dan
seperti ditusuk dengan intensitas nyeri berat. Pencetus nyeri adalah cahaya dan konsumsi
alkohol.12
Gejala penyerta berupa mata merah berair, kongesti nasal atau rinorea, dan sindrom
Horner unilateral.12
Terdapat dua bentuk cluster type headache:
1. Episodic cluster type headache, dengan setidaknya 2 fase nyeri kepala yang
berlangsung selama 7 hari hingga 1 tahun yang dipisahkan oleh interval bebas
selama 1 bulan atau lebih.
2. Chronic cluster type headache, dimana nyeri kepala terjadi lebih dari setahun
tanpa remisi atau interval bebas kurang dari 1 bulan.
2.3.6. Diagnosis Cluster Type Headache
Kriteria diagnosis cluster type headache, adalah2:
a. Setidaknya 5 serangan yang memenuhi kriteria b-d
b. Nyeri hebat atau sangat hebat di orbita, supraorbita, dan/atau temporal yang
unilateral, berlangsung selama 15-180 menit bila tidak diobati
c. Nyeri kepala disertai setidaknya disertai 1 dari gejala berikut:
Injeksi konjungtiva dan/atau lakrimasi ipsilateral
Kongesti nasal dan/atau rinorea ipsilateral
Edema kelopak mata ipsilateral
Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral
Miosis dan/atau ptosis ipsilateral
Perasaan gelisah atau agitasi
d. Serangan-serangan mempunyai frekuensi dari 1x setiap 2 hari sampai 8x perhari
e. Tidak berhubungan dengan kelainan lain
serangan
Dihidroergotamin 0,5-1,5 mg intravena dapat mengurangi nyeri dalam waktu
10 menit
Sumatripan (nasal 20 mg atau injeksi subkutan 6 mg) akan mengurangi nyeri
dalam 10 menit, dapat diulang dalam 24 jam. Sumatripan tidak boleh
diberikan pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol atau penyakit
jantung iskemi
Lidokain 1 ml dari solusio 4% ditempatkan pada kapas di tiap lubang hidung
Prednisolon 50-75 mg/hari, tidak boleh diberikan dalam jangka waktu lama.
Efektif pada 80-90% kasus dalam mencegah serangan
BAB III
KESIMPULAN
Nyeri kepala merupakan rasa nyeri atau tidak nyaman atau tidak mengenakkan di seluruh
daerah kepala. Meskipun pada kebanyakan kasus merupakan keadaan ringan terutama pada nyeri
kepala kronis dan rekuren, nyeri kepala dengan onset baru dapat menunjukkan gejala awal suatu
keadaan sistemik yang serius atau gangguan intrakranial yang membutuhkan evaluasi sistemik
menyeluruh. Berdasarkan International Headache Classification of Headache Disorders (ICHD)
edisi ke 3, yang termasuk ke dalam nyeri kepala primer adalah migren, tension type headache
(nyeri kepala tipe tegang), trigeminal autonomic cephalalgias, serta nyeri kepala primer lainnya.
Migren merupakan nyeri kepala yang paroksismal, biasanya unilateral, berdenyut, dengan
intesitas sedang hingga berat, serangan berlangsung sekitar 4-72 jam, bertambah dengan aktivitas
fisik rutin dan dihubungkan dengan mual, muntah, foto atau fonofobia yang dapat dengan aura
maupun tidak.
Tension type headache atau nyeri kepala tipe tegang adalah nyeri kepala yang dapat bersifat
episodik maupun kronik, berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa hari. Karakteristik
nyeri bilateral, menekan, atau mengikat dengan intensitas ringan sampai sedang.
Cluster type headache atau nyeri kepala klaster adalah nyeri kepala hebat, nyeri selalu
unilateral di orbita, supraorbita, temporal, atau kombinasi dari tempat-tempat tersebut yang
berlangsung 15-180 menit dan terjadi dengan frekuensi 1x tiap 2 hari hingga 8x sehari. Serangan
biasanya muncul pada malam hari, membangunkan pasien saat tidur, berulang dalam sehari-hari
dan muncul sekitar waktu yang sama (perioditas sirkadian) dengan periode minggu hingga bulan
dimana ada fase bebas nyeri kepala dalam bulan hingga tahun. Setiap serangan disertai satu atau
lebih gejala seperti injeksi konjungtiva, lakrimasi, kongesti nasal, rinorea, berkeringat di kening
dan wajah, miosis, ptosis, dan edema palpebra yang gejala-gejala tersebut bersifat ipsilateral.
Nyeri kepala primer merupakan keluhan yang sering dialami dan bersifat kronis.
Pemahaman karakteristik yang berbeda-beda pada masing-masing nyeri kepala primer akan
membantu klinisi dalam mendiagnosis nyeri kepala sehingga dapat melakukan penatalaksanaan
yang tepat untuk membantu meningkatkan kualitas hidup pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical Neurology, 8th ed. New York: McGraw-Hill;
2012: 137-59
2. Headache Classification Committee of the International Headache Society (IHS). The
International Classification of Headache Disorders, 3rd ed. Cephalagia. 2013; 33: 629-808
3. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victors Principles of Neurology, 10th ed.
New York: McGraw-Hill; 2014: 172
4. Arifputera A, Anindhita T. Migren. In: Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, editors.
Kapita Selekta Kedokteran, 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014: 343-5
Pradipta EA, editors. Kapita Selekta Kedokteran, 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014:
958-9