You are on page 1of 25

REFERAT

PRIMARY HEADACHE

Pembimbing :
dr. Ananda Setiabudi, SpS

Penyusun :
Anindya
030.11.033

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PERIODE 11 APRIL 13 MEI 2016
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Migren
2.1.1. Definisi
2.1.2. Klasifikasi
2.1.3. Etiologi
2.1.4. Patofisiologi dan Faktor Pencetus
2.1.5

Manifestasi Klinis

2.1.6

Diagnosis

2.1.7

Tatalaksana

2. 2. Tension Type Headache


2.2.1. Definisi
2.2.2. Klasifikasi
2.2.3. Etiologi
2.2.4. Patofisiologi
2.2.5. Manifestasi Klinis
2.2.6. Diagnosis
2.2.7. Tatalaksana
2. 3. Trigeminal Autonomic Cephalgias
2.3.1. Klasifikasi
2.3.2. Definisi Cluster Type Headache
2.3.3. Etiologi Cluster Type Headache

2.3.4. Patofisiologi Cluster Type Headache


2.3.5. Manifestasi Klinis Cluster Type Headache
2.3.6. Diagnosis Cluster Type Headache
2.3.7. Tatalaksana Cluster Type Headache
2. 4. Nyeri kepala primer lainnya
BAB III

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri kepala merupakan rasa nyeri atau tidak nyaman atau tidak mengenakkan di seluruh
daerah kepala. Meskipun pada kebanyakan kasus merupakan keadaan ringan terutama pada nyeri
kepala kronis dan rekuren, nyeri kepala dengan onset baru dapat menunjukkan gejala awal suatu
keadaan sistemik yang serius atau gangguan intrakranial yang membutuhkan evaluasi sistemik
menyeluruh.1
Dalam mendiagnosis nyeri kepala diperlukan pemahaman patofisiologi dan kemampuan
menggali riwayat, karakteristik nyeri, dan pemeriksaan fisik. Nyeri kepala disebabkan oleh
traksi, inflamasi, spasme vaskular, atau distensi struktur sensitif nyeri pada kepala atau leher.
Struktur sensitif nyeri intrakranial meliputi sinus vena, arteri meningeal anterior dan media, dura
pada dasar kranium, nervus trigeminal, nervus glosofaringeal, nervus vagus, bagian proksimal
arteri karotis interna dan percabangannya dekat sirkulus willisi, periakuaduktus substansia
grissea batang otak, dan nukleus sensoris pada talamus. Sedangkan, struktur sensitif nyeri
ekstrakranial meliputi periosteum, kulit, jaringan subkutan, otot, arteri, nervus servikal kedua dan
tiga, mata, telinga, gigi, sinus, orofaring, membran mukus pada rongga hidung.1
Perjalaran atau proyeksi nyeri mengikuti nervus yang terkena rangsang, pada nervus
trigeminus membawa rasa nyeri dari intrakranial pada fosa anterior dan media (diatas tentorium
serebelum) dimana lesi intrakranial pada lokasi ini menyebabkan perjalaran nyeri berdasarkan
distribusi nervus trigeminus. Nervus glosofaringeal dan vagus membawa rasa nyeri dari fosa
posterior, nyeri yang berasal dari lokasi ini dilanjutkan ke telinga atau tenggorokkan seperti pada
neuralgia glosofaringeal. Nervus servikal kedua dan tiga membawa nyeri dari infratentorial dan
struktur servikal sehingga nyeri akibat lesi pada lokasi ini berproyeksi sesuai dermatom servikal
kedua dan tiga.1

Gambar 1. Inervasi struktur sensitif nyeri intrakranial (A) dan perjalaran nyeri struktur
ekstrakranial (B). Nervus trigeminal, khususnya percabangan oftalmikus menginervasi fosa
anterior dan media, lesi pada area ini menyebabkan nyeri frontal. Percabangan nervus servikalis
khususnya C2 menginervasi fosa posterior, lesi pada area ini menyebabkan nyeri oksipital.1
Onset nyeri kepala dapat muncul akut umumnya seperti pada perdarahan subaraknoid,
meningitis, glaukoma akut. Onset subakut ditujukkan pada nyeri kepala yang menetap dan
berulang dalam minggu hingga bulan yang dapat menunjukkan gangguan serius terutama jika
nyeri progresif atau muncul pada pasien lanjut usia. Pasien dengan onset subakut dapat terjadi
pada perdarahan subdural atau sindrom postkontusif akibat trauma kepala, selain itu dapat
disertai malaise, demam, kaku pada leher, kelainan neurologis fokal atau penurunan berat badan,
gangguan penglihatan, atau penggunaan obat-obatan. Sedangkan nyeri kepala kronik merupakan
nyeri kepala yang telah terjadi bertahun-tahun dan biasanya disebabkan oleh keadaan ringan
meskipun pada serangan akut dapat sangat mengganggu. Nyeri kepala kronik seperti pada
migren bersifat episodik dan muncul dengan interval yang berbeda-beda, tension type headache
dapat muncul setiap hari, sedangkan pada cluster type headache muncul dengan periode bebas
gejala. Pada nyeri kepala akibat tumor otak biasanya nyeri dirasakan memberat.1

Gambar 2. Karakteristik serangan nyeri kepala kronik1


Faktor pencetus nyeri kepala dapat membantu dalam mendiagnosis suatu nyeri kepala.
Contohnya seperti operasi mata atau gigi, eksaserbasi akut sinusitis atau hay fever, infeksi virus
sistemik, tekanan psikologis, stres, kelelahan, menstruasi, lapar, konsumsi es krim atau makanan
mengandung nitrit (hot dogs, salami, ham), feniletilamin (coklat), atau tiramin (keju cheddar),
dan tereskpos cahaya terang, maupun alkohol. Gejala prodormal atau aura dapat berupa
scintillating scotoma atau perubahan penglihatan lain yang terjadi dengan migrain maupun
kejang dan nyeri kepala postiktal.1
Nyeri kepala dapat dideskripsikan sebagai nyeri berdenyut, sensasi terikat atau tertekan,
nyeri tumpul dan menetap, maupun nyeri tajam dan tertusuk, serta icepick-like pain. Lokasi nyeri
dapat bersifat unilateral, okular atau retroorbita, paranasal, fokal, oksipital, pada daerah inervasi
nervus trigeminal kedua dan tiga, serta faring dan meatus auditorius eksterna. Nyeri kepala dapat
dihubungkan dengan gejala lain seperti penurunan berat badan, demam atau menggigil, dispnea,
gangguan penglihatan, mual dan muntah, fotofobia, mialgia, rinorea dan lakrimasi ipsilateral,
dan penurunan kesadaran sementara.1
Berdasarkan penyebabnya, nyeri kepala diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan
sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas kelainan anatomi atau
strukturnya. Sedangkan nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas kelainan anatomi

maupun strukturnya yang kronis progresif. Berdasarkan International Classification of


Headache Disorders (ICHD) edisi ke 3, yang termasuk ke dalam nyeri kepala primer adalah
migren, tension type headache (nyeri kepala tipe tegang), trigeminal autonomic cephalalgias,
serta nyeri kepala primer lainnya. Sedangkan yang termasuk nyeri kepala sekunder adalah nyeri
kepala disebabkan trauma kepala dan/atau leher, nyeri kepala disebabkan gangguan pembuluh
darah kranial atau serviks, nyeri kepala disebabkan gangguan intrakranial nonvaskular, nyeri
kepala disebabkan oleh zat, nyeri kepala disebabkan infeksi, nyeri kepala disebabkan kelainan
homeostasis, nyeri kepala atau nyeri wajah dihubungkan dengan gangguan kranium, leher, mata,
telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, struktur wajah atau kranium, dan nyeri kepala dihubungkan
dengan gangguan psikiatri. Selain itu juga terdapat klasifikasi ketiga yaitu neuralgia kranial
sentral dan nyeri wajah primer dan nyeri kepala lainnya. Dari semua keluhan nyeri kepala, 90%
nya adalah nyeri kepala primer.2 Oleh sebab itu, referat ini akan membahas lebih lanjut mengenai
nyeri kepala primer, khususnya migren, tension type headache, trigeminal autonomic cephalgias
khususnya cluster type headache.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Migren
2.1.1. Definisi
Migren merupakan nyeri kepala yang paroksismal, biasanya unilateral, berdenyut,
dengan intesitas sedang hingga berat, serangan berlangsung sekitar 4-72 jam, bertambah
dengan aktivitas fisik rutin dan dihubungkan dengan mual, muntah, foto atau fonofobia 1
yang dapat dengan aura maupun tidak 3. Aura merupakan suatu akibat gelombang eksitasi
atau depresi yang menunjukkan gejala neurologis fokal yang mendahului atau menyertai
migren misalnya aura visual, sensorik, dan motorik, salah satu contohnya adalah gejala
visual karena gelombang melalui korteks oksipital.4
2.1.2. Klasifikasi
Menurut International Headache Classification of Headache Disorders (ICHD) edisi
ke 3, migren diklasifikasikan sebagai berikut2:
1. Migren tanpa aura (common migraine, hemicranias simplex)
2. Migren dengan aura (classic migraine, ophthalmic, hemiparaesthetic, hemiplegic
or aphasic migraine, migraine accompagnee, complicated migraine)
a. Migren dengan aura yang khas
b. Migren dengan aura yang diperpanjang
c. Migren dengan lumpuh separuh badan
d. Migren dengan basilaris
e. Migren aura tanpa nyeri kepala
f. Migren dengan awitan aura akut
3. Migren oftalmoplegik
4. Migren retinal
5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
6. Migren dengan komplikasi
Sedangkan klasifikasi migren berdasarkan consensus PERDOSSI tahun 2013 yang
diadaptasi dari kriteria IHS adalah:
1. Migren tanpa aura
2. Migren dengan aura
3. Sindrom periodik pada anak yang pada umumnya menjadi prekursor migren

a. Cyclical vomiting
b. Migren abdominal
c. Vertigo paroksismal benigna pada anak
4. Migren retinal
5. Komplikasi migren
a. Migren kronis
b. Status migrenosus (serangan migren > 72 jam)
c. Aura persisten tanpa infark
d. Migrenous infark
e. Migrene-triggered seizure
6. Probable migren
2.1.3. Etiologi
Etiologi migren belum dipahami secara keseluruhan, namun migren diduga bersifat
neurovaskular dan terdapat peran faktor genetik yang cukup besar.4
2.1.4. Patofisiologi dan Faktor Pencetus
Vasokonstriksi intrakranial dan vasodilatasi ekstrakranial dianggap sebagai penyebab
munculnya aura dan fase nyeri kepala pada migren. Teori ini didukung oleh keberhasilan
efek vasokonstriksi alkaloid ergot seperti ergotamin yang meredakan serangan akut migren
dan vasodilator seperti amilnitrat yang meniadakan aura. Pada penelitian terbaru,
menunjukkan gambaran yang lebih kompleks dan adanya gangguan primer pada aktivitas
neuron sentral yang menyebabkan munculnya aura dan nyeri kepala. Pada beberapa pasien,
serangan migren diawali dengan kelelahan, gejala kognitif, afektif atau gastrointestinal
yang dapat terjadi dalam 1 hari, penjelasan mengenai fase premonitori masih sangat minim
namun diduga menunjukkan perubahan fungsi hipotalamus dan batang otak. Pada onset
fase aura, terjadi penurunan aliran pembuluh darah pada korteks oksipital dan menyebar
melalui bagian anterior melewati korteks melalui cytoarchitectural bukan dari batas
vaskular. Laju penyebaran (2-5 mm/menit) menyebabkan fenomena spreading depression
dimana depolarisasi lambat neuron dan glia menurunkan aliran pembuluh darah dan
menghambat aktivitas neuron. Namun, area korteks yang mengalami penurunan aliran
pembuluh darah tidak berhubungan dengan aura tertentu dan penurunan lebih lanjut dapat
menunjukkan gejala iskemia dan aliran darah masih menurun setelah aura dan mulai nyeri
kepala. Penghambatan spreading depression dapat mencegah munculnya aura. Dua prinsip
mekanisme terjadinya fase nyeri kepala. Berdasarkan teori pertama, nyeri dicetuskan pada

sensori primer neuron trigeminal yang menginervasi meningen dan pembuluh darah
sehingga terjadi inflamasi steril. Neuron-neuron ini berperan pada nukleus kaudalis pada
batang otak menuju periakuaduktus substansia grissea, nukleus sensoris talamus, dan
korteks somatosensoris. Sedangkan teori lain mengatakan bahwa terjadi gangguan primer
pada perjalanan nyeri sentral sehingga rangsang sensoris yang tidak berbahaya salah
diinterpretasikan sebagai rangsang nyeri, yang disebut allodynia.1 Sumber kepustakaan lain
menjelaskan bahwa keadaan dasar neuron yang sangat mudah terangsang (hyperexcitability) terhadap pencetus tertentu sehingga terjadi vasodilatasi dan pelepasan
prostaglandin. Prostaglandin merangsang pelepasan sitokin proinflamasi seperti CGRP dan
neuropeptida Y yang menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi peregangan dan
perangsangan reseptor nyeri. Terjadi gelombang eksitasi neuron dan diikuti gelombang
depresi yang diasosiasikan dengan vasokonstriksi dan vasodilatasi. Jika terjadi pada batang
otak, dapat merangsang pusat muntah.4

Gambar 3. Sistem saraf pusat dan perifer diduga berperan dalam patogenesis migren.
Saat fase aura, penurunan aliran darah korteks menyebar ke bagian anterior dari korteks
oksipital (panah besar), yang diduga menyebabkan spreading depression. Saat fase nyeri
kepala, inflamasi steril meningen mengaktivasi nervus sensoris trigeminal yang menuju
nukleus kaudalis, periakuaduktus substansia grissea, nukleus sensoris talamus, dan korteks
somatosensoris primer (panah kecil).1

Migren dicetuskan oleh puasa, emosi, stres, kelebihan atau kekurangan tidur, obatobatan (esterogen, nitrogliserin), perubahan hormonal, menstruasi, penghentian kafein,
coklat, makanan mengandung tiramin (keju), mengandung nitrit (pada daging olahan,
bacon, hot dogs), makanan mengandung penyedap monosodium glutamat (MSG).1,3

2.1.5. Manifestasi Klinis


Pada migren sederhana, terdapat 4 stadium:
1. Prodormal
Pada stadium ini, dapat mendahului nyeri kepala dalam hitungan jam atau hari
dengan gejala menguap, mengidam, perubahan mood atau tidur.5
2. Aura
Aura merupakan gejala disfungsi serebral fokal yang pulih menyeluruh < 60
menit. Contoh aura adalah gangguan visual homonim, scintillating scotoma,
parestesia unilateral, kesemutan atau kelemahan, afasia.

Gambar 4. Salah satu aura, scintillating scotoma (titik buta) yang terjadi pada
migren dengan aura1

3. Nyeri kepala
Nyeri kepala berdenyut unilateral terutama pada daerah fronto-temporal yang
dapat berlangsung dalam hitungan jam sampai hari. Nyeri terjadi secara bertahap
dan lebih berat pada malam hari. Dapat disertai dengan mual atau muntah, foto
atau fonofobia, dan aura.
4. Postdormal
Gejala pro atau postdormal dapat berupa perubahan nafsu makan, gejala
otonomik, perubahan mood, serta agitasi atau retardasi psikomotor.

2.1.6. Diagnosis
Diagnosis migren ditegakkan berdasarkan anamnesis. Kriteria diagnosis migren
menurut ICHD-3 adalah2:
1. Kriteria migren tanpa aura adalah:
a. Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan nyeri kepala yang berlangsung
selama 4 72 jam yang belum diobati atau sudah diobati tanpa perbaikkan,
dan
b. Nyeri kepala memiliki minimal 2 dari gejala-gejala berikut:
Lokasi unilateral
Kualitas berdenyut
Intensitas nyeri sedang-berat
Keadaan diperberat oleh aktivitas fisik atau di luar kebiasaan rutin seperti
berjalan atau naik tangga
c. Selama nyeri kepala disertai 1 dari gejala berikut:
Mual dan/atau muntah
Fotofobia dan fonofobia
d. Tidak berkaitan dengan penyakit yang lain
2. Kriteria migren dengan aura adalah2:
a. Sekurang-kurangnya terdapat 2 serangan yang memenuhi kriteria b dan c
b. Satu atau lebih gejala aura reversibel, yaitu:

visual
sensori
bicara dan/atau bahasa
motorik

batang otak
retinal
c. Sekurangnya terdapat 2 dari 4 karakteristik:
Setidaknya 1 aura meningkat bertahap lebih dari 5 menit dan/atau 2
atau lebih gejala muncul dalam rangkaian gejala
Gejala aura masing-masing individu dapat berlangsung 5-60 menit
Setidaknya 1 gejala aura bersifat unilateral
Aura disertai atau diikuti nyeri kepala dalam 60 menit
d. Tidak termasuk dalam diagnosis ICHD-3 lainnya dan mengecualikan
transient ischaemic attack.
2.1.7. Tatalaksana
Tatalaksana migren dibagi menjadi 3 kategori, yaitu4:

Nonmedikamentosa
Mengedukasi pasien untuk menghindari pencetus nyeri seperti perubahan pola
tidur, makanan, stress, dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap-kelip,
perubahan cuaca, berada di tempat tinggi seperti di gunung atau pesawat udara.

Terapi abortif merupakan terapi akut untuk mengentikan progresi nyeri.


Serangan migren akut biasanya berespon pada analgetik sederhana, namun jika
tidak efektif, dapat menggunakan agonis reseptor 5HT serotonin (triptans) atau
alkaloid ergot (dihidroergotamin). Obat antimigren kelas baru adalah antagonis
reseptor calcitonin gene-related (telcagepant, olcegepant). Obat-obatan ini harus
diminum segera setelah onset serangan untuk hasil yang maksimal. Alkaloid
ergot dan triptans kontraindikasi pada pasien dengan hipertensi atau penyakit
kardiovaskular lainnya.1
1. Terapi abortif nonspesifik, pada serangan ringan sampai berat yang berespon
baik terhadap obat yang sama dipakai obat nyeri OTC (Over The Counter)
atau OAINS oral. Terapinya adalah:
Parasetamol 100-600 mg tiap 6-8 jam
Aspirin 500-1000 mg tiap 4-6 jam, dosis maksimal 4 gram/hari
Ibuprofen 400-800 mg tiap 6 jam, dosis maksimal 2,4 gram/hari
Sodium naproxen 27,5-550 mg tiap 2-6 jam, dosis maksimal 1,5

gram/hari
Potasium diklofenal (bubuk) 50-100 mg/hari dosis tunggal

Metoklopramid 10 mg intravena atau oral 20-30 menit sebelum atau


bersamaan dengan pemberian analgetik, OAINS, atau derivat ergotamin
menghilangkan nyeri disertai mual, muntah, dan memperbaiki absorbsi

obat dalam usus dan efektif dikombinasikan dihidroergotamin intravena


Ketorolak 60 mg intramuskular tiap 15-30 menit, dengan dosis maksimal

120 mg/hari dan tidak boleh diberikan lebih dari 5 hari


Butorphanol spray 1 mg, sediaan nostril dapat diberikan dan diulang tiap
1 jam, maksimal 4 spray/hari. Penggunaan terbatas 2 kali dalam

seminggu
Prochlorperazine 25 mg peroral atau supositoria. Dosis maksimal 75 mg

dalam 24 jam
Steroid seperti deksametason atau metilprednisolon merupakan obat

pilihan untuk status migrenosus


2. Terapi abortif spesifik
Obat golongan agonis 5HT seperti sumatriptan 6 mg subkutan atau 50

100 mg peroral
Derivat ergot seperti ergotamin 1-2 mg yang dapat diberikan secara

peroral, subkutan, maupun perrektal


Terapi profilaksis
Terapi profilaksis diberikan pada pasien degan 2 atau lebih serangan perminggu
atau pada pasien dengan terapi abortif tidak adekuat. Dapat diberikan obat
golongan antidepresan trisiklik, -blocker, antikonvulsan, dan penghambat kanal
kalsium.
Obat-obatan yang digunakan dalam terapi profilaksis migren:
Sodium valproat 400-1000 mg/hari peroral
Metoprolol 47,5-200 mg/hari peroral
Propanolol 120-240 mg/hari peroral
Timolol 10-15 ml peroral dua kali sehari

2.2. Tension Type Headache


2.2.1. Definisi
Tension type headache atau nyeri kepala tipe tegang adalah nyeri kepala yang dapat
bersifat episodik maupun kronik, berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa hari.

Karakteristik nyeri bilateral, menekan, atau mengikat dengan intensitas ringan sampai
sedang.6
2.2.2. Klasifikasi
Berdasarkan ICHD-3 TTH diklasifikasikan menjadi2:
1. Episode infrekuensi TTH
a. Episode infrekuensi TTH yang berhubungan dengan ketegangan perikranial
b. Episode infrekuensi TTH yang tidak berhubungan dengan ketegangan
perikranial
2. Episode frekuensi TTH
a. Episode frekuensi TTH yang berhubungan dengan ketegangan perikranial
b. Episode frekuensi TTH yang tidak berhubungan dengan ketegangan
perikranial
3. TTH kronik
a. TTH kronik yang berhubungan dengan ketegangan perikranial
b. TTH kronik yang tidak berhubungan dengan ketegangan perikranial
4. Kemungkinan TTH
a. Kemungkinan episode infrekuensi TTH
b. Kemungkinan episode frekuensi TTH
c. Kemungkianan TTH kronik

2.2.3. Etiologi
Tension type headache dihubungkan dengan faktor muskuler dan psikogenik.6

2.2.4. Patofisiologi
Tension type headache episodik biasanya dihubungkan dengan keadaan stress,
dimana nyeri kepala tipe ini berintensitas sedang, self-limited, dan biasanya membaik tanpa
pengobatan. Sedangkan tension type headache kronik biasanya terjadi hampir setiap hari
dan berhubungan dengan kontraksi otot pada leher dan kulit kepala. Nyeri kepala kronik ini
bersifat bilateral dan oksipitofrontal. TTH merupakan tipe paling sering pada nyeri kepala
kronik. Dulu, etiologi nyeri diduga akibat kontraksi otot pada struktur sensitif nyeri pada
kranium, namun IHS tidak menggunakan istilah nyeri kepala akibat kontraksi otot karena

tidak adanya penelitian yang mendapatkan bahwa kontraksi otot sebagai penyebab
tunggal.7
2.2.5. Manifestasi Klinis
Ketegangan otot pada daerah kulit kepala atau leher yang berlangsung dalam
hitungan menit hingga hari. Predileksi nyeri pada daerah frontal bilateral dan nuchooksiptal. Nyeri bersifat konstan dan seperti diikat. Intensitas nyeri ringan hingga sedang
dan seringkali timbul saat atau segera setelah bangun tidur.6
Tension type headache dicetuskan oleh stres, depresi, rasa khawatir, bunyi,
kelaparan, dan kekurangan tidur, nyeri mereda dengan istirahat. Pasien dapat mengalami
insomnia, sulit berkonsentrasi, dan sedang dalam keadaan stres akut. Pada tension type
headache tidak terdapat stadium prodormal.6
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital dan hasil pemeriksaan
neurologis normal. Nyeri dapat dirasakan bila daerah otot servikal atas dipalpasi. Nyeri
fleksi leher dan pergerakan otot paraservikal harus dibedakan dengan kekakuan leher akibat
itritasi meningen.6
2.2.6. Diagnosis
1. Kriteria diagnosis episode frekruensi tension type headache (episodik)2:
a. Setidaknya terdapat 10 serangan nyeri kepala dengan rata-rata < 1-14
hari/bulan dengan rata-rata > 3 bulan ( 12 dan < 180 hari pertahun) yang
memenuhi kriteria b-d:
b. Nyeri kepala berlangsung 30 menit sampai 7 hari
c. Setidaknya terdapat dua karakteristik nyeri berikut:
Bilateral
Rasa tertekan atau tegang (tidak berdenyut)
Intensitas ringan atau sedang
Tidak diperberat dengan aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga
d. Memenuhi kedua kriteria:
Tanpa mual atau muntah
Tanpa fotofobia atau fonofobia
e. Tidak berhubungan dengan penyakit lain
2. Kriteria diagnosis tension type headache kronik2:

a. Nyeri kepala dengan frekuensi rata-rata lebih dari 15 hari perbulan selama
b.
c.

d.

e.

lebih dari 3 bulan ( 180 hari pertahun), yang memenuhi kriteria b-d:
Berlangsung selama jam hingga hari atau tidak berhenti
Setidaknya terdapar 2 dari 4 karakteristik:
Bilateral
Rasa tertekan atau tegang (tidak berdenyut)
Intensitas ringan hingga sedang
Tidak diperberat dengan aktivitas fisik rutin
Terdapat kedua gejala:
Tanpa fotofobia, fonofobia, atau mual ringan
Tanpa mual sedang hingga berat maupun muntah
Tidak termasuk dalam diagnosis lainnya

2.2.7. Tatalaksana

Nonmedikamentosa
Konseling psikologis
Modalitas fisik seperti terapi panas atau dingin, ultrasound, stimulasi elektrik,
perbaikan postur tubuh, latihan peregangan, dan teknik relaksasi7
Medikamentosa
Analgetik sederhana, golongan NSAID, asam asetilsalisilat, barbiturate,
analgetik atau antiemetik atau sedative, golongan alkaloid ergot dan

turunannya7
Antidepresan trisiklik

2.3. Trigeminal Autonomic Cephalgias


2.3.1. Klasifikasi TACs menurut ICHD-3, yaitu2:
1. Nyeri kepala klaster
a. Nyeri kepala klaster episodik
b. Nyeri kepala klaster kronik
2. Hemikrania paroksismal
a. Hemikrania paroksismal episodik
b. Hemikrania paroksismal kronik
3. Serangan nyeri kepala neuralgiform unilateral sementara
a. Serangan nyeri kepala neuralgiform unilateral sementara dengan injeksi
konjungtiva dan lakrimasi (SUNCT)
SUNCT episodik
SUNCT kronik

b. Serangan nyeri kepala neuralgiform unilateral sementara dengan gejala


otonom cranial (SUNA)
SUNA episodik
SUNA kronik
4. Hemikrania kontinu
5. Kemungkinana TACs
a. Kemungkinan nyeri kepala klaster
b. Kemungkinan hemikrania paroksismal
c. Kemungkinan serangan nyeri kepala neuralgiform unilateral sementara
d. Kemungkinan hemikrania kontinu
Pada referat ini akan lebih membahas mengenai nyeri kepala klaster atau cluster type
headache.
2.3.2. Definisi Cluster Type Headache
Cluster type headache atau nyeri kepala klaster adalah nyeri kepala hebat, nyeri
selalu unilateral di orbita, supraorbita, temporal, atau kombinasi dari tempat-tempat
tersebut yang berlangsung 15-180 menit dan terjadi dengan frekuensi 1x tiap 2 hari hingga
8x sehari. Serangan biasanya muncul pada malam hari, membangunkan pasien saat tidur,
berulang dalam sehari-hari dan muncul sekitar waktu yang sama (perioditas sirkadian)
dengan periode minggu hingga bulan dimana ada fase bebas nyeri kepala dalam bulan
hingga tahun. Setiap serangan disertai satu atau lebih gejala seperti injeksi konjungtiva,
lakrimasi, kongesti nasal, rinorea, berkeringat di kening dan wajah, miosis, ptosis, dan
edema palpebra yang gejala-gejala tersebut bersifat ipsilateral.
2.3.3. Etiologi Cluster Type Headache
Cluster type headache diduga berkaitan dengan neurovaskular, irama sirkadian,
vasodilatasi arteri, dan peningkatan aktivitas sistem otonom parasimpatis.
2.3.4. Patofisiologi Cluster Type Headache
Patofisiologi cluster type headache belum dipahami secara keseluruhan.8,9 Perioditas
serangan menunjukkan pengaruh dari irama sirkadian yang diatur oleh hipotalamus, dengan
inhibisi sentral jalur nosiseptif dan otonom khususnya jalur nosiseptif trigeminal. Positron
emission tomography (PET) dan voxel-based morphometry mengidentifikasikan substansia

grisea hipotalamus posterior sebagai area kunci pada defek cluster type headache10. Pola
perubahan habituasi sirkuit neuronal trigeminal oleh sensitisasi sentral, yaitu sebagai akibat
dari disfungsi jalur serotonin nuclei-hipotalamus. Disfungsi hipotalamus dibuktikan dengan
metabolisme abnormal penanda neuronal pada magnetic resonance spectroscopy. Neuron
substansi P membawa rangsang sensori dan motorik pada cabang maksilaris dan oftalmikus
nervus trigeminalis. Hal ini berhubungan dengan ganglion sfenopalatina dan pleksus
simpatis perivaskular carotis inferior. Somatostatin menghambat substansi P sehingga
mengurangi durasi dan intensitas cluster type headache11. Vasodilatasi mungkin berperan
pada cluster type headache, namun hasil penelitian masih tidak pasti. Peningkatan aliran
darah ekstrakranial (hipertermia dan peningkatan aliran arteri temporalis) namun hanya
setelah onset nyeri. Perubahan vaskular diduga akibat perubahan primer neuronal. Meskipun
bukti yang mendukung peran histamin masih inkonsisten, cluster type headache dapat
dicetuskan oleh kadar histamin sebab ditemukannya peningkatan kadar sel mast pada bagian
kulit yang nyeri pada beberapa pasien, namun antihistamin tidak mengurangi intensitas
cluster type headache.

Gambar 5. Gambaran fungsional menunjukkan aktivasi bagian otak spesifik saat munculnya
nyeri (kiri). Voxel-based morphometry (VBM) menunjukkan aktivasi hipotalamus pada

pasien dengan cluster type headache yang berbeda pada pasien tanpa cluster type headache
(kanan)11
2.3.5. Manifestasi Klinis Cluster Type Headache
Nyeri retroorbita yang berlangsung selama 10 menit hingga 2 jam. Serangan ini
dapat terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau bulan. Kualitas nyeri konstan dan
seperti ditusuk dengan intensitas nyeri berat. Pencetus nyeri adalah cahaya dan konsumsi
alkohol.12
Gejala penyerta berupa mata merah berair, kongesti nasal atau rinorea, dan sindrom
Horner unilateral.12
Terdapat dua bentuk cluster type headache:
1. Episodic cluster type headache, dengan setidaknya 2 fase nyeri kepala yang
berlangsung selama 7 hari hingga 1 tahun yang dipisahkan oleh interval bebas
selama 1 bulan atau lebih.
2. Chronic cluster type headache, dimana nyeri kepala terjadi lebih dari setahun
tanpa remisi atau interval bebas kurang dari 1 bulan.
2.3.6. Diagnosis Cluster Type Headache
Kriteria diagnosis cluster type headache, adalah2:
a. Setidaknya 5 serangan yang memenuhi kriteria b-d
b. Nyeri hebat atau sangat hebat di orbita, supraorbita, dan/atau temporal yang
unilateral, berlangsung selama 15-180 menit bila tidak diobati
c. Nyeri kepala disertai setidaknya disertai 1 dari gejala berikut:
Injeksi konjungtiva dan/atau lakrimasi ipsilateral
Kongesti nasal dan/atau rinorea ipsilateral
Edema kelopak mata ipsilateral
Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral
Miosis dan/atau ptosis ipsilateral
Perasaan gelisah atau agitasi
d. Serangan-serangan mempunyai frekuensi dari 1x setiap 2 hari sampai 8x perhari
e. Tidak berhubungan dengan kelainan lain

Gambar 6. Tanda dan Gejala Cluster Headache


2.3.7. Tatalaksana Cluster Type Headache
Tujuannya adalah menekan periode klaster, menghentikan serangan akut,
mengurangi frekuensi nyeri dan mengurangi intensitas nyeri.

Terapi pada serangan akut (terapi abortif)


Oksigen (7 liter/menit selama 15 menit dengan sungkup) merupakan pilihan
utama dalam mengatasi cluster type headache apabila diberikan pada awal

serangan
Dihidroergotamin 0,5-1,5 mg intravena dapat mengurangi nyeri dalam waktu

10 menit
Sumatripan (nasal 20 mg atau injeksi subkutan 6 mg) akan mengurangi nyeri
dalam 10 menit, dapat diulang dalam 24 jam. Sumatripan tidak boleh
diberikan pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol atau penyakit

jantung iskemi
Lidokain 1 ml dari solusio 4% ditempatkan pada kapas di tiap lubang hidung

selama 5 menit dapat membantu mengurangi nyeri


Profilaksis
Verapamil sebagai obat pilihan utama 120-160 mg peroral 3-4 x/hari atau

nimodipin 240 mg/hari atau nifedipin 40-120 mg/hari


Litium 300-1500 mg/hari peroral
Metilsergid 4-10 mg/hari peroral

Prednisolon 50-75 mg/hari, tidak boleh diberikan dalam jangka waktu lama.
Efektif pada 80-90% kasus dalam mencegah serangan

2.4. Nyeri kepala primer lainnya2


Klasifikasi berdasarkan ICHD-3 adalah sebagai berikut:
1. Nyeri kepala primer akibat batuk
a. Kemungkinan nyeri kepala primer akibat batuk
2. Nyeri kepala primer akibat latihan fisik
a. Kemunginan nyeri kepala primer akibat latihan fisik
3. Nyeri kepala primer berkaitan dengan aktivitas seksual
a. Kemunkinan nyeri kepala primer berkaitan dengan aktivitas seksual
4. Primary thunderclap headache
5. Nyeri kepala akibat rangsang dingin
a. Nyeri kepala berhubungan dengan aplikasi eksternal rangsang dingin
b. Nyeri kepala berhubungan dengan ingesi atau inhalasi rangsang dingin
c. Kemungkinan nyeri kepala akibat rangsang dingin
Kemungkinan nyeri kepala berhubungan dengan aplikasi eksternal
rangsang dingin
Kemungkinan nyeri kepala berhubungan dengan ingesi atau inhalasi
rangsang dingin
6. Nyeri kepala akibat tekanan dari luar
a. Nyeri kepala kompresi eksternal
b. Nyeri kepala traksi eksternal
c. Kemungkianan nyeri kepala akibat tekanan dari luar
Kemungkinan nyeri kepala kompresi eksternal
Kemungkinan nyeri kepala traksi eksternal
7. Nyeri kepala primer menusuk
a. Kemungkinan nyeri kepala primer menusuk
8. Nyeri kepala nummular
a. Kemungkinan nyeri kepala numular
9. Hypnic headache
a. Kemungkinan hypnic headache
10. New daily persistent headache (NDPH)
a. Kemungkinan NDPH

BAB III
KESIMPULAN
Nyeri kepala merupakan rasa nyeri atau tidak nyaman atau tidak mengenakkan di seluruh
daerah kepala. Meskipun pada kebanyakan kasus merupakan keadaan ringan terutama pada nyeri
kepala kronis dan rekuren, nyeri kepala dengan onset baru dapat menunjukkan gejala awal suatu
keadaan sistemik yang serius atau gangguan intrakranial yang membutuhkan evaluasi sistemik
menyeluruh. Berdasarkan International Headache Classification of Headache Disorders (ICHD)
edisi ke 3, yang termasuk ke dalam nyeri kepala primer adalah migren, tension type headache
(nyeri kepala tipe tegang), trigeminal autonomic cephalalgias, serta nyeri kepala primer lainnya.

Migren merupakan nyeri kepala yang paroksismal, biasanya unilateral, berdenyut, dengan
intesitas sedang hingga berat, serangan berlangsung sekitar 4-72 jam, bertambah dengan aktivitas
fisik rutin dan dihubungkan dengan mual, muntah, foto atau fonofobia yang dapat dengan aura
maupun tidak.
Tension type headache atau nyeri kepala tipe tegang adalah nyeri kepala yang dapat bersifat
episodik maupun kronik, berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa hari. Karakteristik
nyeri bilateral, menekan, atau mengikat dengan intensitas ringan sampai sedang.
Cluster type headache atau nyeri kepala klaster adalah nyeri kepala hebat, nyeri selalu
unilateral di orbita, supraorbita, temporal, atau kombinasi dari tempat-tempat tersebut yang
berlangsung 15-180 menit dan terjadi dengan frekuensi 1x tiap 2 hari hingga 8x sehari. Serangan
biasanya muncul pada malam hari, membangunkan pasien saat tidur, berulang dalam sehari-hari
dan muncul sekitar waktu yang sama (perioditas sirkadian) dengan periode minggu hingga bulan
dimana ada fase bebas nyeri kepala dalam bulan hingga tahun. Setiap serangan disertai satu atau
lebih gejala seperti injeksi konjungtiva, lakrimasi, kongesti nasal, rinorea, berkeringat di kening
dan wajah, miosis, ptosis, dan edema palpebra yang gejala-gejala tersebut bersifat ipsilateral.
Nyeri kepala primer merupakan keluhan yang sering dialami dan bersifat kronis.
Pemahaman karakteristik yang berbeda-beda pada masing-masing nyeri kepala primer akan
membantu klinisi dalam mendiagnosis nyeri kepala sehingga dapat melakukan penatalaksanaan
yang tepat untuk membantu meningkatkan kualitas hidup pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical Neurology, 8th ed. New York: McGraw-Hill;
2012: 137-59
2. Headache Classification Committee of the International Headache Society (IHS). The
International Classification of Headache Disorders, 3rd ed. Cephalagia. 2013; 33: 629-808
3. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victors Principles of Neurology, 10th ed.
New York: McGraw-Hill; 2014: 172
4. Arifputera A, Anindhita T. Migren. In: Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, editors.
Kapita Selekta Kedokteran, 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014: 343-5

5. Longmore M, Wilkinson IB, Baldwin A, Wallin E. Oxford Handbook of Clinical Medicine.


9th ed. New York: Oxford University Press Inc; 2014: 462
6. Arifputera A, Anindhita T. Tension Type Headache. In: Tanto C, Liwang F, Hanifati S,
Pradipta EA, editors. Kapita Selekta Kedokteran, 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014:
981-2
7. Blanda M, Sargeant LK. Tension Headache. In: Dyne PL, Talavera F, Huff JS, editors.
Available in: http://emedicine.medscape.com/article/792384-overview. Access: 2016, April
26
8. Holle D, Obermann M, Katsarava Z. The Electrophysiology of Cluster Headache. Curr Pain
Headache Rep. 2009:13: 155-9
9. Mendizabal JE, Umama E, Zweifler RM. Cluster Headache: Hortons Cephalagia Revisited.
South Med J. 1998: 91: 606-17
10. Goadsby PJ. Pathophysiology of Cluster Headache: A Trigeminal Autonomic Cephalgia.
Lancet Neurol. 2002: 1: 251-7
11. Lodi R, Pierangeli G, Tonon C, et al. Study of Hypothalamic Metabolism in Cluster
Headache by Proton MR Spectroscopy. Neurology: 2006: 66: 1624-6
12. Arifputera A, Anindhita T. Cluster Type Headache. In: Tanto C, Liwang F, Hanifati S,

Pradipta EA, editors. Kapita Selekta Kedokteran, 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014:
958-9

You might also like