You are on page 1of 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA SEDANG

A. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan
otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia
anderson Price, 1985)
Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera
kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon
terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK.
B. PATOFISIOLOGI
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila
mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial.
Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.
Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma.
Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat
menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup.
Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial
menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat
ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus
paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering
menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva.
Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.
Cidera otak
Kejadian cedera Minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna sel-sel cerebral
membutuhkan supalai darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak

dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya
beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Komosio
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik sementara tanpa
kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan
perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.
Kontusio
Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan kemungkinan
adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Pasien terbaring
kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat.
Hemoragi cranial
Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah akibat paling
serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :
1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)
Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural)
diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang
menyebabkan arteri meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada
diantara dura dan tengkorak daerah frontal inferior menuju bagian tipis tulang temporal,
hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.

2. hematoma subdural
hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak, yang pada
keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural lebih sering terjadi pada vena dan
merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural.
Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh

darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut: dihubungkan
dengan cedera kepala mayor yang meliputi kkontusio atau laserasi. Hematoma subdural subakut:
sekrela kontusio sedikit berat dan dicurigai pada bagian yang gagal untuk menaikkan kesadaran
setelah trauma kepala. Hematoma subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor dan
terjadi paling sering pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi otak,
yang diperkirakan akibat proses penuaan.

3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma


hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini
biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil.
Hemoragi in didalam menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong
aneorima vasculer, tumor infracamal, penyebab sistemik gangguan perdarahan.
Trauma otak mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis cedera otak meliputi :
-

Gangguan kesadaran

Konfusi

Sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan

Tiba-tiba defisit neurologik

Perubahan TTV

Gangguan penglihatan

Disfungsi sensorik

lemah otak

C.
Trauma kepala
PATHWAYS

A. TANDA DAN GEJALA

Pola pernafasan
Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma langsung atau interupsi
aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa hipoventilasi alveolar, dangkal.

Kerusakan mobilitas fisik


Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.

Ketidakseimbangan hidrasi

Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan peningkatan TIK

Aktifitas menelan
Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang sama sekali

Kerusakan komunikasi
Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan disfasia, kehilangan
kemampuan untuk menggunakan bahasa.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT Scan

Ventrikulografi udara

Angiogram

Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)

Ultrasonografi

C. PENATALAKSANAAN
1. Air dan Breathing
-

Perhatian adanya apnoe

Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan
oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap
FiO2.

Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara
cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara
25-35 mmhg.

2. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada CKS.
Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak
tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah.
Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi
dicari.
3. disability (pemeriksaan neurologis)

Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena
penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi
normal kembali segera tekanan darahnya normal

Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil

D. PENGKAJIAN PRIMER
a.

Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia, penggunaan otot
bantu pernafasan, sianosis

b. Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail chest, gerakan
otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing.
c.

Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat, akral
dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.

d. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
e.

Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.

E. PENGKAJIAN SKUNDER
-

Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana timpani, cedera
jaringan lunak periorbital

Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang

Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS

Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan EKG

Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen

Pelvis dan ekstremitas


Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang lain

F. DIAGNOASA KEPERAWATAN YANG MUNCUL


1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral
2.

Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak,
kerusakan persepsi /kognitif)

3. Kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
4. Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas
5. Gangguan pola nafas b.d adanya depresi pada pusat pernafasan
6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
7. Resiko cedera b.d kejang, penurunan kesadaran
8. Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control volunteer pada kandung kemih
G. RENCANA KEPERAWATAN
1.

Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema
serebral
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan sensorik
Intervensi :

Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan TIK

Monitor status neurologis

Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK

Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya

Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk mencegah peningkatan TIK

Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan operasi
sesuai dengan indikasi

2. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan
otak, kerusakan persepsi /kognitif)
Tujuan : pola nafas pasien efektif
Intervensi :

Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat adanya otot bantu nafas

Kaji reflek menelan dan kemampuan mempertahankan jalan nafas

Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi secara berkala

Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak lebih dari 10-15 detik

Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang hipoventilasi dan bunyi tambahan(ronchi,
wheezing)

Catat pengembangan dada

Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan
indikasi

Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti sedatif

Lakukan program medik

3. Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
tujuan : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat
intervensi :
-

Kaji irama atau pola nafas

Kaji bunyi nafas

Evaluasi nilai AGD

Pantau saturasi oksigen

4. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas
Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas
intervensi :
-

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels, mengi, ronchi

Kaji frekuensi pernafasan

Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan indikasi

Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar

Kolaburasi : monitor AGD

5. Diagnosa : resiko cedera b.d penurunan kesadaran


tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu postur refleksif
intervensi :

Pantau adanya kejang pada tangan, kaki, mulut atau wajah

Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan penghalang tempat tidur

Berikan restrain halus pada ekstremitas bila perlu

Pasang pagar tempat tidur

Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan tangan tetapi berilah bantalan pada area
sekitarnya. Pertahankan jalan nafas paten tapi jangan memaksa membuka rahang

Pertahankan tirah baring

6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi
Intervensi :
-

Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap akan memberikan
makanan

Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah terjadinya regurgitasi
dan aspirasi

Catat makanan yang masuk

Kaji cairan gaster, muntahan

Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan kondisi pasien

Laksanakan program medik

7. Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada kandung kemih
tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin
intervensi :
-

Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan berat jenis

Periksa residu kandung kemih setelah berkemih

Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama pemasangan untuk mencegah
infeksi
http://worldhealth-bokepzz.blogspot.co.id/2012/03/asuhan-keperawatan-padapasien-cidera.html

Asuhan Keperawatan Klien dengan Cedera Kepala Sedang


A. Tinjauan Teoritis Cedera Kepala Sedang
1. Definisi
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin,
2008).
Cedera Kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon
terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Smeltzer, 2000 : 2210).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak, atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi
dan Rita juliani, 2001).
Cedera Kepala sedang adalah suatu trauma yang menyebabkan Kehilangan kesadaran dan
amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam dapat mengalami fraktur tengkorak dengan
GCS 9-12.
2. Etiologi
a. Trauma tumpul
Kecepatan tinggi : tabrakan motor dan mobil
Kecepatan rendah : terjatuh atau dipukul
b. Trauma tembus
luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya
(Mansjoer, 2000:3)
c. Jatuh dari ketinggian
d. Cedera akibat kekerasan
e. Cedera otak primer
adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Dapat terjadi
memar otak dan laserasi
f. cedera otak sekunder
kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia metabolisme, fisiologi yang timbul setelah
trauma.

3. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses
metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat,
hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob.
Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 60 ml / menit / 100 gr. jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah
perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan
simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
4. Tanda dan Gejala
a. Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak.
Trauma kepala tertutup
Trauma kepala terbuk
b. Trauma pada jaringan otak
Konkosio : di tandai adanya kehilangan kesadaran sementara tanpa adanya kerusakan jaringan
otak, terjadi edema serebral.
Kontosio : di tandai oleh adanya perlukaan pada permukaan jaringan otak yang menyebabkan
perdarahan pada area yang terluka, perlukaan pada permukaan jaringan otak ini dapat terjadi
pada sisi yang terkena ( coup) atau pada permukaan sisi yang berlawanan (contra coup).
Laserasi : ditandai oleh adanya perdarahan ke ruang subaraknoid, ruang epidural atau
subdural.Perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan lambatnya pembentukan hematome,
karena rendahnya tekanan. Laserasi arterial ditandai oleh pembentukan hematome yang cepat
karena tingginya tekanan.

c. Hematom epidural.
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
Penurunan kesadaran ringan saat kejadian periode Lucid (beberapa menit beberapa jam)
- penurunan kesadaran hebat koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala
hebat, reflek patologik positip.
d. Hematom subdural.
Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
Biasanya pecah vena akut, sub akut, kronis.
Akut :
- Gejala 24 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
Sub Akut :
- Berkembang 7 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat kesadaran
menurun.
Kronis :
- Ringan , 2 minggu 3 4 bulan.
- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
e. Hematom intrakranial.
Perdarahan intraserebral 25 cc atau lebih.

Selalu diikuti oleh kontosio.


Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi deselerasi mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Pengaruh Trauma Kepala :
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan (dengan/ tanpa kontras)
mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. Aniografi Cerebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
perdarahan, trauma
c. X-Ray
Mengidentifikasi atau mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/ edema)
d. AGD (Analisa Gas Darah)
Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapsan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan intrakranial
e. Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan tekanan intrakranial
6. Penatalaksanaan Medis
Konservatif:
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
Obat-obatan :

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat
ringanya traumTerapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau
gliserol 10 %.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob
diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa,
hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya
kecelakaan), 2 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran
dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak
terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 %
8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric
tube (2500 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogen
Pembedahan.
7. Jomplikasi
a. Cedera otak sekunder akibat hipoksia dan hipotensi
b. Edema Cerebral : Terutama besarnya massa jaringan di otak di dalam rongga tulang tengkorak
yang merupakan ruang tertutup.
c. Peningkatan tekanan intrakranial : terdapat perdarahan di selaput otak
d. infeksi
e. hidrosefalus
8. Prognosis
Tingkat kecelakaan di jalan raya di dunia berdasarkan laporan WHO mencapai 1, 2 juta korban
meninggal dan lebih dari 30 juta korban luka-luka/cacat akibat kecelakaan lalu lintas per tahun
(2.739 jiwa dan luka-luka 63.013 jiwa per hari)
Cedera kepala bertanggung jawab atas separuh kematian karena cedera. Ditemukan pada 75%
korban tewas karena kecelakaan lalu-lintas, untuk setiap kematian terdapat dua kasus dengan
cacat tetap, biasanya sekunder terhadap cedera kepala
B. Tinjauan Teoritis Asuhan keperwatan Cedera Kepala Sedang
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

Tanda : Perubahan kesalahan, letargi, hemisparase, quadriplegia, ataksia cara berjalan tak tegap,
masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (Hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia, distritmia).
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, Delirium, Agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, dispagia),
berkeringat, penurunan berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan.
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, Amnesia seputar kejadian, Vertigo, Sinkope, tinnitus,
kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstrimitas, perubahan pola dalam penglihatan
seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia, gangguan
pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil
(respon terhadap cahaya simetris/deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti).
Kehilangan pengindraan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris,
genggaman lemah, tidak seimbang, reflex tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia,
quadriplegia, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian
tubuh.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak
dapat beristirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi stridor,
tersedak, ronkhi, mengi positif. (kemungkinan adanya aspirasi).
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
Kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti raccoon eye tanda battle disekitar telinga
(merupakan tanda adanya trauma), adanya aliran (drainage) dari telinga/hudung (CSS), gangguan
kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami pralisis,
demam dan gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, berbicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alkohol atau obat lain.
Rencana pemulangan : membutuhkan bantuan pada perawatan diri, ambulasi, transportasi,
menyiapkan makan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, perubahan tata

ruang, dan pemanfaatan fasilitas lainnya di rumah sakit.


2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
a. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
b. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
c. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
d. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos coma)
e. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya
sirkulasi perifer.
3. Intervensi Keperawatan
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada
dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat
menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan
menyebabkan asidosis respiratorik.
Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari
inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan
pertukaran gas.
Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan
paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak
adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat
bila ada gangguan pada ventilator.

Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.


Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian
suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan
pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara
napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan
lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan
memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
1) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi
keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang
otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan
intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

2) Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.


Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya
peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda
keadaan syok akibat perdarahan.
3) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan
menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
4) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari
konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.
5) Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.
6) Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.
7) Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk
menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk
menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang,
analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial.
Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.
Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos coma )
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan,
oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :

1) Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.


Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada
pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
2) Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut,
telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk
meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.
3) Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga
kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori,
dan waktu.
4) Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman
dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien keluarga. Penjelasan perlu
agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.
5) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.
Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya.

Untuk membina hubungan terpiutik perawat keluarga.


Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
2. Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
3. Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
4. Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan
dalam menghadapi krisis.
Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya
sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan
terjadinya lecet pada kulit.
Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
Ganti posisi pasien setiap 2 jam
Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya
kerusakan kulit.
Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 8 jam dengan menggunakan
H2O2.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ).
Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process

Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.


Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita
dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.
Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press

You might also like