You are on page 1of 12

I.

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Yogyakarta merupakan salah barometer pariwisata Indonesia, tidak bisa dipungkiri bahwa
Yogyakarta masih menjadi tujuan utama pariwisata di Indonesia. Berbagai Obyek dan daya tarik
wisata ditawarkan dari obyek wisata alam, wisata budaya, dan minat khusus. seperti pantai
Parangtritis, Pantai Sundak, Malioboro dan lain sebagainya sebagai daya tarik wisata alam,
dantari kecak, dan upacara-upacara adat masyarakat Yogyakarta lainnya. Yogyakarta juga
mampu mengakomodir semua segmentasi pasar dari kalangan backpacker1hingga segmentasi
pasar dari kalangan atas secara ekonomi.
Dalam dekade ini muncul trend pariwisata minat khusus di Yogyakarta khususnya green travel
industry. Beberapa obyek minat khusus seperti Gunung api purba Nglanggeran, Goa Pindul dan
menjamurnya desa wisata yang berbasis ekowisata. Bahkan fakta dilapangan menunjukan
kecenderungan meningkat (secara tingkat kunjungan) obyek wisata minat khusus di Yogyakarta
dan merubah paragidma Yogyakarta yang awalnya memiliki ikon pariwisata seperti Malioboro.
Kecenderungan ini tentu tidak lepas dari globalisasi, arus informasi dan kemudahan
dalam mendapatkan akses ini menjadi pintu gerbang untuk mengeksplor tempat-tempat yang
dianggap memiliki nilai estetika dan layak untuk dikunjungi. Selain itu kenampakan alam
Yogyakarta berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata minat khusus.Akan tetapi
peningkatakan jumlah wisatawan di obyek ekowisata menjadi sebuah tantangan bagi
keberlangsungan obyek tersebut. Konsep ekowisata yang mengedepankan konservasi suatu

1Backpacker adalahadalahperjalanankesuatutempattanpamembawabarang-barang
yang memberatkanataumembawakoperdanmenekankanpadabiaya yang minimal.

kawasan tentunya akan bereaksi seiring dengan stimulun dari pasokan jumlah wisatawan dalam
nominal yang banyak.
Pembicaraan pariwisata tidak akan terlepas dari tiga pilar yang terkait, yaitu pemerintah
(state), masyarakat (civil society), dan dunia usaha (market).Apabila dijewantahkan tiga pilar ini
memiliki fungsi yang saling berkorelasi, pemerintah selaku pengampu kebijakan, masyarakat
sebagai subyek dari kebijakan, dan dunia usaha seperti agen perjalanan sebagai distributor
produk-produk ekowisata. Tentunya, integrasi kinerja yang maksimal dari ketiga pilar tersebut
seharusnya mampu untuk menghasilkan sesuatu yang maksimal pula.
Menilik kegiatan kepariwisataan di Yogyakarta menarik ditelisik bagaimana sinergitas
ketiganya stakeholder pariwisata ini. Kemudian bagaimana dampak perubahan di obyek-obyek
ekowisata di Yogyakarta seperti Gunung Api Nglanggeran.
Obyek wisata Gunung Api Purba Nglanggeran terletak di kecamatan Patuk Kabupaten
Gunung kidul. Gunung Api Purba Nglanggeran adalah sebuah bentukan lahan yang terbentuk
oleh letusan Gunung Merapi Ratusan tahun lalu. Obyek wisata ini mengandalkan bentukan
kondisi lahan yang unik seperti susunan tebing batu yang berjejer indah sebagai daya tarik
wisatanya. Salah keunikan yang ditawarkan Gunung Api Purba Nglanggeran adalah wisatawan
dapat merasakan sensasi mendaki gunung hanya dengan treking sekitar satu jam menuju puncak
dan juga dengan keindahan panorama alam yang dapat dilihat dari puncak-puncak Gunung Api
purba.
Gunung Api Purba Nglanggeran merupakan obyek wisata alam yang sangat berpotensi
untuk dapat dikembangkan karena keunikan wilayahya. Akan tetapi karena atraksi wisata yang
ditawarkan sangat minim wisatawan yang berkunjung pun belum terlalu banyak. Hal ini terjadi

karena selama ini atraksi yang di tawarkan obyek wisata tersebut hanyalah treking Gunung Api
Purba tersebut. Sehingga wisatawan yang datang masih terfokus pada wisatawan kawula muda
dan belum dapat merangkul wisatawan dari kalangan usia lainya. Padahal apabila dilihat dari
wisatawan yang berkunjung ke kota Yogyakarta terdapat peluang yang sangat besar untuk
mendatangkan wisatawan dari berbagai kalangan, karena yogyakarta masih menjadi tujuan
wisata keluarga yang cukup diminati.
Kondisi sosial budaya daerah sekitar sudah sangat mendukung perkembangan pariwisata
di daerah Gunung Api Purba Nglanggeran. Hal ini terlihat dari karang taruna desa Nglanggeran
sendiri yang menjadi penggerak utama pariwisata di daerah wisata Gunung Api Purba
Nglanggeran. Ketersediaan lahan kosong yang masih sangat luas juga memungkinkan daerah
wisata ini untuk dapat dikembangkan menjadi daerah wista yang mengakomodir wisatawan dari
segala usia untuk berwisata. Apabila di lihat dari potensi yang ada Gunung Api Purba
Nglanggeran bisa di kembangan lebih lanjut sebagai tujuan wisata keluarga. Hal ini juga
disokong oleh lokasi wisata yang dekat dengan kota Yogyakarta yaitu sekitar 1 jam perjalanan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Penerapan konsep ekowisata di Gunung Api Nglanggeran?
1.3 Tujuan Penelitian
1. bagaimana penerapa konsep obyek ekowisata di Gunung Api Nglanggeran.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan mengacu pada tujuan dari penelitian, maka penelitian ini nantinya akan memiliki
manfaat sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoritis :


Untuk bidang akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
akademis secara langsung terhadap studi Pariwisata khususnya pengembangan Gunung Api
Nglanggeran sebagai daerah tujuan wisata
1.4.2 Manfaat Praktis :
Dalam hal praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi Dinas
Pariwisata Kabupaten Gunung Kidul dalam melakukan pembangunan pariwisata
1.5. Tinjauan Pustaka
Penelitian berjudul Implementasi Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Ekowisata
Berbasis Masyarakat (Studi Kasus: Kampung Citalahab Sentral - Cikaniki, Taman Nasional
Gunung Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat) pada tahun 2011 oleh Wulandari.
Penelitian ini membahas bagaimana penerapan ekowisata berbasis masyarakat. Pembangunan
ekowisata dengan pelibatan masyarakat merupakan implementasi dari konsep ekowisata yaitu
local ownership2 . Hal ini

menguatkan paradigma pembangunan ekowisata, pelibatan

masyarakat menggambarkan sinergitas antara manusia dan alam, kebudayaan yang dimiliki
masyarakat tidak hanya sebatas konsep semu, namun bisa diterapkan dalam pembangunan
ekowisata. pelibatan masyarakat menggambarkan sinergitas antara manusia dan alam,
kebudayaan yang dimiliki masyarakat tidak hanya sebatas konsep semu, namun bisa diterapkan
dalam pembangunan ekowisata.
2 Prinsip local ownership adalah (pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat
setempat) diterapkan sedapat mungkin terhadap sarana dan pra-sarana ekowisata,
kawasan ekowisata, dll (nilai partisipasi masyarakat) diambil dari Direktorat Produk
Pariwisata Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia

1.6 Landasan Teori


1.6.1 Ekowisata
Menurut The International Ecotourism Society (2006), ekowisata adalah kegiatan perjalanan
wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu
sektor usaha ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan
penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan. prinsip utama
ekowisata menurut Choy dalam Sastrayuda (1997:179), adalah meliputi :
1. Lingkungan ekowisata haru bertumpu pada lingkungan alam dan budaya yang relatif
belum tercemar atau terganggu
2. Masyarakat ekowisata harus dapat memberikan manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi
langsung kepada masyarakat setempat
3. Pendidikan dan pengalaman ekowisata harus dapat meningkatkan pemahaman akan
lingkungan alam dan budaya yang terkait, sambil berolah pengalaman yang mengesankan
4. Keberlanjutan ekowisata harus dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan
ekologi dan lingkungan tempat kegiatan, tidak merusak, tidak menurunkan mutu, baik
jangka pendek dan jangka panjang
5. Manajemen ekowisata harus dapat dikelola dengan cara yang bersifat menjamin daya
hidup jangka panjang bagi lingkungan alam dan budaya yang terkait di daerah tempat
kegiatan ekowisata, sambil menerapkan cara mengelola yang terbaik untuk menjamin
kelangsungan hidup ekonominya.
1.6.2 Komponen Daya Tarik Wisata

Di bidang ilmu pariwisata terdapat lima komponen utama yang menjadi bahan pertimbangan.
Menurut Kusudianto Hadinoto (1996: 35) Lima komponen pariwisata yaitu
1. Atraksi wisata
2. Promosi dan Pemasaran
3. Pasar wisata (masyarakat/ wisatawan)
4. Trasportasi
5. Masyarakat penerima wisatawan yang menyediakan akomodasi dan pelayanan jasa
pendukung wisata.
Setiap destinasi wisata memiliki banyak macam-macam atraksi yang dapat menjadi daya
tarik dari berbagai segmen pasar yang luas. Dalam hal ini atraksi wisata adalah atraksi yang
diidentifikasikan dalam suatu penelitian, dan telah dikembangkan menjadi atraksi wisata
berkualitas dan memiliki asesibilitas baik (Kusudianto Hadinoto, 1996:18). Cara
penggolongan atraksi dan ciri-ciri destinasi adalah
1. Sumber daya alam seperti iklim, pantai, hutan
2. Sumber daya budaya
3. Fasilitas rekreasi
4. Event
5. Aktivitas spesifik
6. Daya tarik psikologis.

Untuk mengembangkan suatu wilayah menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) maka
diperlukan suatu survei pasar dan survei potensi wisata sebagai aktivitas persiapan
pengembangan wilayah.
Menurut United Nation Conference an International Travel and Tourism

dalam

(Kusudianto Hadinoto, 1996: 14) merekomendasikan wisatawan sebagai setiap orang yang
mengunjungi suatu negara bukan dimana ia bermukim, bagi setiap keperluan yang bukan
untuk mendapatkan penghasilan disebut visitor. Visitor terdiri dari dua kelompok traveler
(orang yang melakukan perjalanan) yaitu
1. Tourist (wisatawan), pengunjung sementara yang tinggal disuatu negara lebih dari 24
jam. Motivasi kunjungannya dapat digolongkan untuk:

Liburan

Bisnis

Keluarga

Seminar atau konferensi, dll

2. Excursionist (pelancong). pengunjung yang hanya tinggal sehari di Negara yang


dikunjungi tanpa bermalam.
Apabila dilihat dari motivasi kunjungan setiap wisatawan maka dapat diketahui bahwa
salah satu motivasi wisatawan untuk berwisata yaitu karena keluarga. Hal ini menunjukan
bahwa potensi kunjungan untuk wisatawan keluarga perlu menjadi perhatian dalam menarik
pasar wisatwan keluarga sebagai sasaran pengembangan objek wisata. Sebagai daya tarik
bagi wisatawan keluarga, wisata alam dapat menjadi alternatif untuk menjadi tempat

berwisata. Menurut The International Ecotourism Society (TIES) pada awal tahun 1990
Ecotourism is responsible travel to natural areas which conserved the environment and
improves the welfare of local people. Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab
ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan
kesejahtraan penduduk setempat.
1.7 Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat,
serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Kusmayadi, 2000; Nazir, 1988). Dalam penelitian
ini, data-data dikumpulkan dengan menggunakan teknik tertentu. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah
1.Penelitiaan kepustakaan, yaitu penelitian melalui perpustakaan. Kegiatan ini dilakukan
untuk mencari dan menggali informasi dan teori yang relevan dan valid. Penelitian
kepustakaan ini tidak hanya dilakukan melalui buku, melainkan juga media elektronik.
Hal ini perlu lakukan untuk mendapatkan informasi dan data yang terbaru hingga dapat
memaksimalkan penganalisaan variabel yang diteliti
2. Observasi, yaitu melakukan kunjungan langsung dan melihat secara dekat kondisi yang
terjadi di lokus penelitian . Hal ini diharapkan dapat menjadi salah satu landasan yang
memperkuat deskripsi dan analisa variabel yang diteliti.
3. Wawancara, yaitu melakukan diskusi kepada masyarakat dan tokoh setempat untuk
mendapakan data.
1.7.1 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data.

Pengumpulan data adalah prosedur sistematik dan standart untuk data yang diperlukan,
data yang diambil langsung dari lokasi penelitian merupakan data primer dan sebaliknya data
yang didapat dari lembaga dengan tujuan tertentu merupakan data sekunder (Nazir, 1988). Data
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
A. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari lokasi atau langsung dari sumbernya. Data ini
diperoleh dari:
1. Observasi
Yaitu mendapatkan data dengan cara mengamati langsung ke obyek atau lokasi penelitian
untuk mendapatkan gambaran dengan jelas tentang obyek yang diteliti. Peniliti berperan sebagai
marginal participant yaitu ikut hidup dalam kelompok, identitas peneliti diketahui oleh
kelompok yang diteliti dan melebur dalam situasi kehidupan masyarakat (Hadi, 1997). Peneliti
akan tinggal bersama masyarakat Gunung Api Nglanggeran, untuk mengetahui fenomena dan
dinamika yang terjadi dimasyarakat dengan fokus data yang dicari adalah implementasi dari dan
memfokuskan pada variable-variabel ekowisata yang terdapat di Gunung Api Nglanggeran.
2. Wawancara
Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian tidak terstruktur yang ditujukan kepada
sumber informasi yaitu tokoh adat, tokoh masyarakat, pemimpin pemerintahan desa (Kelian
Banjar, Perbekel), masyarakat umum Gunung Api Nglanggeran. Tujuan dari wawancara ini
adalah untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap pariwisata, seberapa dan mengetahui
peran-peran simbol-simbol kekuasaan di masyarakat Gunung Api Nglanggeran.

Adapun teknik wawancara yang digunakan adalah:

Key Infroman yaitu mewawancarai informan kunci yang mampu memberikan


informasi tentang data yang dibutuhkan, tokoh-tokoh Depth Interview yaitu
wawancara mendalam kepada informan.

Data primer yang dikumpulkan dari penelitian ini meliputi:


1. Data Potensi kepariwisataan yang ada di Gunung Api Nglanggeran. Yang terdiri dari potensi
ekologi dan potensi budaya. Data tersebut ditunjang dengan foto-foto yang menggambarkan
potensi kepariwisataan desa ini.
2. Pendapat masyarakat terhadap kegiatan kepariwisataan kedepannya di Gunung Api
Nglanggeran, sesuai dengan arah pengembangan ekowisata yang meliputi berbagai aspek seperti
potensi agrowisata, keberadaan adat istiadat, seni pertunjukan, peranan masyarakat dalam
pengembangan ke depan, dan pengembangan infrastruktur .
B. Data Sekunder
Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, skripsi, tesis, atau
karya ilmiah, laman website dan artikel-artikel yang berkaitan dengan penelitian ini. Relevansi
dari sumber data sekunder dipergunkan untuk menguatkan analisis untuk mempertegas hasil dari
penelitian ini.
1.7.2 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunkan teknik analisis data dengan menggunakan teknik
diskriptif induktif, yaitu dari data dan periwitiwa yang diketahui secara kongkrit, kemudian
digeneralisasikan ke dalam suatu kesimpulan yang bersifat umum yang didasarkan oleh fakta-

fakta empiris dilapangan. Dengan menggunkan teknik induktif berarti bahwa pencarian data
bukan dimaksudkan untuk membuktikan hipotesis yang telah ditentukan sebelum penelitian
diadakan (Moleong dalam Yudhiantari, 2000).
Analisis diskriptif induktif ini menekankan pada data primer maupun sekunder untuk
menganalisis potensi kepariwisataan di Gunung Api Nglanggeran. Kemudian menganalisis
kesesuaian antara konsep ekowisata. Acuan tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran
pengembangan kepariwisataan di Desa Pakramanan Piling sesuai dengan aspek dan variabel
yang sudah ditentukan.
1.8 Sistematika Penulisan
Penelitian ini rencananya akan disusun menjadi empat bab. menyuguhkan gambaran
umum hingga kesimpulan yang bisa ditarik dari penelitian ini. Setiap bab akan menitik beratkan
pada permasalahan yang berbeda. Bab-bab ini diharapkan menjadi satu kesatuan yang berkaitan
satu sama lainnya agar tidak melenceng dari tema.
Pada Bab Satu : menggambarkan alasan mengapa mengambil tema dan lokus penelitian
ini.
Pada Bab dua : akan memberikan gambaran umum tentang pariwisata di Yogyakarta
khususnya lokus. Menjelaskan secara faktual potensi dan kegiatan kepariwisataan yang terjadi
saat ini di lokus tersebut.
Pada Bab tiga akan menggambarkan hubungan konsep Ekowisata. menggambarkan
kegiatan kebudayaan dan struktur dalam masyarakat serta kenampakan alam yang memiliki nilai
estetika. Kemudian pemilahan antara kegiatan kebudayaan dan kenampakan alam yang bersifat

touristik dan bersifat sakral. Diversifikasi ini diharapkan mampu menyuguhkan mana potensi
yang bisa dikelola sebagai atraksi wisata dan merupakan ranah sakral kebudayaan yang tidak
bisa diganggu gugat oleh kepentingan apapun. Juga bagaimana penerapan ekowisata yang
berkorelasi dengan konsep tersebut.
Bab empat : merupakan kesimpulan dan saran hasil dari penelitian ini. Diharapkan hasil
penelitian ini mampu memberikan sumbangsih nyata bagi pariwisata Indonesia.
Daftar Pustaka.
Damanik, J. Weber. H. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Andi
Offset
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata dan WWF-Indonesia. 2009 Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis
Masyarakat. Jakarta
Nugroho. Iwan. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
The International Ecotourism Society (2006)
Daftar Laman
http://id.wikipedia.org/wiki/Wisata_beransel (diakses pada 6/11/2013 pukul 18.30)

You might also like