You are on page 1of 15

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PENENTUAN MINIMUM INHIBITORY CONCENTRATION (MIC) DARI


SUATU SEDIAAN UJIYANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK
DENGAN METODE MIC PADAT
Rabu, 22 April 2015
Kelompok IX
Rabu, Pukul 13.30 16.30 WIB
Nama

NPM

Alsya Utami Rahayu

260110130117Pembahasan,
Simpulan
260110130119Tujuan, Prinsip, Teori
Dasar, Editor
260110130120Alat Bahan,Prosedur,
Data Pengamatan,
Perhitungan

Resha Gilar Tamara


Abdurahman Ridho

Tugas

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

Nilai

TTD

(Shintya Noor Amalya) (Benedictus Genta P)

PENENTUAN MINIMUM INHIBITORY CONCENTRATION (MIC) DARI


SUATU SEDIAAN UJIYANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK
DENGAN METODE MIC PADAT
I. Tujuan
Menentukan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) suatu sediaan uji
terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif, dengan menggunakan
metoda MIC padat
II. Prinsip
1. MIC
Konsentrasi minimun penghambatan atau MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) adalah konsentrasi terendah dari antibiotika atau antimikrobial
yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu.
2. Metode lempeng agar
Prinsip dari metode ini adalah jika sel jasad renik yang masih hidup
ditumbuhkan pada medium agar maka sel mikroba tersebut akan berkembang
biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop.
3. Pertumbuhan bakteri
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa
zat suatu organisme. Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih diartikan
sebagai pertumbuhan koloni, yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran koloni
yang semakin besar atau subtansi atau massa mikroba dalam koloni tersebut
semakin banyak, pertumbuhan pada mikroba diartikan sebagai pertambahan
jumlah sel mikroba itu sendiri.
4. Teknik aseptis
Teknik aseptik adalah cara kerja yang menjaga sterilitas ketika menangani
pengkulturan mikroorganisme untuk mencegah kontaminasi terhadap kultur
mikroorganisme yang diinginkan
5. Pengenceran konsentrasi

Penambahan zat pelarut dalam suatu larutan yang memiliki konsentrasi


tertentu untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi yang baru.

III. Teori Dasar


Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Literatur lain
mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang bahkan di dalam konsentrasi
rendah

dapat

menghambat

pertumbuhan

dan

reproduksi

bakteri

dan

fungi( Koolman& Roehm,2005 ).


Penemuan antibiotik terjadi secara 'tidak sengaja' oleh Alexander Fleming,
pada tahun 1928, ia menemukan pertumbuhan bakteri yang tidak terjadi
disekeliling kapang Penicillium chrysogenum syn. P. notatum Ia lalu mendapat
hasil positif dalam pengujian pengaruh ekstrak kapang itu terhadap bakteri
koleksinya.

Dari

ekstrak

itu

ia

diakui

menemukan

antibiotik

alami

pertama: penicillin G. ( Hocking,2003 )


Penemuan efek antibakteri dari Penicillium sebelumnya sudah diketahui
oleh peneliti-peneliti dari Institut Pasteur di Perancis pada akhir abad ke-19
namun

hasilnya

tidak

diakui

oleh

lembaganya

sendiri

dan

tidak

dipublikasi.Antibiotika yang akan digunakan untuk membasmi mikroba,


penyebab infeksi pada manusia, harus mememiliki sifat toksisitas selektif setinggi
mungkin. Artinya, antibiotika tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk
mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk manusia. Antibiotika adalah obat yang
sangat ampuh dan sangat bermanfaat jika digunakan secara benar. Namun, jika
digunakan tidak semestinya antibiotika justru akan mendatangkan berbagai efek
yang buruk. Yang harus selalu diingat, antibiotika hanya ampuh dan efektif
membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh virus. Karena itu, penyakit yang
dapat diobati dengan antibiotika adalah penyakit-penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri.Kemampuan suatu terapi antimikrobial sangat bergantung
kepada obat, pejamu, dan agen penginfeksi.Namun dalam keadaan klinik hal ini

sangat sulit untuk diprediksi mengingat kompleksnya interaksi yang terjadi di


antara ketiganya.Namun pemilihan obat yang sesuai dengan dosis yang sepadan
sangat berperan dalam menentukan keberhasilan terapi dan menghindari
timbulnya resistansi agen penginfeksi.Suatu antibiotik mempunyai MIC yang
berlainan terhadap bakteri tertentu.Kepekaan antibiotik terhadap mikroba dapat
dilihat dari konsentrasi minimum untuk diinhibisi oleh suatu antibiotika terhadap
mikroba tertentu( Pelczar,1958 ).
Penetapan MIC dapat dilakukan dengan menguji sederetan konsentrasi
yang dibuat dengan pengenceran, metode yang digunakan dapat dengan cara
turbidimetri (dengan melihat kekeruhan) ataupun cara difusi agar. Konsentrasi
terendah di mana pertumbuhan bakteri terhambat dinyatakan sebagai konsentrasi
minimum untuk inhibisi (MIC).MIC dari sebuah antibiotika terhadap mikroba
digunakan untuk mengetahui sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika. Nilai
MIC berlawanan dengan sensitivitas mikroba yang diuji. Semakin rendah nilai
MIC dari sebuah antibiotika, sensitivitas dari bakteri akan semakin besar. MIC
dari sebuah antibiotika terhadap spesies mikroba adalah rata-rata MIC terhadap
seluruh strain dari spesies tersebut. Strain dari beberapa spesies mikroba adalah
sangat berbeda dalam hal sensitivitasnya.Penentuan kepekaan mikroba terhadap
antibiotika dilakukan secara in vitroyang dinyatakan dalam MIC dan aktivitas
penghambatannya terhadap MIC tersebut. MIC ini tidak dianggap akan setara
dengan MIC in vivo karena dalam tubuh manusia terjadi biotransformasi
antibiotika, terjadi penguraian atau fiksasi antibiotika pada protein plasma
sehingga aktivitas antibiotika akan berkurang. Setiap antibiotika mempunyai sifat
farmakokinetik yang berbeda tergantung pada sifat fisikokimianya dan
karakteristik

fisiologi

individual

pemakai.

Resistensi

bakteri

terhadap

antibiotika membawa masalah tersendiri yang dapat menggagalkan terapi dengan


antibitika. Resistensi dapat merupakan masalah individual dan epidemiologik.
Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotika tertentu yang dapat
berupa resistensi alamiah, resistensi karena adanya mutasi spontan (resistensi
kromosomal),dan

resistensi

karena

adanya

faktor

pada

sitoplasma

(resistensi ekstrakromosomal) atau resistensi karena pemindahan gen yang

resisten atau faktor R atau plasmid (resistensi silang).Penyebab timbulnya


resistensi antibiotika yang terutama adalah karena penggunaan antibiotika yang
tidak tepat, tidak tepat sasaran, dan tidak tepat dosis. Tidak tepat sasaran, salah
satunya adalah pemberian antibiotika pada pasien yang bukan menderita penyakit
infeksi bakteri. Walaupun menderita infeksi bakteri, antibiotika yang diberikan
pun harus dipilih secara seksama. ( Jawetz,1996 ).
Untuk pemilihan antibiotika yang tepat sesuai kebutuhan dan keluhan anda
ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter.
Kecepatan timbulnya resistensi bervariasi untuk berbagai antibiotika.
Kelompok aminoglikosida, makrolida, dan rifampisin termasuk kelompok yang
cepat menimbulkan resistensi mikroba, sedangkan kelompok tetrasiklin dan
kelompok kloramfenikol digolongkan ke dalam kelompok yang tidak terlampau
cepat menimbulkan resistensi. Kelompok yang lambat menimbulkan resistensi
umumnya karena terjadi mutasi langsung dan kelompok lain umumnya termutasi
setelah berkembangbiak beberapa tahap( Kenneth,2008 ).
Staphylococcus pertama kali ditemukan oleh Ogston pada tahun 1882 .
Nama Staphylococcus berasal dari bahasa yunani Staphyle yang berarti
sekumpulan anggur dan coccus yang berarti berry. Staphylococcus aureus
( S.aureus) merupakan bakteri Gram-positif, non motil dan berukuran diameter
kira-kira sekitar 0,5-1,0 m. S. Aureus akan menghasilkan koloni yang berwarna
putih. S.aureus ini sangat terbukti resisten terhadap penisilin.Hal ini dapat
dibuktikan pada tahun 1980 di Amerika Serikat sekitar 85% strain S. Aureus
resisten terhadap penisilin disebagian rumah sakit di Amerika. Hal ini disebabkan
karena sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1946 hingga 1980 tekah terjadi
perubahan pada S.aureus.Bakteri ini dapat menghasilkan enzim penisilinase.
S.aureus biasanya menyerang pada kulit terutama pada kulit rambut atau pada
jaringan subkutan. S. aureus juga biasa menyerang ke bagian-bagian penting
tubuh seperti : lambung , ginjal, otak, dan tulang dapat menyebabkan
infeksimetastatik. Bakteri ini juga dapat menyebabkan beberapa infeksi seperti
:infeksi pada dada atau payudara, Osteomyeliti,Pneumonia staphylococcal primer
dan enterocolitis. ( Doyle,1989)

IV. Alat dan Bahan


Alat
1. Cawan petri
2. Inkubator
3. Mikropipet
4. Rak tabung
5. Spiritus
6. Tabung reaksi
7. Volume pipet beukuran 1 ml dan 10 ml
Bahan
1. Air aquadest steril
2. Antibiotik tetrasiklin
3. BakteriBacillus subtilis
4. BakteriEscherichiacoli
5. BakteriStaphylococcusaureus
6. Mueller-Hinton Agar (MHA)
7. NaCl fisiologis steril
Gambar Alat
a.

b.

c.

d.

e.

g.

f.

h.

V. Prosedur
Mula-mula alat disterilisasi dengan autoklaf. Selanjutnya, antibiotik
tetrasiklin (sediaan uji) dimasukkan ke dalam labu ukur, lalu dilarutkan dengan
sedikit pelarut yang sesuai yang tercantum dalam farmakope. Kemudian
ditambahkan air suling steril hingga mencapai tanda batas labu ukur. Apabila
sediaan antibiotik berbentuk padatan, maka digerus terlebih dahulu sebelum
dimasukkan

ke

dalam

labu

ukur. Selanjutnya,

dilakukan

perencanaan

pengenceran, dan dihitung konsentrasi campuran dari tiap-tiap tabung kecil. Jika
sudah, maka selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat larutan antibiotik
dengan pengencer air suling steril dalam tabung-tabung reaksi besar. Sebelumnya
dilakukan pengisian air suling pada tabung reaksi 1 sebanyak 2,26 mL, tabung 2
sebanyak 19 ml, tabung 3 sebanyak 3,5 ml, tabung 4 sebanyak 3,5 ml. Selanjutnya
dilakukan pengenceran bertingkat dari stok antibiotik berkonsentrasi 2.500 g/ml.
Dipipet 0,24 ml dari larutan stok kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi 1
sehingga di dalamnya terdapat 2,5 ml, dikocok hingga homogen. Dipipet 1 ml dari
campuran tabung 1 lalu dimasukkan ke dalam tabung 2, dikocok sampai

homogen. Selanjutnya dipipet 1 ml dari campuran tabung 2 lalu dimasukkan ke


dalam tabung 3, dikocok sampai homogen. Selanjutnya dipipet 1 ml dari
campuran tabung 3 lalu dimasukkan ke dalam tabung 4. Dari tiap-tiap tabung,
dipipet 1 ml lalu dimasukkan ke dalam masing-masing cawan berbeda yang telah
dibagi 3 bagian, lalu diberi nomor sesuai konsentrasi pada tabung. Setelah itu
diberi Nutrient Agar sebanyak 19 ml, sehingga di dalam cawan terdapat 20 ml
campuran. Setelah diberi NA, diratakan dengan menggoyangkan cawan searah
jarum jam hingga memadat. Selanjutnya, dipipet bakteri Escherichia coli ke
dalam semua cawan masing-masing 1 L. Jika sudah dilanjutkan dengan bakteri
lain yaitu Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus. Bakteri yang dipipet
diletakkan pada bagian yang tadi sudah ditandai pada cawan. Dibuat kontrol
positif dan kontrol negatif. Kontrol positif terdiri atas 1 L bakteri dan 19 ml NA
sedangkan kontrol negatif hanya berisi 19 mL NA. Selanjutnya semua cawan petri
berisi bakteri dan antibiotika uji diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam.
Setelah diinkubasi, semua cawan petri diamati kekeruhan yang terjadi,
dibandingkan dengan kontrol positif dan negatif. Selanjutnya, ditentukan di
tabung mana MIC terjadi. MIC sendiri berada pada cawan petri bening yang
terakhir, atau sebelum cawan petri keruh pertama.

VI. Data Pengamatan


Jenis Bakteri
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Bacillus subtilis
Keterangan :

1
-

Cawan 1

: 0,6 g/ml

Cawan 2

: 0,3 g/ml

Cawan 3

: 0,15 g/ml

(+)

: ada pertumbuhan

(-)

: tidak ada pertumbuhan

Cawan Petri
2
+

3
+
+
+

Cawan 1

Cawan 2

Cawan 3

VII. Perhitungan
A. Pengenceran antibiotic Tetrasiklin : 2.500 g/ml
Tabung Besar

V1.N1 = V2.N2
0,24 ml. 2.500 = V2. 240
V2
= 2,5 ml (0,24 ml antibiotik stok awal dan 2,26 ml aquadest

steril)
Tabung 1
V1.N1 = V2.N2
1 ml . 240= V2 . 12
V2
= 20 ml (1 ml campuran tabung 1 dan 19 ml aquadest steril)
Tabung 2
V1.N1 = V2.N2
1 ml. 12 = V2. 6
V2
= 2 ml (1 ml campuran tabung 2 dan 1 ml aquadest steril)
Tabung 3
V1.N1 = V2.N2
1 ml. 6 = V2.3
V2
= 2 ml (1 ml campuran tabung 2 dan 1 ml aquadest steril)

B. Pengenceran MIC Padat


Cawan I
V1.N1
= V2.N2
1.12= V2. 0,6
V2 = 20 ml
Cawan 2
V1.N1
= V2.N2
1 ml. 6= V2 . 0,3
V2 = 20 ml
Cawan 3
V1.N1
= V2.N2
1 ml. 3= V2 . 0,15
V2 = 20 ml
Keterangan : V1 = Larutan antibiotic
V2 = MHA + Larutan Antibiotik
VIII. Pembahasan
Percobaan ini menguji Minimum Inhibitor Concentration (MIC) dari
antibiotik Tetrasiklin terhadap bakteri Staphylococcus aureus.MIC adalah
konsentrasi terkecil zat antimikroba yang masih mempunyai daya hambat atau
mulai bekerja pada mikroorganisme tertentu.MIC juga didefinisikan sebagai
konsentrasi terendah antibiotik untuk membunuh bakteri di dalam cawan petri
(Jawetz, 2004).

Prinsip yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah MIC, metode
lempeng agar, pertumbuhan bakteri, teknik aseptis, dan pengenceran konsentrasi.
Antibiotik yang akan diuji, dalam hal ini tetrasiklin dilarutkan dalam labu
ukur, harus diperhatikan ketepatan dalam menambahkan air sampai tanda batas,
jika pelarut melebihi tanda batas maka konsentrasi tetrasiklin akan berkurang.
Begitu juga sebaliknya jika pelarut yang ditambahkan kurang dari tanda batas,
konsentrasi tetrasiklin akan lebih besar dari yang diperhitungkan. Sebelum
memulai praktikum, dilakukan perencanaan pengenceran dan perhitungan
konsentrasi.Hal ini dilakukan untuk mempermudah penentuan nilai MIC dari
antibiotik yang pada percobaan ini yaitu tetrasiklin (Rufaidah, 2010).
Pertama-tama

dilakukan

pengenceran

sesuai

dengan

perhitungan.

Konsentrasi tetrasiklin dalam labu ukur sebanyak 250 mg/100 ml lalu


dikonversikan ke dalam g/ml menjadi 2500 g/ml. Kemudian diencerkan ke
tabung besar, diambil 0,24 ml dari sampel antibiotic tersebut lalu ditambahkan
2,26 ml aquades, sehingga konsentrasi dalam tabung besar sebanyak 240 g/ml.
Setelah dilakukan pengenceran pada tabung besar, dilakukan pengenceran
sebanya 3 kali pada tabung besar. Tabung pertama diisi 19 ml aquades kemudian
ditambahkan 1 ml sampel antibiotik dari tabung besar, dikocok supaya homogen,
didapatkan konsentrasi 12 g/ml. Tabung kedua diisi 1 ml aquades kemudian
ditambahkan 1 ml sampel antibiotik dari tabung pertama, dikocok supaya
homogen, didapatkan konsentrasi 6 g/ml. Tabung ketiga diisi 1 ml aquades
kemudian ditambahkan 1 ml sampel antibiotik dari tabung kedua, dikocok supaya
homogen, didapatkan konsentrasi 3 g/ml.
Permukaan dasar cawan petri dilakukan pembagian menjadi 3 area sama
besar. Masing-masing area dipergunakan untuk menginokulasi 3 jenis bakteri
yang berbeda, yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Bacillus
subtilis. Setiap area ini diberi label nama bakteri untuk mempermudah dalam
pengamatan. Menurut farmakope IV, antibiotik tetrasiklin efektif terhadap bakteri
uji Staphylococcus aureus (Depkes RI, 1995).
Pada penggunaan cawan petri, jangan dibiarkan dalam kondisi terbuka,
agar isi cawan tidak terkontaminasi oleh udara luar. Kemudian setiap tabung

reaksi kecil yang telah dilakukan pengenceran, yaitu dengan konsentrasi 12 g/ml,
6 g/ml, dan 3 g/ml, diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri,
sehingga konsentrasi yang terdapat dalam cawan petri pertama sebanyak 0,6
g/ml; cawan petri kedua sebanyak 0,3 g/ml; cawan petri ketiga sebanyak 0,15
g/ml. Menurut literature farmakope IV, dosis tengah tetrasiklin yaitu 0,24 g/ml
(Depkes RI, 1995).
Pada percobaan ini dosis tengah tetrasiklin berada di antara cawan petri
kedua dan cawan petri ketiga. Karena proses melihat MIC antibiotic ini dilakukan
dalam media padat maka dapat diidentifikasi pada percobaan ini menggunakan
teknik MIC padat.
MIC padat mempunyai kelebihan dibandingkan dengan MIC cair.Pada
MIC padat, satu sampel antibiotik dapat mengidentifikasi sekaligus lebih dari satu
bakteri, sedangkan pada MIC cair tidak bisa demikian yaitu satu antibiotik
digunakan untuk satu bakteri.MIC terletak pada cawan petri bening terakhir atau
sebelum cawan petri ditumbuhi bakteri pertama (Rufaidah, 2010).
Proses ini dilakukan dalam keadaan aseptis, untuk menghindari
kontaminasi dari udara luar. Lalu ditambah dengan 19 ml Nutrien agar cair
bersuhu 40-50 C. Nutrien agar harus tetap dalam suhu tersebut, karena jika
dibawah suhu tersebut, nutrien agar akan membeku dan tidak bisa dituang.
Sedangkan bila berada diatas suhu tersebut nutrient agar akan terlalu panas dan
dapat mengganggu kestabilan antibiotik serta membunuh bakteri (Rufaidah,
2010).
Pada saat penuangan, juga harus dilakukan dalam keadaan aseptis.Setelah
ditambahkan nutrien agar, cawan petri tersebut segera digoyang perlahan pada
permukaan yang datar, untuk mencegah nutrien agar membeku lebih dulu sebelum
bercampur

sempurna

dengan

antibiotik.Setelah

itu,

didiamkan

hingga

membeku.Medium ini harus tercampur sempurna, agar pertumbuhan pada bakteri


yang dapat tumbuh dapat tersebar merata.Sehingga dapat diindetifikasi bahwa
teknik yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah teknik cawan tuang.
Setelah nutrien agar membeku, masing-masing bakteri dituangkan pada area yang
telah diberi label sesuai dengan nama bakterinya (Todar, 2007).

Pengocokan harus dilakukan sebelum sampel dituangkan ke dalam cawan


petri agar sampel tersebar merata dan konsentrasinya sesuai. Selain itu, percobaan
harus dilakukan secara aseptis yaitu bekerja dekat api, hal ini bertujuan agar
bakteri uji yang digunakan tidak terkontaminasi dengan bakteri yang lain.
Penuangan harus dilakukan secara hati-hati, supaya medium padat tidak
rusak, karena dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang dapat tumbuh.
Setelah itu, cawan petri ini diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 C selama
18-24 jam.
Proses inkubasi dilakukan untuk menciptakan suasana ideal dalam proses
pembiakan bakteri sehingga proses dapat berlangsung maksimal. Waktu 18-24
jam ditentukan karena pada rentang waktu tersebut bakteri berada pada fase
perkembangbiakan optimal atau fase logaritma. Setelah diinkubasi, dilakukan
pengamatan terhadap pertumbuhan bakteri dalam cawan petri (Nester, 1973).
Pada

bagian

yang

ditanam

oleh

bakteri Staphylococcus

aureus

memberikan hasil yang negatif pada konsentrasi antibiotik 0,6 g/ml dan 0,3
g/ml. Sedangkan hasil yang positif didapatkan pada konsentrasi antibiotic 0,15
g/ml. Tanda negative menunjukkan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
dapat dihambat, sedangkan tanda positif menunjukkan pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus tidak dapat dihambat. Hal ini sesuai karena MIC dari
tetrasiklin adalah 0,24 g/ml dan konsentrasi pada cawan petri yang diuji berada
di antara MIC tersebut, yaitu pada cawan petri kedua dan cawan petri ketiga.
Pada bagian yang ditanam oleh bakteri Escherichia coli menunjukkan
hasil yang positif pada ketiga cawan petri. Hal ini dikarenakan tetrasiklin tidak
efektif menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan karena pada ketiga
cawan petri tidak memenuhi konsentrasi MIC Escherichia coli yaitu 2,5 g/ml
dan efektif menghambat pertumbuhan pada antibiotik kloramfenikol. Hal inilah
yang menyebabkan ketiga cawan petri tetap ditumbuhi bakteri.
Pada bagian yang ditanam oleh bakteri Bacillus subtilis memberikan hasil
yang negatif pada konsentrasi antibiotik 0,6 g/ml. Sedangkan hasil yang positif
didapatkan pada konsentrasi antibiotik 0,3 g/ml dan 0,15 g/ml. Hal ini sesuai
karena MIC dari Bacillus subtilis dalam tetrasiklin yaitu 0,5 g/ml dan

konsentrasi pada cawan petri yang diuji berada di antara MIC tersebut, yaitu pada
cawan petri pertama dan cawan petri kedua.
Proses ini dilakukan dalam keadaan aseptis. Hasil percobaan ini dicatat
dan

sebagai

patokan

dalam menentukan

hasil pengamatan,

sampel

uji

dibandingkan dengan kontrol positif yaitu 19 ml NA dengan 1 ose bakteri dan


kontrol negatif yaitu 19 mL NA. Jika tumbuh koloni bakteri berarti masih
ada bakteri yang hidup (hasil positif).Sebaliknya, jika tidak ada pertumbuhan
(bening) berarti bakteri yang terdapat di dalamnya mati (hasil negatif).
IX. SIMPULAN
Jadi, Minimum Inhibitory Concentration (MIC) suatu sediaan uji yaitu
Tetrasiklin terhadap bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus aureus dengan
menggunakan metode MIC padat dapat ditentukan.Tetrasiklin dapat menghambat
aktivitas bakteri Staphylococcus aureus. MIC untuk bakteri Staphylococcus
aureus terdapat pada 0,15< MIC 0,3. MIC; sedangkan untuk bakteri Bacillus
subtilis 0,3< MIC 0,6 ;dan MIC untuk bakteri Escherichia Coli MIC > 0,6.
Tanda (sama dengan) menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut masih
terdapat bakteri yang tumbuh.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Doyle, MP .1989. Foodborne Bacterial Pathogens.New York :Marcel Dekker
Hocking, AD et al. 2003. Foodborne Microorganisms of Public Health
Significance 6th ed. North Sydney :AIFST NSW Branch Food Microbiology
Group.
Jawetz, E., J. L. Melnick, & L. N. Ornston. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi
20, alih bahasa: Edi Nugroho & RF Maulany. Jakarta :EGC.
Jawetz, et al . 2004. Medical Microbiology. Twenty-Third Edition. San Fransisco :
McGraw-Hill.
Kenneth, Todar. 2008. http://www.textbookofbacteria.com.//
Koolman J, Roehm KH. 2005. Color atlas of biochemistry 2nd ed. New
York :Thieme.
Nester,E.W.,C.E.Roberts

&

B.J.McCarthy.

1973. Microbiology

Molecules,

Microbes, and Man. United State America: Pear sall halt,Rinehart and
Winston,Inc.
Pelczar, M. J. Jr., R. G. Reid. 1958. Microbiology. London :Mc Graw-Hill Book
Company, Inc.
Rufaidah, Rida dan Aulia Assari. 2010. MIC Padat. Tersedia online di
https://id.scribd.com/doc/44428775/MIC-PADAT [Diakses pada 26 April
2015].
Todar, K., 2007.Staphylococcus. University of Wisconsin-Madison DepartmentOf
Bacteriology, http:// www.bact.wisc edu/.[Diakses pada 26 April 2015].

You might also like