Professional Documents
Culture Documents
NPM
260110130117Pembahasan,
Simpulan
260110130119Tujuan, Prinsip, Teori
Dasar, Editor
260110130120Alat Bahan,Prosedur,
Data Pengamatan,
Perhitungan
Tugas
Nilai
TTD
dapat
menghambat
pertumbuhan
dan
reproduksi
bakteri
dan
Dari
ekstrak
itu
ia
diakui
menemukan
antibiotik
alami
hasilnya
tidak
diakui
oleh
lembaganya
sendiri
dan
tidak
fisiologi
individual
pemakai.
Resistensi
bakteri
terhadap
resistensi
karena
adanya
faktor
pada
sitoplasma
b.
c.
d.
e.
g.
f.
h.
V. Prosedur
Mula-mula alat disterilisasi dengan autoklaf. Selanjutnya, antibiotik
tetrasiklin (sediaan uji) dimasukkan ke dalam labu ukur, lalu dilarutkan dengan
sedikit pelarut yang sesuai yang tercantum dalam farmakope. Kemudian
ditambahkan air suling steril hingga mencapai tanda batas labu ukur. Apabila
sediaan antibiotik berbentuk padatan, maka digerus terlebih dahulu sebelum
dimasukkan
ke
dalam
labu
ukur. Selanjutnya,
dilakukan
perencanaan
pengenceran, dan dihitung konsentrasi campuran dari tiap-tiap tabung kecil. Jika
sudah, maka selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat larutan antibiotik
dengan pengencer air suling steril dalam tabung-tabung reaksi besar. Sebelumnya
dilakukan pengisian air suling pada tabung reaksi 1 sebanyak 2,26 mL, tabung 2
sebanyak 19 ml, tabung 3 sebanyak 3,5 ml, tabung 4 sebanyak 3,5 ml. Selanjutnya
dilakukan pengenceran bertingkat dari stok antibiotik berkonsentrasi 2.500 g/ml.
Dipipet 0,24 ml dari larutan stok kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi 1
sehingga di dalamnya terdapat 2,5 ml, dikocok hingga homogen. Dipipet 1 ml dari
campuran tabung 1 lalu dimasukkan ke dalam tabung 2, dikocok sampai
1
-
Cawan 1
: 0,6 g/ml
Cawan 2
: 0,3 g/ml
Cawan 3
: 0,15 g/ml
(+)
: ada pertumbuhan
(-)
Cawan Petri
2
+
3
+
+
+
Cawan 1
Cawan 2
Cawan 3
VII. Perhitungan
A. Pengenceran antibiotic Tetrasiklin : 2.500 g/ml
Tabung Besar
V1.N1 = V2.N2
0,24 ml. 2.500 = V2. 240
V2
= 2,5 ml (0,24 ml antibiotik stok awal dan 2,26 ml aquadest
steril)
Tabung 1
V1.N1 = V2.N2
1 ml . 240= V2 . 12
V2
= 20 ml (1 ml campuran tabung 1 dan 19 ml aquadest steril)
Tabung 2
V1.N1 = V2.N2
1 ml. 12 = V2. 6
V2
= 2 ml (1 ml campuran tabung 2 dan 1 ml aquadest steril)
Tabung 3
V1.N1 = V2.N2
1 ml. 6 = V2.3
V2
= 2 ml (1 ml campuran tabung 2 dan 1 ml aquadest steril)
Prinsip yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah MIC, metode
lempeng agar, pertumbuhan bakteri, teknik aseptis, dan pengenceran konsentrasi.
Antibiotik yang akan diuji, dalam hal ini tetrasiklin dilarutkan dalam labu
ukur, harus diperhatikan ketepatan dalam menambahkan air sampai tanda batas,
jika pelarut melebihi tanda batas maka konsentrasi tetrasiklin akan berkurang.
Begitu juga sebaliknya jika pelarut yang ditambahkan kurang dari tanda batas,
konsentrasi tetrasiklin akan lebih besar dari yang diperhitungkan. Sebelum
memulai praktikum, dilakukan perencanaan pengenceran dan perhitungan
konsentrasi.Hal ini dilakukan untuk mempermudah penentuan nilai MIC dari
antibiotik yang pada percobaan ini yaitu tetrasiklin (Rufaidah, 2010).
Pertama-tama
dilakukan
pengenceran
sesuai
dengan
perhitungan.
reaksi kecil yang telah dilakukan pengenceran, yaitu dengan konsentrasi 12 g/ml,
6 g/ml, dan 3 g/ml, diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri,
sehingga konsentrasi yang terdapat dalam cawan petri pertama sebanyak 0,6
g/ml; cawan petri kedua sebanyak 0,3 g/ml; cawan petri ketiga sebanyak 0,15
g/ml. Menurut literature farmakope IV, dosis tengah tetrasiklin yaitu 0,24 g/ml
(Depkes RI, 1995).
Pada percobaan ini dosis tengah tetrasiklin berada di antara cawan petri
kedua dan cawan petri ketiga. Karena proses melihat MIC antibiotic ini dilakukan
dalam media padat maka dapat diidentifikasi pada percobaan ini menggunakan
teknik MIC padat.
MIC padat mempunyai kelebihan dibandingkan dengan MIC cair.Pada
MIC padat, satu sampel antibiotik dapat mengidentifikasi sekaligus lebih dari satu
bakteri, sedangkan pada MIC cair tidak bisa demikian yaitu satu antibiotik
digunakan untuk satu bakteri.MIC terletak pada cawan petri bening terakhir atau
sebelum cawan petri ditumbuhi bakteri pertama (Rufaidah, 2010).
Proses ini dilakukan dalam keadaan aseptis, untuk menghindari
kontaminasi dari udara luar. Lalu ditambah dengan 19 ml Nutrien agar cair
bersuhu 40-50 C. Nutrien agar harus tetap dalam suhu tersebut, karena jika
dibawah suhu tersebut, nutrien agar akan membeku dan tidak bisa dituang.
Sedangkan bila berada diatas suhu tersebut nutrient agar akan terlalu panas dan
dapat mengganggu kestabilan antibiotik serta membunuh bakteri (Rufaidah,
2010).
Pada saat penuangan, juga harus dilakukan dalam keadaan aseptis.Setelah
ditambahkan nutrien agar, cawan petri tersebut segera digoyang perlahan pada
permukaan yang datar, untuk mencegah nutrien agar membeku lebih dulu sebelum
bercampur
sempurna
dengan
antibiotik.Setelah
itu,
didiamkan
hingga
bagian
yang
ditanam
oleh
bakteri Staphylococcus
aureus
memberikan hasil yang negatif pada konsentrasi antibiotik 0,6 g/ml dan 0,3
g/ml. Sedangkan hasil yang positif didapatkan pada konsentrasi antibiotic 0,15
g/ml. Tanda negative menunjukkan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
dapat dihambat, sedangkan tanda positif menunjukkan pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus tidak dapat dihambat. Hal ini sesuai karena MIC dari
tetrasiklin adalah 0,24 g/ml dan konsentrasi pada cawan petri yang diuji berada
di antara MIC tersebut, yaitu pada cawan petri kedua dan cawan petri ketiga.
Pada bagian yang ditanam oleh bakteri Escherichia coli menunjukkan
hasil yang positif pada ketiga cawan petri. Hal ini dikarenakan tetrasiklin tidak
efektif menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan karena pada ketiga
cawan petri tidak memenuhi konsentrasi MIC Escherichia coli yaitu 2,5 g/ml
dan efektif menghambat pertumbuhan pada antibiotik kloramfenikol. Hal inilah
yang menyebabkan ketiga cawan petri tetap ditumbuhi bakteri.
Pada bagian yang ditanam oleh bakteri Bacillus subtilis memberikan hasil
yang negatif pada konsentrasi antibiotik 0,6 g/ml. Sedangkan hasil yang positif
didapatkan pada konsentrasi antibiotik 0,3 g/ml dan 0,15 g/ml. Hal ini sesuai
karena MIC dari Bacillus subtilis dalam tetrasiklin yaitu 0,5 g/ml dan
konsentrasi pada cawan petri yang diuji berada di antara MIC tersebut, yaitu pada
cawan petri pertama dan cawan petri kedua.
Proses ini dilakukan dalam keadaan aseptis. Hasil percobaan ini dicatat
dan
sebagai
patokan
dalam menentukan
hasil pengamatan,
sampel
uji
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Doyle, MP .1989. Foodborne Bacterial Pathogens.New York :Marcel Dekker
Hocking, AD et al. 2003. Foodborne Microorganisms of Public Health
Significance 6th ed. North Sydney :AIFST NSW Branch Food Microbiology
Group.
Jawetz, E., J. L. Melnick, & L. N. Ornston. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi
20, alih bahasa: Edi Nugroho & RF Maulany. Jakarta :EGC.
Jawetz, et al . 2004. Medical Microbiology. Twenty-Third Edition. San Fransisco :
McGraw-Hill.
Kenneth, Todar. 2008. http://www.textbookofbacteria.com.//
Koolman J, Roehm KH. 2005. Color atlas of biochemistry 2nd ed. New
York :Thieme.
Nester,E.W.,C.E.Roberts
&
B.J.McCarthy.
1973. Microbiology
Molecules,
Microbes, and Man. United State America: Pear sall halt,Rinehart and
Winston,Inc.
Pelczar, M. J. Jr., R. G. Reid. 1958. Microbiology. London :Mc Graw-Hill Book
Company, Inc.
Rufaidah, Rida dan Aulia Assari. 2010. MIC Padat. Tersedia online di
https://id.scribd.com/doc/44428775/MIC-PADAT [Diakses pada 26 April
2015].
Todar, K., 2007.Staphylococcus. University of Wisconsin-Madison DepartmentOf
Bacteriology, http:// www.bact.wisc edu/.[Diakses pada 26 April 2015].