You are on page 1of 45

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Pernyataan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan...........................................................................................................5
D. Manfaat.........................................................................................................5
E. Kerangka Pemikiran......................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................8
I.

Definisi..........................................................................................................8

II. Patogenesis....................................................................................................8
III. Epidemiologi................................................................................................9
IV. Diagnosis DBD...........................................................................................11
V. Manifestasi Klinis.......................................................................................12
VI. Klasifikasi demam berdarah........................................................................13
VII. Diagnosis....................................................................................................14
VIII. Siklus Hidup..............................................................................................16
IX. Pencegahan DBD.......................................................................................19
BAB 3 METODE...................................................................................................29
I.

Ruang Lingkup Mini Project.......................................................................29

II. Tempat dan Waktu Mini Project..................................................................29


III. Jenis dan Rancangan Mini Project.............................................................29
IV. Populasi dan Sampel....................................................................................29
A. Populasi Target........................................................................................29
B. Populasi Terjangkau................................................................................29
C. Sampel.....................................................................................................29

V. Cara Pengambilan Data...............................................................................31


a.

Alat..........................................................................................................31

b.

Jenis Data................................................................................................31

c.

Cara Kerja................................................................................................31

BAB 4 HASIL........................................................................................................33
I.

Profil Umum Puskesmas Perawatan Serongga...........................................33

II. Data Demografi...........................................................................................33


III. Sumber Daya Kesehatan yang Ada di Puskesmas Perawatan Serongga.....34
IV. Hasil Penilaian Perilaku Responden Mengenai DBD.................................39
BAB V DISKUSI DAN PEMBAHASAN........................................................42
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................47
A. Kesimpulan.................................................................................................47
B. Saran............................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA48

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.


Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968
hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia
sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan
luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali
ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) :
41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS).
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 50 sampai
100 juta infeksi terjadi setiap tahun, termasuk 500.000 kasus DBD dan 22.000
kematian, dimana korban terbanyak berasal dari

kalangan anak-anak.

Berdasarkan data yang ada, Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. Jumlah kasus DBD meningkat di Asia
Tenggara pada periode 1996-2006. Penyebaran DBD berkaitan dengan letak
geografis yaitu di daerah tropis maupun subtropis dan penyebarannya yang
paling luas berada di Asia Tenggara.

Di Indonesia, selama lebih dari 35 tahun terjadi peningkatan jumlah


kejadian DBD maupun daerah persebaran penyakit. Dari tahun 1968 sampai tahun
2005, incidence rate (IR) DBD meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk
menjadi 43,42 per 100.000 penduduk. Kasus DBD dilaporkan terjadi di
Indonesia tahun 2009 mencapai 158.912 dengan case fatality rate (CFR) sebesar
0.89%.
Hingga pertengahan Januari 2016, di Kab. Kotabaru Kalimantan Selatan
sedikitnya terdapat 59 pasien positif terserang DBD, dan tiga orang meninggal
dunia yang rata-rata masih anak-anak. Periode 2015 terdapat 104 kasus atau
pasien yang positif terkena DBD, namun dari jumlah tersebut terdapat satu korban
jiwa (meninggal). Keberadaan pasien DBD saat ini tersebar di Kecamatan
Kelumpang Hulu, Kelumpang Hilir, Pulau Laut Utara dan Sungai Durian. Artinya,
tidak terfokus pada satu kawasan saja, tapi sudah menyebar di beberapa daerah.
Akibat pencegahan melalui vaksinasi DBD yang efektif, aman dan
terjangkau masih belum tersedia maka perlu adanya suatu strategi global untuk
pencegahan dan pengendalian DBD dengan cara merekomendasikan gerakan
pengendalian

vektor

terpadu

kepada

komunitas

masyarakat.

Untuk

menggalang partisipasi tersebut, perilaku tentang DBD sangat penting dalam


rangka membentuk sikap dan praktik dalam pencegahan DBD. Penerimaan
praktik baru didasari oleh perilaku, kesadaran dan sikap yang positif akan
bersifat langgeng. Di Indonesia telah lama dikenal kegiatan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) yang bertujuan memberantas perkembangbiakan
nyamuk tetapi program-program tersebut pada kenyataannya belum banyak
diketahui oleh masyarakat pada umumnya. Sehingga praktik yang dilakukan
masyarakat tidak seperti yang diharapkan.
Sejak tahun 2004, diperkenalkan suatu metode komunikasi yang
berdampak pada perubahan praktik dalam pelaksanaan PSN melalui pendekatan
Communication for Behavioral Impact (COMBI) dimana pendekatan ini disusun
untuk membantu dalam perencanaan, implementasi dan monitor serta evaluasi.
Namun sampai saat ini, partisipasi masyarakat tentang pencegahan DBD masih

kurang. Hal ini dapat terjadi karena kurang tertariknya masyarakat dalam
penyuluhan kesehatan tentang DBD.
Berdasarkan fakta yang terjadi perlu adanya survei tentang perilaku
masyarakat mengenai DBD untuk melihat sampai dimana perilaku masyarakat
tentang DBD dan evaluasi program yang ada serta mengidentifikasi strategi yang
efektif untuk meningkatkan perilaku masyarakat tentang DBD, khususnya di
wilayah kerja Puskesmas Serongga.
B. Pernyataan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas disusun permasalahan penelitian
sebagai berikut:
Bagaimana gambaran perilaku masyarakat di Desa Tegalrejo yang
berkaitan terhadap faktor resiko terjadinya penyakit DBD ?
C. Tujuan
Mengetahui perilaku masyarakat di Desa Tegalrejo tentang penyakit
DBD yang merupakan salah satu Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Serongga.

D. Manfaat
a. Mini Project ini diharapkan dapat membantu memberikan gambaran
kepada Puskesmas Perawatan Serongga tentang perilaku masyarakat
mengenai penyakit DBD, untuk penyempurnaan sistem dan kebijakan
upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.
b. Dapat memberikan manfaat kepada masyarakat mengenai pengetahuan
penyakit DBD dan meningkatkan kesadaran terhadap pencegahan
terjadinya penyakit DBD.
c. Dapat memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya dimana data
penelitian dan analisisnya dapat dipakai sebagai bahan masukan dalam
menggali dan mengembangkan lagi secara lebih sistematis dan terperinci
untuk kepentingan dan tujuan yang berbeda.

E. Kerangka Pemikiran
DBD ditandai dengan empat manifestasi klinis yaitu : demam tinggi,
fenomena hemoragik, hepatomegali, dan dapat disertai dengan kegagalan
sirkulasi. Penyakit ini biasanya disebarkan oleh nyamuk Aedes yang terinfeksi
virus dengue. Nyamuk ini adalah nyamuk tropis dan bertelur di air yang
menggenang.
Menurut Hendrik L. Blum, derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh
empat faktor, yaitu (Oransky, 2006) :
(1) Lingkungan, memiliki pengaruh dan peranan terbesar. Lingkungan sangat
bervariasi, umumnya digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu berhubungan
dengan aspek fisik dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan
aspek fisik contohnya sampah, air, udara, tanah, iklim, perumahan, dan
sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar
manusia seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
(2) Perilaku, merupakan faktor terbesar kedua yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat karena sehat atau tidaknya lingkungan kesehatan
individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku
manusia itu sendiri. Disamping itu, juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat
istiadat, kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi, dan perilaku lain yang
melekat pada dirinya.
(3) Pelayanan kesehatan, merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat
menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap
penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat
yang memerlukan peleyanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi
oleh lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak. Yang kedua adalah tenaga
kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk
mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta program
pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang memerlukan.
(4) Keturunan, merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang
dibawa sejak lahir.

Dengan demikian, insidensi DBD juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan


perilaku hidup sehat masyarakat. Perilaku hidup masyarakat ini didukung oleh
pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan.
Perilaku hidup yang sehat, terutama dalam pemberantasan jentik-jentik
nyamuk contohnya menguras bak mandi dan memakai bubuk abate pada
tempat-tempat penampungan air akan menurunkan insidensi kasus DBD. Juga
perlunya pengolahan sampah yang baik, yang akan menurunkan jumlah
nyamuk dan tentunya menurunkan kejadian penyakit DBD.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

I.

Definisi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Denue (DBD)
disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne
Virus (Arboviroses) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3
atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. DEN-3 merupakan serotipe yang
dominan dan sangat berhubungan dengan kasus berat.

II.

Patogenesis
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan
infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus
dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti,
Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain

dapat juga menularkan virus ini. Nyamuk Aedes tersebut dapat


mengandung virus Dengue pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia. Virus kemudian

berkembang biak dalam tubuh

nyamuk yang terutama ditemukan pada kelenjar liurnya dalam waktu 8-10
hari ( extrinsic incubation period ) sebelum dapat ditularkan kembali
kepada manusia pada saat gigitan berikutnya.

. Pada manusia, virus

memerlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum


menimbulkan sakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

III.

Epidemiologi
Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk famili Stegomyia.Aedes
aegypty adalah nyamuk yang menggigit di siang hari. Nyamuk ini
merupakan vektor yang penting dan biasanya berada di daerah tropis
dimana dia berkembang biak di tempat penyimpanan air, bak mandi dan
tempat penampungan air hujan
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran
kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang
tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali, (3) Tidak
adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4)
Peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi virus
dengue dipengaruhi beberapa faktor antara lain : status imunitas pejamu,
kepadatan vektor nyamuk, dan kondisi geografis setempat.
Dari Gambar 1 tampak siklus epidemik terjadi setiap sembilansepuluh tahunan. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya
perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor, di
luar

faktor-faktor

lain

yang mempengaruhinya. Perubahan iklim

menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara


sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan

serta

berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan


vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya. Selain itu,
faktor perilaku masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan
PSN

serta

faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor

peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan peningkatan sarana


transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan
semakin luas.

Gambar 1. Angka Insiden DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun


1968-2009
Sumber : Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, 2010

Gambar 2. Angka Insiden DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun 2009
Sumber : Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, 2010
Bila dilihat, distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin pada tahun

2008, persentase penderita laki-laki dan perempuan hampir sama.


Jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463 orang
(53,78%) dan perempuan berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini
menggambarkan bahwa risiko terkena DBD untuk laki-laki dan
perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin. Sedangkan
distribusi umur pada kasus DBD di Indonesia dari tahun 1993 - 2009
terjadi pergeseran, dimana pada tahun 1993 hingga tahun 1998,
kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur <15 tahun.
Akan tetapi, mulai dari tahun 1999 - 2009, kelompok umur 15 tahun
merupakan kelompok umur dengan kasus DBD terbanyak di Indonesia. 7
Namun, penyebab kematian dengan jumlah yang signifikan pada kasus
DBD terdapat pada kelompok umur < 15 tahun.

Gambar 3. Persentase Kasus DBD Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2008


Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
IV.

Diagnosis DBD
Perubahan

patofisiologi

pada

infeksi

dengue

menentukan

perbedaan perjalanan penyakit antara DBD dengan DD. Perubahan


patofisiologis tersebut adalah kelainan hemostatis dan perembesan plasma.
Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia
dan peningkatan hematokrit. Oleh karena itu, trombositopenia (sedang
sampai berat) dan hemokonsentrasi merupakan kejadian yang selalu
dijumpai.

10

Terdapat 4 gejala utama DBD, yaitu demam tinggi, fenomena


perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis DBD
diawali dengan demam mendadak, disertai dengan muka kemerahan
(flushed face) dan gejala klinis lain yang tidak khas, menyerupai gejala
demam dengue, seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, dan nyeri pada
otot dan sendi.

V.

Manifestasi Klinis
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus dengue
juga merupakan suatu self limiting disease yang akan berakhir dalam 2-7
hari. Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spectrum
manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild
undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, DBD, dan DSS (Dengue
Syok Syndrome)
Anak-anak dengan DBD umumnya menunnjukkan peningkatan
suhu tiba-tiba yang disertai dengan kemerahan wajah dan gejala
konstitusional non-spesifik yang menyerupai Demam Dengue , seperti
anoreksia, muntah, sakit kepala dan nyeri otot atau tulang dan sendi.
Beberapa pasien mengeluh sakit tenggorok dan nyeri faring sering
ditemukan pada pemeriksaan. Nyeri konjungtiva mungkin terjadi. Suhu
biasanya tinggi (> 390C) dan menetap selama 2-7 hari. Kadang, suhu
mungkin setinggi 40-41 0C. fenomena perdarahan paling umum adalah tes
tourniquet positif, mudah memar, dan perdarahan pada sisi pungsi vena.
Tampak pada kebanyakan kasus adalah petechiae halus menyebar pada
ekstremitas, aksilla, wajah, dan palatum lunak, yang biasa terlihat selama
fase demam awal. Epistaksis dan perdarahan gusi sering terjadi.
Hepar biasanya dapat diraba pada awal fase demam dan bervariasi
dalam bentuk dan ukuran hanya teraba 2-4 cm dibawah margin kostal.
Perbesaran hepar paling sering ditemukan pada kasus-kasus syok. Hepar
nyeri tekan tapi ikterik tidak selalu terlihat. Tahap kritis dari perjalanan
penyakit dicapai pada fase akhir demam.

Setelah 2-7 hari demam,

penurunan suhu cepat sering disertai dengan tanda gangguan sirkulasi


11

yang beratnya bervariasi. Pasien dapat berkeringat, gelisah, ektremitas


dingin dan menunnjukkan perubahan pada frekuensi nadi dan tekanan
darah. Banyak pasien yang sembuh spontan atau setelah terapi cairan dan
elektrolit. Pada kasus yang berat, bila kehilangan plasma yang sangat
banyak, terjadi syok dan bisa mengakibatkan kematian bila tidak diatasi
dengan tepat. (WHO,1999)
Berikut adalah tabel yang menunjukan perbedaan klasifikasi demam
dengue menurut manifestasi gejala penyakit (WHO, 2009).
VI.

Klasifikasi demam berdarah

Spektru

Manifestasi klinis

m klinis
Demam

Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi

Dengue

berikut nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia, manifestasi perdarahan,


dan leukopenia.
Dapat disertai trombositopenia (<150.000/mm3).
Hari ke-3-5 merupakan fase pemulihan (saat suhu turun), klinis
membaik

Demam

Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri

Berdarah

retroorbita, mialgia dan nyeri perut.

Dengue

Uji torniquet positif.


Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura.
Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri.
Hepatomegali.
Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke
rongga peritoneal.
Trombositopenia (<100.000/mm3).
Hemokonsentrasi.
Hari ke 3-5 merupakan fase kritis (saat suhu turun), perjalanan
penyakit dapat berkembang menjadi syok

Dengue

Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok).


12

Syok

Gejala syok :

Sindrom
(DSS)

VII.

Terjadi penurunan kesadaran, sianosis.

Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba.

Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg.

Akral dingin, capillary refill turun.

Diuresis turun, hingga anuria.

Diagnosis

Diagnosis Demam Dengue ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan


pemeriksaan penunjang sesuai tabel, dan tidak ditemukan adanya tandatanda perembesan plasma (hemokonsentrasi, hipovolemia, dan syok).

Sedangkan diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis


WHO sebagai berikut (WHO, 2009):
1. Kriteria klinis

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung


terus menerus selama 2-7 hari.

Terdapat manifestasi perdarahan : uji torniquet positif,


petekiae,

ekimosis,

epistaksis,

perdarahan

gusi,

hematemesis, dan atau melena.

Hepatomegali.

Syok

2. Kriteria laboratoris

Trombositopenia (trombosit <100.000 mm3)

Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20% menurut


standar umur dan jenis kelamin)

DBD diklasifikasikan menjadi empat tingkatan keparahan, dimana


derajat III dan IV dianggap DSS. Adanya trombositopenia dengan disertai
hemokonsentrasi membedakan derajat I dan II DBD. Tabel berikut
menunjukkan perbedaan derajat DBD.

13

Pembagian DBD berdasarkan derajatnya


Derajat penyakit

Kriteria

Derajat 1

Demam disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya manifestasi


perdarahan ialah uji torniquet positif.

Derajat 2

Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau


perdarahan lain.

Derajat 3

Terdapat kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lembut, tekanan


nadi menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi, sianosis disekitar
mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

Derajat 4

Syok berat (profound shock): nadi tidak dapat diraba, dan


tekanan darah tidak dapat diukur

Menurut WHO 1999, dua kriteria klinis ditambah trombositopenia dan


hemokonsentrasi diperlukan untuk menegakkan diagnosis klinis DBD.
Pemeriksaan lain yang dapat mendukung ke arah suatu DBD :
a. Serologi
1.

Test H.I ( Hemaglutinasi Inhibisi Test)

2.

Test Pengikatan Komplemen ( Complement Fixation Test )

3.

Test Netralisasi ( Neutralization Test )

4.

Test Mac Elisa (Ig M Capture enzyme-linked Immunosorbent


Assay)

5.

Test Ig G Elisa Indirek

6.

Dengue Blot

VIII.

Siklus Hidup
Nyamuk Aedes albopictus dalam berkembang biaknya juga mengalami

metamorfosis sempurna dengan lama berkembang biaknya dari telur hingga


dewasa adalah 7 - 14 hari dengan tiap-tiap fase : telur - jentik : 1- 2 hari, jentik -

14

kepompong 7- 9 hari dan kepompong - dewasa 2-3 hari .


Antara nyamuk Ae. aegypti dan Aedes albopictus lama siklus hidupnya
tidak berbeda jauh. Apabila digambarkan siklus hidup nyamuk Ae. aegypti adalah
sebagai berikut :

Nyamuk dewasa betina

Pupa

Telur

2 4 hari

1 2 hari
Jentik
7 9 hari

Bionomik
Bionomik adalah kebiasaan tempat perindukan (breeding habit),
kebiasaan menggigit (feeding habit), kebiasaan beristirahat (resting habit) dan
jarak terbang.
Tempat perindukan nyamuk (Breeding Habit)
Tempat perindukan nyamuk Aedes berupa genangan-genangan air yang
tertampung di suatu wadah yang disebut dengan kontainer bukan
genangan air di tanah. Tempat bertelur yang disukai oleh nyamuk betina
adalah dinding vertikal bagian dalam dari tempat atau kontainer yang
berisi air sedikit dibagian atas permukaan air, dan terlindung dari
cahaya matahari langsung dan nyamuk betina bertelur disaat-saat segera
sebelum matahari terbenam. Tempat penampungan air yang ada di
masyarakat biasanya berupa bak mandi dengan bahan terbuat dari
porselin ataupun plesteran biasa, gentong dari tanah, drum dan lain-lain.

15

Kebiasaan menggigit (Feeding Habit).


Berdasarkan penelitian kebiasaan menggigit nyamuk betina
Ae. aegypti terutama antara pukul 8

00

- 13

00

dan 15

00

-17

00

WIB,

dengan demikian dapat dikatakan bahwa nyamuk betina menggigit pada


pagi dan sore hari. Tempat menggigit lebih banyak di dalam rumah
daripada di luar rumah. Menggigit dan menghisap darah manusia dan
bisa menggigit beberapa kali
nyamuk belum
digigit

sudah

hal ini dikarenakan pada siang hari

kenyang dalam mengambil darah,

orang yang

aktif bergerak, kemudian nyamuk terbang dan

menggigit orang lagi sampai cukup darah untuk pertumbuhan dan


perkembangan telurnya.

Kebiasaan beristirahat (Resting Habit)


Setelah menggigit selama menunggu pematangan telur nyamuk
akan hinggap ditempat-tempat dimana terdapat kondisi yang optimum
untuk beristirahat, setelah itu nyamuk akan bertelur dan menghisap
darah

lagi. Tempat-tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap

istirahat adalah tempat-tempat yang gelap, lembab dan sedikit dingin,


juga pada baju-baju yang bergantungan.

Jarak terbang
Nyamuk Ae. aegypti sehari-hari mempunyai kebiasaan terbang
dekat permukaan tanah dan bergerak ke semua arah untuk mencari
mangsa, mencari tempat bertelur, mencari tempat beristirahat dan
melakukan perkawinan. Nyamuk betina dapat tebang rata-rata 50
meter, dan ada kalanya sampai sejauh dua kilometer. Di daerah yang
padat penduduknya dan cukup banyak tempat air untuk bertelur,
kemungkinan terjadi penyebaran sampai jauh sedikit sekali.

Tempat Perindukan

16

Tempat perindukan nyamuk Aedes berupa genangan air yang


tetampung disuatu wadah yang disebut kontainer, bukan pada
genangan air di tanah. Kontainer ini dibedakan menjadi 3 macam,
yaitu :
a. Tempat penampungan air yang bersifat tetap (TPA)
Penampungan

ini

biasanya

dipakai untuk keperluan rumah

tangga sehari-hari, pada umumnya keadaan airnya adalah jernih,


tenang dan tidak mengalir seperti

bak mandi, bak WC, drum

penyimpanan air dan lain-lain.


b. Bukan tempat penampungan air (non TPA).
Adalah kontainer atau wadah yang bisa menampung air,
tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum hewan
piaraan, barang bekas (ban, kaleng, botol, pecahan piring/gelas), vas
atau pot bunga dan lain-lain.
c. Tempat perindukan alami.
Bukan tempat penampungan air tetapi secara alami dapat menjadi
tempat penampungan air misalnya potongan bambu, lubang pagar,
pelepah daun yang berisi air dan bekas tempurung kelapa yang berisi air.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap perindukan nyamuk
didapatkan bahwa :
1) Tempat perindukan alami lebih disukai bila dibandingkan dengan non
alami.
2) Jenis kontainer tanah liat dan bambu paling disukai bila dibandingkan
kontainer semen, kaca/gelas, aluminium dan plastik
3) Warna-warna kontainer terang (coklat muda, kuning dan merah) lebih

17

disukai sebagai tempat berkembang biak.


4) Semakin dalam jarak permukaan air ke permukaan bejana semakin
banyak didapatkan larva.

IX.

Pencegahan DBD
Penyebaran DBD yang meluas bahkan diperkirakan angka
kematiannya dapat mencapai 15% menjadikan DBD pusat perhatian
berbagai pihak.16 Oleh karena itu, perlu adanya tindakan pencegahan
penularan DBD. Adapun prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
A. Memutus rantai penularan dengan mengendalikan kepadatan
vektor

pada

tingkat

yang

sangat

rendah.

Mengusahakan

pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu sekitar


rumah, sekolah dan sebagainya.
B. Mengusahakan pemberantasan vektor di daerah dengan potensi
penularan tinggi.
Pada tahun 2009, WHO merangkumkan beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk mencegah DBD dalam Dengue Guidelines
For Diagnosis, Treatment, Prevention and kontrol. Cara pencegahannya
meliputi manajemen berbasis lingkungan, kimiawi dan biologi.
1) Manajemen berbasis lingkungan
Manajemen lingkungan mencakup semua perubahan yang dapat
mencegah atau meminimalkan perkembangbiakan vektor sehingga
kontak

manusia-vektor

berkurang.

Menurut

WHO,

manajemen

lingkungan dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

Modifikasi lingkungan, pengubahan fisik habitat larva yang tahan lama

Manipulasi

lingkungan,

pengubahan

18

sementara

habitat

vektor

yang memerlukan pengaturan wadah serta manajemen pemusnahan


tempat perkembangbiakan nyamuk.

Perubahan kebiasaan atau perilaku manusia, untuk mengurangi


kontak vektor dengan manusia.
Beberapa kegiatan berbasis lingkungan yang dapat dilakukan
untuk mencegah DBD seperti program PSN yang meliputi kegiatan
menguras dan menggosok bak mandi serta tempat-tempat panampungan
air sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup rapat tempat
penampungan air dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada
tempat-tempat tersebut. Selain itu, mengubur barang-barang bekas
terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik
nyamuk, seperti sampah keleng, botol pecah, dan ember plastik serta
mengganti air pada vas bunga dan wadah terbuka lain yang berpotensi
setidaknya seminggu sekali. Kegiatan lain seperti membersihkan
pekarangan dan halaman sekitar tempat tinggal, munutup lubanglubang pada pohon terutama pohon bambu yang dapat menampung
air, membersihkan air yang tergenang di atap

rumah serta

membersihkan salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh


sampah-sampah dari daun juga dinilai mampu mengurangi populasi
nyamuk sebagai vektor penyebab.
Sementara untuk mencegah atau mengurangi kontak antara vektor
dengan manusia

dapat

dilakukan

dengan

cara

menggunakan

kelambu yang diberi insektisida saat tidur, berpakaian menutupi tubuh,


memakai semprotan piretrum dan aerosol untuk perlindungan diri,
memakai repellant/ obat anti nyamuk oles, memasang kawat kasa di
jendela dan ventilasi, mengatur pencahayaan dalam rumah

agar

ruangan tidak lembab dan cukup terkena cahaya dan tidak


membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.

19

2) Kontrol biologis
Pengendalian ini dilakukan untuk membasmi vektor pada tahap
larva, sehingga siklus hidup nyamuk dapat diputus. Kontrol biologis
dapat dilakukan dengan menggunakan ikan pemakan larva nyamuk,
bakteri Bacillus thuringiensis dan Copepoda.
3) Manajemen secara kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian
serta pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahanbahan kimia. Cara pengendalian ini dapat dilakukan antara lain dengan
pengasapan/ fogging yang berguna untuk membunuh nyamuk dewasa
dan pemberian bubuk abate (Temephos)

pada

tempat-tempat

penampungan air untuk membunuh larva nyamuk.


Dalam mencegah penyakit DBD, ada cara yang paling mudah
dan efektif yang
yaitu

merupakan

rangkuman

dari

kegiatan

di

atas

dengan mengkombinasikan cara-cara di atas yang dikenal

dengan istilah 3M Plus yaitu dengan menutup tempat penampungan


air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurangkurangnya seminggu sekali serta menimbun sampah-sampah dan
lubang-lubang pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan
jentik-jentik nyamuk. Selain itu, dapat pula ditambah dengan melakukan
tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan larva nyamuk,
menggunakan kelambu saat tidur, memasang kasa, menyemprot dengan
insektisida,

menggunakan

repellant,

memasang

obat

nyamuk,

memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai
dengan kondisi setempat.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan, Sikap dan
Praktik

20

Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan:

1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh karena itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan paling
rendah.
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek
yang dipelajari.
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagat kemarnpuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan rumus, metode,
prinsip dalam konteks.
4. Analisiss
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih

21

didalam satu organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama


lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja,

seperti

dapat

menggambarkan

(membuat

bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan.


5. Sintesis
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru.
6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap materi atau
objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria
yang sudah ada.

Perilaku
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu
tindakan (over behaviour). Untuk mewujudkan sikap
menjadi

suatu

perbuatan

nyata

diperlukan

faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memunukinkan, antara


lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga
diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain,
misalnya suami atau istri. Perilaku mempunvai beberapa
tingkatan, yaitu:
1. Persepsi (perception)
Mengenal

dan

memilih

berbagai

objek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil


adalah merupakan praktek tingkat pertama.

22

2. Respon terpimpin (guided response)


Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan
yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan
indikator praktik tingkat dua.
3. Mekanisme (mechanism)
A pabil a s es eorang te lah dapa t mel akukan
s es uatu dengan benar s ecara oto ma tis atau
s es uatu itu s udah me rupakan kebias a an, ma ka
ia s udah mencapai praktik tingkat tiga.
4. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan
yang sudah berkembang dengan

baik. Artinya

tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi


kebenaran tindakan tersebut.
P en gu ku ra n pe ri l ak u da pa t d il ak uk a n s e ca ra t i da k
la ng s u ng ,

ya k n i

de ng an

wawancara

terhadap

kegiatan-

kegiatan yang sudah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan


lalu.

Pengukuran

juga

dapat

secara

lansung,

yakni

dengan

mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.


Dalam

teori

Lawrence

dan

Green

yang

dikutip

oleh

Notoadmodjo, perilaku manusia dianalisis dari tingkat kesehatan.


Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor
pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar
perilaku (non-behaviour causes).11 Selanjutnya perilaku itu sendiri
ditentukan oleh 3 faktor, yaitu :
1) Faktor-faktor predisposisi
dalam

(predisposing factors), yang terwujud

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan

sebagainya.
2) Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam

23

fasilitas atau sarana, peralatan medis dan nonmedis.


3) Faktor-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam
sikap petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan, sikap
dan praktik seseorang dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain
intelegensia, pendidikan, pengalaman, usia, tempat tinggal, pekerjaan,
tingkat ekonomi, sosial budaya dan informasi.
1) Intelegensia
Intelegensia merupakan kemampuan yang dibawa sejak
lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara
tertentu.

Tingkat intelegensia mempengaruhi seseorang dalam

menerima suatu informasi. Orang yang memiliki intelegensia tinggi


akan mudah menerima suatu pesan maupun informasi.
2) Pendidikan
Pendidikan
kepribadian

merupakan

usaha

mengembangkan

dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan

berlangsung

seumur

hidup. Pendidikan mempengaruhi proses

belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang


tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka
seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari
orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi
tentang kesehatan yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang
didapat tentang kesehatan.

Pengetahuan

sangat

erat

kaitannya

dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan


tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.
3) Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara

24

untuk memperoleh

kebenaran

pengetahuan

dengan

cara

mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan


masalah yang dihadapi masa lalu. Misalnya seorang ibu yang
berpengalaman tentang suatu penyakit yang diderita anaknya akan
lebih mendalami penyakit tersebut sehingga di masa yang akan datang
apabila kasus serupa terjadi lagi mendapat penanganan yang tepat.
4) Usia
Usia dapat mempengaruhi seseorang, semakin cukup umur
maka tingkat kemampuan, kematangan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan menerima informasi. Akan tetapi faktor ini tidak
mutlak sebagai tolak ukur misalnya seorang yang berumur lebih tua
belum tentu memiliki pengetahuan lebih baik mengenai demam berdarah
dibandingkan dengan seseorang yang lebih muda.
5) Tempat tinggal
Tempat tinggal adalah tempat menetap responden sehari-hari.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis demam berdarah lebih
sering menemukan kasus demam berdarah di sekitar lingkungan tempat
tinggalnya, sehingga masyarakat di daerah tersebut seharusnya
memiliki tingkat kewaspadaan yang lebih tinggi dibandingkan
wilayah non endemis. Hal ini juga berhubungan dengan informasi
yang didapat seseorang di daerah endemis demam berdarah akan
lebih sering mendapatkan penyuluhan kesehatan bila dibandingkan
dengan daerah non endemis.

6) Pekerjaan
Pekerjaan
memenuhi

merupakan

kegiatan

yang

dilakukan

untuk

dan menunjang kebutuhan hidup. Tujuannya adalah

25

mencari nafkah. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang


memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung dan
tidak langsung. Misalnya individu yang bekerja sebagai tenaga
kesehatan mempunyai pengetahuan yang lebih baik dibandingkan
dengan orang lain yang bekerja di luar bidang kesehatan.
7) Tingkat Ekonomi
Tingkat ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang.
Individu yang berasal dan keluarga yang berstatus sosial ekonominya
baik dimungkinkan lebih memiliki pengetahuan lebih baik karena
mudah

mengakses

berbagai informasi yang berasal dari keluarga

berstatus ekonomi rendah.


8) Sosial Budaya
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Sosial termasuk
pandangan agama, kelompok
pengetahuan

dan

sikap

etnis

dapat

mempengaruhi

khususnya dalam penerapan

nilai-nilai

keagamaan untuk memperkuat kepribadiannya. Misalnya orang yang


berasal dari suku tertentu memiliki kecenderungan untuk bersikap lebih
peduli atau acuh.
9) Informasi dan Media Massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun
non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate
impact)

sehingga menghasilkan

pengetahuan.

Sebagai

perubahan

atau

peningkatan

sarana komunikasi, berbagai bentuk media

massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, termasuk peyuluhan


kesehatan
pengetahuan

mempunyai
seseorang.

pengaruh
Semakin

besar
banyak

terhadap

pembentukan

seseorang

menerima

informasi mengenai suatu penyakit maka pengetahuannya mengenai


penyakit tersebut pun akan meningkat.

26

BAB 3
METODE
I. Ruang Lingkup Mini Project
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Penyakit Dalam.
II. Tempat dan Waktu Mini Project
Tempat pelaksaan mini project yaitu di Desa Tegalrejo Kec. Kelumpang
Hilir yang merupakan salah satu wilayah kerja dari Puskesmas Perawatan
Serongga. Waktu mini project dilakukan sejak bulan Januari Februari 2016.
III.

Jenis dan Rancangan Mini Project


Jenis mini project ini adalah deskriptif retrospektif, dilakukan dengan cara
mendeskripsikan perilaku masyarakat di Desa Tegalrejo yang berkaitan
terhadap faktor resiko terjadinya penyakit DBD berupa keberadaan jentik
nyamuk, penyimpanan barang bekas dan penutupan tempat penampungan air.
Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk table dan grafik yang didapatkan
berdasarkan hasil survey langsung ke rumah.

IV.

Populasi dan Sampel

A. Populasi Target
Masyarakat Desa Tegalrejo yang terdiagnosis DBD.
B. Populasi Terjangkau
Masyarakat yang tinggal dalam radius 100 meter dari rumah pasien
yang telah terdiagnosis penyakit DBD Di Desa Tegalrejo.
C. Sampel
Masyarakat yang tinggal di Desa Tegalrejo yang memenuhi kriteria
sebagai berikut :

27

Kriteria Inklusi
1) Penderita definitif DBD bulan Januari Februari 2016 yang
merupakan warga Desa Tegalrejo yang dirawat di
Puskesmas Perawatan Serongga.
2)

Terdeteksi penurunan angka trombosit < 100.000

3)

Bersedia mengikuti survei.


4) Tetangga pasien terdiagnosis DBD radius 100 meter dari
rumah pasien sesuai kriteria diatas.

Kriteria Eksklusi
1) Penderita definitif DBD warga Desa Tegalrejo yang
dirawat di Puskesmas Perawatan Serongga diluar bulan
Januari Februari 2016.
2) Penderita definitif DBD selain warga Tegalrejo.
Besar Sampel
Dari jumlah populasi kepala keluarga yang diketahui, maka
menurut Notoatmodjo runus perhitungan besar sampel adalah :

n=
Keterangan :

N
2
1+N (d )

N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan yakni 0,1
Setelah dilakukan perhitungan dengan diketahui besar populasi
adalah 22.352 kepala keluarga, maka didapatkan besar sampel
sebanyak 99,55 kepala keluarga (dibulatkan menjadi 100).

28

V.

Cara Pengambilan Data

a. Alat

1) Surat Tugas Surveillans dari Puskesmas


2) Lampu Senter
3) Alat penghitung jentik nyamuk
4) Alat tulis dan kertas
5) Komputer untuk entry data dan analisis data
b. Jenis Data

Data yang diambil merupakan data sekunder yang


diperoleh dari data hasil surveillans mengenai perilaku masyarakat
Desa Tegalrejo yang berhubungan terhadap faktor resiko terjadinya
penyakit DBD
c. Cara Kerja

Penentuan wilayah penelitian ditentukan berdasarkan data


dari Puskesmas Perawatan Serongga. Setelah itu sampel penelitian
dipilih sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yang telah di tentukan.
Subjek yang bersedia mengikuti penelitian mengizinkan tim
surveillans untuk memeriksa kondisi rumah yang berkaitan
terhadap faktor resiko terjadinya penyakit DBD, yaitu :
pemeriksaan jentik nyamuk pada penampungan air dan penutupan
penampungan air diumah warga, serta penyimpanan barang bekas.
Kemudian hasil survey tersebut dilakukan rekapitulasi serta
analisis data.
VI.

Analisis Data
Data kualitatif mengenai pengetahuan tentang DBD di Puskesmas
Perawatan Serongga dilakukan telaah oleh peneliti, disesuaikan dengan
situasi dan kondisi yang sebenarnya di lapangan dengan melakukan

29

wawancara mendalam untuk mengklasifikasi dan mengklarifikasi data yang


di dapat. Cara melakukan analisis kualitatif yaitu:
1. Melakukan analisis sampai mendapatkan data yang penuh dan
jenuh, dengan cara mereduksi data secara terus menerus selama
penelitian berlangsung.
2. Penyajian data dalam bentuk naratif.
3. Penarikan kesimpulan hasil penelitian dengan membandingkan
pertanyaan penelitian dengan hasil penelitian.

BAB 4
HASIL
I. Profil Umum Puskesmas Perawatan Serongga
Puskesmas Perawatan Serongga teletak di didesa Tegalrejo Kecamatan
Kelumpang Hilir ( jl. A. Yani Km. 296 depan pasar Desa Tegalrejo ),
berbatasan dengan daerah lain:
1. Di sebelah timur : Kecamatan Kelumpang Selatan dan Selat Pulau Laut
2. Di sebelah barat

: Kabupaten Tanah Bumbu

3. Di sebelah utara

: Kecamatan Kelumpang Hulu

4. Di sebelah selatan : Kabupaten Tanah Bumbu


Topografi terdiri dari sebagian pantai, dataran rendah dan pegunungan
Luas Wilayah : 281.20 km2
II.Data Demografi

No

Desa
Tegalrejo

Luas Wilayah
(km2)
47.82

Jumlah Penduduk
5896

2
3

Mandala
Telagasari

15.00
15.00

1193
1576

30

4
5
6

Plajau Baru
Pulau Panci
Serongga

16.47
94.03
39.74

2040
1205
2924

7
8
9

Langadai
Tarjun
Sahapi

34.01
19.3
-

2163
5069
286

III. Sumber Daya Kesehatan yang Ada di Puskesmas Perawatan Serongga


Sarana dan Prasarana

A.

1. Puskesmas Serongga
a. Terletak didesa Tegalrejo Kecamatan Kelumpang Hilir ( jl. A. Yani
Km. 296 depan pasar Desa Tegalrejo )
b. Luas tanah 100 x 110 m ( 11.000 m2 )
c. Luas bangunan Puskesmas
-

200 m2 (ruang inap 1 dan ruang bersalin)

347m2 ( gedung rawat jalan)

96 m2 (UGD)

164 m2 (Ruang inap 2)

48 m2 (Rumah dinas dokter)

54 m2 (rumah dokter gigi)

78 m2 ( rumah dinas paramedis 3 buah)

54 m2 ( rumah dinas bidan )

d. Sarana penunjang
N
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

RUANG
Rawat Inap bawah
IGD
Rawat inap atas
Wastafel ruang jaga bawah
Wastafel IGD
Wastafel Ruang bersalin
Rawat jalan atas
Ruang Kapus
Gudang Obat
Poli Gigi
Laburatorium
Poli MTBS

KAMAR
MANDI
2 (baik)
1(baik)
2 (baik)

1 (baik)
1 (baik)

31

WC

WASTAFEL

2 (baik)
1(baik)
2 (baik)

1 (baik
1 (baik)

1 (baik)
1 (baik
1 (baik)
2 (rusak)
1 (rusak)
1 (rusak)
1 (baik)
1 (baik)
1 (rusak)

13
14
15
16

Umum
Poli KIA
Poli Klinik
RuangImunisasi

3 (rusak
2)
1 (baik)

3 (rusak
2)
1 (baik)

2. Keadaan Ekonomi Sosial


- Sebagian besar desa transmigrasi
pertanian
- Sebagian perkebunan
sawit
- 2 desa
Tambang batu bara
- Industri CPO, minyak goreng dan industri semen
- Petani, karyawan perkebunan, karyawan pabrik,
tambang, dan sebagian kecil pegawai .
3. Peta Wilayah
Kecamatan Kelumpang Hilir terdiri dari 9 desa.

4. Data Ketenagakerjaan ( 2015 )


I. Data Ketenagaan Umum

32

1 (baik)
1 (baik)
3 (rusak)

Karyawan

a. Tenaga Medis
- Dokter Umum

: 2 Orang ( PNS )

- Dokter Gigi

: 1 Orang (PNS)

b. Tenaga ParaMedis
- Perawat Kesehatan

: 10 Orang PNS dan TKS 4 org

- Perawat Pustu

: 2 Orang

- Bidan Puskesmas

: 3 Orang

- Bidan Desa

: 9 Orang

- SKM

: 2 Orang

- Perawat Gigi

: 2 Orang

- Ahli Gizi

: 2 Orang ( 1 PNS dan 1 PTT )

- Analis Kesehatan

: 2 Orang

- Apoteker

: 1 Orang

- Pelaksana Farmasi

: 2 Orang

- Sanitarian

: 1 Orang

c. Tenaga Non Medis


- Tata Usaha

: 1 Orang

II. Ketenagaan Berdasarkan Pendidikan

PENDIDIKAN

O
33

JUMLAH

III.

S2

0 orang

S1

11 orang

D3

29 orang

D1

2 orang

SMA/ SEDERAJAT

orang

Profil Pasien di Puskesmas Perawatan Serongga


Berdasarkan data Sistem Pencatatan dan Pelaporan
(SP3) Puskesmas Perawatan Serongga tahun 2015 diketahui
Angka kesakitan 10 besar penduduk di wilayah Puskesmas
diperoleh data sebagai berikut:

No

Nama Penyakit

Jumlah Kunjungan

Nasofaringitis Akut (common cold)

2.463

Hipertensi esensial

1.101

Gastritis, unspecified

690

Gangguan pertumbuhan dan erupsi gigi

497

Febris tanpa sebab yang jelas

478

Cephalgia/headache/sakit kepala

446

Diare dan gastroenteritis non spesifik

396

Periodontitis kronis

385

Dermatitis kontak alergika

379

10

Myalgia

377
Sumber: Puskesmas Serongg 2015

Memasuki tahun 2016 hingga bulan Februari sudah ada sekitar 12 kasus
DBD yang dirawat di rawat inap Puskesmas Perawatan Serongga.
Dari hasil surveillans juga didapatkan bahwa Puskesmas Perawatan
Serongga telah melakukan fogging fokus yang sudah sesuai dengan aturan

34

yang ada. Berbagai program telah di buat oleh Puskesmas perawatan


Serongga untuk mencegah dan menanggulangi DBD, program tersebut
adalah :
1. Penggerakkan PSN paling efektif, murah dan efisien
2. Abatisasi
3. Fogging

IV.

Hasil Penilaian Perilaku Responden Mengenai DBD


Sampel dalam mini project ini didapatkan 100 responden yang
merupakan warga Desa Tegalrejo yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi periode januari 2016 februari 2016.

Tabel 1 distribusi penilaian perilaku


Keadaan tempat penyimpanan air

Jumlah

Tertutup
Terbuka
Total

67
33
100
35

Persentase
(%)
67
33
100

Jentik nyamuk pada penampungan air

Jumlah

Ya
Tidak
Total

51
49
100

Barang bekas yang terbengkalai

Jumlah

Ya
Tidak
Total

6
94
100

Persentase
(%)
51
49
100
Persentase
(%)
6
94
100

Tabel 2 Distribusi Penilaian Perilaku menutup dan tidak menutup


penampungan air di wilayah RT Desa Tegalrejo
Keadaan
Penampungan
air

Wilayah
RT
3
3
(37,5%)

RT
12
0
(0%)

RT
13
1
(8,3%)

Tertutup

5
(62,5%)

Jumlah

7
(100%
)
7

11
(91,7
%)
12

Terbuka

RT
14
7
(63,6
3%)
4
(36,3
7%)
11

Perse
ntasi
RT
15
15
(41,67%)
21
(58,33%)
36

RT
17
3
(27,2
7%)
8
(72,2
3%)
11

RT
26
4
(26,67%
)
11
(73,33)
15

Tabel 3 Distribusi Penilaian Perilaku berdasarkan keberadaan jentik


nyamuk dipenampungan air di wilayah RT Desa Tegalrejo
Jentik
nyam
uk
Ada

Wilayah
RT
3
5

RT
12
5
(71

RT
13
5
(41,67

RT
14
7
(63,63
36

Persent
asi
RT
15
23
(63,89

RT
17
4
(36,36

RT
26
2
(13,3

51%

33%
77%
100%

Tidak

Jumla
h

(62,5
%)
3
(37,5
%)
8

%)

%)

%)

%)

%)

%)

2
(29
%)
7

7
(58,33
%)
12

4
(36,37
%)
11

13
(36,11
%)
36

7
(63,64
%)
11

13
(86,7
%)
15

49%

100%

Tabel 4 Distribusi Penilaian Perilaku berdasarkan keberadaan barang


bekas yang terbengkalai di wilayah RT Desa Tegalrejo
Baran
g
bekas
Ada

Tidak

Jumla
h

Wilayah
RT
3
1
(12,5
%)
7
(87,5
%)
8

RT
12
0
(0%)

RT
13
0
(0%)

RT
14
0
(0%)

Persenta
si
RT
15
3
(8,3%)

RT
17
0
(0%)

33
(91,7
%)
36

11
(100%
)
11

7
12
11
(100% (100% (100%
)
)
)
7
12
11

RT
26
2
(13,3
%)
13
(86,7
%)
15

6%

94%

100%

BAB V

Host (Manusia)

DISKUSI dan PEMBAHASAN

I.

Pola Umum Penularan Penyakit

37

Environment
(Lingkungan)
Agent
(Mikroorganisme)

Cara penularan penyakit DBD hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypty betina yakni sebagai vektornya. Nyamuk ini mendapat virus dengue
sewaktu menggigit / menghisap darah orang yang sakit DBD (Host /
manusia) atau yang tidak sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus
Dengue (karena orang ini memiliki kekebalan terhadap virus dengue).
Orang yang mengandung virus dengue tetapi tidak sakit, dapat pergi
kemana-mana dan menularkan virus itu kepada orang lain di tempat yang ada
nyamuk Aedes Aegypti. Virus dengue yang terhisap akan berkembangbiak
dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk termasuk kelenjar liurnya. Bila
nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain, virus itu akan
dipindahkan bersama air liur nyamuk.
Pada tahun 2009, WHO merangkumkan beberapa cara yang dapat
dilakukan

untuk

mencegah

DBD

dalam

Dengue

Guidelines

For

Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. Cara pencegahannya


meliputi manajemen berbasis lingkungan, kimiawi dan biologi.
Cara-cara di atas yang dikenal dengan istilah 3M Plus yaitu dengan
menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat
penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun
sampah-sampah dan lubang-lubang pohon yang berpotensi sebagai tempat
perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu, dapat pula ditambah dengan
melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan larva nyamuk,
menggunakan kelambu saat tidur, memasang kasa, menyemprot dengan
insektisida, menggunakan repellant, memasang obat nyamuk, memeriksa

38

jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi
setempat.
Pada diskusi ini peneliti lebih mengutamakan tentang hal perilaku dan
tindakan masyarakat yang tercermin dalam bentuk partisipasi adalah
sertanya

seluruh

anggota

masyarakat

dalam

ikut

memecahkan

permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut.


Tingkatan perilaku atau tindakan sebagai berikut:
1) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil adalah merupakan perilaku tingkat pertama.
2) Respon terpimpin (guided response)
Apabila subjek telah melakukan sesuatu tetapi masih bergantung
tuntutan atau panduan.
3) Perilaku secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek telah melakukan sesuatu secara otomatis atau
merupakan suatu kebiasaan.
4) Adopsi (adoption)
Tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya yang dilakukan
tidak sekedar rutinitas tetapi sudah dimodifikasikan sehingga lebih
berkualitas tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Agar perilaku dapat berlangsung dengan baik, diperlukan adanya elemenelemen yaitu motivasi, komunikasi, kooperatif dan mobilisasi yang tinggi.
Untuk itu penelitian ini lebih membahas tentang perilaku aktif serta peran
serta masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi DBD.
Pada survey yang telah dilakukan di Desa Tegalrejo, Kecamatan Kelumpang
Hilir terutama dalam hal perilaku 3M plus didapatkan hasil antara lain:

39

Distribusi Penilaian Perilaku penyimpanan air di wilayah RT Desa Tegalrejo


15

11

8
36

15
11

21

12

11
7

7
3

8
5
MENUTUP TIDAK MENUTUP TOTAL

Gambar 5.1 Grafik Perilaku penyimpanan air


Dari grafik diatas dapat digambarkan bahwa jumlah total keadaan
penampungan air yang tidak tertutup adalah sebanyak 33% dari total 100
penduduk. Dari persentasi data diatas perilaku tidak menutup penampungan
air terbanyak terjadi di RT 14 sebanyak 63,63%, sebaliknya yang terjadi di
RT 12 sebanyak 100% penduduknya telah menutup tempat penampungan air.

40

Distribusi Penilaian Perilaku berdasarkan keberadaan jentik nyamuk di wilayah RT Desa Tegalrejo
13

2
11

15

13

36
23

11

12

7
7

5
3

8
5
ADA TIDAK TOTAL

Gambar 5.2 Grafik Perilaku keberadaan jentik nyamuk


Dari grafik diatas dapat digambarkan bahwa jumlah total rumah yang
diketahui terdapat jentik nyamuk adalah sebanyak 51% dari total 100
penduduk. Dari persentasi data diatas jentik nyamuk terbanyak terjadi di RT
15 sebanyak 63,89%, sebaliknya yang terjadi di RT 26 sebanyak 86,7%
penduduknya tidak didapati jentik nyamuk dirumahnya.

41

Distribusi Penilaian Perilaku berdasarkan keberadaan barang bekas yang terbengkalai di wilayah RT Desa Tegalrejo
15
13
2
11
11
0
36
33
3
11
11
0
12
12
0
7
7
0
8
7
1
ADA TIDAK TOTAL

Gambar 5.3 Grafik Perilaku penyimpanan barang bekas


Dari grafik 5.3 diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah total rumah
yang diketahui terdapat barang bekas yang terbengkalai adalah sebanyak 6%
dari total 100 penduduk. Dimana persentasi terbesar terdapat pada RT 26
sebanyak 13,3%.

42

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

1. Faktor perilaku hidup sehat sebagai faktor utama penyebab berkembangnya penyakit
demam berdarah dengue di Desa Tegalrejo Kec. Kelumpang Hilir
2. Perilaku masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi berkembangnya penyakit
demam berdarah dengue dapat dilakukan dengan 3M (menguras, menutup, dan
mengubur). Namun kegiatan ini hanya dapat dilakukan dengan peran serta
masyarakat dan bukan dari petugas kesehatan atau pemerintah saja.
B. Saran

Perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi lebih rutin terhadap perilaku


masyarakat Desa Tegalrejo dan seluruh Desa di Kecamatan Kelumpang Hilir dalam
hal pencegahan dan penanggulangan DBD agar tingkat kesakitan akibat DBD dapat
berkurang.

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat

Jenderal

Pengendalian

Penyakit

dan

Penyehatan Lingkungan.

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia; 2006.
2. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati. Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta, Indonesia; 2006.p. 1709-13.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak 4th ed.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007.p. 607-21.
4. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue. Atlanta: Centers for
Disease Control and Preventation [Internet]. c2010 [cited 2011 Dec 12].
Available from: http://www.cdc.gov/dengue/ epidemiology/index.html.
5. World Health Organization. Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Fact Sheets
WHO

[Internet].

c2009

[cited

2011

Sep

8].

Available

from:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
6. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta;
2007.p. 58-179. 12. Indrawan, 2001. Mengenal dan Mencegah Demam Berdarah,
Pioner Jaya, Bandung.
7. World Health Organization. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment,
Prevention And Control. World Health Organization. c2009 [cited 2011 Oct 5].
Available

from:

http://apps.who.int/tdr/svc/publications/training-

guidelinepublications/dengue-diagnosis-treatment.
8. Issue Paper; 2009Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Kesehatan
Lingkungan. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di
Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2005.
9. World Health Organization. Panduan lengkap Pencegahan & Pengendalian Dengue
& Demam Berdarah Dengue. Jakarta: EGC; 2005.p. 63-77.
10. Anies. Seri lingkungan dan penyakit: manajemen berbasis lingkungan. Jakarta:
Elek Media Komputindo; 2006.p. 68-9.
11. Kristina I dan Wulandari L. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Kementrian

44

Kesehatan Republik Indonesia. c2009 [cited 2011 Nov 12]. Available from:
http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demam berdarah1.htm.
12. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010.
13. Keraf

AS,

Dua

M.

Ilmu

Pengetahuan,

Sebuah

Tinjauan

Filosofis.

Yogyakarta: Kanisius; 2001.p. 20-1.


14. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
15. Puskesmas Serongga. Profil Pengembangan Puskesmas Serongga Tahun 2015.

45

You might also like