You are on page 1of 16

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PERILAKU KEKERASAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO (2001)
menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah
mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami
gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 0,8 % penderita
skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira
2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004 dalam
Carolina, 2008). Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk
Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data
Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5
juta orang (WHO, 2006).
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti melalui survey awal penelitian di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara bahwa jumlah pasien gangguan jiwa pada tahun
2008 tercatat sebanyak 1.814 pasien rawat inap yang keluar masuk rumah sakit
dan 23.532 pasien rawat jalan. Pada tahun 2009 tercatat sebanyak 1.929 pasien
rawat inap yang keluar masuk rumah sakit dan 12.377 pasien rawat jalan di rumah
sakit tersebut. Sedangkan untuk pasien rawat inap yang menderita skizofrenia
paranoid sebanyak 1.581 yang keluar masuk rumah sakit dan 9.532 pasien rawat
jalan. Pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid dan gangguan psikotik dengan
gejala curiga berlebihan, galak, dan bersikap bermusuhan. Gejala ini merupakan
tanda dari pasien yang mengalami perilaku kekerasan (Medikal Record, 2009).
Peran perawat dalam membantu pasien perilaku kekerasan adalah dengan
memberikan asuhan keperawatan perilaku kekerasan. Pemberian asuhan
keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama
antara perawat dengan pasien, keluarga dan atau masyarakat untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal (Keliat dkk, 2002).
Berdasarkan standar yang tersedia, asuhan keperawatan pada pasien perilaku
kekerasan dilakukan dalam lima kali pertemuan. Pada setiap pertemuan pasien
memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi masalah kedalam jadwal
kegiatan. Diharapkan pasien akan berlatih sesuai jadwal kegiatan yang telah dibuat
dan akan dievaluasi oleh perawat pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan
evaluasi yang dilakukan akan dinilai tingkat kemampuan pasien dalam mengatasi
masalahnya yaitu mandiri, bantuan, atau tergantung. Tingkat kemampuan mandiri,

jika pasien melaksanakan kegiatan tanpa dibimbing dan tanpa disuruh; bantuan,
jika pasien sudah melakukan kegiatan tetapi belum sempurna dan dengan bantuan
pasien dapat melaksanakan dengan baik; tergantung, jika pasien sama sekali belum
melaksanakan dan tergantung pada bimbingan perawat (Keliat, 2001).
Sejauh ini peneliti belum menemukan literatur mengenai adanya penelitian di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan yang terkait dengan pengaruh penerapan
strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien perilaku kekerasan
dalam mengendalikan perilaku kekerasan. Namun dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh carolina terhadap pasien halusinasi menunjukkan bahwa dengan
penerapan asuhan keperawatan halusinasi yang sesuai standar dapat membantu
meningkatkan kemampuan pasien mengontrol halusinasi (Carolina, 2008). Hal ini
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap hal tersebut.

B.
1.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap


kemampuan pasien perilaku kekerasan dalam mengendalikan perilaku kekerasan .
2.
a.

Tujuan Khusus
Mengetahui karakteristik pasien perilaku kekerasan.

b.
Mengetahui kemampuan psikomotor pasien mengendalikan perilaku
kekerasan pada kelompok intervensi pre dan post test .
c.
Mengetahui kemampuan psikomotor pasien mengendalikan perilaku
kekerasan pada kelompok kontrol pre dan post test .
d.
Mengetahui perbedaan kemampuan psikomotor mengendalikan perilaku
kekerasan pada pasien perilaku kekerasan kelompok intervensi dan kelompok
control.

C.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui "bagaimanakah


pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien perilaku
kekerasan dalam mengendalikan perilaku kekerasan.

D.

Manfaat penelitian

1.

Praktek keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi bagi perawat
dalam menerapkan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien
perilaku kekerasan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
2.

Pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengetahuan tentang


penerapan standar asuhan keperawatan jiwa khususnya pada pasien dengan
perilaku kekerasan.

3.

Riset keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan dan sebagai bahan
referensi bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan perilaku kekerasan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Pengertian

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis . Berdasarkan defenisi ini
maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal
dan fisik. Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih
menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya
disebut dengan perasaan marah.
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.
Ekspresi marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini
kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan.
Oleh karena itu marah sering diekspresikan secara tidak langsung.

Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan


gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I : Marah adalah pengalaman emosi yang kuat
dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung
dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang
lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula
mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.

B.

Penyebab

Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,
cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan
akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
1. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa
terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara
lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan
kekerasan.
2. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang
sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut
mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas
marah, dan sebagainya.
3. Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai
keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.

C.

Rentang respons marah

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif mal adaptif.


Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat
dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.

3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan


yang dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang
lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan
kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
5. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.

D.

Proses Marah

Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi
oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan
perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan.
Berikut ini digambarkan proses kemarahan :
Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3
cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga
cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah
destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan
bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri
sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau
agresif dan ngamuk.

E.

Gejala marah

Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan


pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan
marah diantaranya adalah ;
1.
Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan
meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar
meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.

2.
Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi
wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
3. Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga,
mengamuk, nada suara keras dan kasar.

F.

Perilaku

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :


1.

Menyerang atau menghindar (fight of fligh)

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2.

Menyatakan secara asertif (assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya


yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang
terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu
perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
3.

Memberontak (acting out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku acting out untuk
menarik perhatian orang lain.
4.

Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.

G.

Mekanisme koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 2005 hal 33).

Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain : (Maramis, 2002, hal 83)
1.
Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia
mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

BAB III
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses


keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi,
pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan
serta memerlukan kecakapan keterampilan professional tenaga keperawatan.

Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam


pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik
sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah.
Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 2002)
1.

Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan
perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
a.

Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
a)

Aspek biologis

Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil
melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan
seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah bertambah.
b)

Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,
dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati,
menyalahkan dan menuntut.
c)

Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual,


peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat
perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan,
bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d)

Aspek social

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi
marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang
lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar
yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.

e)

Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan.


Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan
yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang
secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat,
berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek
emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual :
mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri,
penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
b.

Klasifiaksi data

Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu
data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan
secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara
perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan
secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat.
c.

Analisa data

Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan
yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui
penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah
dapat ditentukan diagnosa keperawatan.

2.

Pohon masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungandi kucilkan masyarakat
Perilaku kekerasan kecemasan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah frustasi,kebutuhan akan status dan
prestise.

3.

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial
dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai
proses kehidupan. (Carpenito, 2002).
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah
utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1)
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
2)

Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

4.

Rencana tindakan keperawatan/intervensi

Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi


perawat dalam melakukan intervensi yang tepat.
Pada karya tulis ini akan diuraikan rencana tindakan keperawatan pada diagnosa :
1) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
a.

Klien dapat membina hubungan saling percaya.

b.

Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

c.

Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

d.

Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.

e.

Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

f.
Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara
konstruktif.
g.

Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.

h.

Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.

i.

Klien dapat menggunakan obat yang benar.

Tindakan keperawatan :
a.

Bina hubungan saling percaya.

Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang
tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non
verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan
sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
b.

Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.

Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam
menyelesaikan masalah yang konstruktif.
c.

Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal

Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam


akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
d.

Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.

Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian


masalah yang konstruktif pula.
e.

Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.

Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan


untuk intervensi.
f.

Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.

Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.


g.

Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.


h.
Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
i.
Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan
masalahnya.
j.

Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.

Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.

k.

Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.

Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.


l.

Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.

Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.


m.

Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.

Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri


klien.
n.

Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat

i.
Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau
pekerjaan yang memerlukan tenaga.
ii.

Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.

iii.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat,
latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
iv.
Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada
Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
o.

Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.

Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku


kekerasan.
p.

Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.

Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.


q.

Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.

Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.


r. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
s.
Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel /
marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.

t.
dentifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang
telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
u.

Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam


perubahan perilaku klien.
v.

Jelaskan cara-cara merawat klien.

Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.


Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Bantu keluarga mengenal penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara
bersama.
w.

Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.

Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.


x. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
y. Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti :
CPZ, haloperidol, Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.
z. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin
dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat
penyembuhan.
2)

Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan
dengan orang lain :
Tujuan khusus :
a.

Klien dapat membina hubungan saling percaya.

b.

Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.

c.

lien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

d.
Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
e.

Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.

f.

Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Tindakan keperawatan :
a.
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan
sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
b.

Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.

Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.


c.

Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.

Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam


hidupnya.
d.
Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif
klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
e.

Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.

Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.


f.
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah
sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
g.

Berikan pujian.

Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.


h.

Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.

Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan
yang dimiliki.
i.

Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.

Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.


j.

Beri pujian atas keberhasilan klien.

Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.


k.

Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.

Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.


l.
Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya
menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
m.

Beri pujian atas keberhasilan klien.

Rasional : meningkatkan harga diri klien.


n.

Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.

Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.


o.
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan
harga diri rendah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara
bersama.
p.

Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.

Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan


harga diri rendah.
q.

Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.

DAFTAR PUSTAKA
Dadang Hawari.2001.Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia,
FKUI;Jakarta.
Depkes Keliat Budi Anna, dkk.2002.Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa.EGC:Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
Stuart S.J.2005.Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

Riyawan.com | Kumpulan Artikel Keperawatan & Farmasi

You might also like