Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Sendi
2.1.1. Sendi Lutut
2.1.4.
Sendi
Pang
gul
2.2. Rematik
2.2.1. Definisi
Rematik adalah penyakit yang menyerang sendi dan tulang atau jaringan
penunjang sekitar sendi. Bagian tubuh yang diserang biasanya persendian pada
jari, lutut, pinggul dan tulang punggung (Purwoastuti, 2009). Penyakit ini
menyebabkan inflamasi, kekakuan, pembengkakan, dan rasa sakit pada sendi,
otot, tendon, ligamen, dan tulang (Misnadiarly, 2007). Istilah penyakit rematik
tidak memiliki batas yang jelas. Istilah ini mencakup lebih dari 100 kondisikondisi berbeda yang dilabelkan ke dalam penyakit rematik termasuk osteoartritis,
arthritis reumatoid, gout, sistemik lupus eritematosus, skleroderma, dan lain-lain
(Sangha, 2000).
2.2.2. Faktor Resiko
1. Riwayat keluarga dan keturunan
2. Jenis kelamin wanita lebih sering
3. Obesitas atau kegemukan
4. Usia lebih dari 40 tahun
5. Pernah mengalami trauma berat pada lutut sampai terjadi pembengkakan
atau berdarah, seperti pada olahragawan.
6. Para pekerja yang menggunakan lutut secara berlebihan misalnya
pedagang keliling dan pekerja yang bekerja dengan banyak jongkok yang
menyebabkan tekanan berlebihan pada lutut (Sangha, 2000)
2.2.3. Klasifikasi
Penyakit rematik dapat digolongkan kepada 2 bagian, yang pertama diuraikan
sebagai penyakit jaringan ikat karena mengefek rangka pendukung (supporting
framework) tubuh dan organ-organ internalnya. Antara
apabila sistem imun yang biasanya memproteksi tubuh dari infeksi dan penyakit,
mulai merusakkan jaringan-jaringan tubuh yang sehat. Antara penyakit yang dapat
digolongkan dalam golongan ini adalah rheumatoid artritis, spondiloartritis, lupus
eritematosus sistemik dan skleroderma. (NIAMS, 2008)
b) Osteoartritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif noninflamasi yang terutama terjadi pada orang tua. Osteoartritis dapat
ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi
tulang pada tepinya, dan perubahan pada membrane sinovial (Dorland,
W.A.N., 2012). Pada umumnya osteoarthritis menyerang sendi-sendi
yang bergerak. Penyakit ini bersifat kronis, berjalan progresif lambat,
dan ditandai oleh adanya pembentukan tulang baru pada permukaan
persendian. OA merupakan penyakit sendi yang paling banyak
dijumpai dan prevalensinya semakin meningkat dengan bertambahnya
usia. Masalah OA di Indonesia diperkirakan 1 sampai 2 juta orang
lanjut usia menderita kecacatan (Dubey, S., Adebajo, A., 2008).
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses
ketuaan yang tidak dapt dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit
ini sekarang berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit
gangguan homeostatis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan
struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas
diketahui (Woodhead, 1989).
Pemahaman yang lebih baik mengenai patogenesis OA akhir-akhir
ini diperoleh antara lain berkat meningkatnya pengetahuan mengenai
biokimia dan biologi molekuler rawan sendi. Dengan demikian
diharapkan kita dapat mengelola pasien OA dengan lebih tepat dan
lebih aman. Perlu dipahami bahwa penyebab nyeri yang terjadi pada
OA bersifat multifaktorial. Nyeri dapat bersumber dari regangan
serabut syaraf periosteum , hipertensi intra-osseous, regangan kapsul
sendi, hipertensi intra-artikular, regangan ligament, mikrofraktur
tulang subkondral, entesopati, bursitis dan spasme otot. Dengan
demikian penting difahami, bahwa walaupun belum ada obat yang
dapat menyembuhkan OA saat ini, namun terdapat berbagai cara untuk
mengurangi nyeri dengan memperhatikan kemungkinan sumber
c) Artritis Gout
Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat darah
(hiperurisemia). Artritis gout merupakan jenis penyakit yang
pengobatannya mudah dan efektif. Namun bila diabaikan, gout juga
dapat menyebabkan kerusakan sendi. Penyakit ini timbul akibat kristal
monosodium urat di persendian meningkat. Timbunan kristal ini
menimbulkan peradangan jaringan yang memicu timbulnya rematik
gout akut. Pada penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum
diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor
genetik
dan
faktor
hormonal
yang
menyebabkan
gangguan
d) Spondiloartritis
Spondiloartritis (atau spondiloartropati) adalah nama keseluruhan
suatu penyakit rematik dengan peradangan yang dapat mempengaruhi
tulang belakang dan sendi, ligamen dan tendon. Penyakit tersebut
dapat menyebabkan kelelahan dan nyeri atau kekakuan di punggung,
leher, tangan, lutut, dan pergelangan kaki serta peradangan mata, kulit,
paru-paru, dan katup jantung. Penyakit yang termasuk dalam
spondiloartritis dapat mencakup, ankilosing spondilitis, reaktif artritis,
artritis psoriatis dan spondilitis psoriasis, dan artritis atau spondilitis
yang berkaitan dengan penyakit inflamasi usus, kolitis ulseratif dan
Crohn's disease. (Reveille, J.D., 2010)
antibodi
abnormal
dalam
darah
mereka
yang
f) Polimialgia
Polimialgia rematika adalah suatu keadaan yang menyebabkan
nyeri hebat dan kekakuan pada otot leher, bahu dan panggul. Penyakit
ini terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan wanita 2 kali lebih sering
terkena. Kekakuan ini akan memburuk pada pagi hari dan setelah
beristirahat. Gejala-gejala otot bisa disertai demam, tidak enak badan,
penurunan berat badan dan depresi. Semua gejalan ini bisa timbul
secara tiba-tiba atau secara bertahap (Borigini, M.J., 2010).
g) Skleroderma
Skleroderma merupakan penyakit kronis multisistem dimana
etiologinya masih belum diketahui. Secara klinis, dikarakteristikkan
dengan penebalan kulit yang disebabkan oleh akumulasi jaringan ikat
dan abnormalitas struktur dan fungsional pada organ viseral, termasuk
saluran pencernaan, paru-paru, jantung, dan ginjal. Antara manifestasi
klinis yang terdapat pada penyakit ini adalah fenomenon Raynaud,
penebalan kulit, kalsinosis subkutan, artralgias, miopati, ismotilitas
esofageal, fibrosis pulmonal, gagal jantung kongestif, dan krisis renal.
Penyakit skleroderma mempunyai distribusi di seluruh dunia dan
mengefek semua suku kaum. Onset bagi penyakit ini biasanya pada
masa anak-anak dan pria usia muda. Insidensi semakin meningkat pada
usia lanjut, dimana puncak maksimumnya ada pada usia 30-50 tahun.
Wanita, secara keseluruhan terkena penyakit ini 3 kali lebih sering jika
dibanding dengan pria. Penyakit ini biasanya didiagnosis berdasarkan
gejala-gejalanya. Pada beberapa pasien, monoklonal IgG dapat
dideteksi. Selain itu, biopsi juga turut dilakukan untuk membedakan
dengan penyakit rematik lain.Walaupun penyakit ini tidak dapat
disembuhkan,
penanganan
organ-organ
yang
terlibat
dapat
3. Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah
imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup
lama atau bahkan setelah bangun tidur.
4. Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.
5. Pembesaran Sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali
terlihat di lutut atau tangan) secara pelan-pelan membesar.
6. Perubahan Gaya Berjalan
Pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang menjadi pincang
pada hamper semua pasien OA. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi
sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien
yang umumnya tua (Soeroso, J., Isbagyo, H., Kalim, H., Broto, R.,
Pramudiyo, R., 2010).
2.2.5. Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, eksudat
febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi
menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini
granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus
masuk ke tulang sub kondria. Jaringan granulasi menguat karena radang
menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikular. Kartilago menjadi
nekrosis (Brunner dan Suddarth, 2003).
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi,
karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan
tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan
subluksasi atau dislokasi dari persendian (Brunner dan Suddarth, 2003).
2.2.6. Penatalaksanaan
Hingga sekarang belum ada obat-obatan yang dapat menyembuhkan penyakit
rematik, kecuali penyakit rematik yang disebabkan oleh infeksi. Obat yang
tersedia hanya mengatasi gejala penyakitnya, sedangkan proses penyakitnya tetap
berlangsung (Shiel, W.C., 2010).
Beberapa terapi yang digunakan agar dapat meringankan penderitaan pasien
adalah sebagai berikut:
1) Terapi Obat
Pengobatan yang dilakukan terhadap penyakit rematik adalah untuk
mengatasi gejala nyeri dan peradangannya. Pada beberapa kasus,
pengobatan bertujuan untuk memperlambat proses atau mengubah
perjalanan penyakit. Beberapa obat atau golongan obat yang dapat
digunakan pada rematik (Saryono, 2011) :
jangka
panjang
dari
penggunaan
kortikosteroid
Pemilihan
DMARD
harus
mempertimbangkan
penyerta.
Methotrexate
dan
Sulfasalazine
sering
digunakan sebagai terapi awal, tetapi pada kasus yang lebih berat,
MTX atau kombinasi terapi mungkin digunakan sebagai terapi lini
pertama. Banyak bukti menunjukkan bahwa kombinasi DMARD
lebih efektif dibandingkan dengan terapi tunggal (Saryono, 2011).
2) Terapi Non-Obat
Tersedia bahan alami atau herbal dan beberapa suplemen yang dapat
digunakan untuk melawan penyakit rematik. Beberapa terapi non-obat
yang digunakan adalah sebagai berikut (Putra, 2009) :
2. Ikan dan minyak ikan: menurut Dr. Robert C. Atkins, penulis New Diet
Revolution prinsip dasar terapi dari artritis
kapsul minyak ikan yang mengandung asam lemak omega-3 yang dapat
menghilangkan nyeri dan pembengkakan pada semua jenis artritis. Selain
itu minyak ikan kod juga kaya akan vitamin D yang membantu
membangun tulang, dan vitamin A membantu melawan peradangan. Satu
sendok makan minyak ikan setiap hari merupakan dosis yang diperlukan
untuk mendapat manfaatnya. Penelitian telah dilakukan selama 12 bulan
tentang suplemen minyak ikan pada pasien artritis rheumatoid dan
hasilnya menunjukkan 2-6 gram minyak omega-3 setiap hari dapat
menurunkan pembengkakan dan nyeri sendi (Carter, 2006).
meningkatkan
fleksibilitas
dan
menghilangkan
progresif
membantu
mengurangi
nyeri
dengan
d) Terapi rehabilitasi
Ada beberapa terapi rehabilitasi yang dibutuhkan oleh penderita
rematik adalah sebagai berikut (Purwoastuti, 2009):
melakukan
tugas
sehari-hari,
yakni
dengan
2.3. Nyeri
2.3.1. Definisi Nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau
potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan. Reseptor neurologik
yang dapat membedakan antara rangsang nyeri dengan rangsang lain
disebut nosiseptor. Nyeri dapat mengakibatkan impairment dan disabilitas.
a. Nyeri nosiseptif
Nyeri yang timbul sebagai akibat perangsangan pada nosiseptor
(serabut a-delta dan serabut-c) oleh rangsang mekanik, termal atau
kemikal.
b. Nyeri somatik
Nyeri yang timbul pada organ non viseral, misal nyeri pasca bedah,
nyeri metastatic, nyeri tulang, nyeri artritik.
c. Nyeri viseral
Nyeri yang berasal dari organ viseral, biasanya akibat distensi organ
yang berongga, misalnya usus, kandung empedu, pankreas, jantung.
Nyeri viseral seringkali diikuti referred pain dan sensasi otonom,
seperti mual dan muntah.
d. Nyeri neuropatik
Nyeri yang timbul akibat iritasi atau trauma pada saraf. Nyeri
seringkali persisten, walaupun penyebabnya sudah tidak ada. Biasanya
pasien merasakan rasa seperti terbakar, seperti tersengat listrik atau
alodinia dan disestesia.
e. Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatik dan nyeri
neuropatik, dan memenuhi kriteria untuk depresi atau kelainan
psikosomatik
a. Transduksi
Mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nociceptor oleh stimulus
noxiuos pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi
nosiseptor dimana disini stimulus noxiuos tersebut akan dirubah
menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktivasi
reseptor.
b. Transmisi
Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen
primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis ini
neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat. Dari
sini jaringan neuron tersebut akan naik keatas di medulla spinalis
menuju batang otak dan thalamus.
c. Modulasi
Terdapat proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses
nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah
pada kornu dorsalis medula spinalis.
d. Persepsi
Proses dimana pesan nyeri di relai ke otak dan menghasilkan
pengalaman yang tidak menyenangkan (nyeri).
merangsang
makrofag
untuk
meningkatkan
aktivitas