Professional Documents
Culture Documents
Keadilan Sosial
Tak ada persatuan tanpa keadilan. Dengan kata lain, persatuan haruslah
dibangun atas dasar keadilan dan kesejahteraan sosial. Mustahil, negara bisa
membangun persatuan jika tidak ditopang keadilan dan kesejahteraan
masyarakatnya. Karena itu, sila ketiga dan sila kelima dalam Pancasila
memiliki keterkaitan erat. Hal ini terumus dalam pembukaan Undang Undang
Dasar 1945 bahwa ketika negara sudah terbentuk maka kekayaan negara
dieksplorasi demi kemaslahatan warga negara Indonesia. Sehingga tidak adil
jika hanya satu daerah yang menikmati hasil pembangunan.
Namun setelah melewati sekian lama masa reformasi, dengan munculnya
idiologi baru, semisal NII dan juga lainnya, maka memunculkan kesadaran
baru, bahwa ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI
dianggap penting untuk digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap
sebagai alat pemersatu bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga
dilupakan. Pancasila dianggap sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita
dan gambaran tentang nilai-nilai ideal yang akan diwujudkan oleh bangsa ini.
Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku
bangsa, adat istiadat, bahasa daerah,
yang sedemikian luas, maka tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat
pengikat. Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang dianggap
ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkian diyakini sebagai sesuatu yang
mulia dan luhur.
Memang setiap agama yang ada pasti memiliki ajaran tentang gambaran
kehidupan ideal, yang masing-masing berbeda-beda. Perbedaan itu tidak akan
mungkin dapat dipersamakan. Apalagi, perbedaan itu sudah melewati dan
memiliki sejarah panjang. Akan tetapi, masing-masing pemeluk agama lewat
para tokoh atau pemukanya, sudah berjanji dan berekrar akan membangun
negara kesatuan berdasarkan Pancasila itu.
Memang ada sementara pendapat, bahwa agama akan bisa mempersatukan
bangsa. Dengan alasan bahwa masing-masing agama selalu mengajarkan
tentang persatuan, kebersamaan dan tolong menolong, sebagai dasar hidup
bersama. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit konflik yang terjadi
antara penganut agama yang berbeda. Tidak sedikit orang merasakan bahwa
sebabnya,
maka
melupakan
Pancasila
sama
artinya
dengan
kesenjangan
sosial
masih
terjadi
di
era
reformasi
ini,
apapun
ideologinya,
adalah
bagaimana
membawa
warganya
kepada
inklusif
secara
terencana,
terarah,
terkoordinasi
dan
serta
penguatan
kepranataan
tingkat
dasar
untuk
dendam,
kebencian
dan
perasaan
permusuhan
sehingga
penanganan
konflik yang
tidak
berkesudahan
telah
kabupaten/kota
baru,
serta
sektor-sektor
lainnya.
Tanggap
terhadap
memiliki akar persoalan yang lebih dalam dari sekadar perseteruan dua
kelompok. Dari data yang tersedia, konflik sosial antara pendatang dengan
pribumi telah menghasilkan pengungsian besar-besaran pada periode tahun
1999-2006 yang mencapai lebih dari 1,5 juta jiwa, ribuan jiwa terbunuh,
hilangnya hak dasar korban, harta benda dan rusaknya infrastruktur.
Demikian juga modal sosial berupa norma, nilai, kepercayaan, keberfungsian
institusi lokal dan jaringan sosial ketetanggaan yang berlandaskan hidup
berdampingan secara damai, persaudaraan sejati, komitmen bersama
menjadi runtuh. Bahkan sampai saat ini, jumlah mereka yang belum kembali
ke rumah masih cukup besar tersebar di sejumlah wilayah. Konflik di
Indonesia tidaklah tunggal dan bisa mengalami transformasi kausatif atau
berpindah dari penyebab yang satu ke penyebab yang lain. Secara umum
potensi konflik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1) Kebijakan
pembangunan yang kadang cenderung berpihak pada salah satu kelompok
tertentu. 2) Legitimasi dan institusi sosial politik kurang berjalan dengan baik
yang menimbulkan reaksi masyarakat dalam bentuk kekecewaan dan
ketidakpercayaan. Hal ini mendorong potensi konflik yang laten menjadi
muncul ke permukaan. Seiring dengan kenyataan tersebut, maka pada
realitas di masyarakat pilihan untuk menggunakan kekerasan dari berbagai
pihak
muncul
sebagai
pendekatan
penyelesaian
permasalahan.
3)
singkat.
8)
Intervensi
Asing.
Adanya
keterbatasan
dalam
hanya
implementasinya,
sedikit
masih
ketentuan
ditemukan
yang
sejumlah
mengaturnya.
kebijakan
yang
Dalam
masih
budaya,
etnosentrisme,
primordialistik
kedaerahan,
hak-hak
ekonomi
sesuai
kemampuannya.
Kesamaan
memperoleh sumber
mendapat
tempat
dalam
penanganan
konflik
sosial
karena
dapat
memicu
konflik
yang
lebih
besar
dan
sulit
konflik,
penatausahaan,
serta
perencanaan,
pelaporan,
dan
penganggaran,
pertanggungjawaban
penyaluran,
pengelolaan
hal-hal
sebagai
berikut:
1)
Perlu
adanya
koordinator
inklusif
secara
terencana,
terarah,
terkoordinasi,
dan