You are on page 1of 47

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan
inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Diskusi PBL Sistem Neuropsikiatri modul
lumpuh anggota gerak tepat pada waktunya sesuai jadwal yang ditentukan.
Adapun tujuan pembuatan laporan ini sebagai hasil diskusi kelompok 3 mengenai
berbagai penyakit pada sistem Neuropsikiari pada kehidupan sehari-hari khususnya tentang
penyakit terkait dengan lumpuh pada anggota gerak pada sistem Neuropsikiatri.
Tentunya laporan ini pun masih ada kekurangannya,maka dari itu kritik dan saran yang
membangun sangatlah penulis butuhkan demi kesempurnaan laporan yang telah penulis buat
ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
tutor pembimbing dr.Farsida,MPH yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada penulis dalam menyelesaikan laporan diskusi ini. Dan tak lupa penulis ucapkan terima
kasih kepada segenap pihak yang telah banyak membantu baik secara moril maupun materil
hingga laporan ini dapat terselesaikan.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membaca.

Jakarta,2
2016

Penulis

Maret

BAB I
PENDAHULUAN
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan bermacam-macam
gejala lumpuh anggota gerak yang kemungkinan disertai dengan gangguan kejiwaan yang
dapat menyertainya, meliputi diagnosis, penanganan, dan rehabilitasi penderita dengan
gangguan lumpuh anggota gerak.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menyebutkan penyakit-penyakit yang memberikan gejala lumpuh anggota gerak.
2. Menjelaskan tentang patomekanisme tejadinya penyakit-penyakit dengan gejala lumpuh
anggota gerak:
2.1. Menjelaskan struktur anatomi susunan saraf pusat sehubungan dengan gangguan
lumpuh anggota gerak.
2.1.1. Menguraikan struktur anatomi bagian cerebrum sehubungan dengan
lumpuh anggota gerak.
2.1.2. Menguraikan struktur anatomi

sistem saraf sentral dan otonom

sehubungan dengan lumpuh anggota gerak.


2.1.3. Menguraikan struktur anatomi sistem saraf perifer sehubungan dengan
lumpuh anggota gerak.
2.1.4. Menjelaskan topis anatomi sehubungan dengan lumpuh anggota gerak.
2.2. Menjelaskan tentang struktur histologi dari susunan saraf pusat, yang ada
hubungannya dengan gangguan lumpuh anggota gerak
2.2.1. Menguraikan struktur histologis dari sel-sel neuron.
2.2.2. Menguraikan struktur histologis dari sel glia.
2.2.3. Menguraikan struktur histologis dari susunan saraf otonom.
2.2.4. Menguraikan struktur histologis dari reseptor saraf sentral.
2.3.

Menjelaskan tentang struktur histologi dari

susunan saraf perifer,

yang ada

hubungannya dengan gangguan lumpuh anggota gerak.


2.3.1. Menguraikan struktur histologis dari sel-sel neuron pada medula-spinalis.

2.3.2. Menguraikan struktur histologis dari sel pada cornu anterior, posterior
maupun lateral.
2.3.3. Menguraikan struktur histologis dari susunan saraf otonom pada spinal.
2.3.4. Menguraikan struktur histologis dari reseptor saraf perifer.

2.4. Menjelaskan fisiologi susunan saraf pusat yang ada hubungannya dengan gangguan
lumpuh anggota gerak
2.4.1. Menjelaskan dasar biolistrik/transmitter dalam tubuh sehubungan dengan
lumpuh anggota gerak.
2.4.2. Menjelaskan proses transmisi sinaptik dan otot dalam kaitannya dengan
lumpuh anggota gerak.
2.4.3. Menjelaskan sistem saraf

otonom dalam kaitannya dengan lumpuh

anggota gerak.
2.4.4. Menjelaskan fungsi motorik korteks serebri dan ganglia basalis dalam
kaitannya dengan lumpuh anggota gerak.
2.4.5. Menjelaskan fungsi intelektual otak, memori dan proses belajar dalam
kaitannya dengan lumpuh anggota gerak.
2.4.6. Menjelaskan

fungsi sistem limbik dan hipothalamus dalam kaitannya

dengan kecemasan.
2.4.7. Menjelaskan neurofisiologis tidur dan bangun dalam kaitannya dengan
lumpuh anggota gerak.
2.5. Menjelaskan fisiologi susunan saraf perifer yang ada hubungannya dengan
gangguan lumpuh anggota gerak
2.5.1. Menjelaskan dasar biolistrik/transmitter dalam tubuh sehubungan dengan
lumpuh anggota gerak.
2.5.2. Menjelaskan proses transmisi sinaptik dan otot dalam kaitannya dengan
lumpuh anggota gerak.
2.5.3. Menjelaskan sistem saraf

otonom dalam kaitannya dengan lumpuh

anggota gerak
2.5.4. Menjelaskan fungsi motorik pada cornu anterior-posterior serta lateral
dalam kaitannya dengan lumpuh anggota gerak.
2.6. Menjelaskan tentang substansi biokimia yang berperan dalam lumpuh anggota
gerak.

2.7. Menjelaskan gambaran hisopatologis susunan saraf dan mekanisme lumpuh pada
penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak.
2.7.1. Menjelaskan dan menggambarkan histo-patologi susunan saraf pusat
maupun perifer.
2.7.2. Menjelaskan dan menggambarkan histo-patologi susunan saraf otonom
pada penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak.
3. Menjelaskan cara diagnosis penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak :
3.1.

Menjelaskan tentang cara menyusun dan melakukan anamnesis penyakit-penyakit


dengan lumpuh anggota gerak dan faktor risiko.

3.2.

Menjelaskan tentang pemeriksaan fisik yang dilakukan utnuk diagnosis penyakitpenyakit dengan lumpuh anggota gerak; tanda UMN dan LMN.

3.3.

Menjelaskan tentang pemeriksaan status mental yang dilakukan untuk diagnosis


penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak.

3.4.

Menyebutkan jenis pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membantu


diagnosis penyakit dengan lumpuh anggota gerak.
3.4.1.

Menyebutkan tes-tes neurologis yang bisa dilakukan untuk membantu


diagnosis penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak.

3.4.2.

Menyebutkan tes-tes laboratorium yang bisa dilakukan untuk membantu


diagnosis penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak, dan mampu
melakukan interpretasi hasil laboratorium yang bersangkutan.

3.4.3. Menyebutkan pemeriksaan laboratorium dan radiologi yang bisa membantu


diagnosis penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak, dan mampu
melakukan interpretasi hasil pemeriksaan yang bersangkutan.
4. Menjelaskan tentang penatalaksanaan penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak.
4.1.

Menjelaskan tentang cara penanganan penderita lumpuh anggota gerak secara


neurologi dengan mengindahkan faktor psikiatri yang menyertai.
4.1.1. Menjelaskan tentang neuroterapi.
4.1.2. Menjelaskan tentang terapi neuro-farmakologi.
4.1.3. Menjelaskan tentang terapi paska serangan lumpuh; reversible atau cacat.

4.2.

Menjelaskan tentang cara penanganan penderita lumpuh anggota gerak secara


farmakologis dan-non farmakologis:
4.2.1. Mekanisme kerja, indikasi dan kontra indikasi, dosis, efek samping, dan cara
pemilihan obat-obatan yang
Lumpuh anggota gerak.

digunakan dalam pengobatan penyakit dengan

4.2.2. Terapi nutrisi pada kasus Lumpuh anggota gerak.


5. Menjelaskan tentang cara rehabilitasi yang dilakukan pada penderita penyakit dengan
lumpuh anggota gerak.
5.1. Menjelaskan tentang rehabiliatsi neuro-sosial pada kasus lumpuh anggota gerak,
(home-care).
5.2.

Menjelaskan tentang rehabilitasi fisik pada penderita lumpuh anggota gerak.

6. Memahami etika, moral dan profesionalisme dalam menanggulangi penyakit dengan gejala
lumpuh.
6.1.

Mengenali dimensi etik kedokteran dalam mengobati memperlakukan pasien


dengan gejala lumpuh.

6.2.

Menentukan, menyatakan dan menganalisis isu etik dalam hubungan dengan


profesi lain.

6.3.

Mengintegrasikan prinsip etik dalam perawatan pasien untuk mencapai standar


profesi.

6.4.

Mengenali dan menghadapi perilaku yang tidak professional dari anggota lain.
dalam tim pelayanan kesehatan untuk menangani penyakit dengan gejala lumpuh.

SKENARIO 3
Seorang laki-laki umur 50 tahun datang ke poliklinik jam 8 pagi dengan keluhan tadi pagi kirakira jam 7 pagi saat bercermin penderita merasa muka sebelah kanan seperti tertarik kesebelah
kiri. Disamping itu mata kanan penderita tidak dapat ditutup dengan sempurna seperti mata
kiri. Penderita datang sendiri ke poliklinik karena khawatir menderita serangan stroke.
Penderita 10 tahun menderita hipertensi. Akan tetapi teratur minum obat dan diit sesuai anjuran
dokter saat control terakhir 1 minggu yang lalu tensi 130/85. Malam sebelum kejadian
penderita sampai malam menonton wayang dan muka sebelah kanan ditiup kipas angina. Pagi
ini penderita merasa pegal sekitar telinga kanan

KATA SULIT :
KATA/KALIMAT KUNCI:
1

Laki-laki 50 tahun

muka sebelah kanan seperti tertarik kesebelah kiri

Mata kanan tidak dapat ditutup dengan sempurna

10 tahun menderita hipertensi

TD: 130/85 (1minggu yang lalu)

Teratur minum obat hipertensi

Merasa pegal sekitar telinga kanan

Muka sebelah kanan ditiup kipas angin

MIND MAP:

BAB II
PEMBAHASAN
1.Jelaskan anatomi sistem syaraf yang berkaitan dengan skenario!
Anatomi nervus fasialis
Nervus fasialis (N.VII) merupakan saraf motorik yang menginervasi otot- otot ekspresi
wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata
dank ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan juga menghantarkan sensasi
eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan
sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif
dari otot yang disarafinya.
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
1) Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae
(n.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga
tengah).
2) Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior.
Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus
paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
3) Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian
depan lidah.
4) Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.

Nervus facialis bersifat somatomotorik, viseromotorik, dan somatosensorik. Serat-serat


Upper Motor Neuron (UMN) dan N.facialis (N.VII) berasal dari korteks serebri hingga nukleus
N.fasialis. daerah motorik pertama berasal dari sepertiga bawah girus presentralis, serat-serta
ini berjalan ke bawah melalui genu dari kapsula interna (sebagai traktus pontes) ke basis
pedunkuli dan berakhir pada N.VII kontralateral. Komponen dari N.VII yang menginervasi
bagian atas wajah berasal dari korteks yang kontralateral saja. Daerah motorik kedua, terletak
di lobus temporalis.
Serat-serat Lower Motor Neuron (LMN) berasal dari nukleus N.VII ke bawah. Serabut
N.fasialis meninggalkan batang otak bersama N.Oktavus dan N.Intermedius masuk ke dalam

os.petrosum melalui Meatus Astcuticus Internus (MAI), sampai ke cavum timpani bergabung
dengan ganglion genikulatum sebagai induk sel pengecap 2/3 bagian depan lidah. Dari
ganglion ini N.VII bercabang ke ganglion optikum dan ganglion pterigopalatinum yang
menghantarkan impuls sekretomotorik untuk kelenjar salivarius dan kelenjar lakrimalis.
N.fasialis keliuar dari tengkorak melalaui foramen stilomstoideus memberikan cabang untuk
mempersarafi otot-otot wajah mulai dari M.frontalis sampai M.platisma.

Serabut-serabut yang berkaitan dengan penutupan mata dan gerakan-gerakan volunter


wajah berasal dari 1/3 bagian bawah dari girus presentralis.

Vakularisasi nervus fasialis :


Dalam perjalannannya melalui os temporalis, saraf fasialis mendapatkan darah dari 3
arteri, yaitu :

Arteri serebeli inferior anterior yang memberi perdarahan pada saraf pada fossa
posterior. Cabang pembuluh darah ini, yaitu arteri auditori interna, memberi darah
pada nervus fasialis di dalam kanalis auditori interna. Ujung dari cabang-cabang

arteri ini memberikan aliran darah pada saraf sampai ganglion genikulatum.
Cabang petrosal dari arteria meningea media memasuki kanalis falopii pada
ganglion geniculatum dan bercabang menjadi cabang-cabang ascendens dan
descendens. Cabang descendens berjalan ke distal bersama saraf ke foramen

stilomastoideus, sedangkan cabang ascendens memberi perdarahan daerah

proksimal dari ganglion genikulatum.


Cabang stilomastoid dari arteria aurikularis posterior memasuki kanalis fasialis
melalui foramen berjalan bersama nervus fasialis sampai ke batas ganglion
genikulatum. Cabang descendens memberi perdarahan pada saraf ke bawah ke
foramen stilomastoideus dan bersamaan dengan nervus aurikularis posterior.

Otot-otot pada wajah berserta fungsinya masing-masing dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Otot-Otot Wajah Beserta Fungsinya

No

Nama Otot

Fungsi

Persarafan

M.Frontalis

Mengangkat alis

N. Temporalis

M.Corrugator supercili

Mendekatkan kedua pangkal alis

N. Zigomatikum dan

1
2
N.Temporalis
M.Procerus
3

Mengerutkan kulit antara kedua

N. Zigomatikum,

alis

N.Temporalis,
N. Buccal

M. Orbicularis Oculli

Menutup kelopak mata

N.Fasialis, N.Temporalis,
N. Zigomatikus

M. Nasalis

Mengembang

N. Fasialis

5
Kan cuping hidung
M. Depresor anguli oris

Menarik ujung mulut ke bawah

N. Fasialis

6
M. Zigomaticum mayor dan Tersenyum
7

N. Fasialis

M. Zigomatikum minor
M. Orbicularis oris

Bersiul

N. Fasialis

8
N. Zigomatikum

M. Buccinator

Meniup sambil menutup mulut

N. Fasialis,

9
N. Zigomatikum,
N. Mandibular,
N. Buccal
M. Mentalis

Mengangkat dagu

N. Fasialis dan

10
N. Buccal
M. Platysma

Meregangkan kulit leher

N. Fasialis

11

2. Jelaskan fisiologi system saraf dan kaitkan dengan scenario!


Fisiologi Sistem Saraf
Sistem Saraf Manusia
Sistem saraf tersusun menjadi Susunan Saraf Pusat (SSP) yang terdiri atas otak dankorda
spinalis, dan sistem saraf tepi (SST), yang terdiri dari serat-serat saraf yang membawa
informasi antara SSP ke bagian tubuh lain (perifer). Sistem Saraf Tepi dibagi menjadi
devisiaferen dan eferen. Divisi aferen membawa informasi ke SSP, memberitahu SSP mengenai
lingkungan eksternal dan aktivitas-aktivitas internal yang diatur oleh SSP.
Instruksi dari SSP disalurkan melalui divisi eferen (yang berarti membawa dari) ke organ
efektor yaitu otot atau kelenjar yang melaksanakan perintah untuk menimbulkan efek yang
diinginkan. Sistem saraf eferen dibagi menjadi sistem saraf somatic yang terdiri dari seratseratneuron motorik yang mempersarafi otot-otot rangka, dan serat-serat sistem saraf
otonomyang mempersarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar.Sistem saraf yang terakhir
dibagi lagi menjadi sistem saraf simpatis dan parasimpatis, keduanya mempersarafi sebagian
besar organ yang dipersarafi oleh sistem saraf otonom.
1.

Sistem Saraf Pusat

Sekitar 90% sel-sel di dalam SSP bukanlah neuron tetapi sel glia atau neuroglia.Walaupun
jumlahnya besar, sel glia hanya menempati separuh dari volume otak karena sel-sel ini tidak
memiliki cabangcabang ekstensif seperti neuron.Tidak seperti neuron sel glia tidak memulai
atau menghatarkan impuls saraf.Namun sel-sel ini penting untuk viabilitas SSP, yaitu sebagai
jaringan ikaat SSP dan membantu menunjang neuron baik secara fisik ataupun
metabolik.Terdapat empat jenis sel glia di SSPyaitu astrosit, oligodendrosit, sel ependimal, dan
microglia.Astrosit memiliki fungsi yang penting yaitu sebagai perekat utama yang menyatukan
neuron-neuron dalam hubungan spatial yang sesuai.Oligodendrosit berfungsi membentuk
sarung myelin insulatif yang mengelilingi akson pada SSP. Sel ependimal berfungsi membatasi
rongga-rongga internal SSP. Mikroglia adalah penyapu SSP. Sel-sel ini sebagai sel fagositik
yang berasal dari darah dan masuk ke jaringan saraf pusat.
Jaringan saraf pusat sangatlah lembut(lunak). Sifat ini ditambah dengan kenyataan bahwa sel
saraf yang rusak tidak dapat digantikan karena neuron tidak mampu membelah diri,
meyebabkan jaringan yang rapuh dan tidak tergantikan ini harus terlindungi dengan baik.
Terdapat empat keistimewaan yang melindungi SSP yaitu: 1) SSP terbungkus oleh struktur
tulang yang keras seperti cranium yang melindungi otak dan kolumna vertebralis yang
mengelilingi korda spinalis, 2) terdapat tiga membrane yang melindungi dan mengandung zat
makanan, yaitumenings yang terletak antara tulang penutup dan jaringan saraf yang terdiri
atas durameter(lapisan luar) yaitu selaput keras yang berasl dari jaringan ikat tebal dan kuat, di
bagin tengkorak terdiri dari selapu tulang tengkorak dan durameter propia di bagian
dalam, arakhnoid yaitu

selaput

halus

yang

memisahkan

durameter dengan

piameter

membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf
sentral, yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid
melalui struktur-strutur jaringan ikat yang disebut trabekel. Di dalam piameter terdapat
cairan serebrospinalis yaitu

cairan

yang

bersifat

alkali

bening

mirip

plasma

dan

dihasilkan pleksus coroideus yang ditemukan di daerah-daerah tertentu rongga ventrikel otak
dan medula spinalis.Cairan ini berfungsi untuk memberi kelembapan pada otak dan medula
spinalis, melindungi alat-alat dalam medulla spinalis dan otak dari tekanan, serta melicinkan
alat-alat dalam medulla spinalis dan otak.
Sitem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang.
1.1 Otak Manusia

Otak merupakan organ tubuh yang sangat penting dan vital bagi manusia yaitu untuk mengatur
segala pusat aktivitas manusia. Otak terletak dalam rongga cranium berkmbang dari ssebuah
tabung yang mulanya memperlihatkan tiga pembesaran otak awal yaitu: (1) otak depan menjadi
hemisfer serebri, corpus serebri korpus striatum thalamus serta hipotalamus. Fungsi menerima
dn mengintegrasikan informasi mengenai kesadran dan emosi, (2) otak tengah mengkoordinir
otot yang brhubungan dengan penglihatan dan pendengara. Otak ini menjadi tegmentum, krus
serebrium, korpus kuadrigeminus, (3) otak belakang (pons), bagian otak yang menonjol
kebanyakan tersusun dari lapisan fiber dan masuk sel yang mengontrol sistem pernapasan.
Otak dilindungi oleh kulit kepala, rambut, tulang tengkrak, columna vertebralis dan
meningen.Kapiler otak dikelilingi oleh tonjolaan-tonjolan astrosit yang bertanggung
jawab secara fisik membentuk sawar darah otak. Walaupun banyak zat dalam darah yang tidak
pernah benar-benar berkontak dengan jaringan otak, otak melebihi jaringan lain, yang dapat
menggunakan sumber bahan bakar yang lain untuk menghasilkan energy sebagai pengganti
glukosa. Dalam keadaan normal otak hanya menggunakan glukosa tetapi tidak menyimpan zat
ini.Dengan demikian otak bergantung pada pasokan oksigen dan glukosa yang adekuat serta
kontinu. Otak merupakan suatu keseluruhan fungsi yang tersusun atas beberapa daerah yang
berbeda yaitu:
1.1.1

Batang Otak

Batang otak merupakan daerah paling tua dan paling kecil di otak, bersambungan dengan korda
spinalis.Bagian ini mengatur dan mengontrol banyak prosses untuk mempertahankan hidup,
misalnya bernapas, sirkulasi dan pencernaan. Proses-proses diatas disebut dengan proses
vegetative. Batang otak merupakan struktur pada bagian posterior (belakang) otak. Batang otak
merupakan

sebutan

untuk

kesatuan

dari

tiga

struktur

yaitu medulla

oblongata, pons danmesencephalon (otak tengah).


Pada gerak volunter, batang otak merupakan jalur yang dilalui impuls rangsang sebelum
mencapai cerebrum.Impuls rangsang dihantarkan oleh traktus ascendentes (serat-serat saraf
yang menghantarkan impuls ke otak) untuk diolah di otak, lalu impuls respons dihantarkan
oleh traktus descendentes (serat-serat saraf yang menghantarkan impuls menjauhi otak). Pada
perbatasan antara batang otak dan medulla spinalis terjadi deccusatio (penyilangan) serat-serat
kortikospinal(serat-serat saraf descendentes dari cerebrum ke medulla spinalis). Serat-serat
kortokospinal dari otak kiri menyilang ke bagian kanan medulla spinalis dan serat dari otak
kanan menyilang ke bagian kiri.Penyilangan ini menyebabkan bagian tubuh kanan di

kendalikan oleh otak kiri dan bagian tubuh kiri dikendalikan oleh otak kanan.Batang otak
merupakan tempat melekatnya seluruh saraf kranial, kecuali saraf I dan II yang menempel
pada cerebrum (otak besar). Batang otak terdri dari:
a.

Diensepalon, yaitu bagian otak paling atas, trletak diantara serebelum dengan

mesensepalon, yaitu kumpulan sel saraf yang terdapat di bagian depan lobus temporalis ddan
terdapat kapsula interna yang menghadap ke samping. Fungsi dari diensepalon yaitu, a) vaso
kontruktor yaitu mengecilkan pembuluh darah, b) respiratori yaitu membantu proses
pernapasan, c) mengontrol gerakan reflek, d) membantu pekerjaan jantung.
b.

Mesensepalon terdiri atas 4 bagian yang menonjol ke atas, 2 disebelah atas yang disebut

korpus kuadrigeminus superior, 2 di sebelah awah yang disebut kuadrigeminus inferior.


Mesensefalon mempunyai serat-serat saraf nervus troklearis yang bertugas untuk membantu
pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata, serta memutar mata dan pusat mata.
c.

Medula Oblongata atau sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari

medula spinalis menuju ke otak. Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang
paling bawah yang menghubungkan vons varoli dengan medulla spinalis Sumsum sambung
juga mempengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume
dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu,
sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
d.

Pons Varoli berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan,

juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang. Jembtan varol terletak di depan
serebelum diantara otak tengah dan medulla oblongata. Pada jembatan parol terdapat
premotoksid yang mengatur gerakan pernapasan dan reflek.
1.1.2 Otak Besar
Otak besar atau serebrum merupakan bagian terbesar dari otak manusia, dibagi menjadi dua
belahan yaitu hemisfer sereberum kiri dan kanan. Keduanya dihubungkan satu sama lain
oleh korpus kalosum, suatu pita tebal yang mengandung sekitar 300 juta akson saraf melintang
diantara kedua hemisfer. Setiap hemisfer terdiri dari sebuah substansia grisea (bahan abu-abu)
atau korteks sereberum yang menutupi bagian tengah yang lebih tebal yaitu substansia alba
(bahan putih). Jauh di sebelah dalam substansia alba terdapat substansia grisea yang lain yaitu
nucleus-nukleus basal. Di seluruh SSP, substansia grisea terdiri dari badan-badan sel saraf ang
terkemas rapat dengan dendrit-dendrit mereka dan sel-sel glia. Berkas atau traktus serat-serat

saraf bermielin membentuk substansia alba. Substansia alba berpenampakan putih yang
disebabkan oleh komposisi lemak myelin.
Korteks serebrum terorganisasi menjadi enam lapisan berbatas tegas berdasarkan distribusi
badan sel yang bervaariasi dan serat-serat terkait lain dari beberapa jenis sel tertentu. Lapisanlapisan ini tersusun atas kolom-kolom fungsional, yang berjalan tegak lurus dari permukaan ke
bawah menelusuri kedalaman korteks sampai substansia alba yang mendasarinya. Daerahdaerah korteks bertanggung jawab terhadap persepsi indera-indera memiliki lapisan 4 yang
berkembang, suatu lapisan yang kaya akan sel stelata, yang berperan dalam pengolahan awal
masukan sensorik ke koorteks. Sebaliknya daerah korteks yang mengontrol keluaran ke otot
rangka mempunya 5 laisan yang menebal, yang sangat banyak mengandung sel piramida
besar.Sel-sel ini mengirim serat-serat korda spinalis dari korteks untuk berakhir di berbagai
neuron motorik eferen yang mempersarafi otot rangka.
Pada otak besar ditemukan 4 lobus yaitu:
a.

Lobus frontalis

Terletak di korteks bagian depan bertanggung jawab terhaddap 3 fungsi utama yaitu: (1)
aktivitas motorik volunteer, (2) kemampuana berbicara, (elaborasi pikiran). Daerah di lobus
frontalis belakang tepat di depan sulkus sentralis akhir di neuron-neuron motorik eferen yang
mencetuskan kontraksi otot rangka di sisi kanan tubuh. Stimulasi daerah-daerah yang berlainan
di korteks motorik primer yanh menyebabkan timbulnya gerakan di bagian-bagian tubuh yang
berbeda.Seperti homonkulus motorik yang melukiskan lokasi dan jumlah relative korteks
motorik yang diabdikan sebagai keluaran ke otot-otot tiap-tiap bagian tubuh.
b.

Lobus parietalis

Terletak di depan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh karaco oksipitalis yang berjalan ke
bawah di bagian tengah permukaan lateral tiap-tiap hemisfer. Lobus parietalis menerima kesan
indra yang berbeda dari seluruh tubuh dan dapat merasakan "sakit" atau bug merangkak pada
satu lengan, kaki, atau wajah. Fungsi lobus parietalis: lobus parietalis menggabungkan kesan
dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum, lobus parietalis juga membantu
mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya,
kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang
berlawanan, kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk
melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan arah

kiri-kanan, kerusakan yang luar bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali
bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk
yang sebelumnya dikenal dengan baik. Lobus parietalis juga dianggap sebagai "lobus tangan"
dan menerima sensasi sensoris dari tulang, tendon, otot, dan kulit tangan.
c.

Lobus Temporalis

Lobus temporalis berada di bawah sylvian fissure dan di anterior korteks oksipital dan
parietal. Fungsi Lobus Temporal: dalam lobus temporalis terdapatprimary auditory cortex, the
secondary auditory, dan visual cortex, limbic cortex, dan amygdala. Tiga fungsi basis dari
korteks temporal adalah memprosesinput auditori, mengenali objek visual, dan penyimpanan
jangka lama dari input sensori, ditambah dengan fungsi amigdala, yaitu nada afeksi (emosi)
pada input sensori dan memori.
d.

Lobus oksipitalis

Lobus oksipitalis adalah bagian korteks serebri yang terletak di belakang dan berhubungan
dengan penafsiran rangsangan visual. Korteks visual primer, yang menerima dan menafsirkan
informasi dari retina mata, terletak di lobus oksipitalis.Kerusakan pada lobus ini dapat
menyebabkan masalah penglihatan seperti kesulitan mengenali objek, ketidakmampuan untuk
mengidentifikasi warna, dan kesulitan mengenali kata-kata.
Selain terdiri atas empat lobus otak besar juga memiliki area khusus. Somatic sensoryadalah
area yang menerima impuls dari reseptor sensory tubuh. Primary motor area adalah yang
mengirim impuls ke otot skeletal. Brocaas area adalah terlibat dalam kemampuan bicara.
1.1.3

Otak Kecil

Otak kecil atau cerebellum terletak dalam fosa cranial posterior, dibawah tentorium
cerebellum bagian posterior dari pons varoli dan meula oblongata.Cerebelum mempunyai 2
hemisfer yang dihubungkan oleh fermis. Otak kecil terdiri atas dua belahan dan permukaanya
berlekuk-lekuk.Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur sikap atau posisi tubuh,
keseimbangan, dan koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar.Jika terjadi cedera pada
otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot.Gerakan
menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke
dalam mulutnya.
1.2.1 Medula Spinalis

Medulla spinalis atau yang sering disebut dengan korda spinalis yang terbentang dari foramen
magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong dan agak melebar yang disebut conus
terminalis atau conus medullaris..Pada medulla spinais juga terdapat substansia grisea.
Berlainan dengan substansa yang ada pada oak, substansia grisea yang ada pada medulla
spinalis berbentuk seperti kupu-kupu di bagian dalam dan dikelilingi oleh substansia alba.
Sama halnya seperti otak, substansia pada medulla spinalis tersusun atas badan-badan sel saraf
beserta dendritnya, antar neuron pendek dan sel-sel glia. Substnsi alba tersusun menjadi traktus
yaitu berkas-berkas serat saraf dengan fungsi serupa. Sebagian besar adalah traktus asendens
(korda ke otak), dan traktus desndens (dari otak k). Substansi abu-abu membentuk seperti huruf
H dan terdiri dari tiga bagian yaitu: anterior, posterior dan Comissura abu-abu. Bagian
Posterior sebagai input /afferent, anterior sebagai Output/efferent, comissura abu-abu untuk
refleks silang dan substansi putih merupakan kumpulan serat syaraf bermyelin.
Korda spinalis memiliki fungsi sebagai penghubung untuk menyalurkan informasi antara otak
dan bagian tubuh lainnya, serta mengintegrasikan aktivitas reflek antara masukan aferen dan
keluaran eferen tanpa melibatkan otak, untuk pernapasan, gerakan menelan, dan berperan
dalam muntah.
2.

Sistem Saraf Perifer

Sistem saraf perifer terdiri dari serat-serat saraf yang membawa informasi antara SSP di
bagian-bagian lain tubuh.Sistem saraf perifer terdiri atas sisten saraf cranial dan sistem saraf
spinal. Sistem saraf cranial terdiri atas 12 saraf yaitu:
Nama Saraf Tipe

Fungsi

Olfaktori

Sensorik

Penciuman

Optik

Sensorik

Penglihatan

Okulomotor Motorik

Pergerakan otot bola mata dan kelopak mata

Troklear

Motorik

Pergerakan otot bola mata

Trigeminal

Campuran Sensorik: sensasi di wajah dan mulut,


motorik: mengunyah

Abdusena

Motorik

Pergerakan bola mata

Fasial

Campuran Sensorik: rasa (kecap), motorik: pergerakan di wajah

dan kelenjar pencernaan


Auditori

Sensorik

Pendengaran dan keseimbangan tubuh

Glosofaring Campuran Sensorik: rasa (kecap), motorik: menelan


Vagus

Campuran Saraf utama untuk sistem pusat parasimpatik

Aksesori

Motorik

Hipoglossal Motorik

Menelan dan pergerakan leher


Otot di lidah

Table 1.1 Bagian-bagian saraf cranial beserta fungsi


Sedangkan saraf spinal merupakan saraf yang berasal dari sumsum tulang belakang yang
berhubungan dengan seluruh tubuh. Tersusun atas 31 pasang syaraf spinal yaitu: 8 pasang
syaraf servikal, 12 Pasang syaraf Torakal, 5 Pasang syaraf Lumbal, 5 Pasang syaraf Sakral dan
1 pasang syaraf koksigeal. Saraf-saraf trsebut dikenal sebagai kauda ekuina ekor kuda.
2.1 Sistem Saraf Somatic
Sistem saraf somatic adalah susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur
aktivitas otot sadar atau serat lintang.Jadi saraf ini melakukan sistem pergerakan otot yang
tidak disengaja ataupun disengaja.
2.2 Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom mengendalikan kelenjar dan otot polos, yang mencakup otot jantung, otototot di pembuluh darah, dan otot-otot di bagian dalam lambung dan usus.Otot-otot tersebut
dinamakan otot polos karena jika dilihat dari bawah mikroskop tampak polos.Sebaliknya otot
rangka memiliki gambaran yang berlurik-lurik.Sistem saraf otonomik mendapatkan namanya
dari fakta bahawa banyak aktivitas yang dikendalikannya secara otonom, atau self-regulating
(seperti pencernaan dan sirkulasi) dan terus berjalan kendatipun orang itu sedang tidur atau
tidak sadar.
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum
tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan.Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur
dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion.
Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang
berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.

Sistem

saraf

otonom

dapat

dibagi

atas sistem saraf simpatik dan

sistem

sarafparasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada
posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang
belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion
pendek,sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena
ganglion menempel pada organ yang dibantu. Sistem saraf ini seringkali memiliki aksi
antagonistic.Sebagai contohnya, sistem saraf parasimpatik menyebabkan konstraksi pupil mata,
menstimulasi pengeluaran saliva, dan memperlambat denyut jantung, sistem saraf simpatik
memiliki efek yang berlawanan. Keadaan tubuh yang normal ( di suatu tempat di antara
ekstrem eksitasi dan plasiditas vegetative) dipertahankan oleh keseimbangan di antara kedua
sistem ini. Fungsi-fungsi saraf otonom dapat dibedakan menjadi tabel berikut ini :

Parasimpatik

mengecilkan pupil

menstimulasi aliran ludah

memperlambat denyut jantung

membesarkan bronkus

menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan

mengerutkan kantung kemih

Tabel 1.2 Tabel fungsi saraf simpatik dan para simpatik


D.

Mekanisme Gerak Reflek

Reflek adalah respon yang tidak berubah terhadap rangsangan yang terjadi di luar
kehendak.Rangsangan ini merupakan reaksi organisme terhadap perubahan lingkungan, baik
dalam maupun luar organisme.Reflek dapat berupa peningkatan atau penurunan kegiatan
misalnya kontraksi otot atau relaksasi otot.

Jalur-jaur saraf yang berperan dalam pelaksanaan aktivitas rfleks disebut lengkung reflek.
Komponen-komponen yang dilalui reflek adalah reseptor rangsangan sensoris yang peka
terhadap suatu rangsangan misalnya kulit, neuron aferen atau sensoris yang dapat
mnghantarkan impus menuju ke susunan saraf pusat yaitu medulla spinais, pusat saraf atau
pusat sinaps yang merupakan tempat integrasi di mana masuknya sensoriss dan dianalisis
kembali ke neuron eferen, neuron eferen atau motorik yang menghantarkan impuls ke perifer,
dan alat efektor yang merupakan tempat terjadinya reaksi yang diwakili oleh suatu serat otot
atau kelenjar.
Jenis reflek dikelompokan ke dalam beberapa bagian diantaranya:
1.

Jenis reflek berdasarkan letak reseptor yaitu: reflek ekstroseptif yang timbul karena

rangsangan pada reseptor permukaan tubuh, reflek interoreseptif timbul karena rangsangan
yang timbul pada alat dalam tubuh atau pembuluh darah, dan reflek proreseptif timbul karena
rangsangan pada otot, tendo, dan sendi untuk keseimbangan.
2.

Jenis reflek berdasarkan bagian saraf pusat yaitu: reflek spinal melibatkan neuron di

medulla spinalis, reflek bulbar melibatkan neuron di medulla oblongata, reflek kortikal
melibatkan neuron korteks serebri.
3.

Jenis reflek berdasarkan timbulnya yaitu: reflek tak bersyarat, reflek yang dibawa sejak

lahir dan bersifat menetap, reflek bersyarat adalah reflek yang di dapat saat pertumbuhan yang
berdasarkan pengalaman hidup.
4.

Jenis reflek berdasarkan jumlah neuron yaitu: reflex monosinaps yang melaui proses satu

sinaps

dan

dua

neuron

yang

langsung

berhubungan

dengan

saraf

pusat, reflek

polisinaps melalui beberapa interneuron yag menghubungkan aferen dengan eferen, reflek
patologis biasanya terjadi pada anak bayi
HUBUNGAN NYA DENGAN SKENARIO
Nervus fasialis
Nervus facialis bersifat somatomotorik, viseromotorik, dan somatosensorik. Serat-serat
Upper Motor Neuron (UMN) dan N.facialis (N.VII) berasal dari korteks serebri hingga nukleus
N.fasialis. daerah motorik pertama berasal dari sepertiga bawah girus presentralis, serat-serta
ini berjalan ke bawah melalui genu dari kapsula interna (sebagai traktus pontes) ke basis
pedunkuli dan berakhir pada N.VII kontralateral. Komponen dari N.VII yang menginervasi

bagian atas wajah berasal dari korteks yang kontralateral saja. Daerah motorik kedua, terletak
di lobus temporalis.
Serat-serat Lower Motor Neuron (LMN) berasal dari nukleus N.VII ke bawah. Serabut
N.fasialis meninggalkan batang otak bersama N.Oktavus dan N.Intermedius masuk ke dalam
os.petrosum melalui MAI, sampai ke cavum timpani bergabung dengan ganglion genikulatum
sebagai induk sel pengecap 2/3 bagian depan lidah. Dari ganglion ini N.VII bercabang ke
ganglion optikum dan ganglion pterigopalatinum yang menghantarkan impuls sekretomotorik
untuk kelenjar salivarius dan kelenjar lakrimalis. N.fasialis keliuar dari tengkorak melalaui
foramen stilomstoideus memberikan cabang untuk mempersarafi otot-otot wajah mulai dari
M.frontalis sampai M.platisma.

3.Jelaskan mengapa wajah kanan tiba-tiba terasa seperti tertarik kearah kiri?dan adakah
hubungannya dengan mata sulit menutup?
Nucleus komponen motoric nervus fasialis terletak dibagian ventrolateral tegmentum
pontis.neuron nucleus motoric ini analog dengan sel-sel kornu anterius medulla spinalis,tetapi
secara embriologi berasal dari lengkung brankhialis kedua.Serabut radiks nucleus ini memiliki
perjalanan yang rumit.Di dalam batang otak serabut ini berjalan memutari nucleus
abdusens(membentuk yang disebut genu internum nervus fasialis),sehingga membentuk
penonjolan kecil di dasar ventrikel keempat(kolikulus fasialis).Kemudian serabut ini
membentuk berkas yang padat,yang berjalan di ventrolateral menuju ujung kaudal pons dan
kemudian keluar batang otak,menembus ruang subrakhnoid di cerebellopontine angle,dan
kemudian memasuki meatus akustikus internus bersama dengan nervus intermedius dan nervus
kranialis VIII.Di dalam meatus,nervus fasialis dan nervus intermediusterpisah dari nervus
kranialis VIII dan berjalan kea rah lateral di kanalis fasialis.Setinggi ganglion,kanalis fasialis
menurun curam(genu eksternum nervus fasialis).Pada bagian ujung bawah kanalis
fasalis,nervus fasialis keluar dari tengkorak melalui foramen stilomastoideum.Masing-masing
serabut motoriknya kemudian di distribusikan ke seluruh region wajah(beberapa di antaranya
ada yang berjalan melalui glandula parotidea terlebih dahulu).Serabut-serabut tersebut
mempersarafi semua otot ekspresi wajah yang berasal dari lengkung brankhialis kedua,yaitu
m.orbikularis oris dan m.orbikularis okuli,m.businator,m.oksipitalis,m.frontalis dan otot-otot
yang lebih kecil di daerah ini dan juga m.stapedius,m.platisma,m.stilohideus,dan venter
posterior m.digastrikus.

Refleks yang melibatkan nervus fasialis.


Nukleus motoric nervus fasialis berperan pada beberapa lengkung reflex.Pada reflex
kedip,stimulus visual yang kuat mencetuskan kolikulus superior untuk mengirimkan impuls
visual ke nukelus fasialis di pons melalui traktus tektobulbaris,yang mengakibatkan mata
segera tertutup.Begitu pula pada reflex stapedius,impuls auditorik dihantarkan dari nukelus
dorsalis korpus trapezoideum ke nucleus fasialis dan menimbulkan kontraksi atau relaksasi
m.stapedius,tergantung pada kekuatan stimulus auditorik
Kesimpulan:Jika terjadi gangguan pada nervus VII dapat mengakibatkan gangguan
pada daerah yang dipersarafinya,seperti gangguan pada muka dan menutup bola mata.

4. Mekanisme hubungan antara hipertensi dan bells palsy .


Etiologi dari bells palsy

Penyebab tersering adalah virus herpes simpleks-tipe 1


Penyebab lain:
1
2
3
4
5
6

Infeksi virus lain.


Neoplasma: setelah pengangkatan tumor otak (neuroma akustik) atau tumor lain.
Trauma: fraktur basal tengkorak, luka ditelinga tengah, dan menyelam.
Neurologis: sindrom Guillain-Barre.
Metabolic: kehamilan, diabetes militus, hipertiroidisme, dan hipertensi.
Toksik: alcohol, talidomid, tetanus, dan karbonmonoksida.

Mekanisme hubungan antara hipertensi dan bells palsy adalah


Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah Kurangnya
asupan darah yang terjadi menyebabkan gangguan mikrosirkulasi di dalam saraf fasialis
sehingga saraf kekurangan oksigen yang mengakibatkan gangguan fungsi saraf fasialis.

5. Jelaskan perbedaan gangguan UMN dan LMN!


Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks motorik serebri
atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam sistem saraf pusat.
Lower motor neuron (LMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi
serat-serat sarafnya keluar dari sistem saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka.
Gangguan fungsi UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat
kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan UMN. Kerusakan LMN menimbulkan kelumpuhan otot
yang 'lemas', ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot rangka (hiporefleksia).
Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan kaku (rigid), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan
mudah ditimbulkan refleks otot rangka (hiperrefleksia). Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling
menyilang.
UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medula
spinalis. Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN. Berkas tersebut akan
menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot rangka akan menyilang, sehingga kerusakan UMN
diatas batang otak akan menimbulkan kelumpuhan pada -otot sisi yang berlawanan.
UMN berasal dari kortek serebri dan menjulur ke bawah, satu bagian (traktus
kortikobulbaris) berakhir pada batang otak sedangkan bagian lainnya (traktus kortikospinalis)
menyilang bagian bawah modula oblongata dan terus turun ke dalam medulla spinalis. Nuklei
nervus kranialis merupakan ujung akhir traktus kortikobulbaris.

Traktus

kortikospinalis berakhir di daerah kornu anterior medulla spinalis servikal

sampai sacral. Serabut-serabut spinalis yang melalui piramide modula oblongata membentuk
traktus piramidalis. Serabut - serabut saraf dalam traktus kortikospinalis merupakan penyalur
gerakan voluntary, terutama gerakan halus, disadari, dan mempunyai ciri tersendiri.
LMN mencakup sel-sel motoric nuclei nervus kranialis dan aksonnya serta sel-sel
kornu anterior medulla spinalis dan aksonnya. Serabut-serabut motorik keluar melalui radiks
anterior atau motorik medulla spinalis, dan mempersarafi otot-otot. Lesi pada UMN dan LMN
menyebabkan perubahan-perubahan khas pada respon otot. Pengetahuan mengenai perbedaan
kelemahan otot akan mempermudah menentukan letak lesi neurologis tersebut.
Perbedaan antara Kelemahan UMN dan LMN.

UMN : kehilangan kontrol volunter, peningkatan tonus otot, spastisitas otot, tidak ada atropi otot, reflek
hiperaktif dan abnormal.
LMN : kehilangan kontrol volunter, penurunan tonus otot, paralysis flaksid otot, atropi otot, tidak ada atau
penurunan reflek.
Upper Motoneuron,
Tanda-tanda kelumpuhan UMN :
1

Tonus otot meninggi atau hypertonia


Akibat hilangnya pengaruh inhibisi korteks motoric tambahan terhadap inti-inti intrinsic
medulla spinalis.

2
3

Hiperefleksia
Merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan pyramidal dan ekstra pirimidal
tidak dapat disampaikan kepada motoneuron.

Klonus
Hiperefleksia sering diiringi oleh klonus. Tanda ini adalah gerak otot reflektorik,
yang bangkit secara berulang-ulang selama perangsangan masih berlangsung.

5
6
7

Reflex patologik
Tidak ada atrofi pada otot-otot yang lumpuh
Reflex automatisme spinal

Lower Motoneuron,
Tanda-tanda kelumpuhan LMN :

Seluruh gerakan, baik yang voluntary maupun yang reflektotik tidak dapat

dibangkitkan. Ini berarti bahwa kelumpuhan disertai oleh :


a Hilangnya reflex tendon
b Tak adanya reflaks patologik
Karena lesi LMN ini, maka bagian eferen lengkung reflex, berikut gamma loop

tidak berfungsi lagi, sehingga:


c Tonus otot hilang
Musnahnya motoneuron berikut dengan aksonnya berarti pula bahwa kesatuanmotoric
runtuh, sehingga:
d Atrofi otot cepat terjadi

Karakteristik
Jenis dan distribusi kelemahan

UMN
LMN
Lesi di otak : distribusi Bergantung
piramidalis
distal

yaitu

terutama

LMN

yang

bagian terkena yaitu sgmen radiks,


otot-otot atu saraf yang mana.

tangan, ekstensor lengan dan


fleksor tungkai lebih lemah.
Lesi

di

medulla

spinalis

:bervareasi bergantung lokasi


lesi.
Spastisitas : lebih nyata pada Flaksid

Tonus

fleksor lengan dan ekstensor


Massa otot

tungkai
Hanya sedikit

Refleks

disuse atropi
Meninggi : Babinski positif

Menurun atau tidak ada :

Tidak
Seringkali ada

Babinski negative
Ada
Tidak ada.

Fasikulasi
Klonus

mengalami Atropi dapat sangat jelas

Tonus dan Kekuatan Otot


Tonus otot, yaitu resistensi yang terdeteksi oleh pemeriksa saat menggerakkan sendi
secara pasif,

seringkali terganggu jika terdapat gangguan sistrm saraf. Gangguan UMN

menigkatkan tonus otot, sedangakan gangguan LMN menurunkan tonus otot

6. Apa hubungan terkena angin selama berjam-jam di malam hari dengan penyakit pada
skenario!

Karena proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam bahasa inggris cold,
nervus fasialis bisa sembab. Karena itu ia terjepit di dalam foramen stilomastoideum dan
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan tersebut dinamakan Bellss Palsy .
Bagian atas dan bawah dari otot wajah semuanya lumpuh. Dahi tidak dapat kerutkan. Fissure
palpebral tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam ke atas terlihatlah bola mata yang
berbalik ke atas. Sudut mulut tidak dapat diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan plastima
tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmus, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar
karena tertimbun disitu.
( Source: Neurologi Klinis Dasar)
Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum
timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons
yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis.
Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis
atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul
bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3
bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy
adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf
kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit.
( Source: bells-palsy-referat.html )

7. Jelaskan alur diagnosis pada skenario!


Anamnesa

Rasa nyeri
Gangguan atau kehilangan pengecapan.
Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan

terbuka atau di luar ruangan.


Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan,
otitis, herpes, dan lain-lain.

Pemeriksaan Fisik
Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :

Mengerutkan dahi
Memejamkan mata
Mengembangkan cuping hidung
Tersenyum
Bersiul
Mengencangkan kedua bibir

Paralisis fasialis mudah didiagnosis dengan pemeriksaan fisik yang lengkap untuk
menyingkirkan kelainan sepanjang perjalanan saraf dan kemungkinan penyebab lain. Adapun
pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan gerakan dan ekspresi wajah. Dua
Pemeriksaan ini akan menemukan kelemahan pada seluruh wajah sisi yang terkena. Kemudian,
pasien diminta menutup mata dan mata pasien pada sisi yang terkena memutar ke atas. Bila
terdapat hiperakusis, saat stetoskop diletakkan pada telinga pasien maka suara akan terdengar
lebih jelas pada sisi cabang muskulus stapedius yang paralisis. Tanda klinis yang membedakan
Bells palsy dengan stroke atau kelainan yang bersifat sentral lainnya adalah tidak terdapatnya
kelainan pemeriksaan saraf kranialis lain, motorik dan sensorik ekstremitas dalam batas
normal, dan pasien tidak mampu mengangkat alis dan dahi pada sisi yang lumpuh.

Pemeriksaan Penunjang
Bells palsy merupakan diagnosis klinis sehingga pemeriksaan penunjang perlu dilakukan
untuk menyingkirkan etiologi sekunder dari paralisis saraf kranialis. Pemeriksaan radiologis
dengan CT-scan atau radiografi polos dapat dilakukan untuk menyingkirkan fraktur, metastasis
tulang, dan keterlibatan sistem saraf pusat (SSP). Pemeriksaan MRI dilakukan pada pasien
yang dicurigai neoplasma di tulang temporal, otak, glandula parotis, atau untuk mengevaluasi
sklerosis multipel. Selain itu, MRI dapat memvisualisasi perjalanan dan penyengatan kontras
saraf fasialis.
Pemeriksaan neurofisiologi pada Bells palsy sudah dikenal sejak tahun 1970- sebagai prediktor
kesembuhan, bahkan dahulu sebagai acuan pada penentuan kandidat tindakan dekompresi
intrakanikular. Grosheva et al melaporkan pemeriksaan elektromiografi (EMG) mempunyai
nilai prognostik yang lebih baik dibandingkan elektroneurografi (ENG). Pemeriksaan serial
EMG pada penelitian tersebut setelah hari ke-15 mempunyai positive-predictive- value (PPV)
100% dan negative-predictive-value (NPV) 96%. Spektrum abnormalitas yang didapatkan
berupa penurunan amplitudo Compound Motor Action Potential (CMAP), pemanjangan latensi
saraf fasialis, serta pada pemeriksaan blink reflex didapatkan pemanjangan gelombang R1

ipsilat- eral.11 Pemeriksaan blink reflex ini sangat bermanfaat karena 96% kasus didapatkan
abnormalitas hingga minggu kelima, meski demikian sensitivitas pemeriksaan ini rendah.
Abnor- malitas gelombang R2 hanya ditemukan pada 15,6% kasus.

8. TATA LAKSANA KASUS PADA SKENARIO!


1. Istirahat terutama pada keadaan akut
2. Medikamentosa
Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1
mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian),
dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk
meningkatkan peluang kesembuhan pasien.
Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya
kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus
fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit.

Penggunaan obat- obat antivirus . Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan
dalam penatalaksanaan Bells palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat
juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi
prednison.Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari

onset penyakit untuk mencegah replikasi virus


3. Perawatan mata:
Pasien disarankan melindungi matanya dari terpaan debu dan angin secara langsung

4.

untuk menghindari terjadinya iritasi.


Kornea mata memiliki risiko mengering dan terpapar benda asing. Proteksinya dapat
dilakukan dengan penggunaan air mata buatan (artificial tears)
Fisioterapi

Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut.
Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang

lumpuh. Cara yang sering

digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan
faradisasi.
Pasien juga diajarkan untuk melatih gerakan-gerakan didepan kaca seperti : mengangkat
alis dan mengerutkan dahi keatas, menutup mata,tersenyum, bersiul, menutup mulut dengan
rapat, mengangkat sudut bibir ke atas dan memperlihatkan gigi-gigi, mengembangkempiskan
cuping hidung, mengucapkan kata-kata labil a,i,u,e,o minimal 4x sehari selama 5-10 menit.

9. Jelaskan working diagnosis pada scenario!


Bells Palsy
Bells palsy merupakan kelemahan wajah dengan tipe lower motor neuron yang disebabkan
oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik di luar sistem saraf pusat, tanpa adanya penyakit
neurologik lainnya.Sindrom ini pertama sekali dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang
anatomis dan dokter bedah bernama Sir Charles Bell.
Insidens sindrom ini sekitar 23 kasus per 100 000 orang setiap tahun.

Manifestasi

klinisnya terkadang dianggap sebagai suatu serangan stroke atau gambaran tu- mor yang
menyebabkan separuh tubuh lumpuh atau tampilan distorsi wajah yang akan bersifat permanen.
Oleh karena itu, perlu diketahui mengenai Bells palsy oleh dokter pelayanan primer agar tata
laksana yang tepat dapat diberikan tanpa melupakan diagnosis banding yang mungkin
didapatkan.
Etiologi dan Patofisiologi
Terdapat lima teori yang kemungkinan menyebabkan terjadinya Bells palsy, yaitu
iskemik vaskular, virus, bakteri, herediter, dan imunologi. Teori virus lebih banyak dibahas
sebagai etiologi penyakit ini.
Manifestasi Klinis
Berdasarkan letak lesi, manifestasi klinis Bells palsy dapat berbeda.Bila lesi di foramen
stylomastoid, dapat terjadi gangguan komplit yang menyebabkan paralisis semua otot ekspresi
wajah. Saat menutup kelopak mata, kedua mata melakukan rotasi ke atas (Bells
phenomenon). Selain itu, mata dapat terasa berair karena aliran air mata ke sakus lakrimalis
yang dibantu muskulus orbikularis okuli terganggu. Manifestasi komplit lainnya ditunjukkan
dengan makanan yang tersimpan antara gigi dan pipi akibat gangguan gerakan wajah dan air
liur keluar dari sudut mulut.
Lesi di kanalis fasialis (di atas persimpangan dengan korda timpani tetapi di bawah
ganglion genikulatum) akan menunjuk semua gejala seperti lesi di foramen stylomastoid
ditambah pengecapan menghilang pada dua per tiga ante- rior lidah pada sisi yang sama.

Bila lesi terdapat di saraf yang menuju ke muskulus stapedius dapat terjadi hiperakusis
(sensitivitas nyeri ter- hadap suara keras). Selain itu, lesi pada ganglion genikulatum akan
menimbulkan lakrimasi dan berkurangnya salivasi serta dapat melibatkan saraf kedelapanyang
dibantu muskulus orbikularis okuli terganggu. Manifestasi komplit lainnya ditunjukkan dengan
makanan yang tersimpan antara gigi dan pipi akibat gangguan gerakan wajah dan air liur
keluar dari sudut mulut.
Lesi di kanalis fasialis (di atas persimpangan dengan korda timpani tetapi di bawah
ganglion genikulatum) akan menunjuk semua gejala seperti lesi di foramen stylomastoid
ditambah pengecapan menghilang pada dua per tiga ante- rior lidah pada sisi yang sama.
Bila lesi terdapat di saraf yang menuju ke muskulus stapedius dapat terjadi hiperakusis
(sensitivitas nyeri ter- hadap suara keras). Selain itu, lesi pada ganglion genikulatum akan
menimbulkan lakrimasi dan berkurangnya salivasi serta dapat melibatkan saraf kedelapan.
Pemeriksaan Fisik
Paralisis fasialis mudah didiagnosis dengan pemeriksaan fisik yang lengkap untuk
menyingkirkan kelainan sepanjang perjalanan saraf dan kemungkinan penyebab lain. Adapun
pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan gerakan dan ekspresi wajah. Pemeriksaan ini
akan menemukan kelemahan pada seluruh wajah sisi yang terkena. Kemudian, pasien diminta
menutup mata dan mata pasien pada sisi yang terkena memutar ke atas.
Bila terdapat hiperakusis, saat stetoskop diletakkan pada telinga pasien maka suara akan
terdengar lebih jelas pada sisi cabang muskulus stapedius yang paralisis. Tanda klinis yang
membedakan Bells palsy dengan stroke atau kelainan yang bersifat sentral lainnya adalah
tidak terdapatnya kelainan pemeriksaan saraf kranialis lain, motorik dan sensorik ekstremitas
dalam batas normal, dan pasien tidak mampu mengangkat alis dan dahi pada sisi yang
lumpuh. Pemeriksaan Penunjang
Bells palsy merupakan diagnosis klinis sehingga pemeriksaan penunjang perlu dilakukan
untuk menyingkirkan etiologi sekunder dari paralisis saraf kranialis.
1. Pemeriksaan radiologis dengan CT-scan atau radiografi polos dapat dilakukan untuk
menyingkirkan fraktur, metastasis tulang, dan keterlibatan sistem saraf pusat (SSP).
2. Pemeriksaan MRI dilakukan pada pasien yang dicurigai neoplasma di tulang temporal,
otak, glandula parotis, atau untuk mengevaluasi sklerosis multipel. Selain itu, MRI
dapat memvisualisasi perjalanan dan penyengatan kontras saraf fasialis.

3. Pemeriksaan serial EMG pada penelitian tersebut setelah hari ke-15 mempunyai
positive-predictivevalue (PPV) 100% dan negative-predictive-value (NPV) 96%.
Spektrum abnormalitas yang didapatkan berupa penurunan amplitudo Compound
Motor Action Potential (CMAP), pemanjangan latensi saraf fasialis, serta pada
pemeriksaan blink reflex didapatkan pemanjangan gelombang R1 ipsilateral.
Pemeriksaan blink reflex ini sangat bermanfaat karena 96% kasus didapatkan
abnormalitas hingga minggu kelima, meski demikian sensitivitas pemeriksaan ini
rendah. Abnormalitas gelombang R2 hanya ditemukan pada 15,6% kasus.
Tata Laksana
Terapi Non-farmakologis
1. Kornea mata memiliki risiko mengering dan terpapar benda asing. Proteksinya dapat
dilakukan dengan penggunaan air mata buatan (artificial tears), pelumas (saat tidur),
kaca mata, plester mata, penjahitan kelopak mata atas, atau tarsorafi lateral (penjahitan
bagian lateral kelopak mata atas dan bawah).Masase dari otot yang lemah dapat
dikerjakan secara halus dengan mengangkat wajah ke atas dan membuat gerakan
melingkar. Tidak terdapat bukti adanya efektivitas dekompresi melalui pembedahan
saraf fasialis, namun tindakan ini kadang dilakukan pada kasus yang berat dalam 14
hari onset.
2. Rehabilitasi

fasial

meliputi

edukasi,

pelatihan

neuro-muskular,

masase,

meditasirelaksasi, dan program pelatihan di rumah. Terdapat 4 kategori terapi yang


dirancang sesuai dengan keparahan penyakit, yaitu kategori inisiasi, fasilitasi, kontrol
gerakan, dan relaksasi.
Kategori inisiasi ditujukan pada pasien dengan asimetri wajah sedang-berat saat
istirahat dan tidak dapat memulai gerakan pada sisi yang lumpuh. Strategi yang
digunakan berupa masase superfisial disertai latihan gerak yang dibantu secara aktif
sebanyak 10 kali yang dilakukan 1-2 set per hari dan menghindari gerakan wajah
berlebih. Sementara itu, Kategori fasilitasi ditujukan pada pasien dengan asimetri wajah
ringan-sedang saat istirahat, mampu menginisiasi sedikit gerakan dan tidak terdapat
sinkinesis. Strategi yang digunakan berupa mobilisasi jaringan lunak otot wajah yang
lebih agresif dan reedukasi neuromuskular di depan kaca (feedback visual) dengan
melakukan gerakan ekspresi wajah yang lambat, terkontrol, dan bertahap untuk
membentuk gerakan wajah yang simetris. Latihan ini dilakukan sebanyak minimal 2040 kali dengan 2-4 set per hari.

Kategori kontrol gerakan yang ditujukan pada pasien dengan simetri wajah ringansedang saat istirahat, masih mampu menginisiasi sedikit gerakan, dan terdapat
sinkinesis. Strategi yang digunakan berupa mobilisasi jaringan lunak dalam otot wajah
dengan agresif, reedukasi neuromuskular di depan kaca seperti kategori fasilitasi,
namun secara simultan mengontrol gerakan sinkinesis pada bagian wajah lainnya, dan
disertai inisiasi strategi meditasi-relaksasi.
Kategori relaksasi yang ditujukan pada pasien dengan kekencangan seluruh wajah
yang parah karena sinkinesis dan hipertonisitas. Strategi yang digunakan berupa
mobilisasi jaringan lunak dalam otot wajah dengan agresif, reedukasi neuromuskular di
depan kaca, dan fokus pada strategi meditasi-relaksasi yaitu meditasi dengan gambar
visual atau audio difokuskan untuk melepaskan ketegangan pada otot yang sinkinesis.
Latihan ini cukup dilakukan 1-2 kali per hari.
Terapi Farmakologis
Inflamasi dan edema saraf fasialis merupakan penyebab paling mungkin dalam
patogenesis Bells palsy. Penggunaan steroid dapat mengurangi kemungkinan paralisis
permanen dari pembengkakan pada saraf di kanalis fasialis yang sempit. Steroid, terutama
prednisolon yang dimulai dalam 72 jam dari onset, harus dipertimbangkan untuk optimalisasi
hasil pengobatan. Dosis pemberian prednison (maksimal 40- 60 mg/hari) dan prednisolon
(maksimal 70 mg) adalah 1 mg per kg per hari peroral selama enam hari diikuti empat hari
tappering off. Efek toksik dan hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan steroid jangka
panjang (lebih dari 2 minggu) berupa retensi cairan, hipertensi, diabetes, ulkus peptikum,
osteoporosis, supresi kekebalan tubuh (rentan terhadap infeksi), dan Cushing syndrome.
Ditemukannya genom virus di sekitar saraf ketujuh menyebabkan preparat antivirus digunakan
dalam penanganan Bells palsy. Namun, beberapa percobaan kecil menunjukkan bahwa
penggunaan asiklovir tunggal tidak lebih efektif dibandingkan kortikosteroid.
Komplikasi
Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bells palsy, adalah
(1) Regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan paresis seluruh
atau beberapa muskulus fasialis
(2) Regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan pengecapan),
ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sama
dengan stimuli normal)

(3) Reinervasi yang salah dari saraf fasialis. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis dapat
menyebabkan (1) sinkinesis yaitu gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunter,
contohnya timbul gerakan elevasi involunter dari sudut mata, kontraksi platysma, atau
pengerutan dahi saat memejamkan mata, (2) crocodile tear phenomenon, yang timbul beberapa
bulan setelah paresis akibat regenerasi yang salah dari serabut otonom, contohnya air mata
pasien keluar pada saat mengkonsumsi makanan, dan (3) clonic facial spasm (hemifacial
spasm), yaitu timbul kedutan secara tiba-tiba (shock-like) pada wajah yang dapat terjadi pada
satu sisi wajah saja pada stadium awal, kemudian mengenai sisi lainnya (lesi bilateral tidak
terjadi bersamaan).
Prognosis
Sekitar 80-90% pasien dengan Bells palsy sembuh total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60%
kasus membaik dalam 3 minggu. Sekitar 10% mengalami asimetri muskulus fasialis persisten,
dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren.
Diagnosis klinik

Paresis saraf VII kanan LMN

Diagnosis klinis

Viral infection

Diagnosis topis

Saraf VII kanan perifer

Diagnosis patofisiologis
Diagnosis

Inflamasi
Bells falsy kanan DD/ Hemifaresis Dextra Suspect Stroke

10. Jelaskan Differential diagnosis pada scenario!


Defenisi Stroke
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau
kematian. Secara umum stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD)
dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai
penyakit akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO).
Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack),
merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas
Stroke Non Hemoragik
Klasifikasi Stroke Non Hemoragik

Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik
(kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik:
i. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
ii. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
iii. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
iv. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal:
i. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak.
Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang
kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang
diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga
diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein
(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah
ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
ii. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang
lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah
tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
Gejala Stroke Non Hemoragik
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah
terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.

i. Buta mendadak (amaurosis fugaks).


ii. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila
gangguan terletak pada sisi dominan.
iii. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat
disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
i. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
ii. Gangguan mental.
iii. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
iv. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
v. Bisa terjadi kejang-kejang.

c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.


i. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di
pangkal maka lengan lebih menonjol.
ii. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
iii. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d.

Gejala akibat penyumbatan system vertebrobasilar.


i. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
ii. Meningkatnya refleks tendon.
iii. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
iv. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar
(vertigo).
v. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
vi. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit
bicara (disatria).
vii. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap
(strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi).
viii.

Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola

mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis),

kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan
atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
ix. Gangguan pendengaran.
x. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
i. Koma
ii. Hemiparesis kontra lateral.
iii. Ketidakmampuan membaca (aleksia).
iv. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
i. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu,
Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran
melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara
orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti
pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan
lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya
kerusakan otak.
ii. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan
dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah
ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah
ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi
ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
iii. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
iv. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah
terjadinya kerusakan otak.
v. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang
sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering
bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari
yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
vi. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan

melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.


vii. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan
pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan
terjadinya gangguan bicara.
viii. Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi
virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
ix. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.

11.Jelaskan Differential diagnosis 2 pada scenario!


DEFINISI
Ramsay Hunt Syndrome (SRH) adalah Herpes Zoster yang mengenai saraf auditorius dan
fasialis yang disertai paralysis fasial ipsilateral dan biasanya hanya berlangsung sebentar, serta
vesikel-vesikel telinga luar atau membrana tympani yang juga dapat atau tidak dapat disertai
dengan tinitus, vertigo, dan gangguan pendengaran. Disebut juga geniculate neuralgia atau
otalgia, herpes zoster auricularis atau oticus, otic neuralgia, dan Hunts syndrome, disease atau
neuralgia.
Definisi lain dari SRH adalah suatu parese nervus VII perifer yang disertai dengan eritem
vesikuler pada telinga dan mulut
Virus ini diyakini menginfeksi saraf fasial dekat labirin, yang pada kondisi tertentu
mengakibatkan peradangan lokal berupa iritasi dan bengkak. Gejala-gejala yang timbul
menggambarkan tingkat keparahan dari inflamasi saraf yang terjadi.
EPIDEMIOLOGI
SRH termasuk salah satu penyakit yang terjadi di dalam dunia kesehatan.SRH sendiri termasuk
ke dalam penyakit yang jarang menurut the Office Of Rare Disease of the National Institutes of
Health (USA), artinya penyakit ini diderita kurang dari 200,000 orang di Amerika, dimana
populasinya mencapai 300 juta. SRH dikatakan sebagai salah satu penyebab kelamahan otot
wajah unilateral dengan angka 16% pada anak-anak dan 18% pada orang dewasa. SRH sangat

jarang terjadi pada anak yang usianya dibawah 6 tahun. Selain itu SRH juga dikatakan menjadi
penyebab dari Bells Palsy sebanyak 20% dari kasus yang ada.
ETIOLOGI
Virus Herpes Zoster (sejenis dengan virus cacar air) mengenai saraf kulit sesisi tubuh. Virus ini
umumnya menyerang manusia dan menyebabkan demam yang sangat berat. Virus Varicella
Zoster juga menyebabkan dua penyakit lain, yaitu penyakit ruam saraf (suatu infeksi atau
peradangan yang mempengaruhi saraf, disebut juga "dorsal roots" dan terjadi pada batang
otak) dan chicken pox (suatu penyakit yang ditandai oleh satu ruam yang gatal, biasanya pada
anak-anak).
Virus varisela zoster, yang dorman pada sel ganglion radiks dorsalis setelah infeksi cacar air
sebelumnya, dapat tereaktivasi sebagai herpes zoster. Pasien mengalami nyeri local dan gatal
sebelum munculnya ruam bervesikel pada kulit. Beberapa varian dari herpes zoster salah
satunya adalah Sindrom Ramsay Hunt (SRH), dengan palsi fasialis unilateral tipe LMN dan
vesikel pada kanalis auditorius eksternus. Dapat terjadi nyeri telinga hebat dan kadang disertai
dengan vertigo, tinnitus, dan tuli (zoster otikus).
Virus Varicella Zoster menyebabkan dua jenis penyakit, SRH dan penyakit lain yang
menyebabkan paralysis fasial, yaitu Bell's Palsy. Virus ini diyakini menginfeksi saraf fasial
dekat labirin, yang pada kondisi tertentu mengakibatkan peradangan lokal berupa iritasi dan
bengkak. Gejala-gejala yang timbul menggambarkan tingkat keparahan dari inflamasi saraf
yang terjadi.
PATOGENESIS
Pada tahap awal virus varisela zoster masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas atas dan
mukosa konjungtiva, kemudian bereplikasi pada kelenjar limfe regional dan tonsil. Virus
kemudian menyebar melalui aliran darah dan berkembang biak di organ dalam. Fokus replikasi
virus terdapat pada system retikuloendotelial hati, limpa dan organ lain. Pada saat titer tinggi,
virus dilepaskan kembali ke aliran darah (viremia kedua) dan membentuk vesikel pada kulit
dan mukosa saluran nafas atas. Kemudian berkembang dan menyebar melalui saraf sensoris
dari jaringan kutaneus, menetap pada ganglion serebrospinalis dan ganglion saraf kranial.
Parese nervus VII timbul akibat reaktivasi virus varisela zoster yang menetap pada ganglion
genikulatum dan proses ini disebut dengan ganglionitis. Ganglionitis menekan selubung
jaringan saraf, sehingga menimbulkan gejala pada nervus VII. Peradangan dapat meluas

sampai ke foramen stilomastoid. Gejala kelainan nervus VIII yang juga dapat timbul akibat
infeksi padaganglion yang terdapat di telinga d alam atau penyebaran proses peradangan dari
nervus VII. Lokasi ruam bervariasi dari pasien ke pasien, seperti halnya wilayah dipersarafi
oleh nervus intermedius (yaitu, bagian sensorik dari CN VII). Daerah ini mungkin termasuk
anterior dua pertiga dari lidah, langit-langit lunak, kanal auditori eksternal, dan pinna.
GEJALA KLINIS
SRH dapat terjadi pada segala usia, tetapi sebagian besar terjadi antara umur 40 dan 60 tahun.

Penderita secara umum sakit dengan suhu febris atau subfebris.

Eritema dan vesikel-vesikel dapat dilihat di telinga bagian luar dan saluran telinga
bagian luar.

Lymphadenitis regional (terpisah).

Nyeri saraf yang berat dapat ditemukan.

Paralysis fasial bagian perifer ditemukan pada 60%-90% kasus.

Ketulian retrocochlear yang berat timbul pada 40% kasus.

Vertigo dan kehilangan keseimbangan terjadi pada 40% kasus dengan nistagmus ke
arah sisi yang sehat.

DIAGNOSIS
Diagnosis SRH ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.Pemeriksaan fungsi
nervus VII diperlukan untuk menentukan letak lesi, beratnya kelumpuhan dan evaluasi
pengobatan. Pemeriksaan meliputi fungsi motorik otot wajah, tonus otot wajah, gustatometri
dan tes Schimer.
Dari dalam anamnesis riwayat penyakit dahulu bisa didapatkan ada riwayat terkena penyakit
cacar air.Penyakit ini didahului dengan gejala prodromal berupa nyeri kepala, nyeri telinga,
lesu, demam, sakit kepala, mual dan muntah. Lesi terdapat di telinga luar dan sekitarnya,
kelainan berupa vesikel berkelompok di atas daerah yang eritema, edema dan disertai rasa
nyeri seperti terbakar pada telinga dan kulit sekitarnya (nyeri radikuler). Gejala-gejala yang
biasanya dikeluhkan adalah nyeri telinga paroksismal, ruam pada telinga atau mulut (80% pada
kasus yang ada, ruam bisa menjadi awal dari adanya paresis), ipsilatereal lower motor neuron

paresis wajah (N. VII), vertigo, ipsilateral ketulian (50% kasus), tinnitus, sakit kepala,
diastrhia, gait ataxia, cervical adenopathy. Nyeri telinga sering kali nyeri menjalar ke luar
telinga sampai ke daun telinga. Nyeri bersifar konstan, difus, dan tumpul. Nyeri muncul
biasanya beberapa jam sampai beberapa hari setelah muncul ruam.
Pemeriksaan dan otoscopy menunjukkan vesikel-vesikel di dalam saluran atau di membrana
tympani. Derajat kelumpuhan saraf fasialis dapat dinilai secara subjektif dengan menggunakan
sistim House-Brackmann selain itu derajad dapat digunakan untuk evaluasi.

Tabel House - Brackman

Disamping itu juga dapat dilakukan tes topografi untuk menentukan letak lesi saraf fasialis
dengan tes Schirmer dan tes gustometri. Pemeriksaan N. VII dimulai dari fungsi saraf motorik
dengan cara menggerakkan otot-otot wajah utama di muka, mulai dari mengankat alis (m.

frontalis), mengerutkan alis (m. soucilier), mengakat serta mengeruktan hidung ke atas (m.
piramidalis), memejamkan mata kuat-kuat (m. orbicularis okuli), tertawa lebar sambil
memperlihatkan

gigi

(m.

zygomatikus),

memoncongkan

mulut

ke

depan

sambil

memperlihatkan gigi (m. relever komunis), meggembungkan kedua pipi (m. businator), bersiul
(m. orbicularis oris), menarik kedua sudut bibir ke bawah (m. triangularis), dan
memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan ( m. mentalis). Setiap gerakkan yang
dilakukan dibandingkan kanan dan kiri. Penilaiain yang diberikan adalah angka 3 jika gerakkan
normatl serta simetris, angka 1 jika sedikit ada gerakkan, angka 2 gerakkan yang berada
diantara angka 3 dan 1, angka 0 jika tidak ada gerakkan sama sekali. Tes gustatomeri ini
digunakan untuk menilai n.corda timpani, dengan cara membandingkan ambang rasang antara
sisi lidah kanan dan kiri. Tes Schrimer digunakan untuk mengetahui fungsi serabut serabut
pada simpatis dari N.VII yang disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor setinggi
genikulatum, dengan cara meletekkan kertas lakmus pada bagian inferior konjungtiva dan
dihitung berapa banyak sekresi kelenjar lakrimalis.
Berdasarkan gejala klinis, klasifikasi SRH dibagi menjadi 4 yaitu (1) penyakit yang menyerang
bagian sensoris nervus VII, (2) penyakit yang menyerang bagian sensoris dan motoris nervus
VII, (3) penyakit yang menyerang bagian sensoris dan motoris nervus VII, disertai gejala
gangguan pendengaran, (4) penyakit yang menyerang bagian sensoris dan motoris nervus VII,
disertai gejala gangguan pendengaran dan keseimbangan.
Diagnosa:
Klinis: Ramsay Hunt Syndrome
Topis: nn. Cranialis VII.
Etiologis: ganglionitis ec infeksi varicella zoster
PENATALAKSANAAN
Pengobatan terhadap herpes zoster terdiri dari tiga hal utama yaitu pengobatan infeksi virus
akut, pengobatan rasa sakit akut yang berkaitan dengan penyakit tersebut, dan pencegahan
terhadap neuralgia pascaherpes.
Penatalaksanaannya yaitu dengan pengobatan antiviral, seperti acyclovir atau famciclovir yang
direkomendasikan selama 7-10 hari, beserta steroid (seperti prednison) selama 3 -5 hari.

Acyclovir merupakan suatu antivirus yang mencegah sintese DNA dari tipe I dan II HSV
seperti juga pada varicella-zoster virus. Penatalaksanaan selanjutnya sebagian besar
simptomatik dengan obat analgesik, vitamin B kompleks, dan electrotherapy saraf fasial untuk
mencegah atropi.
Evaluasi dari pengobatan SRH ini sendiri dengan melakukan pemeriksaan N.VII secara serial
dan dengan pemeriksaan yang sama selain dari apa yang dikeluhkan oleh pasien. Selain terapi
medikamentosa juga diperlukan edukasi kepada pasien bahwa mungkin saja hilangnya
pendengaran ataupun paralisis wajah yang terjadi adalah menetap meskipun sudah dilakukan
pengobatan.
KOMPLIKASI
Paralysis berat akan mengakibatkan tidak lengkap atau tidak sempurnanya kesembuhan dan
berpotensi untuk menjadi paralysis fasial yang permanen dan synkinesis. Adakalanya, virus
dapat menyebar ke saraf-saraf lain atau bahkan ke otak dan jaringan saraf dalam tulang
punggung, menyebabkan sakit kepala, sakit punggung, kebingungan, kelesuan, dan
kelemahan.Neuralgia pasca herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan.Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa tahun.
Keadaan ini cenderung terjadi pada penderita diatas usia 40 tahun dengan gradasi nyeri yang
bervariasi. Makin tua penderita makin tinggi persentasenya. Sepertiga kasus diatas usia 60
tahun dikatakan akan mengalami komplikasi ini, sedang pada usia muda hanya terjadi pada 10
% kasus. Infeksi sekunder oleh bakteri akan menyebabkan terhambatnya penyembuhan dan
akan meninggalkan bekas sebagai sikatriks. Vesikel sering menjadi ulkus dan jaringan nekrotik.
Paralisis motorik dapat terjadi pada sebagian kecil penderita (1 5 % kasus), terutama bila
virus juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis. Terjadinya biasanya 2
minggu setelah timbulnya erupsi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma
batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus.
PROGNOSIS
Prognosis SRH dipengaruhi oleh umur, diabetes mellitus, hipertensi dan pemberian terapi yang
cepat. Herpes Zoster Oticus (HZO) memiliki prognosis yang buruk daripada Bells Palsy.
Sekitar setengah dari jumlah pasien SRH masih memiliki gangguan motorik nervus fasial,
hanya sebagian kecil pasien dengan gangguan paralisis komplit. Hasil pemulihan akan lebih
baik jika perawatan dimulai pada hari ke tiga setelah gejala timbul. Kesembuhan yang

sempurna akan tercapai pada 70% kasus jika pengobatan dimulai pada saat ini. Namun, jika
pengobatan tertunda lebih dari 3 hari, kesempatan untuk mencapai kesembuhan sempurna akan
turun sekitar 50

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut hasil diskusi kelompok kami maka kami mengambil Bell palsy sebagai
Working diagnosis.karena gejala yang dikeluhkan oleh pasien merupakan suatu tanda gejala
yang khas yang dapat dijumpai pada penderita Bell palsy,dan tentunya diagnose kami ini akan
diperkuat

dengan pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan yang akan membuktikan working

diagnosis kami.

REFRENSI:
Frotscher,M.,Baehr,M.2010.Diagnosistopic neurologi Duus:anatomi,fisiologi,tanda,gejala,edisi
4.Jakarta:EGC
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/1118/1104
Ginsberg, Lionel. 2011. Lecture Notes Neurology. Jakarta: Erlangga Medical Series
Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi Penelitian Kesehatan Rineka Cipta, Jakarta,2005.
Arikunto, S, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta,2006.
Pujarini LA. Dislipidemia pada Penderita Stroke dengan Demensia di RS Dr. Sardjito
Jogjakarta. Yogyakarta. 2007
Soebroto L. Hubungan Antara Kadar LDL Kolesterol Pada Penderita Stroke di Rumah Sakit
Dr. Moewardi Surakarta. USM. Surakarta. 2010
Darmawan A. Hiperglikemia dan Aterosklerosis Arteri Karotis Interna pada Penderita Pasca
Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang.
2010.http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4511117_0126-1762.pdf
(2 februari 2012)
Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FUI. Jakarta. 2006

You might also like