You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN
Analisa gas darah adalah pemeriksaan laboratorium yang saat ini relatif masih
tergolong canggih karena masih belum dapat dikerjakan pada rumah sakit atau
laboratorium ditingkat kabupaten. Pemeriksaan ini sudah secara luas digunakan sebagai
pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Analisa gas darah digunakan untuk menilai status ventilasi, status hipoksemia dan status
oksigenasi jaringan. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai
tindakan penunjang yang dilakukan, jadi dapat digunakan sebagai salah satu kriteria
untuk menilai pengobatan.1,2,3
Pemeriksaan analisa gas darah biasanya bersamaan dengan pemeriksaan
keseimbangan asam basa, karena pembentukan asam basa berhubungan erat dengan
pembentukan gas darah. Tetapi perlu diingat bahwa kita tidak dapat menegakkan suatu
diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita
juga harus menghubungkannya dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan data-data
laboratorium yang lain.
Analisa gas darah hanya bermanfaat bila benar-benar dapat menggambarkan
keadaan parah seorang pasien dengan tepat. Selain itu analisa gas darah hanya berguna
dalam menunjang pengobatan, bila hasil pemeriksaan ini ditafsirkan dengan benar.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai fisiologi keseimbangan asam basa
(mekanisme dapar kimia, mekanisme pernapasan dan mekanisme ginjal), ukuran yang
dipakai dalam pemeriksaan analisa gas darah, penilaian gangguan asam basa serta
penanganan sampel.

BAB II
FISIOLOGI KESEIMBANGAN ASAM-BASA
Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion
H+ , dan ini dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu 1,2,4 :
2.1. MEKANISME DAPAR KIMIA
Terdapat 4 macam dapar kimia utama dalam tubuh, yaitu :
1. Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
Sistem ini merupakan jumlah terbesar yang terdapat dalam cairan ekstra seluler.
Reaksi terhadap asam :
HCl + NaHCO3
H2CO3

---------------->
---------------->

H2CO3 + NaCl, dimana


H2O + CO2

Reaksi terhadap basa :


NaOH + H2CO3

---------------->

NaHCO3 + H2O

Karena pentingnya bikarbonat dan asam karbonat dalam mempertahankan


keseimbangan asam-basa, maka pH darah ditentukan berdasarkan perbandingan
konsentrasi bikarbonat dan asam karbonat dalam plasma yang ditunjukkan dalam
persamaan Henderson-Hasselbalch :
(HCO3-)
pH = pK + log ------------(H2CO3)
Kadar normal bikarbonat plasma adalah 24 mEq/l, dan asam karbonat 1,2 mEq/l. Dengan
demikian perbandingan bikarbonat dengan asam karbonat adalah 20 : 1 . Log 20 = 1,3,
pK sistem bikarbonat-asam karbonat adalah 6,1 sehingga pH normal = 7,4. Bila
konsentrasi bikarbonat dalam darah meningkat atau konsentrasi asam karbonat
berkurang, maka perbandingan bikarbonat-asam karbonat akan meningkat dan pH
menjadi lebih besar dari normal, keadaan ini disebut alkalosis. Sebaliknya bila

konsentrasi bikarbonat dalam darah berkurang atau konsentrasi asam karbonat


meningkat, maka perbandingan bikarbonat-asam karbonat akan berkurang, dan pH
menjadi lebih kecil dari normal, keadaan ini disebut asidosis.
2. Sistem dapar fosfat
Sistem ini terutama terdapat didalam sel darah merah dan se-sel lain, terutama
terdapat dalam sel tubulus ginjal, yang memungkinkan ginjal mengeluarkan ion hidrogen.
Dapar fosfat terdapat dalam bentuk Na2HPO4 dan NaH2PO4.
Reaksi terhadap asam :
HCl + Na2HPO4

---------------->

NaCl + NaH2PO4

Reaksi terhadap basa :


NaOH + NaH2PO4

----------------->

Na2HPO4 + H2O

3. Sistem dapar protein


Sistem ini terutama terdapat pada sel jaringan dan juga bekerja didalam plasma.
Dapat bekerja sebagai asam lemah dan basa lemah ataupun garam basa yang dapat
meningkat atau melepaskan ion H+.
4. Sistem dapar Hemoglobin
Hemoglobin bekerja sebagai asam lemah dan membentuk sistem dapar dengan
basa kuat seperti bikarbonat dan fosfat.
CO2 yang dibentuk selama proses metabolisme jaringan akan berdifusi kedalam
rongga jaringan, kedalam plasma dan kemudian kedalam sel darah merah. Didalam sel
darah merah dengan perantaraan enzim karbonik anhidrase, CO 2 akan diubah menjadi
H2CO3 yang segera terurai menjadi H+ dan HCO3-. H+ akan diikat oleh Hb- membentuk
HHb, sedangkan HCO3- akan diikat dengan ion kalium didalam sel darah merah
membentuk KHCO3. Bila konsentrasinya telah melampaui kadarnya didalam plasma,
maka bikarbonat akan berdifusi kedalam plasma dan untuk menjaga keseimbangan
elektronetralitas, maka ion klorida akan memasuki sel darah merah membentuk KCl,
jadi:

(H+) + (HCO3-)

CO2 + H2O

-----------------

H2CO3

(H+) + (Hb-)

-----------------

HHb

-----------------

KHCO3, didalam sel darah merah

(HCO3_) + (K+)

---------

KHCO3

-----------------

(K+) + (HCO3-) masuk kedalam plasma

Plasma (Cl-)

-----------------

sel darah merah

---------

KCL

2.2. MEKANISME PERNAPASAN


PACO2 didalam alveolus berada dalam keseimbangan dengan PaCO2 dan H2CO3
dalam darah. Tiap perubahan pada PACO2 akan mempengaruhi PaCO2 dan H2CO3. Bila
kadar H2CO3 meningkat, maka akan menyebabkan PaCO2 juga meningkat yang akan
diikuti oleh perangsangan pusat pernapasan, sehingga timbul hiperventilasi untuk
mengeluarkan CO2 lebih banyak.
Perubahan primer dalam konsentrasi bikarbonat darah dapat juga diatur oleh
mekanisme pernapasan, dengan pemberian bikarbonat yang masih akan menyebabkan
berkurangnya ventilasi agar terdapat kenaikan CO2 sehingga perbandingan bikarbonatasam karbonat dan Ph tetap tidak berubah.
2.3. MEKANISME GINJAL
Pada keadaan keasaman darah yang meningkat, ginjal akan mengeluarkan ion H +
dan menahan ion HCO3 untuk mempertahankan Ph darah dalam batas normal, sehingga
akan menghasilkan urin yang bersifat asam (Ph : 5,5 6,5).
Mekanismenya terdiri dari :
1. Reabsorbsi ion HCO3-.
Dalam keadaan normal seluruh ion bikarbonat yang keluar melalui glomerulus dan
masuk kedalam tubulus akan diabsorbsi kembali di tubulus ginjal dengan pertukaran
ion H+ yang dihasilkan oleh sel tubulus dengan ion Na+ yang berasal dari tubulus
ginjal.

2. Asidifikasi dari garam-garam dapar.


Akan terjadi pertukaran ion H+ dengan garam fosfat, ion H+ akan masuk kedalam
tubulus ginjal untuk bergabung dengan NaH2PO4 yang dikeluarkan kedalam urin.

Ekskresi ion hidrogen, pertukaran sodium-hidrogen dan produksi amonia pada tubulus ginjal. 1)
Perubahan HPO42- menjadi H2PO4- ; 2) Reaksi ion hidrogen dengan NH 3 ; 3) Ekskresi asam ; 4)
Pertukaran Na+ - H+ ; 5) Produksi NH3 ; 6) dan 7) sintesa asam karbonat dari CO2.

3. Sekresi amonia.
NH3 yang akan dibentuk dari hasil oksidasi asam amino glutamin akan diubah menjadi
NH4 yang dikeluarkan sebagai NH4Cl.

BAB III
UKURAN-UKURAN DALAM ANALISA GAS DARAH
3.1. Ph ( Normal : 7,35 7,45 )
Ph adalah fungsi logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen didalam plasma
darah.
(HCO3)
Ph = - log ------------- = 0,03 x PaCO2
(H2CO3)
Persamaan ini memperlihatkan hubungan antara Ph, HCO3- dan PCO2. Perubahan Ph
yang mengikuti perubahan PCO2 karena gangguan ventilasi akan mengakibatkan asidosis
atau alkalosis respirasi dan perubahan Ph yang mengikuti perubahan HCO 3- akan
mengakibatkan asidosis atau alkalosis metabolik.1,3

3.2. PaCO2 ( Normal : 35 45 mmHg )


PaCO2 adalah tekanan yang ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut dalah darah.
PaCO2 merupakan parameter fungsi respirasi dan dapat digunakan untuk menentukan
cukup tidaknya ventilasi alveolar. PaCO2 normal berarti ventilasi alveolar normal. Pada
keadaan dimana ventilasi alveolar diharapkan meningkat maka nilai PaCO2 yang normal
menunjukkan gagalnya respon ventilasi. PaCO2 rendah (hipokapnia), berarti terjadi
hiperventilasi akibat rangsangan pernapasan. PaCO2 tinggi menunjukkan gagalnya
ventilasi alveolar (hipoventilasi). Pada peningkatan awal, PaCO2 akan merangsang pusat
pernapasan untuk menurunkan PaCO2, akan tetapi pada keadaan dimana PaCO2 sangat
tinggi (lebih besar dari 70 mmHg) justru terjadi penekanan pusat pernapasan.4,5
3.3. CO2 CONTENT = TOTAL CO2 = TCO2 (Normal : 24 31 mEq/l)
TCO2 adalah jumlah CO2 total yang terdapat dalam plasma yang meliputi asam
karbonat, bikarbonat dan senyawa karbamino.
Jumlah asam karbonat yang ada dapat ditentukan dengan 0,03 x PCO 2; rata-rata :
1,2 mEq/l. Kadar bikarbonat normal, rata-rata = 24 mEq/l. Dengan demikian pada
keadaan biasa, kadar bikarbonat plasma kira-kira 1,0 2,0 mEq/l lebih rendah dari TCO2.
Karena perbandingan bikarbonat terhadap asam karbonat adalah 20 : 1 maka TCO 2 ini
juga dapat digunakan sebagai petunjuk klinik gangguan asam basa, yaitu untuk
memperkirakan kelebihan atau kekurangan basa.3,4
3.4 . BUFFER BASE ( B.B)
Istilah buffer base pertama kali dipergunakan oleh Singer dan Hastings tahun
1948 untuk menggambarkan jumlah semua konsentrasi dapar anion yang terdapat
didalam darah (termasuk bikarbonat, baik didalam plasma maupun didalam sel darah
merah, Hb dan oksi Hb, plasma protein serta fosfat didalam plasma dan sel darah merah).
Jumlah total dapar anion dalam darah mempunyai nilai rentang antara 45 50 mEq/l
yang sebagian besar terdapat dalam bentuk bikarbonat plasma, bikarbonat sel darah
merah dan Hb. Perubahan B.B menunjukkan ada gangguan metabolik (bukan

respiratorik) dalam keseimbangan asam-basa. Pengukuran B.B tidak dipengaruhi oleh


PCO2 dan perubahan B.B dalam mEq/l akan menggambarkan secara langsung jumlah
asam atau basa yang menyebabkan perubahan tersebut. Dapat dikatakan, karena nilai B.B
terutama tergantung pada konsentrasi Hb, maka penderita dengan nilai B.B rendah yang
disebabkan karena konsentrasi Hb yang rendah, maka penderita tersebut membutuhkan
koreksi Hb dan bukan bikarbonat, walaupun nilai standar bikarbonatnya juga rendah.2.3
3.5. STANDAR BIKARBONAR ( SBC ) DAN AKTUAL BIKARBONAT ( ABC )
Standar bikarbonar (SBC) menurut Jorgensen dan Strup 1957, adalah konsentrasi
ion bikarbonat dalam plasma pada PaCO2 40 mmHg, suhu 380 C dan pada keadaan Hb
teroksigenasi penuh. Dengan demikian nilai SBC ini murni merupakan indeks metabolik
yang tidak dipengaruhi oleh kompensasi respirasi. Apabila nilai SBC tidak normal pada
PCO2 40 mmHg, kadar SBC yang rendah atau tinggi ini bukan karena usaha tubuh untuk
mengkompensasi gangguan respirasi, tapi disebabkan karena terdapatnya asidosis atau
alkalosis metabolik primer.
Istilah aktual bikarbonat (ABC) digunakan untuk menyatakan kadar bikarbonat
dalam darah penderita sesuai dengan PCO2 yang ada.2,3
Gangguan asam-basa dalam hubungannya dengan SBC dan ABC
Dalam keadaan normal , dimana PCO2 darah 40 mmHg suhu tubuh 380C dan Hb
tersaturasi penuh, maka nilai SBC = ABC = 24 mEq/l dengan nilai rentang + 2 mEq/l.
1) SBC menunjukkan terdapatnya asidosis metabolik atau alkalosis metabolik :
a. Bila SBC rendah menunjukkan adanya asidosis metabolik.
b. Bila SBC tinggi menunjukkan adanya alkalosis metabolik.
2) Perbedaan antara nilai konsentrasi ABC dan SBC

menunjukkan terdapatnya

gangguan asam-basa respirasi, asidosis atau alkalosis


a. Bila ABC > SBC, menunjukkan adanya asidosis respiratorik.
b. Bila ABC < SBC menunjukkan adanya alkalosis respiratorik.
3) Apabila nilai ABC dan SBC sebanding, menunjukkan adanya keseimbangan respirasi
:

a. Bila nilai ABC dan SBC sama-sama rendah dan sebanding, menunjukkan asidosis
metabolik yang tidak terkompensasi.
b. Bila nilai ABC dan SBC sama-sama tinggi dan sebanding, menunjukkan alkalosis
metabolik yang tidak terkompensasi.
4) Apabila SBC tinggi atau rendah, maka nilai ABC juga harus tinggi atau rendah.
Tetapi rendah, normal atau tingginya nilai ABC bisa terdapat pada SBC yang normal
dan ini berarti tidak terdapat gangguan asam-basa metabolik.
3.6. BASE EKSES ( B.E )
Base ekses (B.E) atau base deficit, menggambarkan secara tidak langsung jumlah
dalam mEq/l kelebihan basa kuat atau kekurangan basa, yang mempunyai nilai nol
dengan rentang 0 + 2,5 mEq/l pada Ph 7,40 dan PaCO2 40 mmHg. Nilai positif
menggambarkan kelebihan basa, sementara nilai negatif menggambarkan kekurangan
basa (kelebihan asam) yang nilainya didapat dari hasil perkalian penyimpangan SBC
normal dengan faktor 1,2.2,3
Astrup menyatakan bahwa nilai B.E tidak hanya dapat digunakan untuk diagnosis
tetapi juga untuk pedoman pengobatan asidosis metabolik atau alkalosis metabolik
dengan formula :
Kebutuhan basa = B.E x berat badan x 0,3 mEq.
3.7. PaO2 ( Normal : 80 100 mmHg )
PO2 adalah tekanan yang ditimbulkan oleh O2 yang larut dalam darah. Dalam
keseimbangan asam-basa PaO2 sendiri hanya memberikan petunjuk fisiologis yang kecil,
selain menunjukkan cukup tidaknya oksigenasi darah arteri. Pada orang dewasa normal
dengan tekanan atmosfir 760 mmHg, nilai PaO2 adalah 97 mmHg dengan nilai rentang 80
100 mmHg.4

10

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menilai PaO2


1. Umur.
Bayi baru lahir, PaO2 normal berkisar antara 40 70 mmHg dan setiap kenaikan
umur 1 tahun lebih dari 60 tahun, akan menyebabkan penurunan PaO2 1 mmHg.
2.

Posisi
Pada keadaan normal perubahan posisi dari duduk ke berbaring akan menyebabkan
penurunan PaO2 5 10 mmHg.

3. Konsentrasi oksigen inspirasi (FiO2)


Nilai PaO2 dan FiO2 bersama-sama memberikan petunjuk yang relatif terhadap
efisiensi pertukaran oksigen. Normal setiap kenaikan 10% FiO2 akan diikuti dengan
kenaikan PaO2 kira-kira 50 mmHg. Untuk mudahnya perkalian FiO2 dengan angka 5
merupakan harga PaO2 minimal yang akan dicapai, sehingga apabila harga PaO2
kurang dari FiO2 x 5 dapat diperkirakan bahwa penderita akan mengalami hipoksemia
bila bernapas dalam udara kamar.
4. Ventilasi alveolar.
PaO2 berbanding terbalik dengan PaCO2. Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana
PaO2 kurang dari 80 mmHg pada orang dewasa yang bernapas dalam udara kamar
setinggi permukaan laut.
3.8. PERBEDAAN OKSIGEN ALVEOLAR-ARTERIAL = A-Ado2
A-Ado2 merupakan gambaran pintas fisiologis didalam paru, yaitu alveoli yang
mengalami perfusi tapi tidak mengalami ventilasi. Perbedaan A-Ado2 lebih dari normal,
menunjukkan terdapatnya gangguan ventilasi-perfusi didalam paru. Tetapi nilai ini tidak
dapat digunakan untuk menentukan gangguan pertukaran gas paru secara kuantitatif.
Nilai normal A-Ado2 bila bernapas pada udara kamar adalah 5 25 mmHg, yang
meningkat sesuai dengan umur.3
A-Ado2 = PaO2 PaCO2
PaCO2
PaO2 = (Pbar PH2O) x 0,209 - ---------0,8

11

Dimana :
Pbar

= Tekanan barometrik = 760 mmHg.

PH2O = Tekanan uap air

= 47 mmHg.

0,209 = FiO2 udara kamar

= 20,9 vol %.

0,8

= R = Respiratory quotient, yaitu perbandingan antara volume CO2 yang


diproduksi dengan volume O2 yang digunakan, bila bernapas
dalam udara kamar.

3.9. PERSENTASE SATURASI OKSIGEN ( Sat )


Saturasi oksigen setara dengan kandungan oksigen (dikurangi O2 terlarut) dibagi
dengan kapasitas oksigen (dikurangi O2 terlarut). Persentasi saturasi dari Hb dengan O2
ini sangat membantu untuk menghitung banyaknya O2 total didalam darah.
Penting dihayati bahwa persen saturasi merupakan perbandingan konsentrasi,
dengan demikian konsentrasinya sendiri tidak dapat diukur. Dengan kata lain saturasi
yang rendah bukan pasti berarti bahwa kadar oksigen darah rendah. Sebaliknya saturasi
yang normal mungkin disertai dengan kandungan oksigen yang rendah.
3.10. OKSIGEN CONTENT = KANDUNGAN OKSIGEN = O2CT
Oksigen dalam darah terdapat dalam 2 bentuk yaitu :
1. Bentuk bebas atau oksigen yang larut dalam plasma, yang jumlahnya ditentukan oleh
koefisien daya larutnya serta berhubungan langsung secara linier dengan tekanan
oksigen.
Oksigen terlarut = PaO2 mmHg x 0,003
dimana : 0,003 = koefisien daya larut oksigen dalam plasma.
= cc O2 per 100 ml darah per mmHg PaO2.
2. Bentuk terikat dengan Hb dalam bentuk oksigen Hb.
Sebagian besar O2 yang terdapat dalam darah terikat dengan Hb.

12

BAB IV
FASE PRAANALITIK PEMERIKSAAN BGA
4.1. FAKTOR YANG MEMPENGARUGI PEMERIKSAAN BGA
1. Pemahaman instruksi dan penelitian formulir laboratorium yang benar.
2. Persiapan penderita (larangan atau anjuran).
3. Persiapan alat yang dipakai.
4. Cara pengambilan sampel.
5.

Penanganan awal sampel (termasuk pengawetan dan transportasi).

4.2. TEHNIK PENGAMBILAN SAMPEL


Untuk mendapatkan data-data tentang keadaan gas dalam darah pasien, maka
perlu pengambilan sampel darah. Darah yang diambil adalah darah arteri karena sifatnya
lebih homogen secara sistemik dan lebih menggambarkan fungsi pertukaran gas diparuparu dan bisa memberi keterangan kualitas darah yang disuplai keseluruh tubuh. Sedang
darah vena lebih menggambarkan metabolisme lokal daerah yang dialiri. Sampel darah
kapiler juga dapat dipakai untuk analisa gas darah, tetapi nilai tekanan parsial oksigennya
tidak sesuai, meski untuk nilai Ph dan tekanan parsial karbondioksidanya bisa sesuai.2,5
Pengambilan dilakukan dengan pungsi pada arteri radialis, arteri brachialis atau
arteri femoralis, dengan menggunakan semprit kaca atau plastik khusus yang telah
dibasahi dengan heparin. Keuntungan semprit kaca dibanding plastik adalah hasilnya
lebih adekuat (oksigen dari luar tidak dapat berdifusi masuk), penghisap bisa keatas
sendiri (sesuai tekanan arteri) dan dapat dipakai berulang. Kerugiannya adalah harganya
mahal, mudah pecah dan perlu sterilisasi ulang. Sehingga sekarang semprit plastik lebih
sering dipakai terutama dari jenis poly propylene.
Pada sampel darah yang telah diambil, metabolisme akan terus berlangsung,
sehingga terjadi pemakaian oksigen yang terus menerus dan menyebabkan tekanan
parsial oksigen akan menurun 3 mmHg/menit pada suhu 38 0C dan tekanan parsial

13

karbondioksida akan meningkat, sehingga sampel darah tersebut harus segera diperiksa
atau dimasukkan ke es.
Sebelum pemeriksaan perlu dicatat suhu, Hb, dan fraksi inspirasi oksigen (FiO 2)
yang telah diberikan untuk mengetahui apakah tekanan parsial oksigen arteri sesuai
dengan yang seharusnya (perkiraan : PaO2 sebanding dengan 5 x FiO2).2,3

14

BAB V
FASE ANALITIK PEMERIKSAAN BGA
5.1. METODA PEMERIKSAAN BGA
Metode yang digunkan dalam pemeriksaan analisa gas darah antara lain :
1. Metode penyetimbangan Astrup.
Terdapat hubungan yang linier antara Ph dengan log PaCO2.
2. Metode gasometri dan osmometri.
Yaitu mengukur partikel gas terlarut dengan menggunakan tekanan osmotik tertentu
dari suatu larutan melalui membran semi permeabel.
1. Metode elektroda.
Pada prinsipnya elektroda-elektroda yang terpasang adalah ion selektif elektroda,
dimana elektroda ini membaca perubahan ion-ion tertentu dalam larutan. Perubahan
ion-ion tersebut diterjemahkan oleh elektroda menjadi besaran mili volt.
5.2. INSTRUMENTASI PEMERIKSAAN BGA
Instrumentasi untuk pemeriksaan analisa gas darah termasuk instrumen diagnostik untuk
mengukur kadar gas didalam darah dan menilai asam-basa didalam darah. Salah satu
contoh instrumentasi untuk pemeriksaan analisa gas darah yang dipakai di RS. Dr Karidi
adalah merek Instrumentation Laboratory type IL 1620 yang merupakan salah satu mesin
full automatic yang dikontrol dengan mikroprosesor. Sistemnya memiliki Video Display
Unit (VDU) yang secara terus menerus menampilkan status instrumen dan menyediakan
informasi untuk melakukan berbagai fungsi yang dilakukan pada instrumen. Operator
menjalankan mesin dengan memberikan instruksi melalui keyboard. Mesin analisa gas
darah ini dihubungkan dengan 2 tabung gas kalibrasi :
-

Low gas (Cal-1), komposisi CO2 5%, O2 20% N2 Balance.

High gas (Cal-2), komposisi CO2 10%, O2 0% N2 Balance.

15

Selama masa analisis sampel, harga final dari pengukuran ditentukan dengan
deteksi end point. Yaitu urutan program software yang dirancang untuk mendapatkan
bagian mendatar dari sinyal elektroda. Jika sinyal deteksi tersebut mencapai titik final
keseimbangan.

Hasil analitik yang diperoleh ditampilkan pada VDU dan dicetak pada kertas
thermal dan disimpan dalam disket diunit mesin pemeriksaan analisa gas darah.
Kalibrasi dilakukan dengan reagen dan gas kalibran yang telah ditentukan oleh
pabrik IL 1620 dan dikalibrasi setiap 20 menit dengan metoda One Point Calibration.
Sedangkan Two Point Calibration dilakukan setiap interval waktu tertentu yang dapat
dipilih atau diprogram antara 1 8 jam.

16

BAB VI
FASE PASCA ANALITIK PEMERIKSAAN BGA
6.1. PENILAIAN GANGGUAN ASAM BASA
Diagnosis dan penanganan gangguan asam basa membutuhkan pengertian
mengenai patogenesis dan patofisiologi dari gangguan-gangguan tersebut. Berbagai
metode digunakan untuk mengartikan nilai-nilai komponen metabolik dan respiratorik
dari gas darah arteri serta mengenali ketidakseimbangan utama primer atau gangguan
campuran. Metode-metode ini antara lain : penggunaan normogram asam-basa,
bikarbonat standar dan kelebihan / kekuarangan basa (base excess), tetapi tidak satupun
dari metode-metode itu sempurna dan tidak dapat menimbulkan salah penafsiran.5
Penilaian dimulai dengan menyadari bahwa jika keadaan tidak berat maka
gangguan asam-basa sulit sekali dideteksi, dan gejala serta tanda cenderung tidak jelas
dan tidak khas, maka harus juga diperhatikan riwayat klinis, gejala dan tanda, dan proses
penyakit yang berkaitan dengan gangguan asam-basa. Kecurigaan klinis perlu ditegaskan
melalui pemeriksaan sistemik dari variabel-variabel asam-basa. Tabel I memperlihatkan
nilai-nilai normal parameter darah arteri yang dipakai untuk menganalisis gangguan
asam-basa.
Tabel I. Parameter darah arteri untuk analisa keadaan asam-basa.5
Parameter

Nilai Normal

Definisi Implikasi

PaCO2

80 100 mmHg

Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri


(menurun bersama dengan umur)
Pada dewasa 60 tahun :
60-80 mmHg = hipoksemia ringan
40-60 mmHg = hipoksemia sedang
< 40 mmHg = hipoksemia berat

Ph

7,40 ( + 0,05 [2 SD] )


7,40 ( + 0,02 [1 SD] )

Untuk mengetahui apakah terjadi asidemia atau


alkalemia.
Yang paling sering digunakan dalam klinis
adalah nilai yang menggunakan 2 SD dari nilai

17

rata-ratanya.
[ H+ ]

40 ( + 2 nmol/L atau Kadar ion hidrogen dapat digunakan sebagai


nEq/L)
pengganti Ph.

PaCO2

40 ( + 5,0 mmHg )

Tekanan parsial CO2 dalam darah arteri.


PCO2 < 35 mmHg = alkalosis respiratorik
PCO2 > 45 mmHg = asidosis respiratorik

CO2

25,5 ( + 4,5 mEq/L )

Metode klasik untuk memperkirakan [HCO3-] :


Ukurlah HCO3- + CO2 terlarut (yang terakhir
umumnya sedikit kecuali pada asidosis
respiratorik)

HCO3- standar

24 ( + 2 mEq/L )

Perkiraan kadar HCO3- setelah darah arteri


yang teroksigenasi sepenuhnya diseimbangkan
dengan CO2 pada keadaan dimana PCO2 40
mmHg dan suhu 380 C.

Kelebihan basa

0 ( + 2 mEq/L )

Mencerminkan komponen metabolik murni.


Kelebihan basa = 1,2 x deviasi dari 0.
Negatif pada asidosis metabolik.
Positif pada alkalosis metabolik.
Dapat menyesatkan pada gangguan asam-basa
campuran.
Tidak penting bagi interpretasi gangguan asambasa.

Selisih ion

12 ( + 4 mEq/L )

Selisih anion mencerminkan perbedaan antara


kation tak terukur (K+, Mg+, Ca+) dan anion tak
terukur (albumin, anion organik, HPO4, SO4);
berguna untuk mengenali tipe asidosis
metabolik (nilai 16-20 menunjukkan asidosis
disebabkan oleh retensi asam-asam organik,
contohnya ketoasidosis diabetik)

Dalam menilai analisis gas darah, langkah pertama yang dilakukan adalah
memeriksa Ph untuk menentukan apakah terjadi asidemia atau alkalemia. Langkah kedua
adalah memeriksa PaCO2 dan HCO3- dalam kaitannya dengan Ph, untuk mencoba
mengetahui apakah gangguan ketidakseimbangan asam-basa bersifat metabolik atau
respiratorik atau campuran. Persamaan Henderson-Hesselbach dapat bermanfaat dalam
membuat dugaan. Pengetahuan mengenai keadaan klinis penting dalam pengambilan

18

keputusan. Langkah ketiga adalah memperkirakan respon kompensatorik yang akan


terjadi pada gangguan asam-basa primer, juga kemungkinan gangguan asam-basa
campuran jika respon kompensatorik lebih ringan atau lebih berat dari yang diduga.
Langkah

terakhir

dalam

penilaian

gangguan

asam-basa

adalah

mengetahui

ketidakseimbangan primer dan mengenalinya sebagai keadaan yang akut atau kronik
(terkompensasi) atau sebagai campuran dari dua macam gangguan atau lebih. Pada
asidosis metabolik perlu diklasifikasikan menurut selisih anion, normal atau
meningkat.1,2,5

6.2. JENIS GANGGUAN ASAM BASA


Asidosis : Keadaan dimana ion H+ dalam tubuh meningkat ( Ph rendah ).
Alkalosis : Keadaan dimana ion H+ dalam tubuh menurun ( Ph tinggi ).
Asidosis / Alkalosis Respiratorik : Setiap perubahan Ph karena faktor pernapasan
(respirasi) atau desakan CO2.
Asidosis / Alkalosis Metabolik

JENIS GANGGUAN
ASAM-BASA
As. resp tdk terkompensasi
Alk. resp tdk terkompensasi
As. met tdk terkompensasi
Alk. met tdk terkompensasi
As. resp kompensasi alk. met
Alk. resp kompensasi as. Met
As. met kompensasi alk.resp
Alk. met kompensasi as. resp

: Setiap perubahan Ph karena keadaan diluar respirasi.

PH

TCO2

PCO2

HCO3-

Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Normal
Normal
Normal
Normal

Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi

Tinggi
Rendah
Normal
Normal
Normal
Normal
Rendah
Tinggi

Normal
Normal
Rendah
Tinggi
Normal
Normal
Normal
Normal

BAB VII
RINGKASAN

19

Analisa gas darah adalah pemeriksaan tekanan gas dalam darah yang dapat
digunakan untuk menilai status ventilasi (termasuk keseimbangan asam-basa), status
hipoksemia dan status oksigenasi jaringan.
Dalam menilai analisa gas darah, harus dikaitkan dengan pengetahuan mengenai
keadaan klinis penyakit, pemahaman terhadap fisiologi asam-basa, dan pengalaman
dalam menilai analisa gas darah. Langkah pertama yang dilakukan adalah memeriksa Ph
untuk menentukan apakah terjadi asidemia atau alkalemia. Langkah kedua adalah
memeriksa PaCO2 dan HCO3- dalam kaitannya dengan Ph, untuk mencoba mengetahui
apakah gangguan ketidakseimbangan asam-basa bersifat metabolik atau respiratorik atau
campuran. Langkah ketiga adalah memperkirakan respon kompensatorik yang akan
terjadi pada gangguan asam-basa primer, juga kemungkinan gangguan asam-basa
campuran jika respon kompensatorik lebih ringan atau lebih berat dari yang diduga.
Selisih anion harus dihitung untuk menentukan apakah asidosis metabolik yang terjadi
merupakan akibat dari retensi asam (non-karbonat) karena meningkatnya selisih anion
(anion gap). Langkah terakhir dalam penilaian gangguan asam-basa adalah mengetahui
ketidakseimbangan primer dan mengenalinya sebagai keadaan yang akut atau kronik
(terkompensasi) atau sebagai campuran dari dua macam gangguan atau lebih.
Sampel darah yang diambil adalah darah arteri karena lebih menggambarkan
fungsi pertukaran gas diparu-paru dan dapat memberi keterangan kualitas darah yang
disuplai keseluruh tubuh sedang darah vena lebih menggambarkan metabolisme lokal
daerah yang dialiri. Perlu diperhatikan adalah faktor-faktor preanalitik yang
mempengaruhi analisa gas darah antara lain : pengisian formulir laboratorium yang
benar, persiapan penderita, persiapan alat, cara pengambilan sampel dan penanganan
awal sampel ( pengawetan dan transportasi ).

DAFTAR PUSTAKA

20

1. Guyton AC. Text book of Medical Physiology. 5 th. Ed. Philadelphia : WB Sanders co,
1981 : 651 70.
2. Shapiro MJ. Acid-Base Balance. In : Collin VJ, ed. Physiologic and Pathology Bases
of Anesthesia. Baltimore : William & Wilkins, 1996 : 188 92.
3. Muhardi, OE Tampubolon, Suntoro A. Analisa Gas Darah. Dalam : Muhardi M, ed.
Penatalaksanaan Pasien di ICU. BP FKUI, 1989 : 235 43.
4. Vollers, Spence K. Clinical Physiology and Pathophysiology of Acid-Base Balance.
In : Healy TEJ Cohen, eds. A Practice of Anesthesia. 6 th ed. London : Edward Arnold
Co, 1995 : 298 315.
5. Wilson LM. Gangguan Asam Basa. Dalam : Price SA, ed. Patofisiologi. Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Mosby Year Book Inc, 1992 : 327 53.
6. Jesper HA. Operatoris Manual IL 1620 Blood Gas System, Instrumentation
Laboratory, 1999.
7. Alan RS. Intensive Care of The Fetus and Neonates. Mosby New York, 1996 : 440
57.
8. Elizabeth L, Pruden, Ole SA, Norbert WT. Blood Gases and pH. In : Burtis Ashwood.
Tietz Fundamentals of Clinical Chemistry. 4

th

ed. Philadelphia : WB Sanders Co,

1996 : 506 20.


9. Gary LZ, Melvin AW, Peter RD. Basic Arterial Blood Gas Interpretation. First
edition. Boston : Little Brown and Co. 1988.
10. Jesper HA. Journal on Blood Gas and Respiratory and Metabolic Meassurement. Vol
5, no.3, Copenhagen Winter, 1996.
11. Purwanto AP. Keseimbangan Air Elektrolit dan Asam Basa. Dalam : Diktat Pegangan
Kuliah Patologi Klinik II. Bagian patologi Klinik FK UNDIP. Semarang, 1999.
12. Widmann FK. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 9.
Jakarta : EGC, 1995 : 282 4.
13. Walmsley RN, Watkinson LR, Cain HJ. Cases in Chemical Pathology. Fourth Edition.
Singapore : World Scientific Co, 1999 : 33 53.
14. Ganong WF. Fisiologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta : EGC, 1983 : 567 74.
15. Brawn AH. Introduction to Respiratory Physiology. 2
Co, 1980.

21

nd

ed. Boston. Little Brown and

16. Halperin ML, Goldstein MB. Fluid, Electrolyte and Acid-Base Physiology. 2
Philadelphia. WB Saunders Company, 1994.

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i

22

nd

ed.

DAFTAR ISI

ii

BAB I

PENDAHULUAN . 1

BAB II

FISIOLOGI KESEIMBANGAN ASAM-BASA

BAB III

BAB IV

BAB V

BAB VI

BAB VII

2.1.

Mekanisme Dapar Kimia ..

2.2.

Mekanisme Pernapasan

2.3.

Mekanisme Ginjal

UKURAN-UKURAN DALAM ANALISA GAS DARAH


3.1.
Ph

3.2.

PaCO2 .

3.3.

CO2 Content = Total CO2 = TCO2

3.4.

Buffer Base (B.B) .. 7

3.5.

Standar Bikarbonat (SBC) dan Aktual Bikarbonat (ABC). 8

3.6.

Base Ekses (B.E) 9

3.7.

PaO2 9

3.8.

Perbedaan Oksigen Alveolar Arterial = A-Ado2 10

3.9.

Persentase Saturasi Oksigen 11

3.10.

Oksigen Content = Kandungan Oksigen = O2CT .. 11

FASE PRA ANALITIK PEMERIKSAAN BGA


4.1.

Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan BGA

12

4.2.

Tehnik Pengambilan Sampel

12

FASE ANALITIK PEMERIKSAAN BGA


5.1.

Metoda Pemeriksaan BGA

14

5.2.

Instrumentasi Pemeriksaan BGA ..

14

FASE PASCA ANALITIK PEMERIKSAAN BGA


6.1.

Penilaian Gangguan Asam Basa

16

6.2.

Jenis Gangguan Asam Basa .

18

RINGKASAN .

19

DAFTAR PUSTAKA 20
ii

23

You might also like