You are on page 1of 8

KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

PERAN PERAWAT PROFESIONAL


DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN KESEHATAN KULTURAL
DAN SUBKULTURAL DARI MASYARAKAT INDONESIA

OLEH :
LUH PUTU SUDARINI
DIAH RATNA GENI PARWATI DEWI
NI WAYAN SURIASIH

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM KHUSUS DIII
2016
PERAN PERAWAT PROFESIONAL
DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN KESEHATAN KULTURAL
DAN SUBKULTURAL DARI MASYARAKAT INDONESIA

A. Budaya Kesehatan Indonesia


Indonesia sebagai negara agraris, sebagian besar penduduknya bermukim
di daerah pedesaan dengan tingkat pendidikan mayoritas sekolah dasar dan belum
memiliki budaya hidup sehat. Hidup sehat adalah hidup bersih dan disiplin
sedangkan kebersihan dan kedisiplinan itu sendiri belum menjadi budaya seharihari. Budaya memeriksakan secara dini kesehatan anggota keluarga belum
tampak. Hal ini terlihat dari banyaknya klien yang datang ke pelayanan kesehatan
untuk memeriksakan keadaan kesehatan sebagai tindakan kuratif belum didukung
sepenuhnya oleh upaya promotif dan preventif, misalnya gerakan 3M pada
pencegahan demam berdarah belum terdengar gaungnya jika belum mendekati
musim hujan atau sudah ada yang terkena demam berdarah.
Menanamkan budaya hidup sehat harus sejak dini dengan melibatkan
pranata yang ada di masyarakat, seperti posyandu atau sekolah. Posyandu yang
ada di komunitas seharusnya diberdayakan untuk menanamkan perilaku hidup
bersih,sehat, dan berbudaya pada anak.
Di dalam masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adatistiadat dibentuk
untuk mempertahankan hidup diri sendiri, dan kelangsungan hidup suku mereka.
Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan
bayi, yang bertujuan supaya reproduksi berhasil, ibu dan bayi selamat. Dari sudut
pandangan modern, tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang
kenyataannya malah merugikan. Kebiasaan menyusukan bayi yang lama pada
beberapa masyarakat, merupakan contoh baik kebiasaan yang bertujuan
melindungi bayi. Tetapi bila air susu ibu sedikit, atau pada ibu-ibu lanjut usia,
tradisi budaya ini dapat menimbulkan masalah tersendiri. Dia berusaha menyusui
bayinya, dan gagal. Bila mereka tidak mengetahui nutrisi mana yang dibutuhkan
bayi (biasanya demikian), bayi dapat mengalami malnutrisi dan mudah terserang
infeksi.
Menjadi sakit memang tidak diharapkan oleh semua orang apalagi
penyakit-penyakit yang berat dan fatal. Masih banyak masyarakat yang tidak
mengerti bagaimana penyakit itu dapat menyerang seseorang. Ini dapat dilihat dari
sikap mereka terhadap penyakit itu sendiri. Ada kebiasaan dimana setiap orang

sakit diisolasi dan dibiarkan saja. Kebiasaan ini mungkin dapat mencegah
penularan dari penyakit-penyakit infeksi seperti cacar atau TBC. Bentuk
pengobatan yang diberikan biasanya hanya berdasarkan anggapan mereka sendiri
tentang bagaimana penyakit itu timbul. Kalau mereka anggap penyakit itu
disebabkan oleh hal-hal yang supernatural atau magis, maka digunakan
pengobatan secara tradisional. Pengobatan modern dipilih bila mereka duga
penyebabnya faktor alamiah. Ini dapat merupakan sumber konflik bagi tenaga
kesehatan, bila ternyata pengobatan yang mereka pilih berlawanan dengan
pemikiran secara medis. Di dalam masyarakt industri modern, iatrogenic disease
merupakan problema. Budaya modern menuntut merawat penderita di rumah
sakit, padahal rumah sakit itulah tempat ideal bagi penyebaran kuman-kuman
yang telah resisten terhadap antibiotika.
B. Keperawatan Transkultural
Keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang
berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya
(Leinenger, 1987). Keperawatan transkultural merupakan ilmu dan kiat yang
humanis, yamh difokuskan pada perilaku individu atau kelompok, serta proses
untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit
secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya ( Leininger, 1984).
Pelayanan keperawatan transkultural diberikan kepada pasien sesuai dengan latar
belakang budayanya.
Tujuan pengguanaan keperawatan transkultural adalah pengembangan
sains dan keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada
kebudayaan (kultur-culture) yang spesifik dan universal (Leininger,1978).
Kebudayaan yang spesifik adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang
spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain seperti pada suku Osing,
Tengger,ataupun Dayak. Sedangkan, kebudayaan yang universal adalah
kebudayaan dengan nilai dan norma yang diyakini dan dilakukan oleh hamper
semua kebudayaan seperti budaya olahraga untuk mempertahankan kesehatan.
Negosiasi budaya adalah intervensi dan implementasi keperawatan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan

kesehatannya. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan


budaya lain yang lebih mendukung peningkatan status kesehatan. Misalnya, jika
klien yang sedang hamil mempunyai pantangan untuk makan makanan yang
berbau amis seperti ikan, maka klien tersebut dapat mengganti ikan dengan
sumber protein nabati yang lain.
Restrukturisasi budaya perlu dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan klien. Perawat berupaya melakukan strukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Seluruh perencanaan
dan implementasi keperawatan dirancang sesuai latar belakang budaya sehingga
budaya dipandang sebagai rencana hidup yang lebih baik setiap saat, pola rencana
hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
C. Peran Perawat Dalam Menghadapi Aneka Budaya
Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran perawat
dipengaruhi oleh keadaan social baik dari dalam maupun dari luar profesi
keperawatan dan bersifat konstan.
Doheny (1982) mengudentifikasi beberapa elemen peran perawat professional
meliputi:
1. Care giver
Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat
memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung
kepada klien, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi :
melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan evaluasi yang
benar, menegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan hasil analisis data,
merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang
muncul dan membuat langkah atau cara pemecahan masalah, melaksanakan
tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada, dan melakukan
evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukannya.

Dalam memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan, perawat


memperhatikan individu sebagai makhluk yang holistic dan unik.Peran
utamanya adalah memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang meliputi
intervensi atau tindakan keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan, dan
menjalankan tindakan medis sesuai dengan pendelegasian yang diberikan.
2. Client advocate
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar
klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien,
membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi
dan upeya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan
tradisional maupun professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan
perawat

bertindak

sebagai

narasumber

dan

fasilitator

dalam

tahap

pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh


klien. Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus dapat
melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan
keperawatan.
Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi
hak-hak klien, seperti hak atas informasi; pasien berhak memperoleh
informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit/
sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani perawatan. Hak mendapat
informasi yang meliputi antara lain; penyakit yang dideritanya, tindakan
medic apa yang hendak dilakukan, alternative lain beserta resikonya, dan lainlain
3. Counsellor
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi
klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya pula interaksi ini merupakan
dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan
adaptasinya. Memberikan konseling/ bimbingan kepada klien, keluarga dan
masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Konseling diberikan
kepada individu/keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan

dengan penglaman yang lalu, pemecahan masalah difokuskan pada masalah


keperawatan, mengubah perilaku hidup kearah perilaku hidup sehat.
4. Educator
Sebagai pendidik klien perawat membantu klien meningkatkan
kesehatannya

malalui

pemberian

pengetahuan

yang

terkait

dengan

keperawatan dan tindakan medic yang diterima sehingga klien/keluarga dapat


menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Sebagai
pendidik, perawat juga dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada
kelompok keluarga yang beresiko tinggi, kadar kesehatan, dan lain
sebagainya.
5. Collaborator
Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam
menentukan rencan maupun pelaksanaan asuhan keperawtan guna memenuhi
kebutuhan kesehatan klien.
6. Coordinator
Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada,
baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada
intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih. Dalam menjalankan
peran sebagai coordinator perawat dapat melakukan hal-hal berikut:
a.
b.
c.
d.

Mengoordinasi seluruh pelayanan keperawatan


Mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas
Mengembangkan system pelayanan keperawatan
Memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pelayanan
keperawatan pada sarana kesehatan

7. Change agent
Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir,
bersikap, bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan klien/keluarga agar
menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang
sistematis

dalam berhubungan dengan klien dan cara memberikan

keperawatan kepada klien


8. Consultan

Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien


terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran
ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi yang berkaitan dengan
kondisi spesifik lain.
Untuk menghadapi berbagai fenomena kebudayaan yang ada di
masyarakat, maka perawat dalam menjalankan perannya harus dapat
memahami tahapan pengembangan kompetensi budaya, yaitu:
Pertama:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Pahami bahwa budaya bersifat dinamis.


Hal ini merupakan proses kumulatif dan berkelanjutan
Hal ini dipelajari dan dibagi dengan orang lain.
Perilaku dan nilai budaya di tunjukkan oleh masyarakat
Budaya bersifat kreatif dan sangat bermakana dalam hidup.
Secara simbolis terlihat dari bahasa dan interaksi
Budaya menjadi acuan dalam berpikir dan bertindak

Kedua:
a. Menjadi peduli dengan budaya sendiri.
b. Proses pemikiran yang terjadi pada perawat juga terjadi pada yang
lain, tetapi dalam bentuk atau arti berbeda.
c. Bias dan nilai budaya ditafsirkan secara internal
d. Nilai budaya tidak selalu tampak kecuali jika mereka berbagi secara
sosial dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga:
a. Menjadi sadar dan peduli dengan budaya orang lain trerutama klien
yang diasuh oleh perawat sendiri
b. Budaya menggambarkan keyakinan bahwa banyak ragam budaya yang
ada sudah sesuai dengan budayanya masing-masing
c. Penting untuk membangun sikap saling menghargai perbedaan budaya
dan apresiasi keamanan budaya
d. Mengembangkan kemampuan untuk bekerja dengan yang lain dalam
konteks budaya, diluar penilaian etnosentris

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Ferry (2009) Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktik


Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Hijri, Syariful (2011) Peran Perawat Profesional (Online). diakses dari
http://syarifulhijri.blogspot.co.id tanggal 14 September 2016
Setiadi, Elly M, dkk (2006) Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana
Sudarma, Momon (2008) Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

You might also like