Professional Documents
Culture Documents
04.55
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan masalah
Hal apa saja faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik
(baik faktor intern dan faktor ekstern) ?
C. Tujuan Pembahasan
Mengetahui faktor faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan peserta didik
Mengetahui aliran yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan peserta didik
BAB II
PEMBAHASAN
fisik yang sudah menyerupai manusia dewasa ini tidak diikuti dengan perkembangan psikis
yang sama pesatnya. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju
kehidupan orang dwasa tersebut merupakan masa yang sulit dan penuh gejolak sehingga
sering disebut masa badai dan topan, masa pancaroba dan sebutan lainnya yang
menggambarkan banyaknya kesulitan yang dialami anak pada masa perubahan tersebut.
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan yang bersifat kuantitatif yang mengacu pada
jumlah, besar serta luas yang bersifat konkret yang biasanya menyangkut ukuran dan struktur
biologis.
Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses
kematangan fungsi-fungi fisik yang berlangsung secara normal dalam perjalanan waktu
tertentu. Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada kualitas
fungsi organ-organ jasmaniah dan bukan pada organ jasmani tersebut sehinggga penekanan
arti perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang termanifestasi pada
kemampuan organ fisiologis. Proses perkembangan akan berlangsung sepanjang kehidupan
manusia, sedangkan proses pertumbuhan seringkali terhenti jika seseorang telah mencapai
kematangan fisik.
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap
berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam
keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya
keluarga merekayasa perilaku kehidupan anak. Proses pendidikan yang bertujuan
mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan
bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan
dan diarahkan oleh keluarga.
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN
1. Perkembangan Fisik (Syaraf, Otot, Kelenjar Endokrin, Struktur fisik )
2. Perkembangan Intelegensi
3. Perkembangan Emosi
4. Perkembangan Bahasa
5. Perkembangan Sosial
6. Perkembangan Kepribadian
7. Perkembangan Moral
8. Perkembangan Kesadaran beragama
Sebalikrtya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar
yang maksimal.
Oleh karena keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha
untuk menjaga kesehatan jasmani. Cara untuk menjaga kesehatan Jasmani antara lain adalah:
1) menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh,
karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu, dan
mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar;
berolahraga agar tubuh selalu bugat dan sehat;
2) rajin
3) istirahat
b) Faktor Psikologis
Dalam hal kejiwaan, kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi setiap orang itu berbeda.
Kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan
masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan
berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa
baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dan
kecerdasan dalam perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama
dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang
berkemampuan intelektual tinggi, berbeda dengan anak yang mempunyai daya intelektual
kurang, mereka selalu tampak murung, pendiam, mudah tersinggung karenanya suka
menyendiri, tingkat kecerdasan yang lambat dan temperamen.
Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa,
motivasi, minat, sikap, dan bakat.
-
Kecerdasan/inteligensi siswa
hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya.
Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena
motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk
belajar antara lain adalah:
1. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki dunia yang lebih luas;
2. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
3. Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang
penting, misalkan orangtua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebagainya;
4. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan
lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh
terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, reladan guru orangtua,
dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan memengaruhi
semangat belajar seseorang menjadi lemah.
- Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah
yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor
internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi,
karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki
minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena
itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan
minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajarinya.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara
lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak
membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa
untuk mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif,
afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik
saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya
jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
- Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya.
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi
atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan
sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat
dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau
lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengan tisipasi munculnya sikap yang negatif dalam
belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggung
jawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha
memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengembangkan kepribadian sebagai
seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan
pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat
mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang
srudi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
- Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat
(aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar,
Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa
untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorangyang menjadi salah satu
komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai
dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya
sehingga kernungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar
sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai
kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya
pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah
menyerap segala informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya,
siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa lain
selain bahasanya sendiri.
2. Faktor Eksternal
Yaitu hal hal yang datang atau ada diluar diri siswa/peserta didik yang meliputi lingkungan
(khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan lingkungan.
faktor eksternal yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu
faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan sosial
1.
Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan
memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak
telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika
memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum
dimilikinya.
2.
3.
Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat
memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat
menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik,
orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya
atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak
memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
2) Lingkungan nonsosial.
Faktor faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:
a. Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar
yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang.
Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas
belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar
siswa akan terhambat.
b.
Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam.
Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan
olahragd dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturanperaturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain sebagainya.
Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan
usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan
kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif
terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai
metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
Faktor eksternal dibagi menjadi 6 macam yaitu :
faktor biologis, physis, ekonomis, cultural, edukatif, dan religious.
a) Faktor Biologis
Bisa diartikan, biologis dalam konteks ini adalah faktor yang berkaitan dengan keperluan
primer seorang anak pada awal kehidupanya: Faktor ini wujudnya berupa pengaruh yang
datang
pertama
kali
dari
pihak
ibu
dan
ayah.
b) Faktor Physis
Maksudnya adalah pengaruh yang datang dari lingkungan geografis, seperti iklim keadaan
alam, tingkat kesuburan tanah, jalur komunikasi dengan daerah lain, dsb.
Semua ini jelas membawa dampak masing masing terhadap perkembangan anak anak
yang lahir dan dibesarkan disana. Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis.
Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat
orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional.
c) Faktor Ekonomis/Status Sosial Ekonomi
Dalam proses perkembanganya, betapapun ukuranya bervariasi, seorang anak pasti
memerlukan biaya. Biaya untuk makan dan minum dirumah, tetapi juga untuk mebeli
peralatan sekolah yang dibutuhkan oleh siswa. Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh
kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan
memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam
konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. ia anak siapa. Secara tidak langsung dalam
pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang
berlaku di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak
prilaku
seorang
anak
dengan
agama
sebagai
faktor
penting
yang
mempengaruhinya karena pondasi agama merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh dan berperan penting sebagai media kontrol dalam perkembangan peserta didik.
.
1. Aliran Nativisme
Nativisme (nativisme) adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran
psikologis . Tokoh utama aliran ini bernama arthur Schopenhoeur (1788-1860) seorangg
filosofis Jerman, Aliran filosofis nativisme ini dijuluki sebagai aliran pesimistis yang
memandang segala sesuatu dengan kacamata hitam, karena para ahli penganut ini
berkeyakinan bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan
pengalaman dan pendidikan tidak ada pengaruhnya. Dalam ilmu pendidikan pandangan ini
disebut pesimisme pedagogis.
2. Aliran Empirisisme
Aliran empirisisme (empiricism) tokoh utamanya adalah John Locke (1632-1704). Nama asli
aliran ini adalah The School of British Empiricism (aliran empirisme inggris). Doktrin
aliran empirisme yang amat mashur ialah tabula Rasa yang berarti lembaran kosong.
Doktrin tabula rasa menekankan arti pentingnya pengalaman, lingkungan dan pendidikan
dalam arti perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan
pengalaman pendidiknya sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada
pengaruhnya.
3. Aliran Konvegerensi
Aliran kovergensi merupakan gabungan antara aliran empirisisme dengan aliran nativisme.
Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas ( pembawaan) dengan lingkungan sebagai
faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Tokoh utama aliran ini
bernama
Louis
William
Stern,
seorang
filosof
dan
psycholog
Jerman.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Faktor internal yang mempengaruhi perkembangan peserta didik yaitu faktor fisiologis dan
faktor psikologis
2. Faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan peserta didik yaitu : faktor biologis,
faktor physis, faktor ekonomis, faktor kultural, faktor edukatif, dan faktor religious
B. Saran
Sebagai calon guru atau pendidik dan pembimbing, hendaknya kita bisa mengetahui faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan pada peserta didik lebih
dalam lagi dan dikembangkan agar kita dapat mengatasi masalah-masalah yang mungkin
akan timbul pada saat proses belajar mengajar/pembelajaran baik di dalam ruang lingkup
pendidikan formal maupun nonformal.
A.
Makna
Perkembangan
Moral
Perkembangan sosial merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang
anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung
sejak masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan merupakan suatu proses pembentukan
social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pembentukan pribadi dalam keluarga, bangsa
dan budaya. Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral,
sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku
sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila
menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran
norma perilaku moral yang diperlukan.
Seperti dalam proses perkembangan yang lannya, proses perkembangan sosial dan moral
selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial
sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan
sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar
sangat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras
dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku
dalam
masyarakat.
Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka ragam mazhab (aliran pemikiran) yang
berhubungan dengan perkembangan moral. Diantara ragam mazhab perkembangan sosial ini
paling
menonjol
dan
layak
dijadikan
rujukan
adalah
:
1. Aliran teori cognitive Psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence
Kohlberg.
2. Aliran teori Social Learning dengan tokoh utama Albert. Bandura dan R.H Walters.
Pada tokoh-tokoh psikologi tersebut telah banyak melakukan penelitia yang mana pada
penelitiannya setiap tahapan perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan
perkembangan perilaku moral yaitu perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat. Salah satu teori perkembangan moral adalah teori menurut
Kohlberg.
B.
Teori
Perkembangan
Moral
Menurut
Kohlberg.
Menurut teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama
pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Dalam Teori Kohlberg mendasarkan
teori perkembangan moral pada prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget. Menurut Kohlberg
sampai pada pandangannya setelah 20 tahun melakukan wawancara yang unik dengan anakanak. Dalam wawancara , anak-anak diberi serangkaian cerita dimana tokoh-tokohnya
menghadapi dilema-dilema moral. Berikut ini ialah dilema Kohlberg yang paling populer:
Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada satu obat
yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis radium yang
baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya membuat obat ini
sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya 10X lebih mahal dari biaya
pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan 1 dosis obat ia membayar $ 200 dan menjualnya
$2.000. Suami pasien perempuan, Heinz pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam
uang, tetapi ia hanya dapat mengumpulkan $1.000 atau hanya setengah dari harga obat. Ia
memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker bersedia
menjual obatnya lebih murah atau membolehkannya membayar setengahnya kemudian.
Tetapi sang apoteker berkata tidak, aku menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang
dari obat itu. Heinz menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi
istrinya.
Cerita ini adalah salah satu dari 11 cerita yang dikembangkan oleh Kohlberg untuk
menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah membaca cerita, anak-anak yang menjadi
responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral. Haruskah Heinz mencuri
obat? Apakah mencuri obat tersebut benar atau salah? Pataskah suami yang baik itu mencuri?
Dll. Berdasarkan penalaran-penalaran yang diberikan oleh responden dalam merespon dilema
moral ini dan dilema moral lain. Dengan adanya cerita di atas menurut Kohlberg
menyimpulkan terdapat 3 tingkat perkembangan moral, yang masing-masing ditandai oleh 2
tahap.
Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg , ialah
internalisasi yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal
menjadi
perilaku
yang
dikendalikan
secara
internal.
Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg terdapat 3 tingkat dan
6 tahap pada masing-masing tingkat terdapat 2 tahap diantaranya sebagai berikut :
Tingkat
Satu
:
Penalaran
Prakonvensional.
Penalaran Prakonvensional adalah : tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan
moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moralpenalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Dengan kata
lain aturan dikontrol oleh orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat
hadiah dan tingkah laku yang buruk mendapatkan hukuman.
Tahap
I.
Orientasi
hukuman
dan
ketaatan
Yaitu : tahap pertama yang mana pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman
dan anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
Tahap
II.
Individualisme
dan
tujuan
Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah)dan kepentingan sendiri.
Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik
adalah taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap
menghasilkan hadiah.
Tingkat
Dua
:
Penalaran
Konvensional
Penalaran Konvensional merupakan suatu tingkat internalisasi individual menengah dimana
seseorang tersebut menaati stndar-stndar (Internal)tertentu, tetapi mereka tidak menaati
stndar-stndar orang lain (eksternal)seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.
Tahap
III.
Norma-norma
Interpersonal
Yaitu : dimana seseorang menghargai kebenaran, keperdulian dan kesetiaan kepada orang lain
sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai
oleh
orang
tuanya
sebagai
yang
terbaik.
Tingkat
IV.
Moralitas
Sistem
Sosial
Yaitu : dimana suatu pertimbangan itu didasarkan atas pemahaman atuyran sosial, hukumhukum, keadilan, dan kewajiban.
Tingkat
Tiga
:
Penalaran
Pascakonvensional
Yaitu : Suatu pemikiran tingkat tinggi dimana moralitas benar-benar diinternalisasikan dan
tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan
moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu
kode.
Tahap
V.
Hak-hak
masyarakat
versus
hak-hak
individual
Yaitu : nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda
dari satu orang ke orang lain.
Tahap
VI.
Prinsip-prinsip
Etis
Universal
Yaitu : seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak
manusia universal. Dalam artian bila sseorang itu menghadapi konflik antara hukum dan
suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati.
Pada perkembangan moral menurut Kohlberg menekankan dan yakin bahwa dalam ketentuan
diatas terjadi dalam suatu urutan berkaitan dengan usia. Pada masa usia sebelum 9 tahun anak
cenderung pada prakonvensional. Pada masa awal remaja cenderung pada konvensional dan
pada awal masa dewasa cenderung pada pascakonvensional. Demikian hasil teori
perkembangan
moral
menurut
kohlberg
dalam
psikologi
umum.
Ketika kita khususkan dalam memandang teori perkembangan moral dari sisi pendidikan
pada peserta didik yang dikembangkan pada lingkungan sekolah maka terdapat 3 tingkat dan
6 tahap yaitu :
Tingkat
Satu
:
Moralitas
Prakonvensional
Yaitu : ketika manusia berada dalam fase perkembangan prayuwana mulai dari usia 4-10
tahun yang belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.Yang man dimasa ini
anak masih belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.
Pada
tingkat
pertama
ini
terdapat
2
tahap
yaitu
:
Tahap
1.
Orientasi
kepatuhan
dan
hukuman.
Adalah penalaran moral yang yang didasarkan atas hukuman dan anak-anak taat karena
orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat. Dengan kata lain sangat memperhatikan
ketaatan dan hukum. Dalam konsep moral menurut Kohlberg ini anak menentukan keburukan
perilaku berdasarkan tingkat hukuman akibat keburukan tersebut. Sedangkan perilaku baik
akan dihubungkan dengan penghindaran dari hukuman.
Tahap
2.
Memperhatikan
Pemuasan
kebutuhan.
Yang bermakna perilaku baik dihubungkan dengan pemuasan keinginan dan kebutuhan
sendiri tanpa mempertimbangkan kebutuhan orang lain.
Tingkat
Dua
:
Moralitas
Konvensional
Yaitu ketika manusia menjelang dan mulai memasuki fase perkembangan yuwana pada usia
10-13 tahun yang sudah menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.
Pada
Tingkat
II
ini
terdapat
2
tahap
yaitu
:
Tahap
3.
Memperhatikan
Citra
Anak
yang
Baik
Maksudnya : anak dan remaja berperilaku sesuai dengan aturan dan patokan moral agar
dapat memperoleh persetujuan orang dewasa, bukan untuk menghindari hukuman.
Semua perbuatan baik dan buruk dinilai berdasarkan tujuannya, jadi ada perkembangan
kesadaran terhadap perlunya aturan. Dalam hal ini terdapat pada pendidikan anak.
Pada tahap 3 ini disebut juga dengan Norma-Norma Interpernasional ialah : dimana
seseorang menghargai kebenaran, keperdulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai
landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-standar
moral orang tuanya sambil mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagi seorang anak
yang
baik.
Tahap
4.
Memperhatikan
Hukum
dan
Peraturan.
Anak dan remaja memiliki sikap yang pasti terhadap wewenang dan aturan.
Hukum harus ditaati oleh semua orang.
Tingkat
Tiga
:
Moralitas
Pascakonvensional
Yaitu ketika manusia telah memasuki fase perkembangan yuwana dan pascayuwana dari
mulai usia 13 tahun ke atas yang memandang moral lebih dari sekadar kesepakatan tradisi
sosial. Dalam artian disini mematuhi peraturan yang tanpa syarat dan moral itu sendiri adalah
nilai yang harus dipakai dalam segala situasi.
Pada
perkembangan
moral
di
tingkat
3
terdapat
2
tahap
yaitu
:
Tahap
5.
Memperhatikan
Hak
Perseorangan.
Maksudnya dalam dunia pendidikan itu lebih baiknya adalah remaja dan dewasa
mengartikan perilaku baik dengan hak pribadi sesuai dengan aturan ddan patokan sosial.
Perubahan hukum dengan aturan dapat diterima jika ditentukan untuk mencapai hal-hal
yang
paling
baik.
Pelanggaran hukum dengan aturan dapat terjadi karena alsan-alasan tertentu.
Tahap
6.
Memperhatikan
Prinsip-Prinsip
Etika
Maksudnya : Keputusan mengenai perilaku-pwerilaku sosial berdasarkan atas prinsipprinsip moral, pribadi yang bersumber dari hukum universal yang selaras dengan kebaikan
umum
dan
kepentingan
orang
lain.
Keyakinan terhadap moral pribadi dan nilai-nilai tetap melekat meskipun sewaktu-waktu
berlawanan dengan hukum yang dibuat untuk menetapkan aturan sosial. Contoh : Seorang
suami yang tidak punya uang boleh jadi akan mencuri obat untuk menyelamatkan nyawa
istrinya dengan keyakinan bahwa melestarikan kehidupan manusia merupakan kewajiban
moral yang lebih tinggi daripada mencuri itu sendiri.