Professional Documents
Culture Documents
diplomat berfungsi untuk memberikan perlindungan kepada warga negaranya yang berada di negara tempat
ia bekerja. Diplomat juga memiliki hak privilege atau keuntungan-keuntungan yang tidak dimiliki oleh
warga negara pada umumnya. Pertama, diplomat memiliki imunitas atas yurisdiksi negara penerimanya
(Roy, 1996:201). Seorang diplomat tidak dapat diperkarakan di pengadilan negara penerima tanpa
persetujuan dari negara pengirim. Diplomat juga memiliki hak ekstrateritorialitas, yaitu hak istimewa
kedutaan yang dianggap sebagai teritori negara pengirim sehingga di wilayah kedutaan menggunakan tata
hukum negara pengirim (Roy, 1996:203). Kegiatan surat-menyurat diplomat juga dianggap sebagai
dokumen rahasia negara pengirim, sehingga negara penerima tidak dapat memeriksa dan menggeledah
dokumen diplomat. Diplomat juga terbebas dari kebijakan fiskal negara penerima, yaitu terbebas dari pajakpajak.
Terdapat beberapa pola diplomasi; pola pertama adalah diplomasi bilateral yang dapat diartikan sebagai
praktek diplomasi yang hanya dilakukan oleh dua negara (Djelantik, 2008: 85). Pola diplomasi berikutnya
adalah diplomasi multilateral. Menurut Berridge (dalam Djelantik, 2008:133), diplomasi multilateral adalah
praktek diplomasi yang dilakukan oleh tiga negara atau lebih melalui sebuah konferensi. Selanjutnya
terdapat pola diplomasi asosiasi yaitu sebuah pola untuk menciptakan hubungan diplomatik antar negara
ataupun antar kelompok negara melalui perjanjian dan kerangka institusional (Barston, 1996:108). Pola
selanjutnya adalah diplomasi konferensi yang dapat diartikan sebagai praktek diplomasi yang dijalankan
melalui konferensi antar negara (Barston, 1996:137-138). Dua pola diplomasi lain adalah diplomasi personal
dan summit diplomacy. Diplomasi personal dapat diartikan sebagai praktek diplomasi yang umumnya
dilakukan oleh petinggi negara dengan negara lain, Contoh Perdana Menteri Inggris, Theres May
mengadakan bilateral talks dengan HH Sheikh Tamim bin Hammad Al Thani mengenai UK-Qatari
relationship pada 15 September lalu. Summity diplomacy dapat diartikan sebagai praktek diplomasi yang
dilakukan di forum-forum formal maupun informal oleh para petinggi negara secara langsung (Weilemann,
2000:17).
Untuk menjadi seorang diplomat, sekarang ini seorang warga negara harus melewati beberapa rangkaian
ujian tertentu (Roy, 1996:209). Sebelum menjadi diplomat, mereka harus melewati seleksi dan pelatihanpelatihan oleh instansi terkait sehingga tidak semua orang dapat menjadi diplomat melalui jalur ini. Selain
itu, seorang warga negara dapat ditunjuk menjadi diplomat apabila memiliki pengaruh politik dengan
penguasa negaranya. Keuntungan dari diplomat yang terpilih dari jalur ini adalah mereka mendapatkan
dukungan penuh dari pemerintah negaranya, sehingga instansi seperti departemen luar negeri dapat
mengabulkan program kerja diplomat secara penuh. Seperti di Indonesia, Departemen Luar Negeri sangat
mendorong para diplomat untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Setelah sekitar tiga tahun di
dalam negeri, para diplomat muda ditempatkan ke perwakilan-perwakilan RI di luar negeri selama tiga
tahun. Setelah itu mereka harus kembali ke tanah air selama dua sampai tiga tahun, dan kemudian
ditempatkan lagi di luar negeri. Demikian seterusnya hingga pensiun. Dalam perjalanan karier seorang
diplomat, ia akan mendapat ranking diplomatik secara berjenjang. Dari mulai terendah sampai tertinggi;
attach, third secretary, second secretary, counselor, minister counselor, minister, dan ambassador. Duta
besar adalah karier puncak seorang diplomat, meskipun tidak semua diplomat bisa mencapai karier puncak
tersebut. Selain itu, karena merupakan jabatan politis maka duta besar juga bisa diisi oleh mereka dari luar
diplomat karier.
Kesimpulan yang dapat penulis ambil adalah bahwa hubungan antara diplomat dan diplomasi dipengaruhi
oleh fungsi dan peranan seorang diplomat tersebut. Seorang diplomat harus paham dan mengenal baik
negerinya sendiri. Ia harus menguasai pengetahuan tentang sejarah, sistem dan dinamika perkembangan
politik, ekonomi, sosial, budaya, geografi negerinya sendiri dengan baik. Untuk mahasiswa Hubungan
Internasional hal ini perlu diperhatikan, karena terkadang karena kita terlalu terfokus dengan segala hal yang
berkaitan dengan internasional, justru kurang memperhatikan perkembangan-perkembangan di dalam
negeri. Selain pemahaman masalah dalam negeri, pemahaman masalah-masalah internasional juga mutlak
diperlukan mulai dari isu-isu politik, keamanan, ekonomi, lingkungan, hinga masalah-masalah sosial
budaya. Dengan kata lain seorang diplomat dituntut untuk menjadi seorang generalis sekaligus spesialis.
Selanjutnya, karena lingkup tugas seorang diplomat berhubungan erat dengan hubungan antar individu, dari
sisi keterampilan, seorang diplomat dituntut untuk memiliki kemampuan komunikasi dan interaksi yang
baik. Penguasaan bahasa Inggris yang baik, bahkan mendekati sempurna, adalah suatu keharusan. Akan
menjadi nilai lebih jika memiliki kemampuan bahasa asing lainnya, khususnya bahasa yang digunakan di
PBB (Arab, Perancis, China, Jepang, Spanyol, Jerman, atau Rusia). Kecakapan berbicara di depan publik
(public speaking) juga merupakan suatu keharusan bagi seorang diplomat. Karena itu, seorang diplomat juga
memiliki pikiran yang terbuka serta fleksibilitas dalam berinteraksi. Singkatnya, seorang diplomat harus
tegas dalam prinsip namun fleksibel dalam pendekatan. Seorang yang dogmatis dan kaku tidak cocok untuk
menjadi seorang diplomat.
GReferensi:
Barston, R. 1996. Modern Diplomacy. Longman.
Dinh, Tranh Van. 1982. Diplomacy: The Dialogue Between States. Methuen.
Djelantik,Sukawarsini. 2008. Diplomasi Antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Roy, Samendra Lal. 1995. Diplomasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Weilemann, Peter R. 2000. The Summit Meeting: The Role and Agenda of Diplomacy at its Highest Level.
NIRA Review.