You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam
menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Di dalam manajemen tersebut mencakup
kegiatan POAC (planning, Organizing, Actuating, Controlling) terhadap staf, sarana, dan
prasarana dalam mencapai tujuan organisasi. (Nursalam, 2007)
Manajemen didefinisikan sebagai proses menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain
untuk mencapai tujuan organisasi dalam suatu lingkungan yang berubah. Manajemen juga
merupakan proses pengumpulan dan mengorganisasi sumber-sumber dalam mencapai
tujuan (melalui kerja orang lain) yang mencerminkan dinamika suatu organisasi.tujuan
ditetapkan berdasarkan misi,filosofi dan tujuan organisasi.proses manajemen meliputi
kegiatan mencapai tujuan organisasi melalui perencanaan organisasi,pengarahan dan
pengendalian sumber daya manusia,fisik,dan teknologi.semua perawat yang terlibat dalam
manajemen keperawatan dianggap perlu memahami misi,Filosofi dan tujuan pelayanan
keperawatan serta kerangka konsep kerjanya. (Anonim, 2011)
Manajemen keperawatan mempunyai lingkup manajemen operasional untuk
merencanakan, mengatur dan menggerakkan karyawan dalam memberikan pelayanan
keperawatan sebaik-baiknya pada pasien melalui manajemen asuhan keperawatan. Agar
dapat memberikan pelayanan keperwatan sebaik-baiknya kepada pasien, diperluikan suatu
standar yang akan digunakan baik sebagai target maupun alat pengontrol pelayanan
tersebut.(Anonim, 2011)
Dalam Manajemen Keperawatan juga dibahas mengenai konsep berubah , dinamika
kelompok ataupun pengambilan keputusan dalam pemecahan masalah.

1.2 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
1

Untuk bagaimana konsep manajemen keperawatan dan metode asuhan keperawatan


penugasan kasus.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam makalah ini, adalah mahasiswa mengetahui:
1.

Menjelaskan mengenai konsep berubah

2.

Menjelaskan mengenai dinamika kelompok

3.

Menjelaskan mengenai pengambilan keputusan

BAB II

KONSEP BERUBAH

2.1

Pengertian
Perubahan pelayanan keperawatan mempunyai dua pilihan utama, yaitu mereka
melakukan inovasi dan berubah atau mereka yang diubah oleh suatau keadaan dan situasi.
Perawat harus mempunyai keterampilan dalam proses perubahan. Keterampilan pertama
adalah proses keperawatan. Proses keperawatan merupakan pendekatan dalam
menyelesaikan masalah yang sistematis dan konsisten dengan perencanaan perubahan.
Keterampilan kedua adalah ilmu teoritis di kelas dan pengalaman praktik. Perawat harus
diajarkan ilmu teoritis di kelas dan mempunyai pengalaman praktik untuk bekerja secara
efektif dengan orang lain.
Perubahan pelayanan kesehatan/keperawatan merupakan kesatuan dalam
perkembangan dan perubahan keperawatan di Indonesia. Bahkan, menjadi hal yang aneh
atau tidak semestinya terjadi, apabila masyarakat umum dan lingkungannya terus-menerus
berubah, sedangkan keperwatan yang merupakan bagian masyarakat tersebut tidak
berubah dalam menata kehidupan profesi keperawatan. Perubahan adalah cara
keperawatan mempertahankan diri sebagai profesi dan berperan aktif dalam menghadapi
era global (millennium III). Masyarakat ilmuan dan professional keperawatan Indonesia
melihat dan mempersiapkan proses profesionalisasi pada era global ini bukan sebagai
suatu ancaman untuk diikitu atau dihindari, tetapi merupakan tantangan untuk beruapaya
lebih keras memacuproses profesionalisai keperawatan di Indonesia serta menyejajarkan
diri dengan keperawatan di Negara-negara lain. Mewujudkan keperawatan sebagai profesi
di Indonesia bukan hanya sekedar perjuangan untuk membela nasib para perawat yang
sudah lama kurang mendapat perhatian. Namun lebih dari itu, upaya ini dilakukan untuk
memenuhi hak masyarakat dalam mendapat asuhan keperawatan yang professional.
Keperawatan sebagai profesi yang merupakan bagian dari masyarakat akan
terus berubah sejalan dengan masyarakat yang terus berkembang dan mengalami
perubahan. Keperawatan dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain keperawatan sebagai
bentuk asuhan professional kepada masyarakat, keperawatan sebagai ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek), serta keperawatan sebagai kelompok masyarakat ilmuwan dan
kelompok masyarakat profesional. Dengan terjadinya perubahan atau pergeseran dari
berbagai faktor yang mempengaruhi keperawatan, akan berdampak pada perubahan dalam
3

pelayanan/asuhan keperawatan, perkembangan iptek keperawatan, maupun perubahan


dalam masyarakat keperawatan, baik sebagai masyarakat ilmuwan maupun sebgai
masyarakat professional.
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada era global
akan terus berubah karena masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat juga terus
mengalami perubahan. Masalah keperawatan sebagai bagian masalah kesehatan yang
dihadapi masyarakat terus-menerus berubah karena berbagai faktor yang mendasarinya
juga terus mengalami perubahan. Dengan berkembangnya masyarakat dan berbagai
bentuk pelayanan professional serta kemungkinan adanya perubahan kebijakan dalam
bidang kesehatan, maka mungkin saja akan terjadi pergeseran peran keperawatan dalam
sistem pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Era global, hendaknya oleh para penggiat keperawatan dipersiapkan secara
benar dan menyeluruh, mencakup seluruh aspek keadaan atau peristiwa yang telah,
sedang, dan akan berlangsung pada era tersebut. Memasuki era global, kita dihadapkan
pada perkembangan iptek yang sangat cepat. Proses penyebaran iptek juga disertai dengan
percepatan penyebaran berbagai macam barang dan jasa yang luar biasa banyak. Hal ini
disebabkan pesatnya perkembangan teknologi transportasi, telekomunikasi, dan jenis
teknologi lainnya. Semuanya ini mencerminkan terjadinya proses globalisasi dengan
segala cirri dan konsekuensinya.
Ada scenario mas depan yang diprediksikan akan terjadi dan harus diantisipasi
dengan baik oleh profesi keperawatan Indonesia (Maarifin, 1999), yaitu:
1. Masyarakat berkembang ditunjukkan dengan tingkat pendidikan sehingga membuat
mereka memiliki kesadaran yang lebih tinggi aka nada hak dan hokum, menuntut
berbagai bentuk dan juenjang pelayanan kesehatan yang professional, ditambah pula
rentang kehidupan daya ekonomi masyarakat ikut semakin melebar;
2. Rentang masalah kesehatan meluas, sehingga berdampak pada sistem pemberian
pelayanan kesehatan, mulai dari teknologi sederhana samapi pada teknologi yang
sangat canggih;
3. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang dan harus dimanfaatkan secara
tepat guna;
4. Tuntutan profesi meningkat karena di dorong oleh perkembangan iptek medis,
permasalahan internal pada profesi keperawatan, dan era global.

Terdapat empat kategori umum perubahan social yang memengaruhi keperawatan


social yang memengaruhi peran keperawatan, yaitu pergeseran menuju arah pengasuhan
diri sendiri dan rasa tanggung jawab seseorang terhadap kesehatan yang meliputi:
1. Pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap kesehatan;
2. Pergeseran penekanan pelayanan kesehatan dengan lebih menekankan pada upaya
pencegahan gangguan kesehatan;
3. Perubahan peran dari pemberi pelayanan kesehatan;
4. Cara-cara baru pengambilan keputusan dalam bidang kesehatan yang memberikan
penerima pelayanan kesehatan tanggung jawab yang lebih besar dalam perencanaan
kesehatan.
2.2

Jenis Dan Proses Perubahan


Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, yaitu perubahan yang tidak
direncanakan dan yang direncanakan. Perubahan yang tidak direncanakan adalah
perubahan yang terjadi tanpa persiapan. Sebaliknya, perubahan yang direncanakan adalah
perubahan yang telah direncanakan dan dipikirkan sebelumnya. Secara umum, perubahan
terencana adalah suatu proses dimana ada pendapat baru yang dikembangkan dan
dikomunikasikan kepada semua orang, walaupun akhirnya akan diterima atau ditolak.
Perubahan ini terjadi dalam waktu yang lama dan memiliki tujuan yang jelas. Perubahan
terencana lebih mudah dikelola daripada perubahn tidak terencana yang terjadi pada
perkembangan manusia, tanpa persiapan, atau karena suatu ancaman. Oleh karena alaan
tersebut, perawat harus adapat mengeloa perubahan.
Proses perencanaan terjadi karena adanya perubahan yang sangat kompleks
dalam melibatkan interaksi banyak orang, faktor, dan tekanan. Perencanaan perubahan,
sebagimana proses keperawatan, memerlukan suatu pemikiran yang matang tentang
keterlibatan individu atau kelompok penyelesaian masalah, penagmbilan keputusan,
pemikiran kritis, pengkajian, dan efektifitas penggunaan keterampilan interpersonal,
seperti kemampuan kominikasi, kolaborasi, negosiasi, dan persuasi, adalah kunci dalam
perencanaan perubahan.
Orany yang mengelola perubahan harus mempunyai bisi yang jelas bagaimana
proses akan dilaksanakan dengan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan. Proses
perubahan memerlukan tahapan memerlukan tahapan yang berurutan dimana orang akan
terlibat dalam sebuah proses perubahan dan arah perubahan yang akan dilaksanakan. Oleh
5

karena itu, koalisi perlu dan harus dibentuk untuk mendukung perubahan. Selain itu,
perubahan juga harus didukung oleh strategi perubahan yang baik. Sebelum mempelajari
strategi perubahan, rangkuman teori-teori perubahan perlu dipelajari telebih dahulu.
2.3

Teori-Teori Perubahan

2.3.1 Teori Kurt Lewin (1951)


Lewin (1951) mengungkapkan baha perubahan dapat dibedakan menjadi tiga tahapan,
yaitu unfreezing, moving, dan refreezing (Kurt Lewin, 1951 dari Lancaster, J., Lancaster,
W. 1982). Perubahan tersebut dapt dijabarkan sebagai berikut.
1. Pencairan (unfreezing), yaitu motivasi yang kuat untuk beranjak dari keadaan semula
dan mengubah keseimbangan yang ada. Pada tahapan ini, perubahan mulai dirasakan
perlu sehingga muncul kesiapan untuk berubah, menyiapkan diri, dan upaya
melakukan perubahan.
2. Bergerak (moving), yaitu bergerak menuju keadaan yang baru atau tingkat/tahap
perkembangan baru karena memiliki cukup informasi, memiliki sikap dan
kemampuan untuk berubah, memahami masalah yang dihadapi, dan mengetahui
langkah-langkah penyelesaian yang harus dilakukan. Setelah hal-hal ini dimiliki,
perlu dilakukan langkah nyata untuk berubah dalam mencapai tingkat atau tahap baru
tersebut.
3. Pembekuan (refreezing), yaitu keadaan di saat motivasi telah mencapai tingkat/tahap
baru atau mencapai keseimbangan baru. Tingkat baru yang telah dicapai harus dijaga
agar tidak mengalami kemunduran pada tingkat atau tahap perkembangan semula.
Oleh karena itu, selalu diperlukan umpan balik dan kritik yang membangun dalam
upaya pembinaan (reinforcement) yang terus menerus dan berkelanjutan.
Tuntutan kebutuhan yang semakin meningkat menyebabkan perawata harus berubah
secara terencana dan terkendali. Salah satu teori perubahan yang dikenal sebagi teori
lapangan (field theory) dengan analisis kekuatan medan (force field analysis) dari Kurt
Lewin (1951), dalam Marifin (1997), menjelaskan bahwa ada kekuatan pendorong untuk
berubah (driving forces) dan ada kekuatan penghambat terjadinya perubahan (restraining
force). Perubahan terjadi apabila salah satu kekuatan lebih besar dari yang lain.
Faktor pendorong terjadinya perubahan terdiri atas kebutuhan dasar manusia dan
kebutuhan dasar interpersonal. Manusia memiliki kebutuhan dasar yang tersusun
berdasarkan hierarki kepentingan. Kebutuhan yang belum terpenuhi akan memotivasi
6

perilaku sebagaimana teori kebutuhan Maslow (1954). Di dalam keperawatan, kebutuhan


ini dapat dilihat dari bagaimana keperawatan memepertahankan dirinya sebagi profesi
dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan/asuhan keperawatan yang
professional.
Selain kebutuhan dasar, manusia memiliki tiga kebutuhan dasar interpersonal yang
melandasi sebagian besar peilaku seseorang. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan untuk
berkumpul bersama-sama, kebutuhan untuk mengendalikan/melakukan control, dan
kebutuhan untuk dikasihi. Kebutuhan tersebut di dalam keperawatan di artikan sebagai
upaya keperawatan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan dan
perkembangan iptek.
Faktor penghambat adalah segala sesuatau yang menbghambat terjadinya perubahan.
Faktor-faktor penghambat perubahan adalah adanya ancaman terhadap kepentingan
pribadi, adanya presepsi yang kurang tepat, reaksi psikologis, dan rendahnya toleransi
untuk berubah.
Lewin juga (1951) mengidentifikasi beberapa hala dan alas an yang harus
dilaksanakan oleh seorang manager dalam merencanakan suatu perubahan, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Perubahan hanya boleh dilaksanakan untuk alas an yang baik;


Perubahan harus secara bertahap;
Semua perubahan harus direncanakan dan tidak secara drastic atau mendadak;
Semua individu yang terkena perubahan harus dilibatkan dalam perencanaan
perubahan;
Alasan perubahan Lewin tersebut ada alasan yang dapat diterapkan pada setiap situasi,

yaitu:
1. Perubahan ditujukan untuk menyelesaikan masalah;
2. Perubahan ditujukan untuk membuat prosedur kerja lebih efisien;
3. Perubahan ditujukan untuk mengurangi pekerjaan yang tidak penting;
2.3.2 Teori Roger (1962)
Roger (1962) mengembangkan teori dari Lewin (1951) tentang tiga tahap perubahan
dengan menekankan latar belakang individu yang terlibat dalam perubahan dan
lingkungan di mana perubahan tersebut dilaksanakan. Roger (1962) menjelaskan lima
tahap dalam perubahan, yaitu: kesadaran, keinginan, evaluasi, mencoba, dan penerimaan
atau dikenal juga sebagai awareness, interest, evaluation, trial, adoption (AIETA).
7

Roger percaya bahwa proses penerimaan terhadap perubahan lebih kompleks daripada
tiga tahap yang dijabarkan Lewin (1951).setiap individu yang terlibat dalam proses
perubahan dapat menerima atau menolaknya. Meskipun perubahan dapat diterima,
mungkin saja suatu saat akan ditolak setelah perubahan tersebut dirasakan sebagi hal yang
menghambat keberadaannya.
Roger mengatakan bahwa perubahan yang efektif bergantung pada individu yang
terlibat, tertarik, dan berupaya untuk selalu berkembang dan maju serta mempunyai suatu
komitmen untuk bekerja dan melaksanakannya.
2.3.3 Teori Lipitts (1973)
Lippits (1973) dalam Husin (1999) mendefinisikan perubahan sebagai sesuatu yang
direncanakan atau tidak direncanakan terhadap status quo dalam individu, situasi atau
proses, dan dalam perencanaan perubahan yang diharapkan, disusun oleh individ, situasi
atau kelompok, organisasi, atau system social yang mempengaruhi secara langsung
tentang status quo, organisasi lain, atau situasi lain. Tidak seorang pun bisa lari dalam
perubahan. Pertanyaannya aadalah bagaimana seseorang mengatasi perubahan tersebut?
Kunci untuk menghadapi perubahan tersebut adalah mengidentifikasi tujuh tahap dalam
proses perubahan. Tujuh tahap tersebut adalah sebagai berikut.
1. Menentukan masalah.
Pada tahap lain, setiap individu yang terlibat dalam perubahan harus membuka diri
dan menghindari kepetusan sebelum semua fakta dapat dikumpulkan. Individu yang
terlibat juga harus sering memikirkan dan mengetahui apa yang salah serta serta
berusaha menghindari data-data yang dianggap tidak sesuai. Setiap orang mempunyai
tanggung jawab untuk selalu menginformasikan tentang fenomena yang terjadi.
Semakin banyak informasi tentang perubahan yang dimiliki seorang manajer, maka
semakin akurat data yang dapat diidentifikasi sebagai masalah. Semua orang yang
mempunyai kekuasaan harus diikut sedini mungkin dalam proses perubahan tersebut.
2. Mengkaji motivasi dan kapasitas perubahan.
Perubahan merupakan sesuatu yang mudah, tetapi keberhasilan perubahan dalam
mencapai tujuan yang lebih baik akan memerlukan kerja keras dan komitmen yang
tinggi dari semua orang yang terlibat didalamnya. Pada tahap ini, semua orang yang
terlibat dan lingkungan yang tersedia harus dikaji tentang kemampuan, hambatan
yang mungkin timbul, dan dukungan yang akan diberi. Mengingatkan mayoritas yang
8

praktik keperawatan berada pada suatu organisasi/instansi, maka struktur organisasai


harus dikaji apakah peraturan yang ada, kebijakan, budaya organisasi, dan orang yang
terlibat akan membantu proses perubahan atau justru menghambatnya. Focus
perubahan pada tahap ini adalah mengindentifikasi factor-faktor yang mendukung dan
menghambat terhadap terhadap proses perubahan tersebut.
3. Mengkaji motivasi agen pembaru dan sarana yang tersedia.
Pada tahap ini, diperlukan suatu komitmen dan motivasi manajer dalam proses
perubahan. Pandangan manajer tentang perubahan harus dapat diterima oleh staf dan
dapat dipercaya. Manajer harus mampu menunjukkan motivasi yang tinggi dan
keseriusan dalam pelaksanaan perubahan dengan selalu mendengarkan masukanmasukan dari staf dan selalu mencari solusi yang terbaik.
4. Menyeleksi tujuan perubahan.
Pada tahap ini, perubahan harus sudah disusun sebagai suatu kegiatan secara
operasional, terorganisasi, berurutan, kepada siapa perubahan akan berdampak, dan
kapan waktu yang tepat untuk dilaksanakan. Untuk itu diperlukan suatu target waktu
dan perlu dilakukan uji coba sebelum menentukan efektivitas perubahan.
5. Memilih peran yang sesuai dilaksanakan oleh agen pembaru.
Pada tahap ini, perlu ada suatu pemilihan seorang peminpin atau manajer yang ahli
dan sesuai dengan bidangnya. Manajer tersebut akan dapat memberikan masukan dan
solusi yang terbaik dalam perubahan serta dia bisa berperan sebagai seseorang mentor
yang baik. Perubahan akan berhasil dengan baik apabila antara manajer dan staf
mempunyai pemahaman yang sana dan memiliki kemampuan dalam melaksanakan
perubahan tersebut.
6. Mempertahankan perubahan yang telah dimulai.
Sekali perubahan sudah dilaksanakan, maka harus dipertahankan dengan komitmen
yang ada. Komunikasi harus terbuka dan terus diinformasikan supaya setiap
pertanyaan yang masuk dan permasalahan yang terjadi dapat diambil solusi yang
terbaik oleh kedua belah pihak.
7. Mengakhiri bantuan.
Selama proses mengakhiri perubahan, maka harus selalu diikuti olehbperencanaan
yang bekelanjutan dari seorang manajer. Hal ini harus dilaksanakan secara bertahap
supaya individu yang terlibat mempunyai peningkatan tanggung jawab dan dapat
mempertahankan perubahan yang telah terjadi. Manajer harus terus menerus bersedia
menjadi konsultan dan secara aktif terus terlibat dalam perubahan.
9

Tabel 1.1

Perbandingan Perubahan Berdasarkan Tiga Teori Perubahan

Lewin
Pencarian

Roger
Kesadaran

Lipitts
Mendiagnosis masalah
Mengkaji
motivasi,

Tertarik

kemampuan

Evaluasi

untuk

berubah
Mengkaji motivasi agen
pembaru dan berbagai

Bergerak

Pembekuan

2.4

Mencoba

Penerimaan

sumber saran
Menetapkan

perubahan
Menetapkan peran agen

pembaru
Mempertahankan

perubahan
Mengakhiri bantuan.

tujuan

Strategi Membuat Perubahan


Perubahan dalam organisasi terdiri atas tiga tingkatan yang berbeda, yaitu: perubahan
individu yang bekerja di organisasi terebut, perubahan struktur dan sistem, perubahan
hubungan interpersonal. Ketiga tingkatan tersebut membutuhkan strategi untuk
menciptakan perubahan yang baik. Strategi membuat perubahan dikelompokkan menjadi
empat empat hal, yaitu : memiliki visi yang jelas, menciptakan budaya organisasi tentang
nilai-nilai moral dan percaya kepada orang lain, sistem komunikasi sesering mungkin
secara jelas dan singkat, serta keterlibatan orang yang tepat.

2.4.1 Visi yang Jelas


Visi ini merupakan hal yang sederhana dan utama, karena visi dapat memengruhi
pandangan orang lain. Misalnya visi J.F. Kennedy, menempatkan seseorang di bulan
sebelum akhir abad ini. Visi harus disusun secara jelas, ringkas, mudah dipahami, dan
dapat dilaksanakan oleh setiap orang.
2.4.2 Iklim atau Budaya Organisasi yang Kondusif

10

Menciptakan iklim yang kondusif dan rasa saling percaya adalah hal yang pentig
perubahan akan lebih baik jika mereka percaya seseorang dengan kejujuran dan nilai-nilai
yang diyakininya. Orang akan berani mengambil suatu risiko terhadap perubahan apabila
mereka dapat berfikir jernih dan tidak emosional dalam menghadapi perubahan. Setiap
perubahan harus diciptakan dalam suasana keterbukaan, kejujuran, dan secara langsung.
Uapaya yang harus ditanamkan dalam menciptakan iklim yang kondusif adalah :
1.
2.
3.
4.
5.

Keterbatasan untuk berfungsi secara efektif


Dukungan dari sejawat dan pimpinan
Kejelasan harapan tentang lingkungan kerja
Sumber yang tepat untuk praktik secara efektif
Iklim organisasi yang terbuka.

2.4.3 Sistem Komunikasi yang Jelas Singkat dan Berkesinambungan


Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam perubahan. Setiap orang perlu
mendapat penjelasan tentang perubahan untuk menghindari rumor atau informasi yang
salah. Jika semakin banyak orang mengetahui tentang keadaan, maka mereka akan
semakin baik dan mampu dalam memberikan pandangan ke depan dan mengurangi
kecemasan serta ketakutan terhadap perubahan. Komunikasi satu arah (top-down) tidak
cukup dan sering menimbulkan kebingungan karena orang tidak mengetahui apa yang
akan terjadi.
Pertanyaan yang perlu disampaikan pada tahap awal perubahan adalah sebagai
berikut:
1. Apakah yang sudah terjadi sudah benar ?
2. Apa yang lebih baik ?
3. Jika anda bertanggung jawab dalam peubahan, apa yang anda lakukan ?
2.4.4 Keterlibatan Orang yang Teapat
Perubahan perlu disusun oleh orang-orang yang kompeten. Begitu rencana sudah
tersusun, segeralah melibatkan orang lain pada setiap jabatan di organisasi, karena
keterlibatan akan berdampak terhadap dukungan dan advokasi.
2.5

Kunci Sukses Strategi Untuk Terjadinya Perubahan Yang Baik


Keberhasilan perubahan bergantung pada strategi yang diterapkan oleh agen pembaru.
Hal yang paling penting adalah harus memulainya.
11

2.5.1 Mulai Diri Sendiri


Perubahan dan pembenahan pada diri sendiri, baik sebagai individu maupun sebagai
profesi merupakan titik sentral yang harus dimulai. Sebagai anggota profesi, perawat tidak
akan pernah berubah atau bertambah baik dalam mencapai suatu tujuan profesionalisme
jika perawat belum memulai pada dirinya sendiri. Selalu mengintrospeksi dan
mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang ada akan sangat membantu
terlaksananya pengelolaan keperawatan di masa depan.
2.5.2 Mulai dari Hal-Hal yang Kecil
Perubahan yang besar untuk mencapai profesionalisme manajer keperawatan
Indonesia tidak akan pernah berhasil, jika tidak dimulai dari hal-hal yang kecil. Hal-hal
yang kecil yang harus dijaga dan ditanamkan perawat Indonesia adalah menjaga citra
keperawatan yang sudah mulai membaik di hati masyarakat denga tidak merusaknya
sendiri. Sebagai contoh dalam manajemen bangsal, seorang manajer harus menjaga diri
dari prilaku yang negatif misalnya dengan berbicara kasar, tidak disiplin waktu, dan tidak
melakukan tindakan tanpa memperhatikan prinsip asetif antiseptik.
2.5.3 Mulai Sekarang Jangan menunda
Sebagaimana disampaikan oleh Nursalam (2011), lebih baik sedikit daripada tidak
sama sekali, lebih baik dikerjakan sekarang dari pada harus terus menunda.memnafaatkan
kesempatan yang ada merupakan konsep manajemen keperawatan saat ini dan masa yang
akan datang. Kesempatan tidak akan datang dua kali denga tawaran yang sama.
2.6

Tahap Dan Pedoman Pengelolaan Perubahan


Pengelolaan perubahan menjadi kompetensi utama bagi manajer perawat saat ini.
Ketidakefektifan penerapan perubahan akan berdampak buruk terhadap manajer,staf, dan
organisasi serta menghabiskan waktu dan dana yang sia-sia. Pegawai ingin belajar
perubahan dari pimpinan. Bolton,dkk, (1992) menjelaskan sepuluh tahap pengelolaan
perubahan organisasi sebagaimana pada Tabel 1.2 berikut.

Tabel 1.2 Tahap pengelolaan perubahan (Bolton,dkk, 1992)


Tahap
1

Penjelasan
Mendefinisikan tujuan perubahan dengan melakukan pengkajian kepada

12

orang yang layak, menguji dokumen, dan menulis bahan-bahan yang sudah
dikembangkan, serta secara konsisten menatap kedepan sesuai visi yang
2

telah ditetapkan.
Meyakinkan tentang kesesuaian tujuan perubahan dengan rencana strategis

organisasi.
Di mana tujuan akan dapat dilaksanalan dengan baik dan orang lain akan

dengan senang hati terlibat di dalam dalamnya.


Menentukan siapa yang akan memimpin perubahan. Pemimpin harus
mengomunikasikan visi secara efektif kepada setiap orang di masing-masing
tatanan jabatan organisasi dan berperan sebagai pelatih, mentor, pendengar,

5
6

dan pendukung kelompok kerja.


Memfasilitasi komitmen semua pihak yang terlibat.
Mengidentifikasi instrumen tujuan yang spesifik yang dapat dipergunakan

sebagai tolak ukur pencapaian perubahan.


Membangun suatu tim kerja yang solid. Tim kerja tersebut harus mempunyai
tanggung jawab yang jelas, mampu berkomunikasi dengan yang lainnya, dan

juga mampu melakukan negosiasi serta penyelaesaian masalah


Melibatkan semua tim kesehatan yang turut serta dalam praktik keperawatan
profesional kepada pasien. Tim tersebut harus mendukung dan terlibat dalam

perubahan yang diharapkan oleh organisasi.


Belajar dari kesalahan masa lalu untuk menghindari kesalahan yang sama.

10

Ajarkan kepada kelompok kerja tentang proses interaksi perencanaan yang


baik.

Selalu

mengembangkan

sesuatu

yang

komprehensif

dan

mengomunikasikannya secara terus-menerus.

2.6.1 Pedoman untuk Pelaksanaan Perubahan


Hal-hal berikut ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan perubahan.
1. Keterlibatan
Tidak ada seorang pun yang mengetahui semua hal. Menghargai kemampuan dan
pengetahuan orang lain serta melibatkannya dalam perubahan merupakan langkah
awal kesuksesan perubahan. Orang akan bekerja sama dan menerima pembaruan jika
mereka menerima suatu informasi tanpa ancaman dan bermanfaat bagi dirinya.
2. Motivasi
Orang akan terlibat aktif dalam pembaruan jika mereka termotivasi. Motivasi tersebut
akan timbul jika apa yang sudah dilakukan bermanfaat dan dihargai.
13

3. Perencanaan
Perencanaan ini termasuk jika sistem tidak bisa berjalan efektif dan perubahan
perencanaan apa yang harus dilaksanakan.
4. Legitimasi
Setiap perubahan harus mempunyai aspek legal yang jelas, siapa yang melanggar, dan
dampak apa yang secara administratif harus diterima olehnya.
5. Pendidikan
Perubahan pada prinsipnya adalah pengulangan belajar atau pengenalan cara baru
agar tujuan dapat tercapai.
6. Manajemen
Agen pembaru harus menjadi model dalam perubahan dengan adanya keseimbangan
anatara kepemimpinanterhadap orang dan tujuan/produksi yang harus dicapai.
7. Harapan
Berbagai harapan harus ditekankan oleh agen pembaru, seperti hasil yang berbeda
dengan sebelumnya direncanakan, terselesaikannya masalah-masalah di institusi, dan
kepercayaan serta reaksi yang positif dari staf.
8. Asuh (nurturen)
Bimbingan dan dukungan staf dalam perubahan. Orang memerlukan suatu bimbingan
dan perhatian terhadap apa yang telah mereka lakukan, termasuk konsultasi terhadap
hal-hal yang bersifat pribadi.
9. Percaya
Kunsi utama dalam pelaksanaan perubahan adalah berkembangnya rasa percaya antar
tim. Semua yang terlibat harus percaya kepada agen pembaru dan agen pembaru juga
harus percaya kepada staf yang terlibat dalam perubahan

BAB III
DINAMIKA KELOMPOK
14

3.1 Pengertian
Dinamika adalah suatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak,
berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamika
juga berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok dengan
kelompok secara keseluruhan. Keadaan ini dapat terjadi karena selama ada kelompok,
semangat kelompok tersus menerus ada dalam kelompok itu, oleh karena itu artinya
setiap kelompok yang bersangkutan dapat berubah.
Kelompok adalah kumpulan orang-orang yang merupakan kesatuan sosial yang
mengadakan interaksi yasng mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan kesatuannya
dengsan cara dan dasar kesatuan serta mempunyai tujuan yang sama. Interaksi anatar
anggota kelompok dapat menimbulkan kerja sama apabila masing-masing anggota
kelompok.
Dinamika kelompok merupakan suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih
individu yang memiliki hubungan fisikologi secara jelas antara anggota yang satu dengan
yang lain yang dapat berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersamaan.
Dinamika kelompok juga dapat didefinisikan sebagai komsep yang menggambarkan
proses yang menggambarkan proses kelompok yang selalu bergerak, berkembang dan
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu berubah-berubah.
3.2 Fungsi Dinamika Kelompok
Dinamika kelompok merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang hidup dalam
sebuah kelompok. Fungsi dari dinamika kelompok itu antara lain :
1. Membentuk kerja sama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup.
(bagaimana pun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain)
2. Memudahkan segala pekerjaan. (banyak pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan
tanapa bantuan orang lain)
3. Mengatasi pekerjaan ynag membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban
yang terlalu besar sehingga selesai lebih cepat, efektif dsn efisien (pekerjaan besar
dibagi-bagi sesuai dengan kelompoknya masing-masing atau sesuai keahlian)
4. Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat. (setiap individu bisa
memberikan masukan yang berinteraksi dan memiliki peran yang sama dalam
masyarakat.
3.3 Jenis Kelompok Sosial

15

Kelompok sosial adalah kesatuan kelompok ya g terdiri dari dua atau lebih individu
yang mengadakan interaksi sosial agar ada pembagian tugas, struktur dan norma yang
ada.
Berdasarkan pengertian tersebut kelompok sosial dapat dibagi menjadi beberapa, antara
lain :
1. Kelompok primer
Merupakan kelompok yang didalamnya terjadi interaksi sosial yang anggotanya
saling mengenal dekat dan berhubungan erat dalam kehidupan.
Sedangkan menurut Goerge Homan kelompok primer merupakan sejumlah orang
yang terdiri dari beberapa orang yang ancap kali berkomunikasi dengan lainnya
sehingga setiap orang mampu berkomunikasi secara langsung (bertatap muka) tanpa
melalui perantara.
Misalnya : keluarga, RT, kawan sepermainan, kelompok agama, dan lain-lain.
2. Kelompok sekunder
Jika interaksi sosial terjadi secara tidak langsung berjauhan, dan sifatnya kurang
kekeluargaan. Hubungan yang terjadi biasanya bersifat lebih objektif.
Misalnya : partai politik, perhimpunan serikat kerja dsn lsin-lain.
3. Kelompok formal
Pada kelompok inio ditandai dengan peraturan atau anggaran dasar (AD), anggaran
rumah tangga (ART) yang ada. Anggotanya diangkat oleh organisasi contohnya dari
kelompok ini adalah semua perkumpulan yang memiliki AD atau ART.
4. Kelompok informal
Yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik dan kebutuhan-kebutuhan seseorang.
Keanggotaan kelompok biasanya tidak teratur dan keanggotaan ditentukan oleh daya
tarik bersama dari individu dan kelompok. Kelompok ini terjadi pembagian tugas
yang jelas tapi bersifat informal dan hanya berdasarkan kekeluargaan dan simpati.
Misalnya : kelompok arisan
3.4 Ciri Kelompok Sosial
Suatu kelompok bisa dinamakan kelompok sosial bila memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Memiliki motif yang sama anatara individu yang sama dengan yang lain.
(menyebabkan interkasi atau kerja sama untuk mencapai tujuan yang sama)
2. Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan anatar individu yang satu dengan
yang lain (akibat yang diutimbulkkan tergantung rasa dan kecakapan individu yang
terlibat)
3. Adanya penugasan dan pembentukan struktur atau organisasi kelompok yang jelas
dan terdiri dari perasaan serta kedudukan masing-masing,
16

4. Adanya peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur
interaksi dalam kegiatan anggota kelompok untuk mencapi tujuan bersama.
3.5 Pembentukan Kelompok
Pembentukan kelompok dapat diawali dengan adanya persepsi, perasaan atau
motivasi, dan tujuan yang sama dalam memenuhi kebutuhannya. Seperti yang terlihat
dalma bagan berikut ini :
Pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau persepsi yang sama dalam
memenuhi kebutuhan.
Setelah itu akan timbul motivasi untuk memenuhinya, sehingga ditentukanlah tujuan
yang sama dan akhirnya interaksi yang terjadi akan membentuk sebuah kelompok.
Pembentukan kelompok dilakukan dengan menentukan masing-masing anggota (siapa
yang menjadi anggota atau ketua). Interaksi yang terjadi suatu saat akan memunculkan
perbedaan antara individu yang satu dengsn ysng lainnya sehingga timbukl perpecehan
(konflik). Perpecahan yang terjadi biasanya sifat sementara karena kesadaran arti
pentingnya kelompok tersebut, sehingga anggota kelompok berusaha menyesuaikan diri
demi kepentingan bersama. Akhirnya setelah terjadi penyesuaian, perubahan dalam
kelompok mudah terjadi.

Langkah proses pembentukan tim diawali dengan pembentukan kelompok, dalam proses
selanjutnya didasarkan adanya hal-hal berikut :
1. Persepsi
Pembagian kelompok didasarkan pada tingkat kemampuan interegensi yang dilihat
dari pencapaian akademis.
Misalnya terdapat satu atau lebih punya kemapuan intelektual, atau yang lain
memiliki kemampuan bahasa yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan anggota
yang memiliki kelebihan tertentu bisa menginduksi anggota lainnya.
2. Motivasi
Pembagian kekuatan yang berimbang akan memotivasi anggota kelompok untuk
berkompetisi secara sehat dalam mencapai tujuan kelompok. Perbedaan keampuan
yang ada setiap kelompok juga akan memicu kompetisi internal secara sehat. Dengan
demikian dapat memicu anggota lain melalui transfer ilmu poengetahuan agar bisa
memotivasi diri untuk maju
3. Tujuan
Terbentuknya kelompok karena memiliki tujuan untuk dapat menyelesaikan tugastugas kelompok atau individu.
4. Organisasi
17

Pengorganisasian dilakukan untuk mempermudah koordinasi dan proses kegiatan


kelompok. Dengan demikian masalah kelompok dapat menyelesaikan secar lebih
efisien dan efektif.
5. Independensi
Kebebasan merupaka hal penting dalam dinamika kelompok. Kebebasan disini
merupakan kebebasan setiap anggota untuk menyampaikan ide, pendapat, serta
ekspresi selama kegiatan. Namun demikian kebebasan tetap berada dsalam tata
atauran yang disepakati kelompok
6. Interaksi
Interaksi merupakan syarat utama dalam kelompok, karena dengan interaksi akan ada
proses transfer ilmu daoat berjalan secara horizontal yang didasarkan atas kebutuhan
akan informasi tetantang pengetahuan tersebut.

3.6 Pertumbuhan dan Perkembangan Kelompok


Indikator yang dijadikan pedoman untuk mengukur tuingkat perkembangan kelompok
adalah sebagia berikut :
1. Adaptasi
Problem adaptasi berjalan dengsn baik bila
a. Setiap individu membuka untuk memberi dan menerima informasi yang baru
b. Setiap kelompok selalu terbuka untuk menerima peran baru sesuai dinamika
kelompok tersebut.
c. Setiap anggota memiliki kelenturan untuk menerima ide, pandangan, dan
kepercayaan anggota lain tanpa merasa intergritasnya terganggu
2. Pencapaian tujuan
Dalam hal ini setiap anggota mampu untuk
a. Menunda kepuasan dan melepaskan ikatan dalam rangka mencapai tujuan
bersama
b. Membina dan memperluas pola
c. Terlibat secara emosional untuk mengungkapkan pengalaman, pengetahuan dan
kemampuannya
Selain hal diatas, perkembangan kelompok dapat ditunjang oleh bagaimana
komunikasi yang terjadi dalam kelompok.
Dengan demikian perkembangan kelompok dapat dibagi 3 tahap antara lain :
1. Tahap pra apiliasi

18

Merupakan tahap permulaan, diawali dengan adanya perkenalan semua


indiviodu akan mengenal satu sama lain. Kemudian hubungan berkembang
menjadi akrab dengan saling menganal sifat dan masing-masing anggota.
2. Tahap fungsional
Ditandai dengan adanya perasaan senang antara satu dengan yang lain,
tercipta homogenitas, kecocokan, dan kekompakan dalam kelompok. Pada
akhirnya terjadi pembagian dalam menjalankan fungsi kelompok
3. Tahap disolusi
Tahap ini terjadi bila keanggotaan kelompok sudah mempunyai rasa tidak
membutuhkan lagi dalam kelompok.
Tidak ada kekompakan dan keharmonisan yang akhirnya diikuti dengan
pembubaran kelompok.
3.7 Keunggulan dan Kelemahan dalam Kelompok
Dalam proses dinamika kelompok terdapat faktor yang memperhambat maupun
memperlancar proses tersebut yang dapat berupa kelebihan maupun kekurangan dalam
kelompok tersebut.
1. Kelebihan kelompok
Keterbukaan antara anggota kelompok untuk memberi dan menerima

informasi dan pendapat anggota yang lain.


Kemauan anggota kelompok untuk mendahulukan kepentingan kelompoknya

dengan menekan kepentingan pribadi demi tercapainya tujuan kelompok.


Kemampuan secara emosional dalam mengungkaspkan kaidah dan norma

yang telah disepakati kelompok.


2. Kekurangan kelompok
Kelemahan pada kelompok bisa disebabkan karena waktu penugasan, tempat atau
jarak amggota kelompok yang berjauhan yang dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas pertemuan.
3.8 Pentingnya Dinamika Kelompok dalam Perawatan
Profesi keperawatan merupakan bagian dari profesi kesehatan yang anggotanya
terdiri atas perawat dalam satu iokantan profesi yang memiliki tujuan dan

kepentingan yang sama dalam bidang keperawatan


Profesi keperawatan terbentuk dari adanya suatu kelompok-kelompok perawat

yang memiliki tradisi, norma, prosedur dan aktivitas yang sama.


Setiap anggota saling tergantung satu dengan yang lain karena saling
membutuhnkan bantuan.
Setisp snggota profesi memiliki ciri-ciri yang berbeda dan dapat dibagi dalam
beberapa kelompok, yaitu :
19

a. Anggota pisikologis
Secara pisikologis memiliki minat untuk berpartisipasi dalam kelompok
norma
b. Anggota marginal
Kelompok menerima baik anggotanya tetapi bersikap menjauh dan tidak
ingin terlibat dalam kelompoknya.
c. Anggota pemberontak
Anggota kelompok yang bersikap menetang dan tidak bersedia menerima
norma yang ada.

BAB IV
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
4.1 Definisi
Pengambilan keputusan (desicion making) adalah melakukan penilaian dan
menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan
pertimbangan alternatif. Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin
20

akan dilalui oleh pembuat keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi
masalah utama, menyusn alternatif yang akan dipilih dan sampai pada pengambilan
keputusan yang terbaik.
Secara umum, pengertian pengambilan keputusan telah dikemukakan oleh banyak ahli,
diantaranya adalah :
1.

G. R. Terry : Mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai


pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang

2.

mungkin.
Claude S. Goerge, Jr : Mengatakan proses pengambilan keputusan itu dikerjakan
oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk

pertimbangan, penilaian dan pemilihan diantara sejumlah alternatif.


3. Horold dan Cyril ODonnell : Mereka mengatakan bahwa pengambilan keputusan
adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari
perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan,
4.

suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
P. Siagian : Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap
suatu masalah, pengumpulan fakta dan data, penelitian yang matang atas alternatif dan
tindakan.

Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan :


1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan.
2. Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan pada
sistematika tertentu :
a.

Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil.

b. Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia


c.

Falsafah yang dianut organisasi.

d.

Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi


dan manajemen di dalam organisasi.

3. Masalah harus diketahui dengan jelas.


4. Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan
sistematis.

21

5. Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif yang
telah dianalisa secara matang.
Apabila pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kelima hal diatas, akan menimbulkan
berbagai masalah :
a.

Tidak tepatnya keputusan.

b.

Tidak terlaksananya keputusan karena tidak sesuai dengan kemampuan organisasi


baik dari segi manusia, uang maupun material.

c.

Ketidakmampuan pelaksana untuk bekerja karena tidak ada sinkronisasi antara


kepentingan organisasi dengan orang-orang di dalam organisasi tersebut.

d. Timbulnya penolakan terhadap keputusan.


Sikap atau watak berfikir kritis dapat ditingkatkan dengan memantapkan secara
positif dan memotivasi lingkungan kerja. Kreativitas penting untuk membangkitkan
motivasi secara individu sehingga mampu memberikan konsep baru dengan pendekatan
inovatif dalam memecahkan masalah atau isu secara fleksibel dan bebas berpikir.
Keterbukaan menerima kritik akan mengakibatkan hal positif seperti; semakin terjaminnya
kemampuan analisa seseorang terhadap fakta dan data yang dihadapi dan akan
meningkatkan kemampuan untuk mengatasi kelemahan.
4.2

Dasar Pemngambilan Keputusan


1. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Intuisi
Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat subjektif
yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Sifat subjektif
dari keputusuan intuitif ini terdapat beberapa keuntungan, yaitu : 1) Pengambilan
keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk memutuskan. 2) Keputusan intuitif
lebih tepat untuk masalah-masalah yang bersifat kemanusiaan.
Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang
singkat Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada umumnya
pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan. Akan tetapi,
pengambilan keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari
pembandingnya, dengan kata lain hal ini diakibatkan pengambilan keputusan intuitif
hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga hal-hal yang lain sering diabaikan.

2.

Pengambilan Keputusan Rasional


22

Keputusan yang bersifat rasional berkaitan dengan daya guna. Masalah masalah
yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan rasional. Keputusan
yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat objektif. Dalam
masyarakat, keputusan yang rasional dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat
dapat terlaksana dalam batas-batas nilai masyarakat yang di akui saat itu.
3.

Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta


Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan didukung oleh
sejumlah fakta yang memadai. Sebenarnya istilah fakta perlu dikaitkan dengan istilah
data dan informasi. Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan secara sistematis
dinamakan data. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan dari data. Dengan
demikinan, data harus diolah lebih dulu menjadi informasi yang kemudian dijadikan
dasar pengambilan keputusan. Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau
informasi yang cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun
untuk mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit.

4.

Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman


Sering kali terjadi bahwa sebelum mengambil keputusan, pimpinan mengingat-ingat
apakah kasus seperti ini sebelumnya pernah terjadi. Pengingatan semacam itu biasanya
ditelusuri melalui arsip-arsip pengambilan keputusan yang berupa dokumentasi
pengalaman-pengalaman masa lampau. Jika ternyata permasalahan tersebut pernah
terjadi sebelumnya, maka pimpinan tinggal melihat apakah permasalahan tersebut sama
atau tidak dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika masih sama kemudian dapat
menerapkan cara yang sebelumnya itu untuk mengatasi masalah yang timbul. Dalam hal
tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah.
Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis.
Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang
masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan
pemecahan masalah.

5.

Pengambilan Keputusan Berdasarkan Wewenang


Banyak sekali keputusan yang diambil karena wewenang (authority) yang dimiliki.
Setiap orang yang menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas dan wewenang untuk
mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan demi tercapainya tujuan
23

organisasi yang efektif dan efisien. Keputusan yang berdasarkan wewenang memiliki
beberapa keuntungan. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain : banyak diterimanya
oleh bawahan, memiliki otentisitas (otentik), dan juga karena didasari wewenang yang
resmi maka akan lebih permanent sifatnya. Keputusan yang berdasarkan pada wewenang
semata maka akan menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik
diktatorial. Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan
sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau
kurang jelas.
4.3

Fase Pengambilan Keputusan


1. Aktivitas intelegensia; Proses kreatif untuk menemukan kondisi yang mengharuskan
keputusan dipilih atau tidak.
2. Aktifitas desain; Kegiatan yang mengemukakan konsep berdasar aktifitas intelegensia
untuk mencapai tujuan.
3. Aktifitas pemilihan ; Memilih satu dari sekian banyak alternatif dalam pengambilan
keputusan yang ada. Pemilihan ini berdasar atas kriteria yang telah ditetapkan.
Dari tiga aktifutas tersebut diatas, dapat disimpulkan tahap pengambilan keputusan
adalah :
a.
b.
c.
d.

4.4

Mengidentifikasi masalah utama


Menyusun alternatif
Menganalisis alternatif
Mengambil keputusan yang terbaik

Metoda Pemecahan Masalah


Prinsip utama untuk menetapkan suatu masalah adalah mengetahui fakta, kemudian
memisahkan fakta tersebut dan melakukan interpretasi data menjadi fakta objektif dan
menentukan luasnya masalah tersebut. Manajer membutuhkan kemampuan untuk
menetapkan prioritas pemecahan masalah. Umumnya untuk pemecahan masalah selalu
menggunakan metoda coba-coba dan salah, eksperimen, dan atau tidak berbuat apa-apa
(do nothing). Pembuatan keputusan dapat dipandang sebagai proses yang menjembatani
hal yang lalu dan hal yang akan datang pada saat manajer hendak mengadakan suatu
perubahan.
Pemecahan masalah
Memahami masalah yang
lalu

24

Perencanaan
kemungkinan
Menduga masalah yang

Pengambilan Keputusan
Mengenalkan Perubahan

Lampau

Kini
Bagan : Proses Pemecahan masalah

Akan datang

Proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan seperti pada gambar di bawah ini :
Masalah
Pengumpulan Data
Analisa Data
Mengembangkan pemecahan
Memilih alternatif implementasi

Evaluasi

Proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan diatas adalah salah satu
penyelesaian yang dinamis. Penyebab umum gagalnya penyelesaian masalah adalah
kurang tepat mengidentifikasi masalah.

Oleh karena itu identifikasi masalah adalah

langkah yang paling penting. Kualitas hasil tergantung pada keakuratan dalam
mengidentifikasi masalah.
Identifikasi masalah dipengaruhi oleh informasi yang tersedia, nilai, sikap dan
pengalaman pembuat keputusan serta waktu penyelesaian masalah. Terutama waktu yang
cukup untuk mengumpulkan dan mengorganisir data.
4.5

Teknik Pengambilan Keputusan


1. Operational Research/Riset Operasi ; Penggunaan metode saintifik dalam analisa dan
pemecahan persoalan.
2. Linier Programming ; Riset dengan rumus matematis.
3. Gaming War Game ; Teori penentuan strategi.
25

4. Probability ; Teori kemungkinan yang diterapkan pada kalkulasi rasional atas hal-hal
tidak normal.
4.6

Proses Pengambilan Keputusan


A. Menurut G. R. Terry :
1. Merumuskan problem yang dihadapi
2. Menganalisa problem tersebut
3. Menetapkan sejumlah alternatif
4. Mengevaluasi alternatif
5. Memilih alternatif keputusan yang akan dilaksanakan
B. Menurut Peter Drucer :
1. Menetapkan masalah
2. Manganalisa masalah
3. Mengembangkan alternatif
4. Mengambil keputusan yang tepat
5. Mengambil keputusan menjadi tindakan efektif
Pengambilan keputusan merupakan proses yang komleks yang memerlukan
penanganan yang serius. Secara umum, proses pengambilan keputusan meliputi tujuh
langkah beriktu (Gibson dkk, 1987):
1. Menerapkan tujuan dan sasaran : Sebelum memulai proses pengambilan
keputusan, tujuan dan sasaran keputusan harus ditetapkan terlebih dahulu. apa hasil
yang harus dicapai dan apa ukuran pencapaian hasil tersebut.
2. Identifikasi persoalan : Persoalan-persoalan di seputar pengambilan keputusan harus
diidentifikasikan dan diberi batasan agar jelas. Mengidentifikasikan dan memberi
batasan persoalan ini harus tepat pada inti persoalannya, sehingga memerlukan upaya
penggalian.
3. Mengmbangkan alternatif : Tahap ini berisi pengnidentifikasian berbagai alternatif
yang memungkinkan untuk pengambilan keputusan yang ada. Selama alternatif itu
ada hubungannya, walaupun sedikit, harus ditampung dalam tahap ini. Belum ada
komentar dan analisis.
4. Menentukan alternatif : Dalam tahap ini mulai berlangsung analisis tehadap
berbagai alternatif yang sudah dikemukakan pada tahapan sebelumnya. Pada tahap ini
juga disusun juga kriteriatentang alternatif yang sesuai dengan tujuan dan sasaran
pengambilan keputusan. Hasil tahap ini mungkin masih merupakan beberapa
alternatif yang dipandang layak untuk dilaksanakan.
26

5. Memilih alternatif : Beberapa alternatif yang layak tersebut di atas harus dipilih satu
alternatif yang terbaik. pemilihan alternatif harus harus mempertimbangkan
ketersediaan sumberdaya, keefektifan alternatif dalam memecahkan persoalan,
kemampuan alternatif untuk mencapai tujuan dan sasaran, dan daya saing alternatif
pada masa yang akan datang.
6. Menerapkan keputusan : Keputusan yang baik harus dilaksanakan. Keputusan itu
sendiri merupaka abstraksi, sedangkan baik tidaknya baru dapat dilihat dari
pelaksanaannya.
7. Pengendalian dan evaluasi : Pelaksanaan keputusan perlu pengendalian dan evaluasi
untuk menjaga agar pelaksanaan keputusan tersebut sesuai dengan yang sudah
diputuskan.
4.7

Gaya Pengambilan Keputusan


Gaya pengambilan keputusan manajer perawat umumnya sama dengan gaya
kepemimpinan yang digunakan oleh manajer tersebut diatas.
Ada 7 variabel yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk menyeleksi
gaya yang paling cocok, yaitu :
a)

Pentingnya kualitas keputusan untuk keberhasilan institusi.

b)

Derajat informasi yang dimiliki oleh manajer.

c)

Derajat pada masalah yang terstruktur dalam organisasi.

d)

Pentingnya komitmen bawahan dan keterampilan membuat keputusan.

e)

Kemungkinan keputusan autokratik dapat diterima.

f)

Komitmen bawahan yang kuat terhadap tujuan institusi.

g)

Kemungkinan bawahan konflik dalam proses akhir pada keputusan final.


Metode autokratik hasilnya lebih cepat dalam pengambilan keputusan dan cocok

untuk situasi yang krisis atau ketika kelompok senang menerima tipe ini sebagai gaya
keputusan. Bagaimanapun anggota staf umumnya lebih mendukung untuk pendekatan
konsultatif dan kelompok. Konflik dapat terjadi ketika masalah tidak terstruktur dibahas
atau jika manajer tidak mempunyai pengetahuan atau ketrampilan dalam proses
pemecahan masalah.

27

4.8

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Pengambilan Keputusan


Banyak faktor yang berpengaruh kepada individu dan kelompok dalam pengambilan
keputusan, antara lain:
1. Faktor Internal
Faktor internal dari diri manajer sangat mempengaruhi proses pengambilan
keputusan. Faktor internal tersebut meliputi: keadaan emosional dan fisik, personal
karakteristik, kultural, sosial, latar belakang filosofi, pengalaman masa lalu, minat,
pengetahuan dan sikap pengambilan keputusan yang dimiliki.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal termasuk kondisi dan lingkungan waktu. Suatu nilai yang
berpengaruh pada semua aspek dalam pengambilan keputusan adalah pernyataan
masalah, bagaimana evaluasi itu dapat dilaksanakan. Nilai ditentukan oleh salah satu
kultural, sosial, latar belakang, filosofi, sosial dan kultural.

4.9

Pengambilan Keputusan Kelompok


Ada dua kriteria utama untuk pengambilan keputusan yang efektif:
1.

Keputusan harus berkualitas tinggi dan dapat mencapai tujuan atau sasaran yang

2.

sebelumnya telah didefinisikan.


Keputusan harus diterima oleh orang yang bertanggungjawab melaksanakannya.
Contoh; Rapat merupakan salah satu alat terpenting untuk mencapai informasi dan
mengambil keputusan. Ada keuntungan-keuntungan tertentu yang dapat dipetik
melalui suatu rapat, yaitu :
a. Masalah yang timbul menjadi jelas sifatnya karena dibicarakan dalam forum
terbuka.
b. Interaksi kelompok akan menghasilkan pendapat dan buah pikiran serta
pengertian yang mendalam.
c. Penerimaan dan pelaksanaan keputusan diambil oleh peserta rapat.
d. Rapat melatih menerima pendapat orang lain.
e. Melalui rapat peserta dilatih belajar tentang pemikiran orang lain dan belajar
menempatkan diri pada posisi orang lain.
Langkah utama proses pengambilan keputusan adalah sama dengan proses pemecahan

masalah. Fase ini termasuk mendefinisikan tujuan, memunculkan pilihan, mengidentifikasi


keuntungan dan kerugian masing-masing pilihan, memprioritaskan pilihan, menyeleksi

28

pilihan yang paling baik untuk menilai sebelum mendefinisikan tujuan, implementasi dan
evaluasi.
4.10 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengambilan Keputusan Etis
1. Tingkat Pendidikan
Rhodes (1985) berependapat bahwa semakin tinggi latar belakang pendidikan
perawat akan membantu perawat untuk membuat suatu keputusan etis. Salah satu tujuan
dan program pendidikan tinggi bagi perawat adalah meningkatkan keahlian kognitif dan
kemampuan membuat keputusan. (Pardue,1987).
Penelitian oleh Hoffman, Donoghue dan Duffield (2004) menunjukkan bahwa taraf
pendidikan dan pengalaman tidak terkait secara signifikan dengan pembuatan keputusan
etis dalam keperawatan klinis. Faktor yang bertanggung jawab terhadap variabilitas yang
besar dalam pembuatan keputusan etis dalam keperawatan klinis adalah nilai peran.
2. Pengalaman
Pengalaman sering kali disebut sebagai faktor penting yang mempengaruhi
pembuatan keputusan dan hal ini perlu diperhatikan secara lebih jauh. Yung (1997)
mengusulkan pengalaman yang lalu dalam menangani dilema etik mempengaruhi
mahasiswa keperawatan dalam mengembangkan pembuatan keputusan etis. Hasil
temuan dari sebuah penelitian yang yang dilaksanakan Cassels dan Redman ( 1989)
tentang perawat yang sedang menjalani studi tingkat sarjana menunjukkan bahwa
pengalaman yang lalu dalam menangani masalah-masalah etika atau dilema etik dalam
asuhan keperawatan dapat membantu proses pembuatan keputusan yang beretika. Oleh
karena itu, penggalian pengalaman lalu yang lain dari pengalaman keperawatan secara
umum memungkinkan pendekatan yang lebih relevan.
3. Faktor Agama Dan Adat Istiadat
Agama serta latar belakang adat istiadat merupakan faktor utama dalam membuat
keputusan etis. Setiap perawat disarankan memahami nilai yang diyakini maupun kaidah
agama yang dianutnya. Untuk memahami ini dibutuhkan proses. Semakin tua seseorang
akan semakin banyak pengalaman dan belajar, mereka akan lebih mengennal siapa
dirinya dan nilai yang dimilikinya.
Selain faktor agama, faktor adat istiadat juga berpengaruh pada seseorang dalam
pembuatan keputusan etik. Kaitan adat istiadat dan implikasi dalam keperawatan sampai
saat ini belum tergali jelas di Indonesia.Faktor adat istiadat yang dimiliki perawat atau
pasien sangat berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etik. Misalnya, setiap rumah
29

sakit di mempunyai aturan menunggu dan persyaratan pasien yang boleh ditunggu,
namun hal ini sering tidak dihiraukan oleh keluarga pasien dengan alasan rumah jauh
atau pasien tidak tenang bila tidak ditunggu keluargannya, dan lain-lain. Ini sering
menimbulkan masalah etik bagi perawat antara membolehkan dan tidak membolehkan
keluarga menemani pasien di Rumah sakit.
4. Komisi Etik
Komisi etik merupakan suatu faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etis
yang dibuat oleh perawat dalam praktiknya (Ellis dan Hartley, 2001). Sedangkan
Ramsey (1999) menjelaskan bahwa Komisi Etik Keperawatan memberi forum bagi
perawat untuk berbagi perhatian dan mencari solusi pada saat mereka mengalami dilema
etik yang tidak dijelaskan oleh dewan etik kelembagaan. Komisi etik tidak hanya
memberi pendidikan dan menawarkan nasehat melainkan pula mendukung rekan-rekan
perawat dalam mengatasi dilema etik yang ditemukkan dalam praktik sehari-hari.
Dengan adanya komisi etik, perawat mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
semakin terlibat secara formal dalam pengambilan keputusan yang etis dalam organisasi
perawat kesehatan. (Haddad,1998)
5. Faktor Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
Pada abad ke-20 ini, manusia telah berhasil mencapai tingkatan pengetahuan dan
teknologi yang meliputi berbagai bidang. Manusia telah menjelajahi ruang angkasa dan
mendarat di beberapa planet selain bumi. Sistem komunikasi anatara negara dapat
dilaksanakan secara langsung dan tempat yang jaraknya ribuan kilometer.
Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta
mampu memperpanjang usia manusia dengan ditemukkannya berbagai mesin mekanik
kesehatan, cara prosedur baru, dan bahan/obat baru. Misalnya klien dengan gangguan
ginjal yang dapat diperpanjang usiannya berkat adanya mesin hemodialisis. Wanita yang
mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan inseminasi. Kemajuan ini menimbulkan
pertanyaan yang berhubungan dengan etika.
6. Faktor Legislasi Dan Keputusan Yuridis
Saat ini, aspek legislasi dan bentuk keputusan yuridis tentang masalah etik kesehatan
sedang menjadi topik yang banyak dibicarakan. Hukum kesehatan telah menjadi suatu
bidang ilmu dan perundang-undangan baru yang banyak disusun untuk menyempurnakan
perundang-undangan lama atau untuk mengantisipasi perkembangan masalah hukum
30

kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan undang-undang praktik keperawatan dan


keputusan menteri kesehatan yang mengatur registrasi dan praktik perawat.
Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap perubahan
sosial atau legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang merupakan reaksi
perubahan tersebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan menuntut hukum sehingga
orang yang bertindak tidak sesuai hukum dapat menimbulkan suatu konflik.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perubahan pelayanan keperawatan mempunyai dua pilihan utama, yaitu mereka
melakukan inovasi dan berubah atau mereka yang diubah oleh suatau keadaan dan situasi.
Perawat harus mempunyai keterampilan dalam proses perubahan. Keterampilan pertama
adalah proses keperawatan. Proses keperawatan merupakan pendekatan dalam
menyelesaikan masalah yang sistematis dan konsisten dengan perencanaan perubahan.
Keterampilan kedua adalah ilmu teoritis di kelas dan pengalaman praktik. Perawat harus
diajarkan ilmu teoritis di kelas dan mempunyai pengalaman praktik untuk bekerja secara
efektif dengan orang lain.
Dinamika adalah suatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak,
berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamika
juga berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok dengan
kelompok secara keseluruhan. Keadaan ini dapat terjadi karena selama ada kelompok,
semangat kelompok tersus menerus ada dalam kelompok itu, oleh karena itu artinya setiap
kelompok yang bersangkutan dapat berubah
Selain bagaimana memahami konsep berubah dan mngenai dinamika kelompok
seorang manajer keperawatan/kebidanan juga harus mempunyai keberanian untuk
mengambil keputusan dan memikul tanggung jawab atas akibat dari resiko yang timbul
sebagai konsekuensi

dari keputusan yang telah diambilnya. Pada hakekatnya,

pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu
masalah yang difokuskan untuk memecahkan masalah secepatnya dimana individu harus
memiliki kemampuan berfikir kritis dengan menggunakan pendidikan dan pengalaman
yang berharga yang cukup efektif dalam pemecahan masalah.

31

5.2 Saran
Kita sebagai perawat hendaklah menerapkan atau mengaplikasikan manajemen
keperawatan dengan efektif dalam setiap melakukan proses keperawatan, sehingga dalam
memberikan

pelayanan

bisa

dilakukan

secara

optimal.

Manajemen keperawatan dikatakan baik apabila dalam satu tim bisa berpatisipasi secara
aktif

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Makalah manajemen keperawatan pengambilan keputusan.


Hidayat, A.Aziz Alimul. (2006).Kebutuhan Dasar Manusia Buku 2. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam.2015. Manajemen Keperawatan. Jakarta. Penerbit : Salemba Medika
Purba M Jenny, Pujiastuti. 2010. Dilema Etik Dan Pengambilan Keputusan Etis.Jakarta.
Penerbit:EGC.
http://mikimikiku.wordpress.com. Diakses tanggal 28 April 2016

32

You might also like