You are on page 1of 50

1

PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP TRADITIONAL KNOWLEDGE DI MADURA
(Studi Perlindungan Ramuan Asli Madura)

TESIS
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan
Program Magister Ilmu Hukum

Oleh :
Moh. Saleh, SH.
B4A 007 093
Pembimbing :
Dr. Budi Santoso, SH., MS.

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2009

PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP TRADITIONAL KNOWLEDGE DI MADURA
(Studi Perlindungan Ramuan Asli Madura)

Disusun Oleh :
Moh. Saleh, SH.
B4A 007 093

Dipertahankan di depan Dewan Penguji


Pada Tanggal 07 April 2009

Tesis ini Diterima


Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Magister Ilmu Hukum

Pembimbing
Magister Ilmu Hukum

Mengetahui
Ketua Program

Dr. Budi Santoso, SH., MS.


NIP. 131 631 876

Prof. Dr. Paulus Hadisuprapto, SH., MH.


NIP. 130 531 702

RINGKASAN EKSKUSIF PENELITIAN TESIS


PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP TRADITIONAL KNOWLEDGE DI MADURA
(Studi Perlindungan Ramuan Asli Madura)

PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sistem IPR (Intellectual Property Rights) yang telah dibangun oleh
negara-negara maju dan menjadi perjanjian internasional melalui
Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights
(TRIPs Agreement) yang merupakan Annex 1C dari Ageement
Establishing The World Trade Organizations (WTO) ternyata telah
melahirkan beberapa pertentangan kepentingan antara negara-negara
maju yang menguasai science and technology and capital dengan negaranegara berkembang terkait dengan pemberian perlindungan terhadap
Traditional Knowledge.
Pertentangan kepentingan tersebut terjadi karena disatu sisi sistem
IPR melindungi terhadap invensi negara-negara maju yang bersumber
dari obat tradisional. Akan tetapi di sisi lain, sistem IPR tidak melindungi
terhadap
obat tradisional yang banyak terdapat di negara-negara
berkembang.
Bangsa Indonesia yang kaya akan TK bidang obat tradisional
sebagai warisan budaya dan menjadi indentitas masyarakat lokal telah
banyak dieksploitasi secara komersial dan diklaim sebagai hasil
intellectual property dari negara-negara maju, di antaranya adalah :
1.
Dari 45 jenis obat penting yang terdapat di Amerika Serikat berasal
dari tumbuh-tumbuhan, dan 14 jenis di antaranya berasal dari
Indonesia, seperti tumbuhan tapak dara yang berfungsi sebagai obat
kanker.1
2.
Banyak pemberian hak paten di Jepang atas obat-obatan yang
bahan bakunya bersumber dari biodiversity dan TK Indonesia dan hasil
kompilasi berjumlah 41 paten.2
3.
36 Paten yang didaftarkan oleh perusahaan Kosmetika dan
Farmasi Jepang di Kantor Paten Eropa adalah berasal dari sumber
daya hayati (genetic resources) dan TK masyarakat Indonesia.3
1

Agus Sardjono, 2006, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, PT.
Alumni, Bandung, hal. 3
Muhamad Djumhana, 2006, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 101-102
Kholis Roisah, 2008, Hak Kekayaan Intelektual HKI dan Issu Perlindungan HKI
Berbasis TK dan TCe di Indonesia, Makalah Seminar Internasional A Comparative
Legal Study on Some specific Issues in Malaysia and Indonesia, FH Undip,
Semarang Hal. 9

Di antara salah satu suku yang mempunyai beberapa TK yang


merupakan bagian dari obat tradisonal adalah suku Madura. Bagi
masyarakat Madura, obat tradisonal yang bersumber dari TK tersebut
dikenal dengan istilah Ramuan Asli Madura. Jadi, konsep Ramuan Asli
Madura ini sama dengan obat tradisonal. Ramuan Asli Madura merupakan
bagian dari TK bidang keanekaragamaan hayati (biological diversity) yang
terkait dengan obat tradisional. Dengan demikian, Ramuan Asli Madura
juga merupakan hasil kreativitas intelektual masyarakat Madura dengan
kepemilikan secara bersama-sama oleh segenap anggota masyarakat
Madura, tidak ada klaim individu dan dipraktikkan secara turun temurun
dari satu generasi ke generasi dan telah menjadi identitas budaya bagi
masyarakat Madura.
Dengan adanya eksistensi Ramuan Asli Madura tersebut, maka perlu
dilakukan upaya perlindungan hukum melalui sistem paten bagi
masyarakat Madura sebagai pemilik Ramuan Asli Madura dan harus
dilakukan upaya oleh semua Pemerintah Daerah yang terdapat di pulau
Madura.
Perlindungan hukum bagi Ramuan Asli Madura yang banyak terdapat
di pulau Madura ini didasarkan oleh kewenangan yang bersifat pilihan
yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah di Madura sebagai daerah otonom
sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah (yang untuk selanjutnya disingkat UU
Pemda). Di dalam UU Pemda ini terdapat urusan yang menjadi wewenang
pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersifat pilihan, yaitu di dalam 14
ayat (2) UU Pemda, yang berbunyi :
Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
B.
1.

Perumusan Masalah
Bagaimanakah sistem paten memberikan perlindungan hukum
terhadap TK, khususnya di bidang Ramuan Asli Madura ?
2.
Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah
Daerah di Madura dalam melindungi TK di bidang Ramuan Asli Madura
?
C.
1.

Tujuan Penelitian
Untuk melakukan analisis konseptual yuridis terhadap sistem paten
bagi perlindungan hukum terhadap TK, khususnya di bidang Ramuan
Asli Madura.
2.
Untuk melakukan analisis terhadap upaya yang dapat dilakukan
oleh Pemerintah Daerah di Madura dalam melindungi TK di bidang
Ramuan Asli Madura.
D.

Metode Penelitian

1.

Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
yuridis empiris4.
2.
Spesifikasi Penelitian
Melihat permasalahan di atas, maka spesifikasi yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis 5.
3.
Jenis dan Sumber Data
a.
Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dan bersumber langsung dari
masyarakat yang termasuk sampel dalam penelitian ini dan merupakan
hasil dari analisis yang dilakukan sendiri 6.
b.
Data Sekunder
Adapun yang dimaksud dengan data sekunder ini adalah data yang
yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Di dalam data sekunder ini
terdiri dari tiga bahan hukum, yaitu 7 :
1)
Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer ini diperoleh dari beberapa perjanjian
Internasional dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap TK bidang obat tradisional, di antaranya
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights 1994
dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten serta
beberapa perjanjian internasional dan peraturan perundang-undangan
lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
2)
Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder ini memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer yang berasal dari beberapa literatur dan tulisan ilmiah
lainnya yang dapat menjelaskan terhadap permasalahan penelitian ini.
3)
Bahan Hukum Tersier
Sedangkan yang dimaksud dengan bahan hukum tersier adalah bahan
yang memberika penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder yang dapat berasal dari kamus hukum,
ensiklopedia dan sebagainya.
4.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Penelitian
Kepustakaan dan Dokumentasi (library and documentation research) dan
Penelitian Lapangan (field research)
5.
Populasi dan Sampling
Populasi adalah seluruh objek, seluruh gejala, seluruh unit yang akan
diteliti dalam penelitian ini. Oleh karena populasi itu sangat besar dan
sangat luas dan tidak memungkinkan untuk diteliti secara keseluruhan,
sehingga populasi tersebut hanya cukup diambil sebagian saja untuk
4

Soerjono Soekarto & Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, Cetakan Kedelapan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 1.
5
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, Hal. 10
6
Soerjono Soekarto, Sri Mamudji, op. cit., hal. 12
7
Ibid., hal. 12-13

diteliti sebagai sampel untuk memberikan gambaran yang tepat dan benar
dalam penelitian ini8.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik Non Random Sampling dengan metode Purposive
Sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara memilih
atau mengambil subjek-subjek yang didasarkan pada beberapa tujuan
dalam penelitian ini.9
Adapun beberapa responden yang ditentukan sebagai sampel dalam
penelitian ini adalah terdiri dari :
a.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur di Surabaya.
b.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya.
c.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan di empat Kabupaten
di Madura.
d.
Para Peramu dan Pemilik Perusahaan Ramuan Asli Madura di
empat Kabupaten di Madura sebanyak 12 orang.
6.

Metode Analisis Data


Di dalam penelitian ini tidak hanya akan menganalisis terhadap data
sekunder, tetapi juga akan menganalisis terhadap data primer yang akan
dikumpulkan dari hasil penelitian lapangan (field research). Atas dasar
inilah, maka dalam penelitian ini akan dilakukan metode analisis data
secara kualitatif empiris.
PEMBAHASAN
A.

PERLINDUNGAN HUKUM
MADURA MELALUI SISTEM PATEN

TERHADAP

RAMUAN

ASLI

1.

Konsep Ramuan Asli Madura


Di dalam beberapa regulasi terdapat istilah Jamu danobat
tradisional. Dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI Nomor : HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan
Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Berstandar dan
Fitofarmaka (Peraturan Kepala BPOM tentang Kriteria dan Tata Laksana
Pendaftaran) disebutkan bahwa yang dimaksud Jamu adalah Obat
Tradisional Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan Obat
Tradisional menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor : 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional (Permenkes tentang Izin
Usaha dan Pendaftaran Obat Tradisional), yaitu :
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau
campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
8

Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalis
Indonesia, Jakarta, hal. 36
Ibid.

Berdasarkan pengertian di atas, Istilah obat tradisional ini merujuk


pada dua unsur, yaitu bahan dan ramuan bahan. Dengan demikian,
penggunaan istilah obat tradisional ini lebih luas dari istilah ramuan
sebagaimana yang digunakan dalam istilah Ramuan Asli Madura. Obat
tradisional merujuk pada bahan atau ramuan bahan, sedangkan Ramuan
Asli Madura hanya merujuk pada ramuan bahan saja yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan sebagai hasil kreativitas intelektual masyarakat lokal di
Madura. Atas dasar inilah, maka di dalam penelitian ini digunakan istilah
Ramuan Asli Madura. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengkhususkan
terhadap hasil kreativitas intelektual masyarakat lokal di Madura yang
berupa metode ramuan saja dari bahan tumbuhan sebagai bagian dari TK
bidang obat tradisional.
Definisi yuridis dari Ramuan Asli Madura ini sesuai dengan produk
Ramuan Asli Madura yang dibuat oleh masyarakat Madura. Dengan
demikian, Ramuan Asli Madura dapat diartikan sebagai hasil kreativitas
intelektual masyarakat Madura berupa metode ramuan dengan formula 10
serta komposisi11 dari bahan tumbuhan sehingga dapat mengandung
khasiat khusus bagi praktik pengobatan yang diperoleh secara turun
temurun berdasarkan pengalaman. Hal ini berarti bahwa konsep dasar
yang terkandung dalam Ramuan Asli Madura ini adalah adanya ramuan,
komposisi dan formula atas obat tradisional yang dihasilkan dari
kreativitas intelektual masyarakat Madura. Adapun bahan bakunya tidak
hanya berasal dari Madura, tetapi merupakan hasil campuran dengan
bahan baku yang berasal dari luar Madura.
2.

Beberapa Jenis Ramuan Asli Madura


Di antara beberapa nama jenis Ramuan Asli Madura yang terdapat
pada keempat Kebuapaten di Madura tersebut yang dapat diidentifikasi
adalah sebagaimana tampak dalam tabel berikut :
Tabel 5
Daftar Nama Beberapa Jenis Ramuan Asli Madura
No
1
2
3
4
10

11

Nama Jenis Ramuan Asli


Madura
Majun Raja
Sehat Pria/Perkasa
Jantala/Tahan Lama
Galian Rapet

No
12
13
14
15

Nama Jenis Ramuan Asli


Madura
Penyubur Kandungan
Galian Wanita
Galian Patmosari
Spesial Keputihan

Formula adalah susunan kualitatif dan kuantitatif bahan berkhasiat dan bahan
tambahan (Pasal 1 angka 17 Peraturan Kepala BPOM tentang Kriteria dan Tata
Laksana Pendaftaran).
Komposisi adalah susunan kualitatif dan kuantitatif bahan berkhasiat dalam obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Formula adalah susunan kualitatif
dan kuantitatif bahan berkhasiat dan bahan tambahan (Pasal 1 angka 16 Peraturan
Kepala BPOM tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran).

5
6
7
8
9
10
11

Dalima (Keputihan)
Galian Sehat (Montok)
Pegal Linu
Selokarang
Harumita (Empot Super)
Galian Singset (Susut Perut)
Remaja Puteri

16
17
18
19
20
21
22

Kunir Putih & Temu Putih


Asam Urat & Kolesterol
Legit Madura (Cempaka Putih)
Kecantikan
Sumirat
Jamu Maag
Bangkes

Sumber : Data diperoleh dari hasil wawancara dengan Para Pemilik


Perusahaan Ramuan Asli Madura di Madura (2009).
Selain dari beberapa jenis Ramuan Madura di atas, masih banyak
terdapat beberapa jenis Ramuan Madura lagi, tetapi dengan komposisi
bahan dan khasiat yang merupakan derivasi atau variasi di antara
beberapa jenis Ramuan Asli Madura di atas.
3.

Bahan Baku Dalam Ramuan Asli Madura


Ramuan Asli Madura merupakan hasil kreativitas intelektual
masyarakat Madura yang berupa ramuan bahan obat tradisional, dimana
bahan bakunya tidak hanya berasal dari Madura, tetapi juga berasal dari
luar Madura, seperti jawa, sumatera, kalimantan bahkan juga ada yang
dari luar negeri seperti India 12 dan Thailand13. Dengan demikian, bahan
baku dari Ramuan Asli Madura tidak semuanya dari Madura, tetapi juga
berasal dari luar Madura.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa peramu Ramuan Asli
Madura yang terdapat di keempat Kabupaten di Madura diketahui bahwa
sebagian besar atau pada umumnya bahan baku yang dipergunakan
dalam pembuatan Ramuan Asli Madura adalah 50% dari Madura dan 50%
berasal dari luar Madura. Di antara beberapa bahan baku yang banyak
diambil dari Madura adalah temu ireng (curcuma aeruginosa roxb.), temu
lawak (curcuma xanthorrhiza roxb.), jahe (zingiber officinale, rose), kencur
(kaempfeteria galanga), lempuyang (zingiber aromaticum), bangle
(zingiber purpureum), sambiloto (andrographis paniculata), laos (galangae
rhizoma), kunir (Curcuma domestica R), kunyit (curcuma domestica val.),
kunci (boesenbergia pandurata), daun sirih (piperis folium), pinang (areca
semen), cabe jamu (piper retrofractum, vahl.).
Bahan baku Ramuan Asli Madura yang berasal dari Madura biasanya
langsung dibeli dari petani atau juga ada yang diantarkan ke tempat
produksi. Sedangkan bahan baku yang berasal dari jawa banyak yang
dibeli dari Toko Bahan Baku Jamu yang banyak terdapat di Madura dan
Surabaya. Adapun bahan baku yang berasal dari luar negeri biasanya
dibeli melalui pesanan.
12

13

Hasil wawancara dengan H.Moh. Sholeh, peramu dan pemilik Perusahaan Jamu
dan Kosmetik SUMBER MADU Bangkalan pada tanggal 27 Januari 2009.
Hasil wawancara dengan Ny. Hidayati, peramu dan pemilik Perusahaan Jamu
MADURA AYU Sampang pada tanggal 29 Januari 2009.

4.

Proses Pembuatan Ramuan Asli Madura


Pada umumnya proses pembuatan Ramuan Asli Madura ini dilakukan
dengan cara yang sama, hanya saja pada proses akhirnya yang berbeda
tergantung pada bentuk sediaannya yang akan dibuat. Adapun proses
pembuatan dari semua jenis Ramuan Asli Madura itu adalah diawali
dengan masing-masing bahan dicuci secara sendiri-sendiri. Kemudian
semua bahan baku tersebut dijemur sampai kering. Setelah itu disangrai
dan dicampur menjadi satu. Campuran bahan tersebut kemudian digiling.
Setelah itu ada yang disangrai ulang dan diayak untuk menghasilkan
bubuk yang semakin halus. Setelah itu pada proses terakhir, bubuk itu
dibuat sesuai dengan bentuk sediaan yang akan dipasarkan. 14
Pembuatan bentuk sediaan dari produk ramuan asli Madura ini
didasarkan pada dua hal : pertama, bagi Ramuan Asli Madura yang telah
mempunyai izin produksi yang berupa Izin Usaha IKOT (Industri Kecil
Obat Tradisional) dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan
Izin Edar (TR/Traditional) dari Kepala BPOM RI (Badan Pengawas Obat
dan Makanan), maka bentuk sediaan dari produk ramuan asli Madura ini
sesuai dengan izin produksi dan izin edar tersebut. Sedangkan yang
kedua, bagi Ramuan Asli Madura yang tidak memiliki kedua izin tersebut,
maka bentuk sediaan dari produk Ramuan Asli Madura ini didasarkan
pada kemauan pasar atau konsumen.
Adapun bentuk sediaan dari produk ramuan asli Madura ini
berdasarkan hasil penelitian di lapangan terdapat beberapa macam, di
antaranya dalam bentuk Serbuk, pil/plintiran, kapsul, jenang, dodol,
rajangan, parem, pilis, dan tapel.
5.

Konsep Ramuan Asli Madura Dalam Sistem Paten


Ramuan Asli Madura merupakan kreativitas intelektual masyarakat
lokal di Madura yang berupa metode ramuan dengan formula dan
komposisi bahan yang berupa tumbuh-tumbuhan sehingga memiliki
khasiat khusus dalam praktik pengobatan. Proses pembuatan Ramuan
Asli Madura tersebut telah sesuai dengan standar persyaratan obat
tradisional di Indonesia melalui pemeriksaan Dokumen CPOTB serta
Dokumen Mutu dan Teknologi sehingga bisa mendapatkan Izin Usaha
IKOT dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Izin Edar dari
Kepala BPOM.
Berdasarkan hal tersebut, Ramuan Asli Madura dapat dikonsepsikan
sebagai paten produk maupun paten proses. Konsepsi Ramuan Asli
Madura sebagai paten produk maupun sebagai paten proses tersebut
didasarkan pada alasan berikut :
14

Hasil wawancara dengan para pemilik dan peramu Ramuan Asli Madura di empat
Kebupaten di Madura, yakni Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten
Pamekasan dan Kabupaten Sumenep (2009).

10

1.

Alasan bahwa Ramuan Asli Madura dapat dikonsepsikan


sebagai paten produk karena Ramuan Asli Madura ini merupakan
produk yang dihasilkan dengan proses (product by proses) yang di
dalamnya juga mencakup formula dan komposisi dari tumbuhan yang
mengandung khasiat untuk praktik pengobatan. Di samping itu juga,
karena produk Ramuan Asli Madura dapat dibuat secara berulangulang (dalam jumlah yang banyak) dengan kualitas yang sama.
2.
Alasan bahwa Ramuan Asli Madura dikonsepsikan sebagai
paten proses karena Ramuan Asli Madura terdapat proses dan metode
pembuatan mulai tahap pembersihan bahan baku sampai menjadi
bentuk sediaan serta juga berisikan tentang penggunaan dari Ramuan
Asli Madura tersebut. Di samping itu, karena proses pembuatan,
metode pembuatan serta penggunaan dari Ramuan Asli Madura
tersebut dapat dijalankan dalam kegiatan praktik.
Konsepsi Ramuan Asli Madura sebagai paten produk maupun sebagai
paten proses ini didasarkan pada konsep dari bentuk paten sebagaimana
terdapat di dalam UU Paten, yaitu bahwa yang dimaksud dengan paten
produk adalah mencakup alat, mesin, komposisi, formula, product by
process, dan sistem. Sedangkan yang dimaksud dengan paten proses
adalah mencakup proses, metode dan penggunaan 15Jika paten itu
dimaksudkan sebagai produk, maka produk itu harus mampu dibuat
secara berulang-ulang (secara massal) dengan kualitas yang sama. Jika
suatu petan itu dimaksudkan sebagai proses, maka proses itu harus
mampu dijalankan atau digunakan dalam praktik16.
Untuk melihat apakah Ramuan Asli Madura itu dilindungi dari segi
produknya atau prosesnya adalah dapat dilihat pada klaim 17 sebagaimana
diuraikan dalam Deskripsi Paten. begitupun juga, lingkup perlindungan
hukumnya juga didasarkan pada klaim produk maupun pada klaim
prosesnya.
Meskipun Ramuan Asli Madura dapat dikonsepsikan sebagai paten
produk maupun sebagai paten proses, akan tetapi Ramuan Asli Madura
tersebut tidak dapat dilindungi dengan paten sederhana. Hal ini
didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam UU Paten, yaitu :
1.
Dengan diberlakukannya UU Paten yang baru,
paten proses sudah tidak lagi dapat dilindungi dengan paten
sederhana. Berbeda dengan UU Paten lama yang memperbolehkan
paten proses dilindungi dengan paten sederhana.
2.
Bersadarkan angka 1 huruf b Penjelasan
Umum UU Paten dikatakan bahwa proses, penggunaan, komposisi,
dan produk yang merupakan product by process tidak bisa diberikan
perlindungan melalui paten sederhana. Menurut UU Paten bahwa
objek paten sederhana hanya dibatasi pada hal-hal yang bersifat kasat
15
16
17

Pasal 16 ayat (1) UU Paten beserta Penjelasannya


Penjelasan Pasal 5 UU Paten
Klaim adalah bagian dari permohonan Pendaftaran Paten yang menggambarkan
inti invensi yang dimintakan perlindungan hukum yang harus diuraikan secara jelas
dan harus didukung dengan deskripsi Penjelasan Pasal 24 ayat (2) huruf h UU Paten.

11

mata (tangible), bukan yang tidak kasat mata (intangible), dengan


bentuk, konfigurasi, konstruksi atau komponennya sederhana, dan
mempunyai nilai kegunaan praktis.
Dengan tidak diperbolehkannya perlindungan hukum terhadap
Ramuan Asli Madura melalui paten sederhana akan berakibat pada
semakin sulit dan beratnya untuk melakukan perlindungan Ramuan Aslli
Madura melalui sistem paten. karena perlindungan hukum terhadap
Ramuan Asli Madura melalui paten biasa itu mewajibkan kepada
pemegang paten untuk membayar biaya tahunan (annual fee) selama 20
tahun secara bertahap. Namun, jika melalui paten sederhana terhadap
pemegang paten tidak ada kewajiban untuk membayar biaya tahunan
tersebut.
Pembatasan terhadap perlindungan invensi melalui paten sederhana
itu merupakan legislative choice dari Pemerintah Indonesia, karena di
dalam TRIPs Agreement tidak ada batasan seperti itu. Dari perspektif
perlindungan hukum terhadap TK bidang obat tradisional (termasuk juga
Ramuan Asli Madura), hal itu sangat tidak menguntungkan bagi
keberlangsungan dan perlindungan technological interest (kepentingan
pengembangan teknologi) dan economic interest (kepentingan
pertumbuhan ekonomi) di Indonesia. Seharusnya Indonesia tetap
mempertahankan konsep mengenai objek paten yang dapat dilindungi
dengan paten sederhana sebagaimana dalam Pasal 6 ayat (1) UndangUndang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (UU Paten lama), yaitu :
Setiap penemuan berupa produk atau proses yang baru dan memiliki
kualitas penemuan yang sederhana tetapi mempunyai nilai kegunaan
praktis disebabkan karena bentuk konfigurasi, konstruksi atau
komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk
Paten Sederhana.
Paten diberikan dalam rangka untuk mendorong timbulnya teknologi
dan industri baru serta untuk memberikan imbalan ekonomis terhadap
inventor. Adapun yang dimaksud dengan inventor dalam UU Paten adalah
seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersamasama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang
menghasilkan invensi. Oleh karena itu, sistem paten hanya melindungi
terhadap hak-hak individu (individual right)18. Dengan demikian, konsep
kepemilikan dalam paten ini adalah individual ownership (kepemilikan
individu).
Sementara itu, Ramuan Asli Madura merupakan hasil kreativitas
intelektual masyarakat madura yang diperoleh secara turun temurun dari
generasi ke generasi berikutnya tanpa diketahui siapa penemunya.
Sehingga pengetahuan Ramuan Asli Madura itu telah tidak menjadi
rahasia lagi dan telah diketahui serta dimanfaaatkan oleh banyak
18

Konsep perlindungan Paten terhadap individual rights ini sesuai dengan ketentuan d
dalam konsideran paragraf keempat TRIPs Agreement, yang menyatakan bahwa
IPR adalah untuk melindungi terhdap hak-hak pribadi.

12

masyarakat di Madura. Akibat tidak diketahuinya penemu yang pertama


dari Ramuan Asli Madura tersebut, sehingga tidak ada seorangpun atau
suatu kelompok apapun yang dapat mengklaim sebagai inventornya.
Semua masyarakat madura mempunyai hak yang sama untuk
memanfaatkan Ramuan Asli Madura sebagai sebuah warisan budaya
(cultural heritage), sepanjang pengetahuan Ramuan Asli Madura tersebut
sudah menjadi public domain, atau disebut juga warisan leluhur yang
sudah dapat dinikmati secara umum (common heritage of mankind) dan
bukan merupakan hasil dari pengembangan. Suatu invensi di bidang obatobatan yang dihasilkan dari proses pengembangan dari TK bidang obat
tradisional melalui kegiatan reseaech and development (R & D) disebut
tradisional sharing.
Dengan demikian, konsep kepemilikan dalam Ramuan Asli Madura
dapat berupa dua macam, yaitu collective ownership (kepemilikan
bersama) bagi Ramuan Asli Madura yang telah menjadi public domain.
Dan individual ownership (kepemilikan individu) bagi Ramuan Asli Madura
yang dapat dibuktikan sebagai hasil dari tradisional sharing dan masih
belum diketahui oleh umum. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sampai
saat ini tidak ada Ramuan Asli Madura yang merupakan hasil dari
pengembangan sehingga memenuhi persyaratan patentability. Semua
Ramuan Asli Madura sekarang masih merupakan pengetahuan yang
diperoleh secara turun temurun berdasarkan pengalaman.
6.

Persyaratan Patentability Dalam Ramuan Asli Madura


Persyaratan patentability bila diterapkan terhadap Ramuan Asli
Madura :
a.
Baru (Novelty)
Suatu invensi harus memenuhi unsur kebaruan ini. Suatu invensi
dapat dikatakan baru jika invensi itu belum diketahui dan belum pernah
diungkapkan kepada publik. Untuk menentukan bahwa invensi tersebut
belum pernah dipublikasikan, pemeriksa paten akan melakukan prior art
search secara internasional bagi paten biasa dan secara nasional bagi
paten sederhana. Sarana yang pada umumnya dipergunakan dalam
melakukan prior art search oleh Direktorat Paten adalah melalui dokumen
paten, maupun melalui berbagi media lainnya yang tersedia dalam
masyarakat.
Dalam syarat novelty ini mengharuskan untuk adanya bukti dokumen,
baik dokumen resmi maupun dokumen tidak resmi. Dokumen resmi
adalah berupa dokumen paten19 yang telah dikeluarkan oleh negara.
Sedangkan dokumen tidak resmi adalah dokumen yang dapat
menerangkan adanya pengungkapan sebelumnya (prior art) terhadap
suatu invensi yang dapat berupa penggambaran (description), tertulis
19

Yang dimaksud dokumen Paten adalah dokumen permohonan yang sudah diberi
paten dan telah diumumkan, dokumen tersebut diperlukan untuk mempermudah dan
mempercepat penilaian terhadap sifat kebaruan (novelty) dan langkah inventif dari
Invensi (Penjelasan Pasal 28 ayat ayat (2) huruf b UU Paten).

13

maupun lisan, penggunaan baik berupa pameran, penjualan atau


penawaran, atau cara-cara lain melalui rekaman video atau suara atau
melalui internet20.
Bagi peramu atau pemilik Perusahaan Ramuan Asi Madura, tradisi
dokumentasi merupakan sesuatu yang belum banyak dikenal. Hal ini
karena memang sifat pewarisan atau pengalihan dari Ramuan Asli
Madura ini berlangsung secara tradisonal, yaitu secara turun temurun dari
satu generasi ke generasi berikutnya dengan menggunakan media lisan
tanpa dokumen. Sehingga lahirnya Ramuan Asli Madura dalam
masyarakat lokal di Madura ini tidak ada dokumen yang dapat
membuktikan siapa, kapan dan dimana Ramuan Asli Madura itu
berkembang dan dipergunakan dalam praktik pengobatan. Mengenai hal
ini, Agus Sardjono dalam bukunya Hak Kekayaan Intelektual dan
Pengetahuan Tradisional mengatakan bahwa 21 :
Pada masa lampau, cukup banyak dijumpai diperkampungan, seorang
ibu mengajari anaknya bagaimana meracik dan membuat jamu. Para
tetangga yang mengatahui bahwa di lingkungannya tinggal seorang
yang mempunyai pengetahuan tentang bagaimana mengobati orang
sakit, acapkali datang kepadanya untuk berobat. Ketika orang yang
datang semakin banyak, orang yang berpengetahuan tersebut
mengajak anaknya, adiknya, atau sanak saudaranya untuk membantu
meracik jamu yang bersangkutan. Dengan cara itulah pengetahuan
tentang pengobatan tradisional beralih dari generasi ke generasi
berikutnya.
Proses peralihan pengobatan tradisional sebagaimana yang
diungkapkan oleh Agus Sardjono di atas juga terjadi pada proses
peralihan pengetahuan Ramuan Asli Madura. Dengan demikian, Ramuan
Asli Madura sebenarnya telah menjadi prublic domain di kalangan
masyarakat Madura. Meskipun demikian, di beberapa industri Ramuan
Asli Madura masih terdapat ciri khas dari masing-masing produk yang
dibuatnya, tetapi ciri khas tersebut bukan termasuk sesuatu yang baru
karena masih merupakan derivasi dari pengetahuan Ramuan Madura
yang telah ada atau lebih gamblangnya disebut variasi.
Jika dikaitkan dengan unsur novelty dalam Ramuan Asli Madura
sebagai syarat untuk memperoleh paten adalah tidak terpenuhi. Hal ini
berdasarkan alasan bahwa pengetahuan tentang Ramuan Asli Madura
telah menjadi public domain bagi kalangan masyarakat Madura dan
alasan kedua adalah tidak adanya dokumen yang dapat membuktikan
penggungkapan dari Ramuan Asli Madura.
b.

20
21

Mengandung Langkah Inventif (Inventive Step)

Rahmi Jened, op. cit., hal. 119


Agus Sardjono, op. cit., hal. 197

14

Dalam UU Paten dijelaskan bahwa Suatu Invensi dapat disebut


mengandung langkah Inventif jika Invensi tersebut memenuhi dua unsur,
yaitu :
a.
Invensi tersebut merupakan hal yang tidak dapat diduga
sebelumnya (non obvious) menurut seseorang yang mempunyai
keahlian tertentu di bidang teknik; dan
b.
Penilaian bahwa suatu Invensi itu non obvious harus dilakukan
dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat Permohonan
diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama
dalam hal Permohonan itu diajukan dengan Hak Prioritas.
Syarat non obvious ini tidak dihasilkan secara tradisional, tetapi
didasarkan pada proses research and development (R & D) sehingga
menghasilkan sebuah invensi baru. Dalam proses research and
development harus mendasarkan pada metode keilmuan tertentu (dalam
hal ini adalah farmakologi untuk ilmu di bidang obat-obatan). Sebuah
metode keilmuan harus tersusun secara sistematis dan dapat
membuktikan kebenaran suatu penelitian tersebut.
Untuk menilai apakah Ramuan Asli Madura itu bersifat non obvious
atau tidak, harus dilihat dari sudut pandang farmakologi 22. Ramuan Asli
Madura merupakan hasil dari kreasi intelektual masyarakat Madura yang
berupa metode ramuan, formula dan komposisi bahan dari tumbuhtumbuhan sehingga memiliki khasiat khusus dalam praktik pengobatan.
Sementara itu, farmakologi secara umum hanya dapat mengetahui
kandungan mutu, keamanan dan khasiat yang terdapat dalam bahan obat
tradisional, bukan terhadap kandungan bahan bila diramu, dikomposisi
dan diberikan formula. Ramuan Asli Madura merupakan hasil dari
pengalaman yang ada dalam masyarakat Madura, sehingga tidak
diketahui dalam perspektif farmakologi. Atas dasar inilah, maka Ramuan
Asli Madura memenuhi unsur non obvious dalam inventive step.
Meskipun Ramuan Asli Madura memenuhi unsur non obvious, akan
tetapi Ramuan Asli Madura tersebut tidak dapat didaftarkan untuk
mendapatkan perlindungan paten, karena Ramuan Asli Madura tersebut
masih tidak memenuhi unsur inventive step yang kedua, yaitu Penilaian
bahwa suatu Invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya
22

Farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk seorang
dokter, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud
pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu, agar mengerti
penggunaan obat yang dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakait. Dahulu
farmakologi mengcakup pengetahuan tentang sejarah, sumber, sifat kimia dan fisika,
komposisi, efek fisiologi dan biokimia, mikanisme kerja, absortsi, distribusi,
biotransformasi, ekspresi dan penggunaan obat. Namun dengan berkembangnya
pengetahuan, beberaa bidang ilmu tersebut telah berkembang menjadi ilmu
tersendiri,
di
antaranya
Farmakognosi,
Biofarmasi,
Farmakokinetika,
Farmakodinamika, Toksikologi, Farmakoterapi. Sedangkan cabang ilmu farmakologi
yang mempelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber obat
disebut Farmakognosi (Bagian Formakologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2005, Farmakologi dan Terapi, Edisi ke-4, Cet. 5, Gaya Baru, Jakarta,
hal.1).

15

harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat


Permohonan diajukan. Sementara itu, keahlian dalam membuat Ramuan
Asli Madura telah menjadi pengetahuan umum di kalangan masyarakat
Madura. Atas dasar inilah, maka dapat dikatakan bahwa Ramuan Asli
Madura tidak memenuhi syarat inventive step, karena tidak memenuhi
syarat inventive step yang kedua. Hal ini dikecualikan terhadap Ramuan
Asli Madura yang merupakan hasil dari pengembangan (traditional
sharing) dan memang terdapat usaha merahasikan invensinya tersebut,
maka Ramuan Asli Madura ini dapat memenuhi semua syarat dalam
inventive step.
c.

Dapat Diterapkan Dalam Kegiatan Industri (Industrial


Applicable)
Menurut UU Paten bahwa suatu invensi dikatakan memenuhi syarat
industrially applicable jika Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam
industri sebagaimana yang diuraikan dalam Permohonan. Unsur
disclosour dalam industrially applicable ini sebenarnya menjadi asas
dalam sistem perolehan paten. Manfaat (utility) dari suatu invensi yang
dapat diterapkan dalam industri tersebut harus dapat diakses dari
pengungkapan (disclosure), sehingga kepada semua orang dapat
mempelajari dan mengembangkan invensi tersebut berdasarkan dokumen
yang terdapat di dalam Dekripsi Paten dan akhirnya akan lahir invensi
yang baru lagi.
Adanya asas disclosure di dalam permohonan paten itu diharuskan
terhadap dua macam bentuk paten, yaitu terhadap paten produk dan
paten proses. Sehingga jika suatu invensi dimaksudkan sebagai produk,
maka produk tersebut harus mampu dibuat secara berulang-ulang (secara
masal) dengan kualitas yang sama. Begitupun juga, jika suatu invensi
tersebut berupa proses, maka proses tersebut harus mampu dijalankan
atau digunakan dalam praktik.
Ramuan Asli Madura merupakan produk yang dihasilkan dengan
proses (product by proses) yang di dalamnya mencakup formula dan
komposisi dari tumbuhan dan dibuat secara berulang-ulang (dalam jumlah
yang banyak) dengan kualitas yang sama oleh masyarakat Madura. Di
samping itu, Ramuan Asli Madura juga mengandung teknologi yang
berupa proses yang di dalamnya mencakup metode pembuatan serta
penggunaan dari Ramuan Asli Madura tersebut.
Syarat industrially applicable ini pada dasarnya tidak ada masalah
yang prinsipil jika diterapkan pada Ramuan Asli Madura. Ramuan Asli
Madura ini, baik yang dikonsepsikan sebagai product by proses maupun
yang dikonsepsikan sebagai proses, pada dasarnya semuanya dapat
diungkapkan di dalam Deskripsi Paten pada saat Permohonan
Pendaftaran Paten. Dengan demikian, syarat industrially applicable ini
dapat terpenuhi dalam Ramuan Asli Madura.
Akan tetapi masalahnya adalah apakah peramu atau pemilik industri
Ramuan Asli Madura tersebut bisa mengungkapkan invensi tersebut

16

secara jelas dan lengkap sebagaimana struktur dalam deskripsi paten dan
menurut sudut pandang farmakologi. Sebagai solusi atas masalah ini
adalah seorang Apoteker yang menjadi penanggung jawab teknis dalam
proses pembuatan Ramuan Asli Madura harus juga diberikan tugas untuk
bisa mengungkapkan invensi dari Ramuan Asli Madura di dalam deskripsi
paten atau dengan cara meminta bantuan dari Konsultan HKI untuk bisa
mengungkapkan invensi dari Ramuan Asli Madura tersebut dalam
Dokumen Deskripsi Permohonan Pendaftaran Paten.
7.

Konsep Alternatif Perlindungan Hukum Terhadap Traditional


Knowledge Bidang Obat Tradisional Melalui Sistem Paten

Terdapat beberapa konsep alternatif yang dapat dilakukan oleh


Pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan hukum terhadap
TK bidang obat tradisional, termasuk bidang Ramuan Asli Madura
melalui sistem paten sebagai langkah preventif untuk mencegah
terjadinya misappropriation. Di antara konsep alternatif tersebut adalah
sebagai berikut :
a.
Konsep Kepemilikan atas TK Bidang Obat
Tradisional oleh Negara
Indonesia memang tidak dapat menghindar dari TRIPs Agreement
untuk melaksanakan berdasarkan prinsip full compliance. Namun, bukan
berarti Indonesia tidak boleh membuat pengecualian-pengecualian atau
membuat ketentuan-ketentuan baru di bidang paten untuk memberikan
perlindungan hukum terhadap TK bidang obat tradisional, sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip TRIPs Agreement. Landasan hukum dari
argumen ini adalah dapat dilihat dalam article 8 (1) TRIPs Agreement di
atas.
Indonesia sebenarnya telah melaksanakan ketentuan pengecualian
yang diatur dalam article 8 (1) TRIPs Agreement tersebut, yaitu dengan
diterapkannya Pasal 1023 UU Hak Cipta menyangkut perlindungan hukum
terhadap ekspresi folklor24 (traditional cultural expression/TCe). Konsep
23

24

Bunyi Pasal 10 UU Hak Cipta adalah : (1) Negara memegang Hak Cipta atas karya
peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya. (2) Negara
memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik
bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan,
koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. (3) Untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara
Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam
masalah tersebut.
Folklor dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh
kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial
dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara
turun temurun, termasuk: a. cerita rakyat, puisi rakyat; b. lagu-lagu rakyat dan musik
instrumen tradisional; c. tari-tarian rakyat, permainan tradisional; d. hasil seni antara
lain berupa: lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan
tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional (Penjelasan Pasal 10 ayat (2)
UU Hak Cipta).

17

kepemilikan di dalam folklor itu adalah collective ownership, sama dengan


konsep TK bidang obat-obatan. Pengertian kolektif di sini bukan dalam arti
gabungan individu-individu (group of individuals), melainkan kolektif dalam
arti pemilikan oleh masyarakat lokal yang bersangkutan, baik yang
terorganisir maupun tidak.
Karena tidak adanya pihak yang dapat mengklaim atas ekspresi
folklor di Indonesia tersebut, maka negara mengambil alih hak tersebut
demi memberikan perlindungan hukum terhadap ekspresi folklor tersebut
dari tindakan misappropriation. Di dalam ketentuan Pasal 10 UU Hak
Cipta ditentukan bahwa negara memegang hak atas ekspresi folklor
tersebut. Segala tindakan pengumuman dan perbanyakan terhadap
ekspresi folklor oleh orang yang bukan warga negara Indonesia harus
terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait 25 dalam masalah
tersebut.
Tidak adanya pihak yang dapat mengklaim sebagai pemilik atau
pemegang hak atas TK bidang obat tradisional, apalagi ditambah lagi
dengan tidak adanya kepedulian dari masyarakat lokal (indigenous
peoples) atas tindakan misappropriation karena pengaruh paradigma
kolektivisme dan spritualisme yang diyakininya, telah menjadi penyebab
terjadinya tindakan misappropriation oleh pihak asing yang telah
merugikan kepentingan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Untuk
memberikan perlindungan hukum, maka negara harus memegang hak
atas TK bidang obat tradisional, termasuk juga Ramuan Asli Madura
sebagaimana yang diberlakukan terhadap ekspresi folklor 26.
Meskipun izin pemanfaatan oleh pihak asing atas TK bidang obat
tradisonal berada pada negara, akan tetapi dalam prosedur pemberian
izin itu harus tetap didasarkan pada persetujuan dari masyarakat lokal
yang bersangkutan melalui prior informed concent. Dengan kata lain,
Pemerintah sebagai Pemegang Hak hanya bersifat teknis prosedural
dalam pemberian izin, sedangkan pihak yang menentukan dalam proses
perizinan itu adalah adanya persetujuan dari masyarakat lokal sendiri
sebagai pemilik dari TK bidang obat tradisional. Untuk itulah maka harus
ada Lembaga Perwakilan Masyarakat tradisional yang dapat
mengakomodir aspirasi dan mewakili masyarakat lokal serta yang dapat
menentukan mengenai persetujuan atas pemanfaatan TK bidang obat
tradisional tersebut. Dengan demikian, di dalam perubahan UU Paten 27
25

26

27

Di dalam Pasal 3 ayat (2) Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Hak Cipta atas
Folklor yang Dipegang oleh Negara dikatakan bahwa yang dimaksud dengan instansi
yang terkait dalam Pasal 10 ayat (2) UU Hak Cipta adalah Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual.
Penerapan pengalihan collective ownership kepada negara sebagai pemegang hak
atas ekspresi folklor tersebut sesuai dengan konsep yang diberikan di Dalam WIPO
Report on Fact Finding Mission on Intellectual Property and Traditional Knowledge
(1998-1999), WIPO sebagai salah organisasi Internasional di bidang IPR telah
memberikan ketentuan bahwa negara dapat menjadi pemegang hak atas TK
(Afrillyanna Purba, et. al., op. cit., hal. 41).
Pengaturan mengenai negara sebagai pemegang hak atas TK bidang obat
tradisional melalui perubahan atas UU Paten sebenarnya bukanlah jalan satu-

18

harus juga diperjelas mengenai persyaratan dan prosedur pemberian izin


atas pemanfaatan TK bidang obat tradisional tersebut 28. Berikut bagan
mengenai prosedur pemanfaatan TK bidang obat tradisional oleh pihak
asing :
Bagan 1
Prosedur Pemanfaatan TK Bidang Obat Tradisional oleh Pihak Asing

Pihak Asing

Izin Pemanfaatan
Kepada Pemerintah

Pemanfaatan TK
Bidang Obat
Tradisional

Prior Informed
Consent of
Indigenous Peoples
Keterangan :
1.
Sebelum melakukan kegiatan pemanfaatan atas TK
bidang obat tradisional, pihak asing harus terlebih dahulu
mendapatkan izin pemannfaatan dari instansi Pemerintah yang
ditentukan.
2.
Izin Pemanfaatan atas TK bidang obat tradisional
oleh pihak asing tersebut harus berdasarkan persetujuan dari
masyarakat lokal setempat (prior informed consent of indigenous
peoples).

28

satunya, tetapi masih terdapat jalan yang lebih mudah dan mempunyai landasan
hukum yang jelas di dalam UU Paten, yaitu melalui pembentukan Peraturan
Pemerintah. Landasar hukum atas pembentukan Peraturan Pemerintah itu di
dasarkan pada ketentuan dalam Pasal 66 ayat (1) huruf e UU Paten yang
menyebutkan bahwa pengalihan paten itu dapat dilakukan karena sebab lain yang
dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Sedangkan salah satu yang
dimaksud dengansebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan
di dalam penjelasan Pasal 66 ayat (1) UU Paten adalah ........peralihan paten
didasarkan atas peraturan di bawah undang-undang, peraturan tersebut tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang ini. Pengaturan khusus melalui Peraturan
Pemerintah itu yang jelas tidak bertentangan dengan UU Paten karena UU Paten
memang tidak mengaturnya. Pengalihan hak kepada negara atas TK bidang obat
tradisional dapat dilakukan karena tidak perlu menyertakan dokumen asli paten yang
memenag tidak ada dalam TK bidang obat tradisional. Dengan demikian, pengalihan
itu cukup dengan menentukan dalam rumusan Pasalnya disertai dengan ketentuan
mengenai prosedur perizinan atas pemanfaatan TK bidang obat tradisional.
Persoalan krusial mengenai pengaturan negara sebagai pemegang hak atas TK
bidang obat tradisional sebenarnya bukan hanya terkait dengan persyaratan dan
prosedur perizinan. Akan tetapi, juga mengenai adanya pihak yang berhak mewakili
dalam forum penyelesaian sengketa terkait kepemilikan dan pemanfaatan TK bidang
obat Tradisional.

19

Pemanfaatan atas TK bidang obat tradisional yang dimaksud disini


adalah pemanfaatan atas hak eksklusif oleh pihak asing sebagaimana
yang ditentukan di dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) UU Paten, yaitu :
(1)
Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan
Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain tanpa persetujuannya
;
a.
dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual,
mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan
untuk dijual atau disewakan atau di diserahkan produk yang diberi
Paten;
b.
dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi
yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(2)
Dalam hal Paten-proses, larangan terhadap pihak lain yang
tanpa persetujuannya melakukan impor sebagimana dimaksud pada
ayat (1) hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata
dihasilkan dari penggunaan Paten-proses yang dimilikinya.
Beralihnya pemegang hak atas TK bidang obat tradisional berakibat
beralihnya pula hak eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(1) dan ayat (2) UU Paten kepada negara. Akan tetapi, hak eksklusif yang
dimaksud hanya untuk melarang atau memberikan izin yang bersifat
teknis prosedural atas pemanfaatan TK bidang obat tradisional, bukan
untuk melaksanakan. Pemberian izin atas pemanfaatan TK bidang obat
tradisional tersebut hanya terhadap pihak asing, bukan terhadap warga
negara Indonesia. Hal ini sebagaimaana diberlakukan juga terhadap
pemanfaatan folklor dalam Pasal 10 ayat (3) UU Hak Cipta.
TK bidang obat tradisonal diperoleh secara turun temurun dan
dimanfaatkan dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Oleh karena itu,
negara sebagai pemegang hak atas TK bidang obat tradisional itu harus
tanpa dibatasi dengan jangka waktu perlindungan. ketentuan tanpa batas
jangka waktu perlindungan itu sesuai juga dengan ketentuan yang
diberlakukan terhadap hak atas folklor yang dipegang oleh negara
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a UU Hak Cipta,
yaitu Hak cipta atas ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh
negara berdasarkan Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu.
Meskipun negara menjadi pemagang hak atas TK bidang obat
Tradisional, bukan berarti TK bidang obat tradisional tidak bisa dimiliki
secara individu. Jika suatu invensi dihasilkan dari pengembangan
(tradisional sharing) dari TK bidang obat tradisional, maka invensi tersebut
dapat dimiliki secara individual dan dapat dimohonkan paten, asalkan
memenuhi persyaratan patentability. Dengan demikian, negara hanya
menjadi pemegang hak terhadap TK bidang obat tradisional yang telah
menjadi public domain. Sedangkan terhadap invensi yang dihasilkan dari

20

proses pengembangan, maka sebagai pemegang haknya adalah pihak


yang menghasilkan invensi tersebut (inventor)29.
Berikut bagan mengenai konsep kepemilikan atas TK bidang obat
tradisional (termasuk bidang pengetahuan Ramuan Asli Madura)
sebagaimana dijelaskan di atas :

Bagan 2
Konsep Kepemilikan atas TK Bidang Obat Tradisional
TK BIDANG OBAT
TRADISIONAL
PUBLIC DOMAIN

TRADITIONAL SHARING

PEMERINTAH SEBAGAI
PEMEGANG HAK

INVENTOR SEBAGAI
PEMEGANG HAK

LINDUNGI DENGAN
SISTEM PATEN
Keterangan :
29

. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agus Sardjono bahwa sampai
sekarang belum ada permohonan paten dari dalam negeri atas suatu invensi yang
dihasilkan dari proses pengembangan atas TK bidang obat tradisional melalui
kegiatan R & D. Jamu yang diproduksi oleh PT. Sido Muncul diperoleh dari resep
atau ramuan jamu yang sudah diketahui oleh masyarakat umum. Begitu pula halnya
dipabrik Jamu Jago. Jamu yang dibuat dalam perusahaan Jamu Jago tersebut masih
didasarkan pada ramuan yang dibuat oleh nenek moyangnya (kakeknya Jaya
Suprana) pendiri perusahaan itu (Agus Sardjono, 2006, op. cit., hal. 200).
Sedangkan menurut Mantan Direktur Jenderal BPOM, Sampurno bahwa sampai
saat sekarang hanya terdapat satu penelitian terhadap obat tradisional yang tengah
dalam proses mendapatkan hak paten, yaitu penelitian terhadap tanaman kladi tikus
yang
berkhasiat
sebagai
obat
anti
kanker
(http://pdpersi.co.id/showdetailnews&kode-247&tbl-cakrawala, diakses pada tanggal 27 Februari 2009).

21

1.

TK bidang obat tradisional itu terdapat dua macam,


yaitu ada yang telah menjadi public domain dan ada yang merupakan
hasil
pengembangan (traditional sharing) dari TK bidang obat
tradisional yang telah menjadi public domain;
2.
Terhadap TK bidang obat tradisional yang telah
menjadi public domain, maka Pemerintah sebagai pemegang haknya.
Sedangkan terhadap TK bidang obat tradisional yang merupakan hasil
pengembangan (traditional sharing) dari TK bidang obat tradisional
yang telah menjadi public domain, maka pihak yang menghasilkan
pengembangan tersebut (inventor) sebagai pemegang haknya;
3.
Baik terhadap TK bidang obat tradisional yang telah
menjadi public domain dimana Pemerintah sebagai pemegang haknya
maupun terhadap TK bidang obat tradisional yang merupakan hasil
pengembangan (traditional sharing) dari TK bidang obat tradisional
yang telah menjadi public domain yang dipegang oleh inventor adalah
sama-sama dapat dilindungi dengan sistem paten.
b. Persyaratan Dokumen Tambahan Dalam Pendaftaran Permohonan
Paten
Direktorat Jenderal HKI merupakan benteng pertahanan dalam
melakukan langkah preventif untuk mencegah terjadinya tindakan
misappropriation. Pemerintah Indonesia harus menentukan mengenai
persyaratan dokumen tambahan yang harus disertakan dalam
permohonan Pendaftaran paten d Indonesia, baik dengan melakukan
perubahan atas UU Paten atau membuat undang-undang sui generis
tersendiri maupun cukup dengan hanya dibuatkan Peraturan
Pemerintah30.
Penyertaan persyaratan dokumen tambahan dalam permohonan
pendaftaran paten di Indonesia ini hanya diberlakukan terhadap invensi di
bidang obat-obatan yang dihasilkan dari proses pengembangan atas TK
bidang obat tradisional melalui kegiatan Research and Development (R &
D) yang akan dimohonkan paten di Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan
untuk mencegah adanya permohonan pendaftaran paten atas suatu
invensi yang bersumber dari TK bidang obat tradisional di Indonesia
30

Di dalam UU Paten sebenarnya sudah terdapat rumusan Pasal yang dapat dijadikan
dasar yuridis mengenai pengaturan Persyaratan Dokumen Tambahan dalam
Peraturan Pemerintah itu, yaitu pada Pasal 24 ayat (2) UU Paten yang berbunyi
Ketentuan lebih lanjut tentang cara pengajuan permohonan diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Akan tetapi, anehnya sejak diberlakukannya UU Paten tanggal 1
Agustus 2001 sampai sekarang, Peraturan Pemerintah yang dimaksud belum pernah
dilakukan perubahan, yaitu tetap menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 1991 tentang Tata Cara Permintaan Paten. Sehingga Peraturan Pemerintah
tersebut tidak dapat mengatur dan melindungi kepentingan dari masyarakat lokal.
Dengan demikian, untuk mengatur masalah persyaratan Dokumen Tambahan dalam
permohonan pendaftaran paten itu sebenarnya tidak usah dengan merubah UU
Paten atau dengan membuat undang-undang sui generis tersendiri, tetapi cukup
dengan membuat Peraturan Pemerintah yang baru tentang cara pengajuan
permohonan paten.

22

(termasuk yang berasal dari Ramuan Asli Madura) yang dapat merugikan
kepentingan masyarakat lokal. Ketentuan ini berlaku tidak hanya terhadap
pemohon dari luar negeri melalui hak prioritas, tetapi juga berlaku
terhadap pemohon dari dalam negeri.
Pemberlakukan persyaratan tambahan terhadap pemohon dari luar
negeri maupun terhadap pemohon dari dalam negeri ini dimaksudkan
untuk tidak melanggar prinsip national treatment31 sebagaimana diatur
dalam Article 3 TRIPs Agreement dan prinsip MFN32 sebagaimana diatur
dalam Article 4 TRIPs Agreement. Di samping itu juga, agar masyarakat
lokal tidak dirugikan dengan adanya paten atas invensi yang dihasilkan
dari pemanfaatan TK bidang obat tradisional melalui kegiatan R & D.
Khusus terhadap pemohon dari dalam negeri dimaksudkan juga untuk
memberikan pengakuan terhadap adanya potensi khusus yang berupa TK
bidang obat tradisional yang dimiliki oleh suatu daerah yang merupakan
kewenangan daerah yang bersifat pilihan 33. Melalui penyertaan dokumen
tambahan ini akan dimungkinkan adanya benefit sharing antara
masyarakat lokal di daerah yang bersangkutan sebagai pemilik TK bidang
obat tradisional dengan bioprospector dari dalam negeri.
Jika suatu permohonan pendaftaran paten ditolak karena tidak
memenuhi persyaratan dokumen tambahan tersebut, maka negara
Indonesia tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan
hukum terhadap paten tersebut dalam wilayah yurisdiksi negara
Indonesia. Negara Indonesia hanya berkewajiban memberikan
perlindungan hukum terhadap suatu Invensi yang sudah terdaftar dan
mendapatkan Sertifikat Paten di Indonesia, baik terhadap invensi yang
berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Argumen
itu di dasarkan pada prinsip teritorial di dalam TRIPs Agreement, bahwa
titik tolak pelaksanaan sistem IPR tetap bernaung dalam kedaulatan dan
yurisdiksi masing-masing negara anggota WTO34.
Di antara persyaratan dokumen tambahan yang harus ditentukan oleh
Pemerintah Indonesia dalam dokumen permohonan pendaftaran paten
tersebut adalah :
1)
Dokumen
Tambahan
Keterangan
Dalam
Disclosure Requirements (Persyaratan Pengungkapan)
31

Prinsip ini tidak menghendaki perlakukan yang berbeda tehadap perlindungan paten
dari warga negeranya sendiri dengan warga negara asing. Pengecualian hanya
dimungkinkan sepanjang hal itu telah diatur dalam Paris Convention. Dalam article 3
Paris Convention bila dikontruksikan secara a contrario, maka perlindungan yang
berbeda dapat diterapkan kepada invensi yang negaranya tidak menjadi peserta
dalam Paris Convention.
32
Prinsip ini menghendaki agar setiap negara peserta tidak memberikan perlakuan
yang diskriminatif. Bila suatu negara peserta memberikan perlakukan khusus kepada
suatu negara tertentu, maka perlakukan yang sama dengan serta merta juga harus
diberikan kepada negara-negara peserta konvensi lainnya. Terkadang prinsip ini juga
disebut prinsip non dikriminatif.
33
Lihat Pasal 14 ayat (2) UU Pemda
34
Achmad Zen Umar Purba, op. cit., hal. 26

23

Dokumen tambahan katerangan dalam disclosure requirements ini


harus dinyatakan dalam Dokumen Permohonan Pendaftaran paten,
apakah invensi yang bersangkutan berasal atau terkait atau
menggunakan TK bidang obat tradisional tertentu dari masyarakat lokal di
Indonesia. Jika invensi tersebut menggunakan sumber TK bidang obat
tradisional yang terkait, maka kelengkapan dokumennya harus disertai
dengan dokumen yang menunjukkan adanya prior informed consent atau
perjanjian antara inventor dengan masyarakat setempat TK bidang obat
tradisional yang bersangkutan. Penambahan disclosure requirements ke
dalam permohonan pendaftaran paten ini akan membantu Indonesia
dalam melindungi hak-hak masyarakat lokal.
Meskipun Pemerintah Indonesia tidak menentukan tambahan
keterangan mengenai asal dari suatu invensi dalam dokumen
permohonan pendaftaran paten, sebenarnya disclosure requirements ini
sudah menjadi ketentuan di dalam article 29 TRIPs Agreement35 dan juga
di dalam ketentuan mengenai syarat industrially applicable dalam UU
Paten. Akan tetapi, ketentuan tersebut tidak memberikan pengaturan yang
jelas mengenai pencantuman asal muasal dari suatu invensi dalam
deskripsi paten. Atas dasar inilah, maka sangat perlu bahkan sangat
dibutuhkan bagi Indonesia untuk memberikan persyaratan tambahan yang
berupa keterangan tambahan tersebut di dalam dokumen permohonan
pendaftaran paten.
2)

Dokumen Bioprospecting Contract Antara


Provider Dengan Recipient
Jika suatu invensi yang diungkapkan dalam Permohonan Pendaftaran
Paten berasal dari hasil pengembangan TK bidang obat tradisional, maka
Pemohon harus menyertakan dokumen bioprospecting contract. Setiap
pengembangan TK bidang obat tradisional yang dilakukan melalui
kegiatan Research and Development (R & D), baik oleh lembaga dalam
negeri maupun oleh lembaga luar negeri harus berorientasi pada
pembangunan kapasitas (capacities building) bagi masyarakat lokal
(indigenous peoples), baik
dari segi kepentingan budaya (cultural
interest), kepentingan ekonomi (economic interest), dan kepentingan
teknologi (technological interest). Oleh karena itu, setiap permohonan
pendaftaran paten atas suatu invensi yang dihasilkan dari proses
pengembangan tersebut harus mendapatkan prior informed consent dari
masyarakat lokal.

35

Dalam article 29 TRIPs Agreement itu dikatakan bahwa "Anggota harus mewajibkan
pemohon paten untuk membeberkan penemuannya dengan cara yang cukup jelas
dan lengkap agar penemuan tersebut dapat dilaksanakan oleh orang yang ahli di
bidang yang bersangkutan, dan dapat mewajibkan pemohon untuk memberitahukan
cara yang terbaik untuk melaksanakan penemuan tersebut yang diketahuinya pada
tanggal permohonan diajukan atau, dalam hal diajukan hak proritas, pada tanggal
prioritas dari permohonan.

24

Prior informed consent ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan


hukum kontrak36. Kontrak mengenai pengembangan TK bidang obat
tradisional melalui R & D di sini disebut bioprospecting contract37.
Bioprospecting contract ini dibuat antara Pemerintah (provider) yang
mewakili kepentingan masyarakat lokal dengan suatu lembaga penelitian
tertentu (recipient) yang akan melakukan bioprospecting. Bioprospecting
contract ini adalah sebagai institusi hukum yang dapat dipergunakan oleh
masyarakat lokal untuk melakukan negosiasi memperjuangkan
kepentingannya.
Berdasarkan konsep pengembangan TK bidang obat tradisional
melalui kegiatan R & D di atas, terdapat tiga hal yang sangat mendasar
yang harus diperjuangkan dalam bioprospecting contract, yaitu pembagian
36

37

Kontrak menurut Subekti adalalah perjanjian dalam arti sempit dan perjanjian
tersebut dibuat secara tertulis (Subekti, 1984, Hukum Perjanjian, Internusa, Jakarta,
hal. 1). Kontrak (overeenskomst) di Indonesia berpedoman pada Pasal 1233 KUH
Perdata tentang perikatan, yaitu "Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena
persetujuan, baik karena undang-undang. Sedangkan definisi perjanjjan terdapat
dalam psal1313 KUH Perdata, yaitu "Persetujuan adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih
lainnya. Secara umum yan menjadi dasar hukum bagi berlakunya kontrak di
Indonesia adalah asas kebebasan berkontrak s ebagaimana terdapat di dalam Pasal
1338 KUH Perdata, yaitu "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Untuk suatu kontrak itu harus
memenuhi syarat sahnya kontra sebagaimana diatur di dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, yaitu "Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, suatu
hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Terdapat tiga mekanisme dalam pembuatan
kontrak, pertama tahap pra kontraktual yaitu tahap penawaran dan penerimaan
(negotiation). Kedua, tahap kontraktual yaitu berisi substansi dari kontrak yang
disepakati oleh para pihak. Ketiga, tahap post kontraktual yaitu tahap pelaksanaan
dari kesepakatan kontrak (Etty Susilowati, op. cit., hal 18)
Agus Sardjono, op. cit., hal. 263, dikutip dari Steven M. Rubin & Stanwood C. Fish,
Biodiversity Prospecting : Using Innovative Contractual Provitions for Foster
Ethnobotanical Knowledge, Technology and Conservation, Colorado Journal of
International and Environment Law and Policy, Vol. 5, 1994, p. 37 ). Maksud dari
bioprospecting di sini adalah kegiatan pengembangan TK bidang obat tradisional
melalui research and development (R & D) berdasarkan sebuah kontrak dengan
pemberian keuntungan (benefit sharing) terhadap masyarakat lokal (disarikan dari
Muhammad Ahkam Subroto & Suprapedi, op. cit., hal. 107). Jika suatu bioprospecting
contract dibuat antara Pemerintah Indonesia selaku provider dengan pihak asing
sebagai recipient, maka bioprospecting contract itu dikategorikan kontrak
internasional. Menurut Sudargo Gautama bahwa kontrak internasional adalah kontrak
nasional yang terdapat unsur luar negerinya (foreign elemnet)m karena bidang hukum
kontrak ini pada hakikatnya adalah tunduk pada hukum perdata nasional. Kontrak
internasional ini hanya terbatas dalam bidang komersial atau perniagaan (Huala Adolf,
2008, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, PT. Refika Aditama, Bandung, hal.
3-7). Menurut Erman Radjagukguk bahwa terdapat beberapa prinsip dalam kontrak
internasional, yaitu penggunaan istilah, sahnya suatu kontrak, prinsip penawaran atau
penerimaan (persesuaian kehendak), iktikat baik, peralihan resiko, pembayaran, ganti
kerugian, keadaan darurat (force majeur), wanprestasi, perubahan kontrak,
pemutusan kontrak, pilihan hukum, dan penyelesaian sengketa (Erman Radjagukguk,
1998, Kontrak Dagang Internasional Dalam Praktik di Indonesia, ELIPS, hal. Hal. 123129).

25

keuntungan (benefit sharing), alih teknologi (technology transfer), dan


mengenai adanya jaminan bahwa masyarakat lokal (indigenous peoples)
tetap bisa memanfaatkan atas TK bidang obat tradisional maskipun TK
tersebut telah dipatenkan
Alasan Pemerintah sebagai salah satu pihak di dalam bioprospecting
contract ini karena Pemerintah adalah sebagai Pemegang Hak atas TK
bidang obat tradisional. Meskipun demikian, posisi pemerintah di dalam
bioprospecting contract hanyalah bersifat teknis prosedural, artinya
klausul dalam bioprospecting contract itu haruslah tetap di dasarkan pada
persetujuan dari masyarakat lokal melalui suatu lembaga perwakilan
tertentu. Hal ini berdasarkan alasan bahwa TK bidang obat tradisional itu
merupakan kreativitas intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat lokal.
Jika dalam R & D tersebut menghasilkan suatu invensi di bidang obatobatan (pharmaceutical invention), maka bioprospecting contract itu harus
disertakan sebagai dokumen persyaratan permohonan pendaftaran paten
di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar konsep pembangunan kapasitas
(capacities building) bagi masyarakat lokal (indigenous peoples), baik dari
segi kepentingan budaya (cultural interest), kepentingan ekonomi
(economic interest), dan kepentingan teknologi (technological interest)
dapat menjadi satu kesatuan dalam sistem paten di Indonesia.
Berikut bagan mengenai prosedur permohonan pendaftaran paten atas
suatu invensi yang berasal dari pengembangan TK bidang obat tradisional
(termasuk bidang Ramuan Asli Madura) :
Bagan 3
Prosedur Permohonan Pendaftaran Paten atas Suatu Invensi yang
Berasal dari Pengembangan TK Bidang Obat Tradisional di Indonensia
Pemerintah
Indonesia

Bioprospector
Bioprospecting
Contract

Invensi

Permohonan Paten

Prior Informed
Consent

Keterangan :
1.
Bioprospecting contract dibuat antara Pemerintah
Indonesia sebagai provider dengan bioprospector sebagai recipient
pada saat akan melakukan bioprospecting. Meskipun demikian, kalusul
dalam bioprospecting contract yang akan dibuat oleh Pemerintah
Indonesia haruslah tetap didasarkan pada persetujuan dari masyarakat
lokal melalui suatu lembaga perwakilan tertentu (Prior Informed
Consent of Indigenous Peoples Agency).

26

2.

Jika dalam kegiatan bioprospecting menghasilkan


suatu invensi baru yang berasal dari TK bidang obat tradisional di
Indonesia sebagaimana telah ditentukan di dalam bioprospecting
contract, maka pada saat invensi baru tersebut akan dimohonkan
paten harus menyertakan persyaratan dokumen yang berupa
bioprospecting contract.

Beberapa hal yang dapat dimasukkan dalam bioprospecting contract


mengenai pengembangan TK bidang Obat Tradisional itu, dapat merujuk
pada ketentuan yang telah diberikan oleh WIPO terkait dengan klausul
yang dapat disusun dalam draft kontrak antara provider dengan recipient,
yaitu38 :
1.
Para pihak. Menurut WIPO Pemerintah yang
mewakili kepentingan masyarakat lokal dalam bioprospecting contract
ini disebut provider. Sedangkan perusahaan-perusahaan atau
lembaga-lembaga penelitian atau lembaga lain yang akan melakukan
bioprospecting disebut recipient;
2.
Ruang lingkup yang diperjanjikan (scope of
contract). Ruang lingkup ini adalah sesuatu yang harus dapat
ditentukan dengan jelas dan dapat dilaksanakan oleh para pihak.
Beberapa hal yang dapat dijadikan ruang lingkup adalah mengenai
jenis obat tradisional yang akan dijadikan objek bioprospecting,
mengenai pemanfaatannya, kepemilikan atas invensi baru sebagai
hasil bioprospecting untuk dapat dimiliki oleh provider dan recipient,
masalah prior informed concent;
3.
Kewajiban provider. Di antara kewajiban provider
yang dapat dituangkan dalam klausul kontrak adalah mengiizinkan dan
memberikan fasilitas kepada recipient untuk mengakses TK di Bidang
Obat Tradisional yang diperjanjikan, memberikan fasilitas untuk
membuat kontrak atau menghubungkan recipient dengan masyarakat
lokal
(traditional
knowledge
holders)
yang
bersangkutan,
merahasiakan semua informasi yang penting yang disampaikan
recipient kepadanya;
4.
Kewajiban recipient. Sebagai imbalan dari akses
dan transfer of materials, maka recipient dibebani beberapa kewajiban
juga yang sekurang kurangnya berupa kewajiban menyampaikan
kepada provider rincian dari proyek penelitian dan pengembangan (R
& D) yang dilakukan berdasarkan kontrak yang bersangkutan,
membayar imbalan atas akses yang diberikan kepadanya dan
memberikan komitmen mengenai benefit sharing atas manfaat yang
timbul dari bioprospecting yang bersangkutan, memberikan imbalan
lainnya (non monetary benefits) kepada provider dan masyarakat lokal
38

WIPO Secretariat, Operational Principles for Intellectual Property Clauses of


Contractual Agreements Concerning Access to Genetic Resources and Benefit
Sharing, WIPO Intergovermental Committee on Intellectual Property and Genetic
Resources, Traditional Knowledge and Folklore (WIPO/GRTKF/IC/2/3, 10 September
2001, p. 22-24).

27

pemilik TK di bidang obat tradisional yang bersangkutan, memberikan


data kepada Pemerintah mengenai specimen and taxonomic data dari
TK di bidang obat tradisional yang menjadi objek penelitian. Selain itu,
recipient juga dapat dibebani kewajiban untuk tidak mengajukan paten
atas invensi yang dihasilkan dari pelaksanaan kontrak kecuali atas
persetujuan dari provider atau paten tersebut dimiliki secara bersamasama antara provider dan recipient (joint ownership of patent). Untuk
memberikan jaminan atas atas benefit sharing benar-benar dapat
diwujudkan, recipient dapat dibebani kewajiban untuk senantiasa
memberi tahu provider mengenai tindakan komersialisasi yang akan
atau telah dilakukan;
5.
Hal lain yang juga sangat penting untuk dimasukkan
dalam klausul kontrak adalah jaminan bahwa masyarakat lokal masih
tetap dapat memanfaatkan TK di bidang obat tradisional yang
bersangkutan meskipun mungkin telah diterbitkan paten atas
penggunaan TK di bidang obat tradisional tersebut. Ketentuan ini
merupakan pembatasan berlakunya monopoli hak terhadap
masyarakat lokal yang bersangkutan, sehingga masyarakat lokal tidak
dirugikan dengan adanya bioprospecting dan klaim paten atas
invensinya;
6.
Ketentuan lain yang dapat dituangkan dalam kontrak
adalah menyangkut persoalan penghentian atau berakhirnya kontrak
(jangka waktu kontrak) dan bila mana dalam pelaksanaannya terjadi
sengketa. Berkenaan dengan masalah penyelesaian sengketa, WIPO
antara lain menawarkan lembaga arbitrase sebagai media
penyelesaian sengketa. Akan tetapi, perlu dipertimbangkan bahwa
sengketa yang terjadi dalam soal ini adalah tidak hanya melibatkan
kehendak dari provider dan recipient, tetapi melibatkan kehendak
bebas dari masyarakat lokal yang terkena dampak dari kontrak yang
bersangkutan. Oleh karena itu, lembaga arbitrase kurang mengena
untuk dapat diterapkan. Penyelesaian sengketa tersebut lebih baik
tetap dilakukan oleh lembaga peradilan. Selanjutnya, ketentuan
mengenai penghentian kontrak maupun berakhirnya perlu dirumuskan
dengan tegas. Karena jika kontrak dihentikan atau berakhir sebelum
jangka waktu berakhirnya perlindungan paten selama 20 tahun, maka
akan muncul persoalan lain berkaitan dengan hak paten yang usianya
tidak bergantung pada kontrak itu.
Rumusan mengenai beberapa klausul yang diberikan oleh WIPO yang
dapat dituangkan ke dalam bioprospecting contract itu tentunya bukan
berarti cocok untuk semuanya diterapkan dalam penyusuan
bioprospecting contract di Indonesia, karena Pemerintah sebagai
pemegang hak dari TK bidang obat tradisional harus juga melihat dan
mengakomodir semua kondisi dan kepentingan yang ada dan
berkembang dalam masyarakat lokal. Hal ini dimaksudkan agar tujuan
capacity building dalam pelaksanaan bioprospecting contract itu tercapai.
Dalam artian bahwa semua kondisi dan kepentingan masyarakat lokal

28

terjamin dan terlindungi dengan bioprospecting contract tersebut, baik


yang terkait dengan pembagian keuntungan (benefit sharing), alih
teknologi (technology transfer), dan mengenai adanya jaminan bahwa
masyarakat lokal (indigenous peoples) tetap bisa memanfaatkan atas TK
di bidang obat tradisional maskipun TK tersebut telah dipatenkan.
Di dalam klausul bioprospecting contract yang berasal dari WIPO di
atas masih belum menentukan masalah alih teknologi (technology
transfer)39. Kalusul ini adalah penting supaya masyarakat lokal dapat
mengembangkan sumber TK di bidang obat tradisional tersebut dengan
berbasiskan teknologi yang sama dengan yang dipergunakan oleh
recipient.
Pelaksanaan kegiatan R & D atas TK bidang obat tradisional, terutama
yang dilakukan oleh pihak asing itu harus dapat dijadikan sebagai media
untuk terjadinya alih teknologi dari recipient kepada masyarakat lokal.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melibatkan
masyarakat lokal dalam semua tahapan dan kegiatan R & D yang
dilakukan oleh bioprospector. Strategi ini harus juga dimasukkan dalam
klausul bioprospecting contract agar dapat terwujud dan terlindungi.
Strategi ini sebenarnya telah dilakukan oleh New Zealand, yaitu adanya
bentuk kerja sama antara masyarakat Maori dengan Cancer Genetics
Research Team dari University of Otago. Sekitar 12.000 anggota
masyarakat Maori bekerja bersama dengan Tim dalam sebuah lembaga
Kimihauora Trust yang dibentuk oleh mereka. Lembaga Kimihauora Trust
itu didukung pula oleh New Zealand Gastroenterologist Association and
New Zealand Health Research Council. 40
B.

UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN PEMERINTAH


DAERAH DI MADURA DALAM MELINDUNGI RAMUAN ASLI
MADURA

1.

Dasar Kewenangan Pemerintah Daerah


dalam Melindungi Traditional Knowledge Bidang Obat Tradisional
Kewenangan mengurus daerahnya sendiri tersebut didasarkan pada
sistem otonomi daerah yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia sejak
tahun 1999 melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
39

40

Di dalam alih teknologi (Technology transfer) ini terdapat empat tahapan yang harus
menjadi sasaran kebijakan dalam pelaksanaan pemanfaatan TK bidang obat
tradisional. Sasaran kebijakan alih teknologi (Technology transfer) ini dimaksudkan
untuk lebih menfokuskan perolehan teknologi bagi pengembangan TK bidang obat
tradisional tersebut oleh masyarakat lokal. Di antara keempat tahapan tersebut
adalah Pertama, tahap penggunaan teknologi yang telah ada dari recipient. Kedua,
tahap transportasi atau integrasi berbagai teknologi yang telah ada untuk melakukan
research and devolepment sendiri. Ketiga, tahap pengembangan teknologi itu sendiri
untuk menciptakan teknologi baru dalam kegiatan research and devolepment.
Keempat, tahap pelaksanaan secara besar-besaran penelitian dasar untuk lebih
mengembangkan invensi di bidang obat tradisional dari teknologi baru tersebut ((B.J.
Habibie, op. cit., hal. 44).
Agus Sardjono, op. cit., hal. 24

29

Pemerintahan daerah, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang


Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah (UU Pemda). Hal ini
berarti telah terjadi perubahan power relationship antara pusat dan
daerah, yaitu berupa perubahan dari sistem sentralisasi menjadi sistem
desentralisasi41.
Tidak semua urusan pemerintahan itu menjadi kewenangan
pemerintah daerah. Di dalam Pasal 10 ayat (3) UU Pemda disebutkan
bahwa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat
adalah selain yang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Di antara
beberapa urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat itu adalah :
Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.
politik luar negeri;
b.
pertahanan;
c.
keamanan;
d.
yustisi;
e.
moneter dan fiscal nasional; dan
f.
agama.
Di dalam UU Pemda itu juga ditentukan secara limitatif beberapa
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah (baik
daerah provinsi maupun daerah kabupaten/kota). Hal itu terdapat di dalam
Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) UU Pemda, yaitu :
Pasal 13 ayat (1) :
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi :
a.
Perencaan dan pengendalian pembangunan;
b.
Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata
ruang;
c.
Penyelenggaran ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat;
41

Desentralisasi adalah setiap bentuk atau tindakan memencarkan kekuasaan atau


wewenang dari suatu organisasi, jabatan, atau pejabat. Sedangkan Pemencaran
wewenang pemerintahan dalam penyelenggraan suatu negara ke dalam satuansatuan teritotrial yang lebih kecil dapat diwujudkan dalam bentuk dekonsentrasi
territorial, satuan otonomi territorial, atau federasi. Dengan demikian, dekonsentrasi,
otonomi dan federasi merupakan implikasi dari penerapan desentralisasi ( Edi Santoso,
et. al, 2003, Otonomi Daerah : Capacity Building dan Penguatan Demokrasi Lokal, Puskodak
Undip, Semarang, hlm. 104 105). Di dalam teori pemerintahan, desentralisasi itu

sebenarnya terdapat empat bentuk. Pertama, dekonsentrasi, yaitu redistribusi


tanggungjawab administratif dalam hierarki pemerintah pusat melalui pengalihan
beban kerja dari pemerintah pusat ke pejabatnya sendiri di daerah. Kedua, delegasi
pada organisasi parastatal, yaitu pelimpahan pembuatan keputusan dan managemen
untuk kepentingan khusus di bawah tanggung jawab pemerintah pusat. Ketiga,
devolusi, yaitu kemampuan unit pemerintah daerah yang mandiri, independen dan
otonom, dimana pemerintah pusat melepaskan fungsi-fungsi tertentu serta
pengawasannya. Dan keempat, transfer of Function merupakan kelanjutan dari
devolusi, yaitu pemerintah memberikan dan mentransfer fungsi dan tugas-tugasnya
kepada masyarakat dan lembaga non pemerintah lainnya (Ibid., hal 134).

30

d.
e.
f.

Penyediaan sarana dan prasarana umum;


Penanganan bidang kesehatan;
Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya
manusia potensial;
g.
Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h.
Pelayanan
bidang
ketenagakerjaan
lintas
kebupaten/kota;
i.
Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan
menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
j.
Pengendalian lingkungan hidup;
k.
Pelayanan pertahanan termasuk lintas kebupaten/kota;
l.
Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m.
Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n.
Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk
lintas kabupaten/kota;
o.
Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum
dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota;
p.
Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Pasal 14 ayat (1) :
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk
kabupaten/kota merupakan urusan dalam skala kabupaten/kota yang
meliputi :
a.
Perencaan dan pengendalian pembangunan;
b.
Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata
ruang;
c.
Penyelenggaran
ketertiban
umum
dan
ketentraman masyarakat;
d.
Penyediaan sarana dan prasarana umum;
e.
Penanganan bidang kesehatan;
f.
Penyelenggaraan pendidikan;
g.
Penanggulangan masalah sosial;
h.
Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i.
Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil,
dan menengah;
j.
Pengendalian lingkungan hidup;
k.
Pelayanan pertahanan;
l.
Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m.
Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n.
Pelayanan administrasi penanaman modal;
o.
Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;
p.
Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh
peraturan perundang-undangan.
Meskipun di dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) UU Pemda
di atas, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah ditentukan secara limitatif, tetapi hal itu tidaklah absolut. Karena di

31

dalam ketentuan berikutnya, Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 14 ayat (2) UU
Pemda, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota diberi
kewenangan lain yang bersifat pilihan yang merupakan potensi khusus
yang terdapat dalam suatu daerah otonom42.
Adapun bunyi dari ketentuan Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 14 ayat (2)
UU Pemda adalah :
Pasal 13 ayat (2) :
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Pasal 14 ayat (2) :
Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Ketentuan dalam Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 14 ayat (2) UU Pemda
ini merupakan dasar hukum bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan
mengurus obat tradisional. Berdasarkan paradigma otonomi daerah,
Pemerintah daerah harus memberikan jaminan atas adanya perlindungan
hukum terhadap obat tradisional yang merupakan potensi daerah untuk
dioptimalkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah.
Melalui dasar pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah
bersama masyarakat daerah dapat mengatur dan mengurus
obat
tradisional untuk meningkatkan kapasitas masyarakat daerah,
pengembangan kemampuan inovasi, peningkatan produktivitas dalam
rangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sistem otonomi daerah
haruslah dipandang oleh pemerintah daerah beserta dengan masyarakat
daerah sebagai peluang atau kesempatan bagi pengelolaan dan
pendayagunaan aset daerah secara lebih optimal sesuai dengan potensi
dan karakteristik daerah dan masyarakat setempat, termasuk
pengembangan dan pelindungan terhadap obat tradisional.
2.

Beberapa Upaya yang Dapat Dilakukan Oleh Pemerintah


Daerah di Madura dalam Memberikan Perlindungan Terhadap
Ramuan Asli Madura
Pemerintah Daerah dapat melakukan berbagai upaya sebagai
tindakan pencegahan terhadap tindakan
misappropriation terhadap
Ramuan Asli Madura. di antara berbagai upaya tersebut adalah sebagai
berikut :
42

Daerah otonom yang dimaksud dalam UU Pemda adalah menunjuk kepada daerah
provinsi, daerah kabupaten/kota, dan desa. Hal ini sebagaimana pengertian daerah
otonom di dalam Pasal 1 angka 6 UU Pemda, yaitu Daerah otonom, selanjutnya
disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

32

a.

Membuat Dokumentasi Ramuan Asli Madura


Upaya perlindungan yang paling efektif dalam memberikan
perlindungan terhadap Ramuan Asli Madura adalah dengan membuat
sistem dokumentasi tentang Ramuan Asli Madura. Dokumentasi atas
pengetahuan Ramuan Asli Madura tersebut dapat dibuat dalam bentuk
buku, artikel, film, rekaman audio, gambar maupun foto manuskrip,
tulisan-tulisan ilmiah, atau catatan-catatan yang dibuat oleh Pemerintah
Daerah. Namun, WIPO menyatakan bahwa dokumentasi model itu kurang
efektif sebagai sarana searching prior art. Karena dalam praktik, para
pemeriksa tidak mungkin mengakses semua dokumen yang tidak tersedia
dalam bentuk atau format digital dan dapat diakses melalui media internet.
Oleh karena itu, untuk membuat sistem dokumentasi Ramuan Asli Madura
yang efektif haruslah mempertimbangkan aspek accessability .43
Dokumentasi atas Ramuan Asli Madura tidak hanya berfungsi untuk
mencegah tindakan misappropriation oleh pihak asing, akan tetapi dengan
melalui media publikasi, apalagi melalui sistem digital diharapkan akan
dapat menarik pihak asing untuk melakukan R & D terhadap Ramuan Asli
Madura untuk menghasilkan invensi baru atau bisa juga pihak asing akan
menanamkan modalnya untuk mengembangkan industri Ramuan Asli
Madura.
Dalam membuat dokumentasi mengenai Ramuan Asli Madura
haruslah didasarkan pada langkah-langkah yang benar. WIPO 44 telah
memberikan panduan mengenai beberapa aspek teknis yang diperlukan
dalam setiap pendokumentasian, yaitu :
a.
Sebelum pelaksanaan dokumentasi, yaitu mengkaji pilihanpilihan sistem pendokumentasian dan penentuan tujuan dari
pendokumentasian;
b.
Selama proses dokumentasi, yaitu membahas strategi dalam
menjaga kepentingan yang telah ditentukan sejak awal;
c.
Setelah
dokumentasi,
yaitu
membahas
cara-cara
mengendalikan pemanfaatan TK yang telah didokumentasikan dengan
menggunakan sistem IPR yang ada dan strategi-strateginya.
Di samping itu, WIPO juga telah memberikan guildeline (pedoman)
dalam rangka membangun sistem dokumentasi yang efektif. Menurut
Adams & Apollonio bahwa beberapa unsur yang terpenting dalam
menyusun dokumen dimaksud adalah45 :
a.
Tanggal publikasi
Tanggal publikasi ini adalah tanggal pada saat dokumen dibuat dan
dipublikasikan. Pancantuman tanggal publikasi ini penting dalam
kaitannya first to file system yang diterapkan di Indonesia. pencantuman
tanggal publikasi ini sebenarnya tidak efektif bagi preventive protection
43
44

45

Agus Sardjono, op. cit., hal. 285286


WIPO, Report on Toolkit for Managing Intellectual Property when Documenting
Traditional Knowledge and Generic Resourses (WIPO/GRTKF/IC/5/5, 1 April 2003.
Stephen Adams & Victoria Henson Apollonio, Defensive Publishing : A Strategy for
Maintaining Intellectual Property as Public Goods, (WIPO/GRTKF/5/6/ May 14, 2003),
p. 9

33

bila diterapkan pada pengetahuan Ramuan Asli Madura yang telah


dihasilkan beratus-ratus tahun lamanya.
b.
Media dan bahasa yang digunakan
Untuk mengefektifkan sistem dokumentasi maka media yang
dipergunakan haruslah berbentuk digital agar dapat diakses secara
nasional dan internasional. Untuk itulah, bahasa yang digunakan haruslah
bahasa Inggris yang dapat dimengerti oleh masyarakat Internasional
dalam searching prior art.
c.
Substansi yang didokumentasikan
Substansi yang harus dicantumkan dalam dokumentasi ini haruslah
jelas dan lengkap. Hal ini sebenarnya sama dengan substansi yang harus
dicantumkan dalam Deskripsi Paten sehingga dapat memenuhi unsur
disclosure. Pencantuman substansi ini bisa menjadi hal yang dilematis,
karena bila substansi yang dicantumkan dalam dokumen cukup lengkap
dan jelas maka akan dapat mengundang pihak lain untuk melakukan
misappropriation. Sebaliknya, jika dokumen itu kurang lengkap dan jelas,
maka dokumen itu tidak bisa digunakan untuk melakukan penangkalan
maupun gugatan pembatalan atas paten yang telah diberikan.
d.
Manajemen atas hak yang timbul dari dokumentasi
Untuk mengefektifkan adanya sistem dokumentasi sebagai dokumen
prior art ini harus didukung pula dengan kejelasan mengenai siapa yang
berhak dan bagaimana memenuhi dokumentasi serta bagaimana
mempertahankan hak sejak dibuatkannya sistem dokumentasi tersebut.
Manajemen hak atas dokumentasi tersebut di atas juga akan
mengandung masalah jika diterapkan pada sistem dekumentasi atas
Ramuan Asli Madura, karena di Indonesia masih belum diatur mengenai
siapa yang menjadi pemegang hak atas TK bidang obat tradisional. Akan
tetapi, hal itu bukan berarti Pemerintah Daerah di Madura harus berdiam
diri, karena tindakan misappropriation akan selalu mengancam terhadap
keberadaan Ramuan Asli Madura. Oleh karena itu, sistem dokumentasi
haruslah tetap dilakukan oleh Pemerintah Daerah di Madura.
Semua Pemerintah Daerah di Madura mempunyai kewenangan yang
bersifat pilihan untuk mengurus potensi khusus yang terdapat di
Daerahnya46. Oleh karena itu, untuk mengefektifkan dan mengoptimalkan
upaya perlindungan Ramuan Asli Madura, maka sistem dokumentasi atas
Ramuan Asli Madura tersebut harulah diberikan kepada Pemerintah
Daerah di Madura.
Ramuan Asli Madura merupakan pengetahuan yang telah menjadi
public domain, artinya yang telah diketahui dan dimanfaatkan secara
umum oleh masyarakat Madura. Oleh karena itu, pihak yang bertanggung
jawab atas dokumentasinya adalah semua Pemerintah Daerah di Madura.
Hal ini didasarkan pada alasan bahwa salah satu dari Pemerintah Daerah
Kabupaten di Madura tidak ada yang dapat mengklaim atas pengetahuan
Ramuan Asli Madura tersebut, karena sudah tidak diketahui asal
muasalnya dan juga telah dimanfaatkan oleh semua masyarakat di
46

Lihat Pasal 14 ayat (2) UU Pemda

34

Madura. Untuk itu, maka dokumentasi atas Ramuan Asli Madura tersebut
dapat dilakukan dalam bentuk kerja sama antar Pemerintah Daerah dari
keempat Kabupaten di Madura, misalnya dengan membentuk kelompok
kerja sistem dokumentasi dengan anggota yang terdiri dari unsur
Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan Lembaga Perwakilan
Masyarakat Industri Ramuan Asli Madura dari keempat Kabupaten di
Madura tersebut.
Meskipun Pemerintah Daerah Kabupaten di Madura mempunyai
tanggung jawab terhadap sistem dokumentasi Ramuan Asli Madura yang
telah menjadi public domain, akan tetapi mereka tidak dapat menjadi
pemegang hak atas pengetahuan Ramuan Asli Madura tersebut. Hal ini
disebabkan karena pengetahuan dan pemanfaatan atas Ramuan Asli
Madura itu lintas daerah kabupaten dan tidak diketahui asal muasalnya.
Jadi, Pemerintah Daerah Kabupaten di Madura tersebut tidak dapat
mengklaim terhadap suatu pengetahuan Ramuan Asli Madura. Atas dasar
itulah, maka sebagai pemegang hak atas pengetahuan Ramuan Asli
Madura ini tetap berada pada Pemerintah Pusat 47, sebagaimana juga
diberlakukan terhadap ekspresi folklore dalam Pasal 10 UU Hak Cipta.
Pemegang Hak atas pengetahuan Ramuan Asli Madura oleh
Pemerintah itu dimaksudkan agar terdapat lembaga resmi yang berhak
untuk memberikan izin atas pemanfaatan pengetahuan Ramuan Asli
Madura dan sebagai provider dalam bioprospecting contract yang
didasarkan pada persetujuan dari masyarakat lokal di Madura. Di samping
itu, sebagai wakil dari masyarakat lokal di Madura untuk menyelesaikan
sengketa mengenai kepemilikan dan pemanfaatan pengetahuan Ramuan
Asli Madura. Sedangkan dokumentasi menjadi tanggung jawab
Pemerintah Daerah di Madura dimaksudkan agar terdapat dokumen prior
art yang lengkap dan jelas serta selalu dilakukan pembaharuan sehingga
dapat dipergunakan untuk mencegah adanya pendaftaran paten atas
suatu invensi yang berasal dari tindakan misappropriation atas
pengetahuan Ramuan Asli Madura.
Dari sini kemudian dapat ditemukan mengenai konsep pembagian
tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait
upaya perlindungan hukum terhadap TK bidang obat tradisional, yaitu
Pemerintah Pusat diberikan tanggung jawab sebagai pemegang hak atas
TK bidang obat tradisional dan harus diatur melalui perubahan UU Paten
atau memalui undang-undang sui generis maupun cukup dengan dibentuk
Peraturan Pemerintah. Sedangkan Pemerintah Daerah diberi tanggung
jawab dalam sistem dokumentasi TK bidang obat tradisional 48.
47

48

Melalui perubahan UU Paten atau membuat undang-undang sui generis maupun


cukup dengan dibentuk Peraturan Pemerintah.
Adanya tanggung jawab dokumentasi oleh Pemerintah Daerah ini sesuai dengan
konsep penyelenggaraan otonomi daerah, bahwa Pemerintah Daerah mempunyai
kewenangan khusus untuk mengurus dan mengembangkan potensi daerah yang
secara nyata ada untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan (Lihat Pasal 13
dan Pasal 14 U Pemda).

35

b.

Membuat Kesepakatan Bersama Antar Pemerintah


Daerah di Madura Terkait dengan Komitmen Perlindungan
Terhadap Ramuan Asli Madura
Tidak adanya ketentuan dalam UU Paten mengenai pihak yang dapat
menjadi pemegang hak atas TK bidang obat tradisional telah menjadi
bagian dari persoalan perlindungan hukum terhadap Ramuan Asli Madura.
Hal ini bukan berarti Pemerintah Daerah di Madura harus tinggal diam,
karena Pemerintah Daerah di Madura mempunyai kewenangan yang
besifat pilihan untuk mengurus segala potensi yang menjadi andalan
daerah, termasuk bidang Ramuan Asli Madura. Hal ini sesuai dengan
Pasal 14 ayat (2) UU Pemda, yaitu :
Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Meskipun masing-masing Pemerintah Daerah di Madura mempunyai
kewenangan yang bersifat pilihan untuk mengurus Ramuan Asli Madura
tersebut, akan tetapi mereka tidak dapat membuat Peraturan Daerah
mengenai perlindungan hukum terhadap Ramuan Asli Madura. Hal itu
disebabkan karena pengetahuan Ramuan Asli Madura sudah tidak
diketahui asal daerahnya dan tidak dimiliki oleh salah satu kabupaten di
Madura tersebut. Pengetahuan Ramuan Asli Madura telah diketahui dan
dimanfaatkan secara umum oleh masyarakat Madura (public domain atau
common heritage of mankind), kecuali terhadap pengetahuan Ramuan
Asli Madura yang dapat dibuktikan asal daerahnya atau terhadap
pengetahuan Ramuan Asli Madura yang merupakan hasil dari
pengembangan yang masih belum menjadi public domain.
Untuk tetap dapat memberikan perlindungan terhadap Ramuan Asli
Madura dari tindakan misappropriation, tentunya Pemerintah Daerah di
Madura tidak dapat hanya menggantungkan pada pembentukan
Peraturan Daerah tersebut, akan tetapi dapat melakukan upaya lain, yaitu
dengan membuat kesepakatan bersama antar Pemerintah Daerah di
Madura terkait dengan komitmen perlindungan terhadap Ramuan Asli
Madura. Adapaun beberapa hal yang dapat dituangkan dalam substansi
kesepakatan bersama tersebut adalah :
a.
Prosedur pemberian izin atas pemanfaatan Ramuan Asli
Madura
Sebelum adanya pengaturan yang jelas mengenai pihak yang menjadi
pemegang hak atas TK bidang obat tradisional, maka Pemerintah Daerah
di Madura dapat mengatur mengenai prosedur perizinan atas
pemanfaatan Ramuan Asli Madura. Pemberian izin tersebut harus tetap
mendasarkan pada adanya persetujuan melalui prior informed consent
dari masyarakat lokal di Madura. Dengan kata lain, Pemerintah Daerah
tidak dapat mengeluarkan izin tanpa persetujuan dari masyarakat lokal di
Madura. Begitupun sebaliknya, masyarakat lokal di Madura tidak dapat

36

memberikan persetujuan tanpa melalui izin dari semua Pemerintah


Daerah di Madura.
b.
Prosedur Research and Development (R & D) atas Ramuan
Asli Madura
Untuk melakukan kegiatan R & D atau biopropecting atas Ramuan Asli
Madura, maka pihak bioprospector harus memperoleh persetujuan
terlebih dahulu dari masyarakat lokal melalui prior informed consent. Hal
ini dimaksudkan untuk dijadikan sebagai sarana alih teknologi dan
menghindari kerugian apabila dalam R & D tersebut dihasilkan invensi
yang akan dimohonkan perlindungan paten. Prior informed consent itu
dapat dilakukan melalui pembuatan bioprospecting contract.
Dengan demikian, di dalam kesepakatan bersama antar Pemerintah
Daerah di Madura tersebut juga dapat diatur mengenai pihak yang dapat
menjadi provider dalam bioprospecting contract. Karena masing-masing
Pemerintah Daerah di Madura adalah yang berhak atas pemberian izin
mengenai pengembangan Ramuan Asli Madura, maka sebagai provider
dalam bioprospecting contract juga diserahkan pada semua Pemerintah
Daerah di Madura secara bersama-sama.
c.
Mekanisme
benefit sharing
atas pemanfaatan
dan
Pengembangan Ramuan Asli Madura
Dalam setiap kegiatan pemanfaatan dan pengembangan Ramuan Asli
Madura melalui research and devolepment (R & D) bisa melibatkan
berbagai unsur, baik dari Pemerintah Daerah di Madura, perwakilan dari
masyarakat lokal di Madura serta pihak luar.oleh karena itu, perlu
dilakukan kesepakatan mengenai benefit sharing. Mekanisme benefit
sharing ini harus dapat dijadikan sebagai pedoman dalam prior informed
consent dan pada saat membuat bioprospecting contract.
Benefit sharing ini bukan berarti harus berbentuk finansial, akan tetapi
juga dapat berbetuk kesepakatan mengenai alih teknologi (technology
transfer), penelitian bersama serta pengembangannya maupun adanya
hak kepemilikan atas paten secara bersama49.
49

Beberapa bentuk benefit sharing dapat dilihat dalam kasus berikut : pertama, The
Regional Research Laboratory (RRL) dan The Tropical Botanical Garden and
Research Institute (TBGRI) di India melakukan analisis terhadap senyawa-senyawa
kimia yang ada dalam buah Thricopus zeylanicus yang oleh suku kani di India
ditemukan sifat-sifat anti lelah. Dalam penelitian RRL dan TBGRI dapat dibuktikan
klaim yang dibuat suku kani dan kemudian dikembangkan sebagai obat anti letih yang
dinamakan Jeevani. Invensi ini telah dipatenkan oleh TBGRI dan dilisensikan kepada
sebuah perusahaan farmasi yang memproduksinya. Dalam kontrak ditentukan bah
benefit sharing sebagai berikut : 50% dari nilai lisensi dan 2% royalti dari harga jual
pabrik akan diberikan terhadap keluarga-keluarga suku bani. Selain itu, TBGRI telah
mengatur penanaman Thricopus zeylanicus oleh 50 kepala keluarga suku bani
dengan jaminan pembelian dari perusahaan. Kedua, sebuah perusahaan farmasi,
Shaman Pharmaceuticals dari AS yang memfokuskan pada isolasi senyawa-senyawa
bioaktif dari tanaman tropis yang telah memiliki sejarah penggunaan sebagai obat
tradisional. Pada tahun 1990, dalam waktu 24 bulan Shaman telah berhasil
mendapatkan dua produk untuk memasuki tahap uji klinis. Berdasarkan invensi ini
Shaman telah mematenkan senyawa anti diabetes. Sebagai imbalan, Shaman telah
memberikan kompensasi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang

37

d.

Keterlibatan unsur Pemerintah Daerah dan Masyarakat lokal di


Madura dalam pelaksanaan Research and Devolepment (R & D) atas
Ramuan Asli Madura
Dalam setiap R & D harus diupayakan adanya kesepakatan mengenai
keterlibatan unsur Pemerintah Daerah dan Masyarakat lokal di Madura
dalam penelitian. Hal itu dimaksudkan untuk mempercepat perolehan
teknologi dari recipient. Oleh karena itu, di dalam kesepakatan bersama
antar Pemerintah Daerah di Madura itu juga diatur mengenai mekanisme
penentuan wakil dan jumlah wakilnya dari masing-masing kabupaten di
Madura untuk dilibatkan dalam R & D tersebut.
e.
Mekanisme
penyelesaian
sengketa
kepemilikan
dan
pemanfaatan Ramuan Asli Madura
Hal yang penting juga yang harus dimasukkan dalam kesepakatan
bersama antar Pemerintah Daerah di Madura adalah mengenai
kesepakatan siapa pihak yang dapat mewakili dalam menyelesaikan
sengketa kepemilikan dan pemanfaatan Ramuan Asli Madura. Terdapat
dua jalan yang dapat dilalui oleh Pemerintah Daerah di Madura tersebut,
yaitu jika kontrak itu dibuat dengan pihak dari dalam negeri, maka pihak
yang dapat mewakili dalam forum tersebut adalah Pemerintah Daerah.
Jika kontrak itu dibuat dengan pihak dari luar negeri, maka hal ini
tergantung pada pilihan forum (choice of forum) yang disepakati dalam
kontrak. Jika pilihan forum penyelesain sengketa yang dipilih dalam
kontrak adalah di Indonesia, maka pihak yang dapat mewakili dalam
forum tersebut adalah Pemerintah Daerah di Madura. Jika forum yang
dipilih itu di luar negeri, maka Pemerintah Daerah tersebut dapat
menyerahkan urusan penyelesaian sengketa tersebut kepada lembaga
Pemerintah Pusat (Direktorat Jenderal HKI) sebagai pejabat yang
bertanggung jawab atas persoalan HKI di Indonesia.
c.

Mengembangkan Ramuan Asli Madura Melalui


kegiatan Research and Development (R & D) untuk Memunculkan
Inovasi dan Invensi Baru
Indonesia masih kental dengan budaya ketergantungan dengan pihak
asing, termasuk dalam hal R & D. Untuk itulah, maka Pemerintah Daerah
di Madura harus berani untuk merubah budaya itu dengan membangun
kepada masyarakat lokal di Ekuador. Kompensasi jangka pendek berupa
pembangunan landasan terbang darurat di Ekuador, mengorganisir lokakarya
kesehatan masyarakat dan konservasi hutan, menawarkan pelayanan kesehatan
langsung kepada masyarakat lokal, dan penyediaan sistem air minum bersih kepada
masyarakat lokal. Kompensasi jangka menengah berupa pemberian beasiswa
kepada para ilmuwan setempat yang bekerja di bidang obat tradisional dan
pengembangan infrastruktur penelitian di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk kompensasi jangka panjang berupa pembentukan sebuah organisasi nirlaba
yang disebut Healing Forest Conservency yang didedikasikan untuk konservasi
keanekaragamaan hayati dan kultural serta mendukung pengembangan dan
manajemen sumber daya alam dan biokultur yang merupakan bagian dari warisan
dari masyarakat lokal (Muhammad Ahkam Subroto & Suprepedi, op. cit., hal. 107109).

38

infrastruktur yang dapat dipergunakan untuk melakukan pengembangan


atas Ramuan Asli Madua. Indonesia, termasuk semuan daerah kabupaten
di Madura, tidak bisa untuk selamanya menggantungkan diri pada pihak
asing. Setiap kegiatan R & D atas keunggulan suatu negara berarti secara
tidak langsung telah memberikan sebagian bahkan bisa juga sebagian
besar kekayaannya kepada pihak asing. Karena itulah, alih teknologi
menjadi sangat penting dalam proses R & D tersebut agar Indonesia
dapat sesegera mungkin melakukan R & D secara mendiri.
Dalam era teknologi dan perdagangan bebas sekarang ini, setiap
negara (termasuk juga daerah) dituntut untuk dapat mengembangan
keunggulan yang terdapat pada daerahnya. Dengan demikian,
Pemerintah Daerah di Madura harus merencanakan program
pengembangan Ramuan Asli Madura untuk menghasilkan suatu inovasi
atau bahkan menghasilkan invensi baru yang dapat dipatenkan.
Dalam pelaksanaan R & D tersebut, Pemerintah Daerah harus juga
melibatkan semua stakeholders yang ada di Madura. Akan tetapi, jika
belum mampu dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain, baik dari
lembaga pemerintah maupun swasta (dalam negeri maupun luar negeri).
Di antara stakeholders yang dapat dilibatkan dalam kegiatan R & D
tersebut adalah instansi dari Pemerintah Daerah di Madura, Lembaga
Perguruan Tinggi terkait, Masyarakat Industri Ramuan Asli Madura.
d.

Mengalokasikan Upaya Perlindungan Ramuan Asli


Madura Dalam Anggaran Belanja Daerah
Untuk mencegah terjadinya tindakan misappropriation, semua
Pemerintah Daerah di Madura harus sama-sama berkomitmen untuk
melakukan upaya perlindungan dan upaya pengembangan atas Ramuan
Asli Madura. Upaya tersebut sulit bisa berjalan tanpa didukung oleh faktor
anggaran yang jelas. Untuk itulah, maka setiap pembentukan maupun
perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) haruslah
dapat mengalokasikan dalam anggaran belanja untuk pelaksanaan dari
program perlindungan dan pengembangan Ramuan Asli Madura.
Sebagai wujud dari adanya kesepakatan bersama antar Pemerintah
Daerah di Madura di atas, maka sebelum menetapkan APBD tersebut
haruslah dilakukan koordinasi antar Pemerintah Daerah di Madura untuk
menentukan kebutuhan anggaran dalam satu tahun. Penentuan anggaran
tersebut dapat dilakukan secara proporsional dengan mendasarkan pada
tingkat kebutuhan anggaran tiap kabupaten.
Anggaran yang telah ditetapkan dalam APBD oleh masing-masing
Pemerintah Daerah tersebut dapat diperuntukkan untuk kegiatan
dokumentasi, kegiatan Research and Development (R & D), biaya
penyelesaian sengketa yang terkait dengan kepemilikan dan pemanfaatan
Ramuan Asli Madura. Di samping itu juga, dapat dialokasikan untuk biaya
mendapatkan paten bagi Ramuan Asli Madura yang merupakan hasil dari
pengembangan, baik oleh atas nama Pemerintah Daerah maupun oleh
atas nama masyarakat lokal di Madura.

39

e.

Pembentukan Lembaga Perwakilan Masyarakat


Industri Ramuan Asli Madura antar Kabupaten se-Madura
Menurut WIPO bahwa perlindungan hukum terhadap TK bidang obat
tradisional hanya dibatasi terhadap indigenous peoples yang mempunyai
ciri-ciri budaya yang sama50. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa obat
tradisional itu dihasilkan dalam indigenous peoples, sehingga pemilik dari
TK bidang obat tradisional tersebut adalah indigenous peoples. Untuk
itulah, keberadaan lembaga perwakilan dari indigenous peoples sangat
penting untuk mewakili indigenous peoples dalam melakukan perbuatan
hukum.
Atas dasar itulah, Ramuan Asli Madura yang dihasilkan dalam
masyarakat lokal di Madura haruslah juga dibentuk sebuah lembaga
perwakilan masyarakat industri Ramuan Asli Madura untuk mewakili dan
mengakomodir aspirasi dan kepentingan masyarakat lokal di Madura
secara keseluruhan, karena tidak mungkin seluruh masyarakat lokal di
Madura secara bersama-sama dapat melakukan hubungan hukum
dengan pihak lain.
Lembaga perwakilan tersebut haruslah dibentuk di empat kabupaten di
Madura dengan struktur kepengurusan pusat dan daerah. Pengurus
daerah berada di tiap kabupaten dan pengurus pusat membawahi semua
pengurus daerah. Hal ini dimaksudkan agar dapat mewakili aspirasi dan
kepentingan masyarakat lokal di Madura di tiap kabupaten. Pembentukan
lembaga perwakilan tersebut dapat difasilitasi oleh Pemerintah Daerah di
Madura atau merupakan inisiatif dari masyarakat lokal di Madura.
Keberadaan lembaga perwakilan ini mempunyai beberapa fungsi yang
sangat strategis dalam proses pengembangan dan perlindungan Ramuan
Asli Madura. Di antara fungsi yang dapat dilakukan oleh lembaga
perwakilan tersebut adalah :
a.
Memberikan prior informed consent dalam setiap kegiatan
pemanfaatan dan pengembangan yang akan dilakukan oleh pihak dari
dalam dan luar negeri;
b.
Melakukan dokumentasi Ramuan Asli Madura;
c.
sebagai pihak yang dapat dilibatkan dalam pelaksanaan R & D
untuk proses alih teknologi (technologi transfer);
d.
Melakukan kegiatan pengembangan Ramuan Asli Madura;
e.
Menyebarluaskan manfaat Ramuan Asli Madura;
f.
Memberikan usulan kepada Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah terkait dengan upaya perlindungan dan
pengembangan Ramuan Asli Madura.
Sebenarnya di Madura sekarang telah ada organisasi yang mewadahi
pelaku usaha Ramuan Asli Madura, akan tetapi keberadaannya tidak
untuk tujuan sebagaimana tujuan dibentuknya lembaga perwakilan
50

WIPO, Intellectual Property Needs and Expectations of Traditional Knowledge


Holders : WIPO Report on Fact-Finding Missions on Intellectual Property and
Traditional Knowledge 1998-1999, Geneva, 2001 ).

40

masyarakat industri Ramuan Asli Madura di atas. Organisasi yang benarbenar sebagai wadah khusus bagi pelaku usaha Ramuan Asli Madura
hanya terdapat di Kabupaten Pamekasan dengan nama Paguyuban
Jamu Tradisional Madura Arek Lancor (PJTM Arek Lancor) 51. Paguyuban
ini dibentuk sejak tahun 2003 dan telah mempunyai Anggaran Dasar dan
Anggaan Rumah Tangga (AD ART) serta sampai tahun 2009 telah
mempunyai anggota sebanyak 25 pelaku usaha Ramuan Asli Madura di
Kabupaten Pamekasan.
Selain PJTM Arek Lancor, sebenarnya juga terdapat organisasi yang
mewadahi pelaku usaha Ramuan Asli Madura, yaitu di Kabupaten
Bangkalan dengan nama ASPIN (Asosiasi Pengrajin) Bangkalan. Akan
tetapi, keberadaan ASPIN itu bukan khusus untuk pengrajin Ramuan Asli
Madura, keberadaan ASPIN itu sebagai wadah untuk semua pengrajin
yang ada di Kabupaten Bangkalan, baik pengrajin Ramuan Asli Madura,
Pengrajin Batik, Pengrajin Ukiran, dan lain-lain.
Dengan demikian, keberadaan PJTM Arek Lancor di Kabupaten
Pamekasan dan ASPIN di Kabupaten Bangkalan tidak cukup untuk
berfungsi sebagaimana fungsi didirikannya lembaga perwakilan
masyarakat industri Ramuan Asli Madura dimaksud di atas. Oleh karena
itu, lembaga perwakilan itu menjadi kebutuhan yang sangat strategis
untuk dibentuk di setiap kabupaten di Madura.

51

Dalam Pasal 6 ayat (2) Anggaran Dasar PJTM Arek Lancor disebutkan mengenai
tujuan pendiriannya, yaitu : a. meningkatkan dan memelihara ikatan silaturahim yang
erat di antara pengusaha jamu tradisional Madura. b. meningkatkan kualitas SDM dan
produk para pengusaha jamu tradisional Madura. c. meningkatkan kemandirian dan
daya saing pengusaha jamu tradisional Madura.

41

PENUTUP
A.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dalam
tesis ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Bahwa perlindungan hukum terhadap TK bidang obat tradisional
melalui sistem paten, termasuk juga bidang Ramuan Asli Madura
terkendala dengan tidak adanya pengaturan mengenai pemegang hak
atas TK bidang obat tradisional dalam UU Paten dan tidak
terpenuhinya unsur kebaruan (novelty) oleh TK bidang obat tradisional
sesuai dengan persyaratan patentability. Oleh karena itu, negara
haruslah mengatur mengenai pemegang hak atas TK bidang obat
tradisional di dalam perubahan UU Paten. Sedangkan mengenai
pemenuhan unsur novelty tidak bisa dilakukan, kecuali TK bidang obat
tradisional tersebut dilakukan pengembangan (traditional sharing)
sehingga dapat memenuhi persyaratan patentability. Untuk tetap bisa
melakukan perlindungan hukum atas TK bidang obat tradisional dari
tindakan misappropriation melalui sistem paten, terdapat dua konsep
alternatif yang bisa dipergunakan oleh Pemerintah, yaitu pertama,
negara haruslah dijadikan sebagai pemegang hak atas TK bidang obat
tradisional sebagaimana juga diberlakukan terhadap ekspresi folklor di
dalam Pasal 10 UU Hak Cipta. Kedua, memberikan persyaratan
dokumen tambahan yang harus disertakan dalam permohonan
pendaftaran paten. Adapun persyaratan dokumen tambahan dimaksud
berupa Dokumen Tambahan Keterangan dalam disclosure
requirements (persyaratan pengungkapan) mengenai asal usul dari
suatu invensi yang akan dimohonkan paten dan Dokumen
bioprospecting contract sebagai institusi hukum untuk melindungi
kepentingan masyarakat lokal dalam memberikan prior informed
consent. Persyaratan dokumen tambahan ini diberlakukan bukan
hanya terhadap pemohon dari luar negeri, tetapi juga terhadap
pemohon dari dalam negeri. Hal ini dimaksdukan agar tidak melanggar
prinsip national treatment dan prinsip MFN di dalam article 3 dan
article 4 TRIPs Agreement. Di samping itu juga, agar masyarakat lokal
tidak dapat dirugikan dengan adanya hasil pengembangan dari TK
bidang obat tradisional yang akan dimohonkan paten.
2.
Bahwa Pemerintah Daerah di Madura haruslah tetap melakukan
berbagai upaya untuk melindungi Ramuan Asli Madura terkait dengan
adanya berbagai persoalan dalam pelaksanaan perlindungan hukum
terhadap Ramuan Asli Madura di atas. Pemerintah Daerah mempunyai
kewenangan yang berfifat pilihan untuk melindungi Ramuan Asli
Madura tersebut. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 14 ayat (2)
UU Pemda bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten mempunyai
kewenangan yang bersifat pilihan atas urusan pemerintahan yang
secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan

42

daerah yang bersangkutan. Atas dasar itulah, untuk melakukan


pencegahan atas adanya tindakan misappropriation (terutama oleh
pihak asing), maka semua Pemerinah Daerah di Madura harus dapat
melakukan beberapa upaya untuk melindungi Ramuan Asli Madura
tersebut. Di antara beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh
Pemerintah Daerah di Madura tersebut adalah :
a.
Membuat dokumentasi Ramuan Asli Madura sebagai
devensive ptotection system;
b.
Membuat kesepakatan bersama antar Pemerintah Daerah di
Madura terkait dengan komitmen perlindungan terhadap Ramuan
Asli Madura;
c.
Mengembangkan Ramuan Asli Madura melalui kegiatan
Research and Development (R & D) untuk memunculkan inovasi
dan invensi baru;
d.
Mengalokasikan upaya perlindungan Ramuan Asli Madura
dalam anggaran belanja daerah;
e.
Memfasilitasi pembentukan lembaga perwakilan masyarakat
industri ramuan asli madura antar kabupaten se-Madura.
B.

Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka terdapat tiga saran yang akan
disampaikan dalam tesis ini, yaitu :
a.
Adanya berbagai tindakan misapppropriation atas TK bidang
obat tradisional di Indoensia harusnya dijadikan pokok perhatian oleh
Pemerintah Indonesia untuk membuatkan pengaturan yang jelas yang
dapat memberikan perlindungan hukum terhadap TK bidang obat
tradisional. Tindakan yang dapat segera dilakukan oleh Pemerintah
adalah dengan melakukan perubahan atas UU Paten atau
membuatkan undang-undang sui generis atau bahkan cukup dengan
hanya dibuatkan Peraturan Pemerintah. Dua persoalan penting yang
harus diatur adalah terkait dengan negara sebagai pemegang hak atas
TK bidang obat tradisional dan pemberian persyaratan dokumen
tambahan dalam permohonan pendaftaran paten atas suatu invensi
yang dihasilkan dari pengembangan TK bidang obat tradisional,
termasuk juga pengembangan atas pengetahuan Ramuan Asli
Madura.
b.
Partisipasi aktif dari para pelaku usaha Ramuan Asli Madura
tersebut tidak akan optimal dalam melindungi Ramuan Asli Madura.
Untuk itulah, maka Pemerintah Daerah sebagai representasi dari
masyarakat lokal di Madura dan sebagai pemegang kekuasaan di
Madura juga haruslah segera melakukan berbagai upaya untuk
melindungi Ramuan Asli Madura tersebut. Di antara beberapa upaya
yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah di Madura adalah
membuat dokumentasi, membuat kesepakatan bersama antar
Pemerintah Daerah di Madura terkait dengan komitmen perlindungan
terhadap Ramuan Asli Madura, mengembangkan Ramuan Asli Madura

43

melalui kegiatan Research and Development (R & D) untuk


memunculkan inovasi dan invensi baru, mengalokasikan upaya
perlindungan Ramuan Asli Madura dalam anggaran belanja daerah,
dan memfasilitasi pembentukan lembaga perwakilan masyarakat
industri ramuan asli madura antar kabupaten se-Madura.

44

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adian, Donny Gahral, 2001, Arus Pemikiran Kontemporer, Jalasutra,
Jogyakarta
Adisusilo, Sutarjo, 2007, Sejarah Pemikiran Barat dari yang Klasik Sampai
yang Modern, Cetakan Ke-II, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta
Adolf, Huala, 2005, Hukum Ekonomi Internasional, Suatu Pengantar, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta
-----------, 2008, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, PT. Refika
Aditama, Bandung
Ansari, Endang Saifuddin, 1991, Agama dan Kebudayaan, Bina Ilmu,
Surabaya
Bagian formakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005,
Farmakologi dan Terapi, Edisi ke-4, Cet. 5, Gaya Baru, Jakarta
Bakir, Herman, 2007, Filsafat Hukum : Desain dan Arsitektur Kesejarahan,
PT. Refika Aditama, Bandung
Darmodiharjo, Darji & Shidarta, 2006, Pokok-Pokok Filsafat Hukum : Apa
dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Dharmaputera, Eka, 1988, Pancasila Identitas dan Moralitas : Tujuan Etis
Budaya, BPK Gunung Mulia, Jakarta
Dimyati, Khudzaifah, 2004, Teorisasi Hukum : Studi tentang
Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-1990,
Muhammadiyah University Press, Surakarta
Djumhana, Muhamad & Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual (Sejarah,
Teori dan Prakteknya di Indonesia), Cetakan ke-III, PT. Citra
Adiyia Bakti, Bandung
Djumhana, Muhamad, 2006, Perkembangan Doktrin dan Teori
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung
Endeshaw, Assafa, 2007, Hukum E-Commerce dan Internet dengan
Fokus di Asia Fasifik, Penerjemeh : Siwi Purwandari & Mursyid
Wahyu Hananto, Pustaka Pelajar, Yogjakarta
Jened, Rahmi, 2007, Hak Kekayaan Intelektual, Penyalahgunaan Hak
Eksklusif, Airlangga University Press, Surabaya
Habibie, B.J., 1986, Industrialisasi, Transportasi, teknologi dan
Pembangunan Bangsa, Prisma, LP3 ES
Hartono, Sri Redjeki, 2007, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayumedia,
Malang
Lawrence M. Friedmaan, 2001, American Law In Introduction (Hukum
Amerika Sebuah Pengantar), Scond Edition, Penerjemah :
Wisnu Basuki, PT. Tata Nusa, Jakarta

45

Linsey, Tim, et. al., 2006, Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, PT.
Alumni, Bandung
Muhammad, Abdulkadir, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Kansil, C.S.T., 1990, Hak Milik Intelektual : Paten, Merek Perusahaan,
Merek Perniagaan, Hak Cipta, Bumi Aksara, Jakarta
Kansil, C.S.T. & Christine S.T. Kansil, 2005, Hukum Perusahaan Indonesia
(Aspek Hukum dalam Ekonomi), PT. Pradnya Paramita, Jakarta
Kartajdoemena, 2002, GATT dan WTO : Sistem, Forum dan Lembaga
Internasional di bidang Perdagangan, UI-Press, Jakarta
Kesowo, Bambang, 1994, Pengantar Umum Mengenai Hak Atas
Kekayaan Intelektual di Indonesi, Sekretariat Negara Republik
Indonesia
Koentjaraningrat, 1985, Kebudayaan, Mentalitas, Dan Pembangunan.
Gramedia, Jakarta
Manan, Abdul, 2005, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Prenada Media,
Jakarta
Marzuki, Peter Mahmud, 1993, Pengaturan Hukum Terhadap
Perusahaan-Perusahaan Transnasional di Indonesia : Fungsi
UU Paten dalam Pengalihan Teknologi PerusahaanPerusahaan Transnasional di Indonesia, PPS Unair, Surabaya
Maulana, Insan Budi, 1997, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Hak
Cipta, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Muller, Johannes, 2006, Perkembangan Masyarakat Lintas Ilmu, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Mustafa, Marni Emmy, 2007, Prinsip-Prinsip Beracara dalam Penegakan
Hukum Paten di Indonesia dikaitkan Dengan TRIPs WTO, PT.
Alumni, Bandung
Pamuntjak, Amir, 1994, Sistem Paten : Pedoman Praktik dan Alih
Teknologi, Djambatan, Jakarta
Priapanjta, Cita Citrawinda, 2003, Hak Kekayaan Intelektual : Tantangan
Masa Depan, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas
Indonesia
Purba, Achmat Zen Umar, 2005, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs,
PT. Alumni, Bandung
Purba, Afrillyanna, et. al., 2005, TRIPs WTO & Hukum HKI Indonesia,
Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indoensia,
PT. Rineka Cipta, Jakarta
Purwaningsih, Endang, 2005, Perkembangan Hukum Intellectual Property
Rights : Kajian Hukum Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual
dan Kajian Komparatif Hukum Paten,, Ghalia Indonensia, Bogor
Radjagukguk, Erman, 1998, Kontrak Dagang Internasional Dalam Praktik
di Indonesia, ELIPS
Rahardjo, Satjipto, 2000, Ilmu Hukum, Cetakan ke-5, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung

46

------------, 2007, Biarkan Hukum Mengalir : Catatan Kritis tentang


Pergulatan Manusia dan Hukum, PT. Kompas Media Nusantara,
Jakarta
Raharjo, Trisno, Kebijakan Legislatif dalam Peraturan Hak Kekayaan
Intelektual dengan Sarana Penal, Pensil Komunika, Yogyakarta
Ramli, Ahmad M., 2001, Perlindungan Rahasia Dagang dalam UU No.
30/200 dan Perbandingan Dengan Beberapa Negara, CV.
Mandar Maju, Bandung
Riswandi, Budi Agus & M. Syamsudin, 2005, Hak Kekayaan Intelektual
dan Budaya Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Said, M. Masud, 2005, Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia, UMM
Press, Malang
Saidin, 1997, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelelectual
Property Rights), Cetakan Kedua, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta
Salman, HR. Otje & Anthon F. Susanto, 2004, Teori Hukum : Menginga,
Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT. Refika Aditama,
Bandung
Santoso, Budi, 2005, Butir-Butir Berserakan tentang Hak Atas Kekayaan
Intelektual (Desain Industri), Mandar Maju, Bandung
--------------, 2008, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) Pengantar HKI, Terbitan
ke-II, Pustaka Magister, Semarang
Santoso, Edi, et. al, 2003, Otonomi Daerah : Capacity Building dan
Penguatan Demokrasi Lokal, Puskodak Undip, Semarang
Santoso, Listiyono, et. al., 2007, Epistimologi Kiri, AR Ruzz Media,
Yogyakarta
Samekto, Adji, 2005, Kapitalisme, Modernisme & Kerusakan Lingkungan,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Sardjono, Agus, 2006, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan
Tradisional, PT. Alumni, Bandung
Seidel, Artikelhur H., et. Al., 1993, What The General Practitioner Should
Kwow about Patent Law and Practice, ALI-ABA, Pensylvania
Simanjuntak, Yoan Nursari, 2006, Hak Desain Industri (Sebuah Realitas
Hukum dan Sosial), Srikandi, Surabaya
Skousen, Mark, 2005, Sang Maestro : Teori-Teori Ekonomi Modern, Judul
asli : The Making Of Modern economics : The Lives and Ideas
of The Great Thinkers, Penerjemah : Tri Wibowo Budi Santoso,
Prenada Media, Jakarta
Smith, Patrick A., 1996, The Characteristics and Justification of The
Patent System, Executive summary, Indonesia Australia
Specialized Training Project Intellectual Property Right
Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif :
Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan Kedelapan, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta

47

Soekanto, Soerjono, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press,


Jakarta
Soemitro, Ronny Hanitijo, 1988, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Ghalis Indonesia, Jakarta
Soenandar, Taryana, 2007, Perlindungan HAKI (Hak Milik Intelektual) di
Negara-negara ASEAN, Sinar Grafika, Jakarta
Subekti, 1984, Hukum Perjanjian, Internusa, Jakarta
Subroto, Muhammad Ahkam & Suprapedi, 2008, Pengenalan HKI (Hak
Kekayaan Intelektual) : Konsep Dasar Kekayaan Intelektual
untuk Penumbuhan Inovasi, PT. Indeks, Jakarta
Sukarmi, 2002, Regulasi Anti Damping di Bawah Bayang-Bayang Pasar
Bebas, Sinar Grafika, Jakarta
Sulistiyono, Adi, 2007, Eksistensi dan Penyelesaian Sengketa HaKI (Hak
Kekayaan Intelektual), UNS Press, Surakarta
Supomo, 1978, Hubungan Individu dan Masyarakat dalam Hukum Adat,
Pradnya Paramita, Jakarta
Susanto, Anthon F., 2007, Hukum dari Consilience menuju paradigma
hukum konstruktif-transgresif, PT. Refika Aditama, Bandung
Suseno, Franz Magnis, 1999, Pemikiran Karl Marx : dari Sosialisme
Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Susilowati, Etty, 2007, Kontrak Alih Teknologi pada Industri Manufaktur,
GENTA PRESS, Yogyakarta
Sutiyoso, Bambang, 2008, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Gema Media, Yogyakarta
Syam, Firdaus, 2007, Pemikiran Politik Barat : Sejarah, Filsafat, Ideologi,
dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke-3, PT. Bumi Aksara,
Jakarta
Turner, Mark & David Hulme, 1997, Governance, Administration and
Development, MacMillan Press Ltd
Usman, Rachmadi, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual :
Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, PT. Alumni,
Bandung
Warassih, Esmi, 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT.
Suryandaru Utama, Semarang
Widjaja, Gunawan, 2001, Seri Hukum Bisnis Lisensi, RajaGrafindo
Persada, Jakarta
Widjaya, I. G. Rai, 2005, Perbagai Peraturan dan Pelaksanaan UndangUndang di Bidang Hukum Peusahaanhal, Kesaint Blanc, Bekasi
WIPO Secretariat, 2001, Operational Principles for Intellectual Property
Clauses of Contractual Agreements Concerning Access to
Genetic
Resources
and
Benefit
Sharing,
WIPO
Intergovermental Committee on Intellectual Property and
Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore
(WIPO/GRTKF/IC/2/3, 10 September 2001.

48

WIPO, 2001, Intellectual Property Needs and Expectations of Traditional


Knowledge Holders : WIPO Report on Fact-Finding Missions on
Intellectual Property and Traditional Knowledge 1998-1999,
Geneva.
WIPO, Report on Toolkit for Managing Intellectual Property when
Documenting Traditional Knowledge and Generic Resourses
(WIPO/GRTKF/IC/5/5, 1 April 2003
Jurnal dan Makalah
Blakeney, Michael, Bioprospecting and Protection of Traditional Medical
Knowledge of Indigenous peoples : An Australian Perspective,
Ueropean Intellectual Property Review, Vol. 19, June 1997,
Marzuki, Peter Mahmud, 1999, Luasnya Perlindungan Paten, Jurnal
Hukum UII, Yogyakarta
Rahardjo, Satjipto, Aspek Sosio-Kultural dalam Pemajuan HKI, Seminar
Nasional Penegakan Hukum HKI dalam Kontek Perlindungan
Ekonomi Usaha Kecil dan Menengah, Semarang 25 November
2005
-------------,Konsep dan Karakteristik Hukum Progresif, Makalah Seminar
Hukum Progresif I, FH Undip dan PDIH Undip Semarang serta
FH Universitas Trisakti Jakarta, diselanggarakan di Semarang,
15 Desember 2007
Roisah, Kholis, Hak Kekayaan Intelektual HKI dan Issu Perlindungan
HKI Berbasis TK dan TCe di Indonesia, Makalah Seminar
Internasional A Comparative Legal Study on Some specific
Issues in Malaysia and Indonesia, FH Undip, Semarang, 26
Juni 2008
Media Cetak
Sampurno (Kepala Badan POM-RI), Obat dari Bahan Alami Mulai Diteliti,
Kompas, 19 September 2002
Ikawati, Yuni, Dari COP-7 CBD : Membagi Keuntungan Pemanfaatan
Hayati dan Hutan Lindung, Kompas, 25 Februari 2004
Soelistyo, Henry, Potret HaKI di Era Globalisasi, Media Indonesia, 7
Oktober 2004
Media Internet
Astarini, Dwi Rezki Sri, Hak Kekayaan Intelektual dalam kaitannya dengan
perlindungan Traditional Knowladge, Folklore dan Genetic
Resources, 24 November 2008, http://astarini.multiply.
com/journal/item/1, diakses pada tanggal 30 Desember 2008

49

http://artikel-kesehatan-online.blogspot.com/2008/6/ramuan-madurakhusu s-bagi-perempuan. diakses pada tanggal 6 September


2008
http://cvgadtranganugrah.indonetwork.co.id/prod . Di akses pada tanggal 6
September 2008
http://aotearoa.wellington.ner.nz/imp/mata.htm
http://pdpersi.co.id/show-detailnews&kode-247&tbl-cakrawala
Perjanjian Internasional
Paris Convention on The Protection of Property 1883
Berne Conention for the Protection of Literary and Artistic Works1886
Convention on The Protection of Performers, Producers of Phonograms
and Broadcasting 1961
Convention Establishing the World Intellectual Property Organization 1967
Genaral Aggreement on Tariffs and Trade 1947
Patent Cooperation Treaty 1970
Treaty on Intellctual Property in Respect of Integrated Circuits 1989
The Charter of The Indigenous and Tribal Peoples of The Tropical Forest
1992
The Convention on Biological Diversity 1992
Mataatua Declaration on Cultural and Intellectual Property Rights of
Indigenous Peoples 1993
Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights 1994
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United
Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragamaan
hayati)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Internasional)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

50

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 246/Menkes/Per/V/1990 tentang
Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat
Tradisional
Peraturan Kesehatan RI Nomor : 760/MENKES/PER/IX/1992 tentang
Fitofarmaka
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 230/Menkes/IX/1976 tentang
Wajib Daftar Simplisia Impor
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 659/MENKES/SK/X/1991
tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 661/Menkes/SK/VII/1994
tentang Persyaratan Obat Tradisional
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor :
289/MPP/kep/10/2001 Tentang Ketentuan Standar Pemberian
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor :
HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Berstandar dan
Fitofarmaka

You might also like