You are on page 1of 17

BUSINESS ETHICS

Study Case: Slavery in the Chocolate Industry

OLEH :
JUNAIDIE KUSUMA
15/391947/PEK/21393
RATNA TARISA EKANINGTYAS
15/391843/PEK/21289

MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2016

Slavery in the Chocolate Industry


I.
Deskripsi Kasus
Empat puluh lima persen coklat yang dikonsumsi Amerika Serikat dan beberapa Negara
lainnya berasal dari biji coklat yang tumbuh dan dipanen di perkebunan di Ivory Coast,
negara kecil di pantai barat Afrika. Sedikit yang menyadari bahwa bahan baku biji coklat
Ivory Coast yang diolah menjadi coklat yang kita makan itu ditanam dan dipanen oleh tenaga
kerja anak. Tenaga kerja yang dipakai adalah anak laki-laki dengan usia antara 12 sampai 16
tahun bahkan kadang ada yang berusia 9 tahun, yang diculik dari desa di sekitar negara
tersebut dan kemudian dijual kepada petani coklat. Para petani menyambuk, melemahkan
dam membuat anak-anak itu kelaparan, memaksa mereka bekerja di tengah panas,
mengerjakan pekerjaan yang susah seperti membersihkan ladang, memanen biji coklay dan
menjemurnya di bawah matahari. Pekerja anak tersebut bekerja dari matahari terbit hingga
matahari terbenam. Beberapa dari mereka terkunci pada malam hari di ruangan tanpa jendela
dan tidur di atas papan kayu. Jauh dari rumah, lokasi yang tidak pasti, ketidakmampuan
berbahasa, area yang terisolasi dan ancaman pukulan yang keras apabila mereka mencoba
kabur, anak-anak jarang sekali mencoba kabur dari situasi buruk tersebut. Mereka yang
mencoba kabur biasanya tertangkap dan dipukul untuk dijadikan contoh pada yang lain, dan
kemudian dikunci di ruang isolasi. Setiap tahunnya terdapat anak-anak yang mati dan
terbunuh dengan jumlah yang tidak diketahui di perkebunan coklat yang menyuplai coklat
kita.
Penderitaan anak-anak yang diperbudak pertama kali dipublikasi secara luas pada pergantian
abad ke dua puluh satu saat True Vision, perusahaan televisi British, mengambil video dari
pekerja anak laki-laki yang bekerja di perkebunan Ivory Coast dan membuat video
dokumentari tentang gambaran penderitaan mereka. September 2000, dokumentari tersebut
disiarkan di Great Britain, United States, dan bagian dunia lainnya. U.S. State Department
dalam Year 2001 Human Rights Report, mengestimasi bahwa sekitar lima belas ribu anak
dari negara tetangga seperti Benin, Burkina Faso, Mali dan Togo telah dijual untuk
diperbudak sebagai tenaga kerja di perkebunan Ivory Coast. The International Labor
Organization melaporkan pada 11 Juni 2001, bahwa perbudakan anak memang menyebar
secara luas di Ivory Coast dan publikasi investigasi pada koran Knight-Ridder 24 Juni
menguatkan fakta tersebut. Pada 2007, The New York Times melaporkan bahwa perbudakan
anak berlanjut menjadi problem di Afrika Barat. Pada 2007, BBC News mempublikasi
beberapa cerita tentang ribuan anak yang masih bekerja sebagai budak di perkebunan coklat

di Ivory Coast. Fortune Magazine di 2008 melaporkan bahwa perbudakan di Ivory Coast
merupakan masalah yang masih berlanjut, dan dokumentari BBC yang berjudul Chocolate :
The Bitter Truth, disiarkan pada 24 Maret 2010, satu dekade setelah perbudakan anak di
perkebunan coklat mencuat untuk pertama kalinya, terlihat anak laki-laki yang masih
dimanfaatkan sebagai budak di perkebunan coklat di Ivory Coast.
Walaupun perbudakan merupakan hal yang ilegal di Ivory Coast, hukum tersebut kurang
ditegakkan. Perbatasan yang terbuka, keterbatasan penegak hukum dan mudahnya
pejabat-pejabat lokal untuk disuap oleh para penjual budak, semua berkontribusi pada
masalah perbudakan anak tersebut. Ditambah lagi harga biji coklat di pasar global mengalami
penurunan di banyak tahun sejak 1996. Karena harga menurun, petani coklat yang sudah
miskin beralih ke sistem perbudakan untuk memotong biaya tenaga kerja. Walaupun harga
mulai menaik selama awal tahun di abad dua puluh satu, harga coklat kembali turun pada
2004 dan tetap rendah hingga musim semi 2010 saat harga tersebut mulai naik lagi.
Kemiskinan memotivasi banyak petani coklat di Ivory Coast untuk membeli anak-anak yang
dijual sebagai budak dan diperparah oleh berbagai faktor selain rendahnya harga coklat.
Bekerja di perkebunan yang terisolasi, para petani coklat tidak dapat berkomunikasi dengan
dunia luar untuk mempelajari kegunaan dari biji coklat yang dijual. Akibatnya, mereka hidup
pada belas kasihan tengkulak lokal yang datang ke perkebunan, membeli biji coklat petani
dengan harga setengah dari harga pasar, dan mengangkutnya dengan truk mereka.
Ketidakmampuan atas sarana transportasi membuat petani harus mengandalkan tengkulak
untuk membawa coklat mereka ke pasar.
Industri Coklat bernilai 13 milliar dollar di Amerika serikat dan tingkat konsumsinya
mencapai 3 milliar pounds setiap tahunnya. Ada empat perusahaan manufaktur coklat
terbesar di Amerika Serikat yang menggunakan biji coklat yang kotor secara moral dari Ivory
Coast, perusahaan tersebut antara lain Hershey Foods Corp (pembuat Hersheys milk
chocolate, Reeses dan Almond Joy), M&M Mars, Inc. (pembuat M&Ms, Mars, Twix, Dove,
dan Milky Ways), Nestle USA (pembuat Nestle Crunch, Kit Kat, Baby Ruth, dan
Butterfingers) dan Kraft Foods ( Produk Baking dan Breakfast). Kurang dikenal, namun yang
menjadi kunci dari industri ini adalah perusahaan yang menjadi perantara membeli biji
coklat dari Ivory Coast yaitu Archer Daniels Midland Co., Barry Callebaut dan Cargill Inc.
mereka memproses biji coklat dan hasil proses biji coklat tersebut dijual kepada produsen
coklat.

Sementara semua perusahaan coklat besar menggunakan biji coklat dari Ivory Coast, bagian
dari coklat tersebut digantungkan dari tenaga kerja anak yang diperbudak, banyak perusahaan
lebih kecil yang mencegah untuk menggunakan coklat dari biji coklat Ivory Coast dan
memilih menggunakan coklat yang diproses secara tidak kotor dari bagian dunia lainnya.
Perusahaan tersebut diantaranya : Clif Bar, Could Nine, Dagoba Organic Chocolate, Denman
Island Chocolate, Gardeners Candies, Green & Blacks, Kailua Candy Company, Koopers
Chocolate, L.A Burdick Chocolates, Montezumas Chocolates, Newmans Own Organics,
Omanhene Cocoa Bean Company, Rapunzel Pure Organics, dan The Endangered Species
Chocolate Company. Perusahaan kecil lainnya beralih menggunakan fairtrade coklat dan
organik coklat karena mereka terbuat dari biji yang tumbuh di perkebunan yang dimonitor
secara regular.
Banyak petani di Ivory Coast menggunakan budak anak-anak untuk menanam coklat mereka
dan sudah diketahui oleh pembuat coklat Amerika saat media pertama kali mulai melaporkan
isu tersebut. Pada 2001, the Chocolate Manufatures Association, kelompok perdagangan dari
manufaktur coklat di Amerika (anggotanya termasuk Hershey, Mars, Nestle, dll), mengakui
kepada media bahwa mereka sadar akan penggunaan budak anak-anak di Ivory Coast.
Ditekan oleh kelompok anti perbudakkan, the Chocolate Manufatures Association mulai 22
Juni 2001 mengutuk praktek ini dan setuju untuk mendanai studi tentang situasi tersebut.
28 Juni 2001, U.S. Representative Eliot Engel mengusulkan penggunaan sistem labeling yang
memberikan informasi kepada konsumen bahwa coklat yang mereka beli bebas dari
perbudakan slavefree, dijamin tidak diproduksi oleh tenaga kerja anak. Pengambilan suara
melewati House of Representatives melalui vote dari 290 ke 115. Sebelum jumlah suara
menjadi rendah, bagaimanapun keduanya yaitu House of Representatives dan Senate harus
menyetujuinya. Untuk itu U.S. Senator Tom Harkin dipersiapkan untuk memperkenalkan
program yang sama di Senate. Sebelum Senate dapat mempertimbangkan program, industri
coklat U.S. (diprakarsai oleh Mars, Hershey, Kraft Foods dan Archer Daniels Midland dan
dengan bantuan dari pelobi Bob Dole dan George Mitchell) memasang usaha lobi yang besar
untuk melawan sistem pelabelan slave-free. Para perusahaan beragumen bahwa sistem
labeling tidak akan hanya mengurangi penjualan mereka, tapi dalam jangka panjang dapat
merugikan petani coklat yang miskin di Afrika dengan mengurangi penjualannya dan
merendahkan harga biji coklat yang mana akan menambah tekanan berat dan mengarahkan
mereka untuk menggunakan tenaga kerja anak seperti awalnya. Sebagai hasil dari lobi
industri, label slave-free akhirnya tidak pernah disetujui oleh Senate. Namun,

Representative Engel dan Senator Hakin diancam untuk memperkenalkan program yang
melarang impor biji coklat yang diproduksi oleh tenaga kerja yang diperbudak, kecuali
perusahaan coklat secara sukarela mengeliminasi tenaga kerja budak dari rantai produksi
mereka.
Pada 1 Oktober 2001, anggota dari the Chocolate Manufacturers Association dan the World
Cocoa Foundation, terperangkap dalam sorotan media, mengumumkan bahwa mereka
bermaksud menempatkan sebuah sistem yang akan menghilangkan bentuk-bentuk yang
lebih buruk dari pekerja anak, termasuk perbudakan. Di musim semi 2002, the Chocolate
Manufacturers Association dan the World Cocoa Foundation, begitu juga produsen besar
coklat (Hersheys, M&M Mars, Nestle, dan Worlds Finest Chocolate) dan prosesor coklat
terbesar, semua menandatangani persetujuan untuk mendirikan sistem sertifikasi yang akan
memverifikasi dan mensertifikasi bahwa biji coklat yang mereka gunakan tidak diproduksi
oleh budak anak-anak. Dikenal sebagai Harkin-Engel Protocol, persetujuan juga
mengatakan bahwa perusahaan coklat akan mendanai program pelatihan untuk petani biji
coklat dan mengedukasi mereka tentang teknik bertanam serta menjelaskan tentang
pentingnya menghindari penggunaan budak sebagai tenaga kerja. Anggota dari the Chocolate
Manufacturers Association juga setuju untuk menginvestigasi kondisi di perkebunan coklat
dan mendirikan International Foundation yang dapat mengawasi dan mempertahankan
usaha untuk mengeliminasi perbudakan anak di perkebunan coklat. Pada Juli 2002, survei
pertama yang disponsori oleh the Chocolate Manufacturers Association menyimpulkan
bahwa sebanyak 200.000 anak (tidak semua dari mereka adalah budak) bekerja berbahaya
pada kondisi berbahaya di perkebunan coklat dan kebanyakan dari mereka tidak sekolah.
Sayangnya, pada 2002, Ivory Coast terlibat dalam perang saudara yang berlanjut hingga
perdamaian yang tidak mudah dapat tercapai di 2005 dan selesai pada 2007; pasukan
pemberontak, bagaimanapun berlanjut mengontrol bagian utara negara itu. Laporan
mengklaim bahwa banyak uang dana kekerasan dari pihak pemerintah dan kelompok
pemberontak pada tahun belakangan ini datang dari penjualan coklat dan pembeli coklat
darah dari Ivory Coast mendukung kekerasan ini.
Tahun 2005, batas waktu perusahaan coklat besar dan asosiasi mereka telah ditetapkan,
datang dan berlalu tanpa menjanjikan pendirian sistem sertifikasi untuk meyakinkan bahwa
biji coklat tidak diproduksi oleh anak-anak yang diperbudak. Pada poin ini, perusahaan coklat
mengubah protokol untuk memberi diri merekaa waktu lebih untuk memperpanjang batas
waktu mereka menjadi Juli 2008, mengatakan bahwa proses sertifikasi telah dikeluarkan

menjadi lebih sulit dari yang mereka pikirkan, terutama akibat pecahnya perang saudara.
Walaupun perusahaan tidak mendirikan sistem sertifikasi sementara perang saudara
berkecamuk, bagaimanapun, mereka mengatur pengamanan yang cukup pada biji coklat
untuk menjaga pabrik coklat mereka tetap bekerja full speed sepanjang perang saudara.
Pada awal 2008, para perusahaan tetap tidak memulai pendirian sistem sertifikasi atau
metode lainnya untuk meyakinkan bahwa perbudakan tenaga kerja tidak dilakukan untuk
memproduksi biji coklat yang mereka gunakan. Perusahaan mengeluarkan pernyataan baru
dimana mereka memperpanjang batas waktunya sampai 2010 untuk memenuhi janji mereka
mendirikan sistem sertifikasi. Menurut para perusahaan, mereka telah berinvestasi beberapa
juta dolar dalam setahun kepada foundation yang bekerja pada permasalahan tenaga kerja
anak. Bagaimanapun, reporter investigasi, pada artikel yang dipublis di Fortune Magazine 15
Februari 2008, menemukan bahwa foundation hanya memiliki satu anggota staf yang bekerja
di Ivory Coast. Aktifitas dari anggota staf terbatas pada memberi sensitisasi workshop
kepada warga lokal dan menjelaskan bahwa mempekerjakan anak dibawah umur adalah hal
yang buruk. Foundation juga membantu memberi tempat bernaung yang menyediakan rumah
dan pendidikan kepada para tuna wisma dan anak jalanan. Reporter tidak menemukan tandatanda adanya penyelesaian sistem sertifikasi. Kini sistem monitoring yang digunakan oleh
fairtrade dan bagian organik dari industri telah berfungsi dalam beberapa tahun, namun
perusahaan lebih besar yang beroperasi di Ivory Coast terlihat tidak dapat atau tidak tertarik
dalam belajar pada contoh tersebut.
Eksistensi dari sistem besar dan terorganisasi dengan baik untuk penjualan anak dari negaranegara sekeliling perkebunan Ivory Coast pernah melawan demonstrasi pada 18 Juni 2009.
Pada tanggal itu INTERPOL, organisasi polisi internasional, melakukan beberapa serangan
ke beberapa perkebunan yang diyakini melakukan perbudakan anak sebagai tenaga kerja dan
melakukan penyelamatan terhadap 54 anak. Umur antara 11 dan 16, anak-anak tersebut
bekerja selama 12 jam perhari tanpa gaji, banyak dari mereka yang secara rutin disiksa dan
tidak ada yang menerima pendidikan sekolah. Pada pernyataannya di publik, INTERPOL
mengestimasi bahwa ada ratusan ribu anak-anak yang bekerja secara ilegal di lahan
penanaman.
Pada 30 September 2010, Payson Center di Tulane University mengeluarkan laporan tentang
kemajuan yang telah dibuat pada sistem sertifikasi industri coklat yang dijanjikan didirikan
pada 2002, juga kemajuan yang telah dibuat industri terkait janjinya untuk mengeliminasi
bentuk-bentuk lebih buruk dari tenaga kerja anak, termasuk perbudakan anak, di

perkebunan dimana sumber industri coklat berasal. Laporan tersebut ditugaskan oleh United
States Department of Labor yang diminta oleh Congress untuk menilai kemajuan dalam
Harkin-Engel Protocol, dan yang memberi Tulane University $1,2 juta pada 2009 untuk
menyusun laporan. Menurut laporan, Industri masih jauh dari pencapaian targetnya untuk
memiliki sektor luas yang secara independen terverifikasi oleh proses sertifikasi yang
lengkap di tempat ... pada akhir 2010. Laporan menemukan bahwa antara tahun 2002 hari
perjanjian awal dan September 2010 , industri hanya mengatur untuk menghubungi hanya
sekitar 95 (2,3 %) dari komunitas perkebunan coklat di Ivory Coast, dan untuk melengkapi
usaha remediasinya masih harus mengontak tambahan 3.655 komunitas perkebunan.
Sementara Tulane mengkonfirmasi bahwa kerja paksa telah dilakukan di perkebunan
coklat, mereka juga menemukan bahwa tidak ada usaha industri untuk remediasi
penggunaan tenaga kerja paksa berada ditempat tersebut.
Secara tidak mengejutkan, masalah sertifikasi masih tetap tak terselesaikan di tahun 2011.
Setelah perhatian media sudah menurun, para produsen dan distributor membeli biji coklat
Ivory Coast dan terlihat tidak mampu menemukan cara untuk menyatakan bahwa
perbudakan tidak digunakan untuk memanen biji coklat yang mereka beli. Representatif dari
perusahaan coklat berargumen bahwa masalah sertifikasi itu susah karena ada lebih dari
600.000 perkebunan coklat di Ivory Coast, kebanyakan dari mereka adalah perkebunan
keluarga kecil yang berlokasi di daerah pedesaan terpencil yang susah untuk dijangkau dan
kurangnya jalanan yang bagus dan infrastruktur lainnya. Kritik, bagaimanapun, tertuju pada
kesulitan-kesulitan ini tampaknya tidak menimbulkan hambatan apapun untuk mendapatkan
biji coklat dari perkebunan yang banyak tersebar ini. Petani biji coklat, miskin dan diterpa
rendahnya harga jual biji coklat, berlanjut untuk menggunakan anak-anak yang diperbudak
meskipun mereka merahasiakan tentang hal itu. Untuk membuat persoalan menjadi lebih
buruk, pada Februari 2011, pertempuran antara pemberontak di utara dan pemerintah Ivory
Coast di selatan pecah lagi unntuk periode singkat dalam sengketa pengesahan pemenang
pemilihan presiden 2010. Perseteruan berakhir di April 2011 saat salah satu kandidat akhirnya
kalah dalam pemilihan, mengijinkan Allasane Ouattara untuk dideklarasikan sebagai presiden
yang sah.
Film lain di 2010, berjudul The Dark Side of Chocolate, sekali lagi mendokumentasikan
keberlanjutan penggunaan perbudakan anak di perkebunan-perkebunan di Ivory Coast,
walaupun representasi dari perusahaan coklat yang diwawancarai di film menolak
permasalahan atau mengklaim mereka tidak mengetahui apapun tentang hal tersebut. Biji

coklat yang dikotori oleh tenaga kerja yang berasal dari perbudakan anak untuk itu masih
secara diam-diam dicampur bersama di dalam tempat sampah dan gudang dengan biji coklat
yang berasal dari pekerja fairtrade, sehingga keduanya tidak dapat dibedakan. Dari situ
mereka masih membuat cara mereka sendiri untuk menjadi permen coklat kotor sekarang ini
seperti Hersyes, M&M Mars, Nestle dan Kraft Food, yang dibeli di Amerika dan Eropa.
Tanpa sistem sertifikasi yang efektif, faktanya, sebenarnya semua coklat yang kita makan
terbuat dari coklat Afrika Barat (Ivory Coast dan Ghana) yang mengandung bagian dari
coklat kotor yang dibuat dari biji coklay yang dipanen oleh tenaga kerja anak yang
diperbudak.
II.

Permasalahan

Terjadi children trafficking untuk kemudian dijadikan budak tenaga kerja di sebagian

besar perkebunan coklat di negara Ivory Coast, Afrika Barat.


Perbudakan merupakan hal ilegal di Ivory Coast namun hukum kurang ditegakkan

(keterbatasan penegak hukum dan pejabat-pejabat lokal mudah disuap).


Rendahnya harga jual coklat memicu para petani melakukan minimalisasi biaya

tenaga kerja dengan menggunakan sistem perbudakan.


Perusahaan-perusahaan coklat terbesar di Amerika beserta asosiasinya, berhasil
menolak rencana sistem pelabelan slave-free pada produk coklat dan terus menunda
realisasi sistem sertifikasi.

III. Analisis
Berikut analisis berdasarkan teori-teori etika bisnis yang terkait dengan isu etika pada kasus
Slavery and the Chocolate Industry :

Morality
Moralitas merupakan pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar
dan salah, atau baik dan jahat. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap
akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia. Dalam kasus
ini, pemberdayaan anak di bawah umur sebagai tenaga kerja apalagi perbudakan merupakan
sesuatu yang dianggap salah secara moral, bahkan jahat. Perlakuan kekerasan, penyiksaan
dan kerja paksa terhadap anak sangatlah tidak manusiawi. Hal-hal yang sangat merugikan
tersebut dibebankan pada anak-anak di Afrika Barat demi memberi keuntungan bagi para

petani coklat di sana. Standar moral seharusnya lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk
(khususnya) kepentingan diri. Namun dalam kasus perbudakan anak di Ivory Coast sangat
jelas terlihat para petani coklat tidak mengindahkan akidah moral yang ada, tidak
mempedulikan apakah tindakannya salah atau jahat dan terus melakukannya dalam jangka
waktu yang cukup panjang demi tercapainya tujuan kepentingan mereka, yaitu memotong
biaya tenaga kerja. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh para produsen coklat terbesar di
Amerika. Walaupun mereka sejatinya sudah mengetahui tentang adanya perbudakan yang
terjadi di perkebunan tempat mereka mendapatkan bahan baku coklat, namun mereka tidak
langsung bertindak secara cepat, bahkan cenderung membiarkan hal ini terjadi berlarut-larut
dengan terus menunda sistem sertifikasi yang diajukan oleh pemerintah.
Utilitarianisme : Menimbang Biaya dan Keuntungan Sosial
Utilitarianisme menyatakan bahwa jalan yang benar secara moral di dalam situasi apapun
akan menghasilkan keseimbangan terbesar dari keuntungan atas biaya-biaya untuk semua
orang yang terlibat (masyarakat). Teori ini mengatakan bahwa tindakan bisnis yang secara
sosial bertanggung jawab adalah tindakan yang mampu memberikan keuntungan terbesar
atau biaya paling rendah bagi masyarakat. Dalam kasus ini ditunjukkan bahwa tindakan
bisnis yang dilakukan tidak bertanggung jawab secara sosial karena tidak memberikan
keuntungan bagi sebagian masyarakat, dalam hal ini para tenaga kerja yaitu anak-anak di
Afrika Barat. Keuntungan atau sisi utilitas hanya didapatkan oleh petani, itupun tidak
maksimal karena harga jual coklat cukup rendah disamping biaya-biaya yang harus
dikeluarkan seperti biaya pembelian budak, pengawasan budak dan biaya suap kepada
pemerintah.
Problem with Rights and Justice
Menurut beberapa kritikus, kesulitan utama dengan utilitarianisme adalah hal itu tidak dapat
menangani dua jenis masalah moral. Misalnya, orang-orang yang berkaitan dengan hak dan
keadilan. Pada prinsipnya, utilitarianisme menyatakan tindakan-tindakan tertentu secara
moral benar namun sebenarnya mereka tidak adil dan melanggar hak rakyat. Dalam kasus
perbudakan anak di Ivory Coast ini sangat jelas ketidakadilan yang ditunjukkan. Anak-anak
dipaksa kerja dari pagi hingga malam namun tidak mendapat upah yang layak dari hasil kerja
kerasnya tersebut. Terkait pelanggaran hak juga terlalu banyak hak dasar manusia yang
dilanggar dalam kasus ini. Sebut saja hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak karena

disini anak-anak ditempatkan di ruangan tanpa jendela dan tidur di atas papan kayu, jam kerja
yang berat yaitu dari matahari terbit hingga terbenam yang seharusnya tidak dilakukan oleh
anak-anak, penyiksaan dan pemukulan hingga banyak anak ditemukan meninggal di Ivory
Coast, serta hak untuk mendapatkan pendidikan karena di Ivory Coast anak-anak yang
dijadikan budak tidak diberikan pendidikan sekolah.
Retributive Justice
Teori ini berkaitan dengan keadilan dalam menyalahkan atau menghukum seseorang yang
telah melakukan kesalahan dan situasi yang dianggap adil untuk menghukum seseorang yang
telah berbuat kesalahan. Prinsip ini didasarkan tiga kondisi ; 1). Kondisi dimana seseorang
dianggap tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dia lakukan, ketidaktahuan
atau ketidakmampuan. 2). Kepastian bahwa orang yang dihukum benar-benar melakukan apa
yang dituduhkan. 3). Hukuman haruslah konsisten dan proporsiona dengan kesalahannya.
Dalam kasus ini pihak-pihak yang terkait terhadap praktek perbudakan tenaga kerja anak di
Ivory Coast yaitu para petani, children trafficker, aparat dan pemerintah, serta perusahaan
produsen coklat jelas dapat dimintai pertanggungjawaban dan ditindak tegas atas apa yang
dilakukan karena para pihak tersebut sudah sadar apa yang dilakukannya adalah salah
menurut etika dan moral namun tetap melanjutkan prakteknya tersebut. Kepastian tentang
tindakan tersebut benar adanya seperti yang dituduhkan juga dapat dibuktikan melalui
berbagai video atau film dokumentari serta wawancara yang dilakukan oleh banyak media ke
perkebunan coklat di Ivory Coast.
Free Markets and Utility : Adam Smith
Dalam sistem pasar bebas para pembeli berusaha mencari apa yang mereka inginkan dengan
harga paling murah, sehingga secara tidak langsung memaksa produsen untuk memproduksi
dan menjual suatu barang dengan harga serendah mungkin. Untuk meningkatkan keuntungan,
masing-masing produsen harus memotong biaya, dan otomatis juga mengurangi sumber daya
yang dikonsumsi. Dalam kasus ini, yang menjadi konsumen para petani coklat di Ivory Coast
adalah para tengkulak, dimana para tengkulak tersebut memberikan harga yang sangat rendah
untuk komoditas coklat yang dibelinya, yaitu setengah dari harga pasar. Para petani pun tidak
bisa menolak rendahnya harga jual coklat tersebut karena mereka sendiri tidak memiliki
akses dan fasilitas untuk mendistribusikan sendiri coklatnya ke pasar dan para produsen
pabrikan coklat. Sehingga, dengan minimnya keuntungan yang didapat tersebut memicu para
petani untuk memotong biaya dan mengurangi sumber daya yang dikonsumsi yaitu tenaga

kerja, dengan cara-cara yang sejatinya sangat bertentangan dengan moral dan kemanusiaan
yaitu perbudakan anak.
Marx and Justice : Criticizing Markets and Free Trade
Eksploitasi terhadap para pekerja hanyalah gejala dari ketidakadilan besar yang diciptakan
kapitalisme. Menurut Marx, sistem kapitalis hanya memberikan dua sumber penghasilan : menjual
hasil kerja dan kepemilikan atas sarana-sarana produksi (bangunan, mesin, lahan, bahan baku),
sehingga pemilik bisa mengeksploitasi pekerja dengan mengambil surplus hasil kerja dengan
menggunakan kepemilikannya atas sarana produksi. Dalam kasus ini eksploitasi tenaga kerja sangat
jelas terjadi. Para petani memiliki kepemilikan atas sarana produksi, termasuk sumber daya
manusianya yang sudah mereka beli melalui human trafficker. Contoh eksploitasi yang terjadi
adalah penggunaan anak dibawah umur sebagai tenaga kerja, jam kerja selama 12 jam, jenis pekerjaan
yang berat, serta minimnya sarana untuk menunjang kelayakan hidup mereka. Semua hal tersebut
dilakukan demi meraih surplus hasil kerja dengan meminimalkan biaya produksi. Kapitalisme
menciptakan ketidakadilan dan merusak hubungan dalam masyarakat. Karena di satu sisi ada pihakpihak yang dapat diuntungkan secara ekonomi yaitu petani dan tengkulak, namun di sisi lain banyak
pihak yang dirugikan dan dikorbankan yaitu anak-anak yang bekerja sebagai budak.
The Real Purpose of Government
Fungsi pemerintah sesungguhnya adalah melindungi berbagai kepentingan, baik kepentingan
ekonomi, politik, juga sosial masyarakat. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa perbudakan

merupakan hal yang ilegal di Ivory Coast, namun hukum tersebut kurang ditegakkan.
Perbatasan yang terbuka, keterbatasan penegak hukum dan mudahnya pejabat-pejabat lokal
untuk disuap (Bribery) oleh para penjual budak, semua berkontribusi pada masalah
perbudakan anak tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah di Ivory Coast tidak
menjalankan fungsinya dengan baik, terbukti dengan adanya maraknya praktik perbudakan
yang sesungguhnya dilarang, serta adanya tindakan penyuapan yang menunjukkan lemahnya
ketegasan pemerintah.
Dari berbagai teori tersebut maka dapat disimpulkan bahwa yang dilakukan oleh para petani
coklat di Ivory Coast adalah tidak etis dan tidak benar secara moral. Perbudakan anak sangat
tidak sesuai dengan semua kaidah teori yang sudah dijelaskan di atas. Tindakan
mempekerjakan anak di bawah umur apalagi perbudakan, termasuk didalamnya tindakan
kekerasan, kekejaman, penganiayaan anak, tidak bisa dibenarkan untuk alasan apapun.

IV. Lesson Learned


Masalah yang diangkat melalui kasus perbudakan anak merupakan masalah global dalam
dunia bisnis. Sekitar 42% biji coklat yang beredar di dunia saat ini berasal dari Pantai
Gading. Meskipun demikian, pemerintah dan perusahaan coklat seolah berpura-pura tidak
tahu atau mengabaikan masalah yang terjadi. Maka, untuk menjalakan sesuatu yang etis
diperlukan tanggung jawab dari semua pihak. Berarti harus ada sinergi dari pemerintah dan
orgnisasi, termasuk semua anggota komunitas dan masyarakat.

V. Solusi
Membangun lingkungan pelindungan yang mengedepankan komitmen dan tanggung jawab
demi hak anak-anak di mulai dari seluruh lapisan masyarakat. Terkait implementasinya bisa
berawal dari pelaksanaan kampanye dan inisiatif pembangunan yang bersifat sosial. Hal ini
bertujuan untuk membantu dan melindungi anak-anak serta memberikan sanski yang sesuai
pada pelaku tindakan tidak etis.
Berikut tindakan-tindakan yang bisa dilakukan oleh pihak terkait dengan menggunakan
regulasi, aturan hukum, koordinasi, aturan dan program sosial:
Laws and Regulations
- Membuat peraturan wajib belajar dan mendapat pendidikan bagi anak-anak serta
-

menentukan batasan usia untuk bisa diterima kerja


Memastikan bahwa larangan terhadap perbudakan anak sudah dilaksanakan oleh

semua pihak.
Membuat peraturan yang lebih tegas dengan hukuman yang lebih berat dan

disertai dengan pengawasan hukum yang ketat di sekitar wilayah tersebut.


Government Function
- Diperlukan adanya perhatian pemerintah untuk membangun infrastruktur di
wilayah Ivory Coast, sehingga para petani disana tidak terisolasi dan dapat dengan
-

mandiri mendistribusikan hasil kebunnya.


Pemerintah diharapkan dapat ikut berperan aktif dalam mengontrol harga jual atau
harga ekspor produk coklat di negaranya demi tercapainya kemakmuran para

petani coklat di Ivory Coast.


Coordination and Enforcement
- Mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk menjamin pemeriksaan dan
penegakan hukum mengenai pekerja anak, khususnya pada sektor-sektor dimana
praktek perbudakan anak paling sering terjadi

Mengumpulkan dan membuat data yang sistematis terkait insiden perbudakan


anak, agar mempersingkat proses rujukan layanan remediasi bagi anak-anak untuk

diselamatkan.
Memastikan semua prosedur sudah diikuti dalam rangka melindungi anak-anak

digunakan sebagai sumber tenaga kerja.


Meningkatkan koordinasi dan memperjelas peran pihak-pihak yang berwenang,

yakni pemerintah dan perusahaan.


Social programs
- Kegiatan sosial yang dilakukan harus bisa mengatas bentuk-bentuk terburuk dari
-

kasus perbudakan anak


Memastikan bahwa anak-anak yang mengalami kasus perbudakan mendapatkan

program rehabilitasi yang tepat


Melakukan monitoring terhadap proyek-proyek perusahaan coklat dan informasi

perkembangannya dapat diakses oleh publik.


Menambah program-program sosial dan pendidikan yang ditargetkan bagi anakanak.

VI. Jawaban Pertanyaan


1. Apa masalah etis sistemik, perusahaan, dan individu yang diangkat oleh kasus ini?
Dalam kasus ini perbudakan anak yang terjadi di industry coklat memiliki isu-isu etis
sistemik, perusahaan, dan individu.
a. Sistem
Dari sudut sistem ada 2 hal penting yang perlu diperhatikan, antara lain: sistem
ekonomi dan sistem hukum.
Pemerintah pantai Gading dan Ghana dimana para petani mempekerjakan
anak-anak bahkan melakukan perbudakan. Isu etika yang muncul termasuk
kurangnya penegak hukum (karena perbudakan adalah hal yang ilegal),
kemauan petugas menerima suap dalam perdagangan budak serta bebasnya
batas negara. Pemerintah Pantai Gading sudah meratifikasi konvensi ILO No.
182 dan Konvensi No. 138 tentang Usia Minimum, kemudian ikut
menandatangani Nota Kerjasama pada Mei 2002 untuk mengakhiri
perbudakan anak di Pantai Gading, namun demikian instrumen yang
digunakan yaitu sertifikasi sulit untuk berjalan sebagaimana mestinya. Isu
etika dengan adanya regulasi sertifikasi adalah kenapa memilih instrumen

tersebut, karena sertifikasi tidak dapat menjangkau seluruh petani coklat yang
berjumlah lebih dari 1 juta petani.1

Negara tetangga yang memperdagangkan anak untuk perbudakan yaitu Benin,


Burkina Faso, Mali dan Togo. Isu etika disini dengan terbukanya batas negara,
maka perdagangan budak menjadi lebih mudah. Isu etika disini bagaimana
moralitas negara dimana warga negaranya yang masih anak-anak dijadikan
budak dinegara tetangganya.2

Mayoritas distributor coklat dan perusahaan coklat Amerika menggunakan


coklat dari petani Pantai Gading dan Ghana. Sebagai negara yang terkait
dengan pengambilan keuntungan dari praktek perbudakaan anak yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan, sewajarnya mempunyai tanggung
jawab moral untuk melawan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Tindakan
yang dilakukan untuk menjawab isu ini dapat dilihat dari keikutsertaan senator
Amerika Tom Harkin dan Perwakilan Amerika Eliot Engel menandatangai
Nota Kerjasama.

WTO

sebagai

organisasi

perdagangan

dunia

yang

mengusung free

trade. Artikel ini menyebutkan bahwa harga pasar dunia didekte untuk turun
oleh kekuatan global, Velasques menyebut pengaruh globalisasi salah
satunya race to the bottom. Isu etika dimana harapan WTO adalah
perdagangan

bebas

yang

akan

mengguntungkan

konsumen

karena

menghasilkan biaya rendah, namun yang terjadi seperti pernyataan


antiglobalis menguntungkan yang kaya di atas penderitaan yang miskin. Para
petani coklat dipaksa melakukan perbudakan untuk dapat bertahan dalam
situasi harga coklat dunia yang menurun.3

ILO sebagai badan PBB untuk menangani masalah ketenagakerjaan, termasuk


pekerja anak. Walaupun badan ini telah mengeluarkan Konvensi ILO No. 132

1 Diakses dari http://popynovitapasaribu.blogspot.co.id/2012/06/etika-bisnis-telaah-perbudakandi.html, pada tanggal 18 April 2016 pukul 21.00


2 Ibid.
3 http://www.globalexchange.org/campaigns/fairtrade/cocoa/background.html

dan No. 182, namun dimana peran aktif dari badan internasional untuk
memberikan bantuan kepada semua negara anggota agar konvensi tentang
Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan
Terburuk untuk Anak dapat dilaksanakan. Isu moralitas dijawab dengan
pembentukan ILO/IPEC. Pembentukan Protokol yang dikenal dengan
Internationa Cocoa Initiative: working towards respponsible labour standards
for growing cocoa (ICI), ILO melalukan konsultansi dan survey kemudian
membentuk program khusus yang dikenal dengan nama West Africa Cocoa
dan Commercial Agriculture Project (WACAP)4
b. Perusahaan
Beberapa perusahaan coklat, melalui asosiasi perusahaan coklat dan World Cocoa
Foundation sepakat untuk menandatangai perjanjian Harkin-Engel Protocol.
Namun komitmen itu tidak dilakukan dengan benar dan tidak ada tanggung jawab dari
pihak perusahaan untuk melakukan pelatihan penanaman dan sosialisasi informasi
pelarangan penggunaan pekerja anak.
c. Individu
Pada level individu, yang menjadi permasalahan adalah petani coklat. Secara sadar,
para petani melakukan perbudakan terhadap anak atas dasar turunnya harga biji coklat
dan kemiskinan. Dalam kasus ini, para petani dengan sengaja melakukan upaya untuk
menutup-nutupi tindakan perbudakan yang dilakukan.
2. Di dalam pandangan anda, apakah jenis perbudakan anak yang dibahas dalam kasus ini
benar-benar salah, atau hanya relatif salah, contohnya, jika seseorang kebetulan hidup
dalam masyarakat seperti kita yang tidak menyetujui perbudakan anak?
Menurut pendapat kami, pada hakikatnya perbudakan sudah melanggar hukum dan
HAM. Dalam pasal 28D(2) UUD 1945, berbunyi setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Dan pasal
28G(2) UUD 1945, yakni setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain. Selanjutnya pada Pasal 20(1) UU HAM menyatakan, tidak
seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba. Berdasarkan hukum internasional,
tindakan memperkerjakan anak-anak di bawah umur merupakan perbuatan ilegal.
4 http://www.ilo.org/public/english/standards/ipec/themes/cocoa

Maka kasus perbudakan anak adalah benar-benar salah. Karena anak tidak seharusnya
dipaksa untuk bekerja dari pagi sampai matahari terbenam, mengalami ancaman, siksaan,
dan terisolir. Pada saat pemerintah Pantai Gading dan Ghana meratifikasi 2 konvensi
International Labour Organization (ILO) yang berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan,
termasuk pekerja anak. Hal ini menunjukan bahwa mereka kontra terhadap perbudakan
anak.
3. Siapa yang bertanggung jawab atas perbudakan yang terjadi di industri cokelat?

Petani Afrika
Karena para petani menggunakan tenaga kerja anak-anak untuk usaha pertanian.
Sehingga petani coklat menjadi salah satu penyebab timbulnya perbudakan anak.

Pemerintah negara-negara di Afrika


Tidak ada kontrol dari pemerintah Afrika mengartikan tidak ada tanggung jawab
secara moral, walaupun perangkat hukum sudah tersedia.

Perusahaan-perusahaan coklat
Meskipun ada perusahaan telah melakukan berbagai tindakan untuk melakukan
pencegahan, salah satunya melalui sertifikasi anti perbudakan. Kenyataannya tidak
ada komitmen dan mereka cenderung menikmati keuntungan dari rendahnya bahan
baku dengan tetap membiarkan praktek perbudakan anak terjadi.

Distributor
Sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan para petani coklat, seharusnya ada
upaya pencegahan praktek perbudakan anak. dengan kesadaran diri para distributor
dalam kasus ini malah ikut menikmati harga biji coklat yang rendah.

Konsumen
Secara eksplisit konsumen tidak bertanggung jawab secara moral, tetapi ada tanggung
jawab untuk tidak membeli coklat dari perusahaan yang menggunakan biji coklat dari
hasil perbudakan anak.

4. Menimbang RUU yang diusulkan oleh Representative Engel dan senator Tom Harkin
berusaha untuk memberlakukan ke dalam hukum (menjadi UU), tetapi tidak pernah
menjadi hukum karena upaya lobi dari perusahaan-perusahaan cokelat. Apakah insiden

ini menunjukan tentang pandangan bahwa untuk menjadi etis sudah cukup bagi orangorang bisnis untuk mengikuti hukum?
Melalui insiden tersebut jelas memberikan pandangan bahwa untuk dapat dikatakan
etis, maka selain memperhatikan nilai-nilai moral yang ada para pelaku bisnis juga harus
mentaati peraturan hukum yang berlaku. Akan tetapi, pada kenyataannya, masalah sistem
sertifikasi masih belum bisa diselesaikan hingga tahun 2011. Padahal pada oktober 2005
Harkin-Engel Protocol di dalam perjanjian tersebut terdapat pernyataan jika biji kakao
yang digunakan untuk membuat coklat tidak berasal dari pekerja anak dan bantuan
program pelatihan penanaman dan sosialisasi informasi pelarangan penggunaan pekerja
di bawah umur oleh petani coklat. Tetapi sampai tahun 2008 perusahaan-perusahaan tidak
juga melaksanakan hasil perjanjian tersebut, para perusahaan malah membuat pernyataan
baru bahwa perjanjian tersebut baru bisa direalisasikan pada tahun 2010. Hal ini
menunjukkan bahwa sebelum mengikuti hukum orang-orang bisnis harus terlebih dahulu
menjadi etis.

DAFTAR PUSTAKA
Velasquez, Manuel G. 2014. Business Ethics: Concepts and Cases. Seventh Edition. Harlow:
Pearson Education Limited
http://popynovitapasaribu.blogspot.co.id/2012/06/etika-bisnis-telaah-perbudakan-di.html
http://www.globalexchange.org/campaigns/fairtrade/cocoa/background.html
http://www.ilo.org/public/english/standards/ipec/themes/cocoa

You might also like