You are on page 1of 4

Dentuman music berdengung kencang menguasai seluruh sel sarafku, mengendalikan seluruh

otot di tubuhku. Ku hentakkan kembali kaki di lantai dansa dan melompat layaknya aku hidup
hanya untuk melompat, ibaratnya ku pertaruhkan hidupku dengan seberapa sering aku
menghentakkan kaki pada lantai dansa yang dingin beraura panas ini. Ku angkat tanganku tinggi
kemudian menurunkannya lagi, bergerak selayaknya aku mampu meninju udara di atasku.
Menyelaraskan tinjuan tanganku dengan ritme music yang berdengung di telinga. Ku tulikan
pusat indra perasaku, hatiku, dan memenuhinya dengan aura panas yang ku dapat dari lantai
dansa ini. Dan saat semuanya terasa hilang, saat dimana hati yang berdarah tadi tidak mampu
mempengaruhi otak dan pikiranku, saat itulah dia datang, menarik keras tangan kananku, dan
menarikku, seluruh sarafku, dan otot tubuhku untuk mengikutinya. Si penghancur hatiku, Jung
Leo.
LEPASKAN! , ucapku keras, sekeras aku mencoba menarik genggaman tangannya pada
tanganku. Tangan besar dan selalu hangat yang akan selalu aku damba.
Leo tak memperdulikan sedikitpun usaha ku untuk lari darinya, dia hanya diam, menarikku
keluar, menggiringku memasuki area parkir. Sekali, dua kali, bahkan berkali kali aku berteriak,
menarik tangan kananku dari genggamannya, tapi tak sekalipun genggaman tangan itu melemah.
Tak melemah, melainkan semakin erat. Sampai pada akhirnya aku kelelahan dan membiarkan dia
menarikku lagi. Kuhela nafasku perlahan sembari menatap punggung lebarnya, punggung yang
selalu aku pandangi saat ia tertidur membelakangiku, Punggung yang selalu terlihat kuat saat
apapun itu.
Hah..
Lagi, padahal saat ini bisa dikatakan dia berbuat kasar padaku, menarik, menyeret bahkan
memaksakan kehendaknya padaku. Tapi, meskipun begitu, dengan melihat punggungnya saja,
merasakan hangatnya aura hangat dari genggaman tangannya sudah mampu memancing kelenjar
air mataku. Tch, Great.
Dibukanya pintu mobil dan mendorongku pelan memasuki mobil.
Aku tidak akan kemana mana bersamamu., ucapku ketus.
Leo mendesah lelah, iya dia lelah, dan menatapku, benar benar menatapku untuk pertama kalinya
malam ini.
Rissa..
DEG.
Sepele, dia, Jung Leo cuma melafalkan namaku dengan biasa. Ris-sa. Tanpa embel-embel H
dibelakangnya ataupun tanpa nada mendayu dayu. Hanya biasa. Tapi, setiap seorang Leo
mengucapkan namaku, rasanya dia sudah memiliki setiap jengkal hidupku. Setiap seorang Leo
melafalkan namaku dengan cara dia sendiri, aku seperti mendengar dentangan lonceng dari surga

yang dapat menentramkan hatiku, yang dapat membuatku menyerahkan apapun saat itu juga
padanya.
Ya itu kelemahanku. Kelemahan ku atas Leo, yang sedihnya tak pernah ia sadari, atau mungkin
akhirnya ia menyadarinya.
Aku pun menghela nafasku lelah, dan membiarkan tubuhku diputar menghadap pintu mobil yang
terbuka, dan membiarkan nya menyentuh kepalaku, sekilas mengelusnya lembut dan
mendorongku masuk ke dalam mobilnya, menutup kembali pintu mobil dan kembali ke
kemudinya.
-ROVIXXTiba tiba merasa antusias hanya dengan menatap lampu jalan yang berganti silih berganti, tak
terasa setengah jam berlalu hanya kami habiskan dengan berdiam diri sampai pada akhirnya
mobil berhenti di sebuah supermarket kecil. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Leo membuka
seatbeltnya dan beranjak keluar dari mobil. Ah, dan tak lupa mengunci otomatis pintu mobil, jadi
aku tak akan bisa kemana-mana, hanya di dalam mobil.
Ku senderkan kepalaku ke jendela di sebelah kananku dan menatap Leo dari dalam mobil.
Melihat dia membungkukkan badannya dan menatap serius jejeran minuman dingin di
hadapannya. Dan tak berapa lama, mengambil sebotol susu dan berjalan kembali menuju rak
makanan, dan aku tak bisa melihat apa yang dilakukannya lagi dari tempatku.
Ku gigit bibirku kembali pertanda diriku mulai dibanjiri kenangan akan Leo kembali. Kenangan
dimana aku mengajaknya membeli minuman ke supermarket di dekat flat kami, seperti biasa
hanya aku yang antusias. Leo hanya berdiri di sampingku, sesekali mengangguk ataupun
menggeleng dengan makanan yang hendak aku beli. Itu saat terbahagiaku hari itu, setelah hampir
satu minggu kami tak bertemu.
Jung Leo, jika kalian bertemu dengannya, hanya berpapasan atau berada dalam kondisi dimana
kalian harus menjalin hubungan dengannya, makanya bersiaplah untuk selalu jatuh cinta
padanya. Leo yang cuek tapi sebenarnya memperhatikan setiap detilnya. Leo yang pendiam tapi
selalu bertindak dengan sangat benar. Leo yang tidak bisa mengungkapkan perasaannya tapi
sangat penyayang.
Ah..
Lagi, air mataku menetes untuk kesekiannya dikarenakan Jung Leo. Aku rindu tawa yang hanya
ia bagi padaku. Aku rindu setiap usaha yang ia berikan hanya untuk mendiamkan tangisku. Hiks.
Tapi Leo tak akan ada untuk mendiamkan ku lagi. Leo tidak akan ada untuk tertawa bersamaku
lagi. Leo

Pintu mobil terbuka dan tanpa bisa kusembunyikan aku menatap wajahnya sambil mencoba
menahan air mataku.
Ma..Maaf.. ucapku tertahan.
Angin memasuki relung hatiku, mengelus setiap sarafku, merasakan nafas seseorang di leherku..
Jung Leo memelukku..
Dan Aku hanya bisa menangis, memeluk erat punggung lebarnya, meletakkan dagu di bahu
lebarnya, merasakan aroma samponya, merasakan panas dari tubuhnya, merasakan detak jantung
nya berdetak cepat untukku.
Aku menangis keras, sekeras eratnya pelukan yang ia berikan padaku. Mencengkram erat baju
yang melekat di punggungnya seolah aku mencoba mencengkram masa depanku dengan lelaki
ini. Menguatkan suara tangisanku berharap lelaki ini tak menyerah atas kami.
Leo..
Jangan menangis lagi, Rissa.
Aku tergugu. Leo melepaskan pelukannya dan mengusap lembut air mata dari pipiku.
Lihat, aku hanya bisa membuatmu menangis. Kita..
Aku benci kau, Jung Leo
Kita akan baik baik saja!!!
Aku marah! Aku kesal! Kenapa selalu dia yang melepaskan segalanya? Kenapa dia tidak pernah
mencoba membalas setiap usahaku untuk menggenggam tangannya?
Leo menatap mataku dengan tatapan sendu dan mendekatkan kepalanya perlahan, mengecup
lembut keningku.
Dan saat itu pula, aku tau, ia benar benar tidak akan pernah kembali. Leo tidak akan pernah
kembali menyelamatkanku, Leo tidak akan pernah kembali untuk membalas genggaman
tanganku.
Air mataku kembali menetes deras dari ujung kelopak mataku.
Terima kasih.. dan.. Aku menyayangimu., ucap Leo sambil sembari mengelus lembut pipiku,
menatap sendu ke dalam mataku, dam menangis bersamaku.
Aku dan kamu sedari awal memang tidak akan bisa bersama. Aku dan kamu pun sudah tahu itu.
Tapi salahkan aku yang terlalu keras menampik itu semua. Katakanlah, aku dibutakan oleh
besarnya rasa ingin tahuku padamu. Rasa ingin tahu kenapa begitu banyak orang mencintaimu

disaat kau seperti tak peduli sedikitpun pada apa yang mereka rasakan terhadapmu. Rasa ingin
tahu yang pada akhirnya menjebakku dalam perasaan ini. Rasa ingin tahu yang menjeratku
dalam perasaan ingin memilikimu seutuhnya.
Aku yang seharusnya berterima kasih Leo. Terima kasih kau memberiku kesempatan melihat
hidupmu. Terima kasih kau memberiku kesempatan menemani malammu. Terima kasih kau
memberiku kesempatan menjadi bagian dari lirik lagumu. Terima kasih karena sudah
menyayangimu..
Dan maaf..
Aku tidak akan bisa semudah itu melupakan kau yang telah menumpahkan begitu banyak warna
di sekujur hidupku..
Jung Leo, Aku mencintaimu.. semoga selamanya.
-Han Rissa-

You might also like