Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Hari / Tanggal
Jam
Oleh
: Eka Astuti
1.
Identitas Pasien
Nama
: Bpk. "Pry"
Umur
: 66 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
: SLTA
Pekerjaan
: Swasta
Suku / Bangsa
: Jawa/Indonesia
Status perkawinan
: Menikah
Alamat
Tanggal masuk RS
Ruang
No. RM
: 2012-32-26-47
Diagnosa Medis
: Ibu. Bgn
Umur
: 56 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pendidikan
: Perguruan tinggi
Pekerjaan
Alamat
2
Hubungan dengan pasien : Istri
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan 4 hari sebelum masuk RSUD Demak nafasnya sesak, setelah 4
hari pasien pulang ke rumah sehabis menjalani perawatan di Rumah Sakit Islam
Demak mulai tanggal 27-30 Nopember 2012. Saat di rawat di RSI Sunan kalijaga
Demak pasien mengalami perbaikan (sesak nafas dan edema kakinya berkurang),
namun setelah pulang ke rumah pasien mulaimerasakan sesak nafas kembali. Hasil
pengkajian di IGD RSUD Demak .
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mempunyai riwayat dibetes miletus (DM) sejak 30 tahun yang lalu dan sudah
memeriksakan diri serta minum obat dengan rutin. Sejak didiagnosa DM pasien
sering mengeluh mudah lemah dan keluar keringat dingin.
d. Riwayat Keluarga
Ibu pasien mengalami penyakit DM akan tetapi anggota keluarga yang lain tidaka ada
yang mengalami DM.
e. Riwayat Alergi
Tidak terdapat riwayat alergi obat dan makanan.
f. Genogram
Ket :
: Perempuan
Universitas Indonesia
3
: Laki-laki
: Pasien (usia 66 tahun)
: Meninggal
: Tinggal serumah
: Hubungan
3. Pengkajian Kebutuhan Dasar dengan Pola Self Care Orem
a. Air compensatory
Pasien mengeluh sesak nafas baik saat berbaring dan saat aktifitas ke kamar mandi,
wajah pasien terlihat pucat. RR saat berbaring 28 x/menit, suara paru terdengar
ronkhi basah, terdapat retraksi dada. Kulit pasien tidak terlihat pucat, akral teraba
hangat, CRT <2 detik. Nadi radialis dan apikal teraba bersamaan. Konjungtiva tidak
anemis. Tekanan darah 109/60 mmHg, nadi 89x/menit (saat berbaring). Gambaran
EKG sinus rhyme, interval PR 0,010, QRS 0,12, axis jantung normal, kadar CK 87
(normal 175),CK-MB 12 (normal7- 25 U/I).
b.
Water compensatory
Pasien mengeluh sesak nafas. Kedua tungkai bawah edema (dalam 4 mm), tidak
terdapat stiffing dullness pada abdomen. Suara jantung S1 dan S2, tidak terdapat
bunyi jantung tambahan (gallop, S3 dan S4, mur-mur). Tekanan JVP 5+2 mm H 20,
tidak terlihat distensi vena jugularis, foto thorak (tanggal 22 Pebruari 2012) tampak
kardiomegali, CTR 60,8%, sudut kostoprenik tumpuk, hipertensi pulmonal. Hasil
echokardiografi (tanggal 23 Pebruari 2012) fungsi sistolik global left ventrikel (LV)
menurun, ejeksi fraksi (EF) 35%, disfungsi diastolik, mitral regurgitation (MR)
savere, trikuspidalis regurgitation (TR)
moderate, akinetik anteroseptal apical, segmen lain hipokinetik. Nilai natrium darah
tanggal 21 Pebruari 2012 140 mmol/L (normal 135-147), klorida 90 mmol/L
(normal 95-108). Catatan balance cairan tanggal 21 Pebruari 2012 -800 cc/24 jam
(intake ; minum 1200 cc/24 jam,Na Cl campuran 100 cc. Output ; urin 2000 cc/24
jam).
c.
Food compensatory.
Universitas Indonesia
4
Pasien makan 3 x/hari. Menu pagi tanggal 22 Pebruari 2012 (nasi lunak, rendah
garam, telur) habis porsi, diet DM dan jantung 1800 kkal/hari. Berat badan masuk
74 kg, TB 165 cm, berat badan tanggal 22 Pebruari 2012 74 kg. pasien tidak
mengeluh mual. Kadar Hb 14,5 gr/dL (normal 13-16), kolesterol total 107 mg/dL
(normal <200), kolesterol HDL 33 mg/dL (normal <40), kolesterol LDL 62 mg/dL
(normal <100), GD puasa 73 mg/dL (normal <100), GD 2 jam setelah makan 160
mg/dL (normal <140 mg), HbA1C 7,8% (normal 5,7%)
d. Elimination compensatory
BAK kurang lebih 12x/hari, volume BAK 2000 ml/24 jam, warna kuning jernih. Nilai
laboratorium ureum 92 mg/dL (normal 17-56), kreatinin 1,70 mg/dL (normal 0,721,25), asam urat 8,8 mg/dL (normal 3,5-7,2). BAB rata-rata 1 kali sehari kadang agak
susah (di rumah) selama 1 hari masuk rumah sakit belum BAB. Peristaltik usus 10
x/menit.
e.
5
d. Solitude and Social Interaction.
Pasien tampak sering diam, berespon kalau diajak bicara, nada suara terdengar pelan,
pasien tidak tampak mencoba berinteraksi dengan pasien sebelahnya. Pasien tidak
terlihat mudah marah dan tersinggung.
e.
Hazard Prevention.
Pasien selalu minta bantuan kelurga dan atau perawat saat mau bangun dari tempat
tidur atau berpindah ke kursi. Keluarga selalu ada yang menunggui pasien (tindakan
pencegahan terhadap injury).
Universitas Indonesia
6
BLADDER
0 = incontinent, or catheterized and unable to manage alone
5 = occasional accident
10 = continent ___5___
TOILET USE
0 = dependent
5 = needs some help, but can do something alone
10 = independent (on and off, dressing, wiping) __5____
TRANSFERS (BED TO CHAIR AND BACK)
0 = unable, no sitting balance
5 = major help (one or two people, physical), can sit
10 = minor help (verbal or physical)
15 = independent ___5___
MOBILITY (ON LEVEL SURFACES)
0 = immobile or < 50 yards
5 = wheelchair independent, including corners, > 50 yards
10 = walks with help of one person (verbal or physical) > 50 yards
15 = independent (but may use any aid; for example, stick) > 50 yards __5____
STAIRS
0 = unable
5 = needs help (verbal, physical, carrying aid)
10 = independent ___5___
TOTAL (0100): ___50___
Captopril 3x50 mg
Concor 1x2,5 mg
Aspilet 1x80 mg
Simarc 1x2 mg
Universitas Indonesia
B. ANALISA DATA
N
o
1
Hari/Tgl/
Rabu,
Symptom
Etiologi
kontraktilitas
Problem
Penurunan
curah
jantung
Selasa ,
anteroseptal miokardium
DS : Pasien mengeluh sesak nafas Mekanisme
Volume
22/2/2012
cairan tubuh
bawah
dalam
terdengar
perut
berlebihan
ascites, melemah
thorak,
kardiomegali,
terdapat
hipertensi
klorida
90
balance
cairan
8
N
o
Hari/Tgl/
Symptom
Etiologi
Problem
Rabu ,
22/2/2012
terasa sakit
DO
jaringan kulit
Terdapat
luka
Resiko tinggi
infeksi
basah
dan
kemerahan.
4
Rabu ,
22/2/2012
Keterbatasan
Kerusakan
mobilitas
kardiovaskuler,
fisik
nyeri
berdiri.
DO: Respon nadi saat berbaring
89x/menit,
ketika
berdiri
Universitas Indonesia
9
N
o
Hari/Tgl/
Symptom
Etiologi
Problem
terlihat
meringis
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas miokardium.
2. Volume cairan tubuh berlebihan berhubungan dengann mekanisme
pengaturan sirkulasi aliran darah balik melemah.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan destruksi jaringan kulit.
4. Kerusakan aktifitas berhubungan dengan Keterbatasan daya tahan kardiovaskuler, nyeri.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/Tgl
Rabu
22/09/11
No
Tujuan (NOC)
DX
, 1 peningkatan
Intervensi
Rasional
Cardiac care :
cardiac output
Tahap ketergantungan
dengan kriteria :
perawatan sebagian :
Tan
dilakukan oleh
1.
d perawat (whooly
a compensatory):
Universitas Indonesia
10
1.
v
i
t
a
l
s
t
a
b
i
l
d
a
n
m
e
n
g
a
l
a
m
i
p
e
r
b
a
i
Universitas Indonesia
11
k
a
n
(
T
D
9
0
1
1
0
/
6
2.
0
8
0
m
m
H
g
,
H
R
7
0
Universitas Indonesia
12
9
0
x
/
m
e
n
i
t
,
R
R
1
6
2
0
x
/
m
e
n
i
t
)
Tida
k
3.
Universitas Indonesia
13
t
e
r
d
a
p
a
t
s
u
a
r
a
g
a
l
l
o
p
,
m
u
r
m
u
r
4.
p
a
Universitas Indonesia
14
d
a
j
a
n
t
u
n
g
Tida
k
t
e
r
j
a
d
i
t
a
k
i
k
a
r
d
i
a
5.
Universitas Indonesia
15
(
H
R
>
1
0
0
x
/
m
e
n
i
t
)
Terj
a
d
i
p
e
n
i
2.
n
g
k
a
6.
t
Universitas Indonesia
16
a
n
e
j
e
k
s
i
f
r
a
k
s
i
(
n
a
i
k
m
e
n
d
e
k
a
t
i
5
Universitas Indonesia
17
5
%
)
Ga
m
b
a
r
a
n
k
a
r
d
i
o
m
e
g
a
l
i
7.
p
a
d
a
r
Universitas Indonesia
18
o
n
t
g
e
n
m
e
n
u
r
u
n
d
e
n
g
a
n
C
T
R
m
e
n
d
e
Universitas Indonesia
19
k
a
t
i
5
0
%
8.
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
9.
Universitas Indonesia
22
3.
Universitas Indonesia
23
Universitas Indonesia
24
10.
Universitas Indonesia
25
Tindakan sebagian
oleh
pasien
(partially
compensatory).
11.
Universitas Indonesia
26
4.
Universitas Indonesia
27
Tindakan
supportiveeducative
12.
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
Universitas Indonesia
30
5.
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
32
6.
Universitas Indonesia
33
Universitas Indonesia
34
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
36
Universitas Indonesia
37
7.
Universitas Indonesia
38
Universitas Indonesia
39
Universitas Indonesia
40
Universitas Indonesia
41
8.
Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia
43
Universitas Indonesia
44
Universitas Indonesia
45
Universitas Indonesia
46
9.
Universitas Indonesia
47
Universitas Indonesia
48
Universitas Indonesia
49
Universitas Indonesia
50
Universitas Indonesia
51
Universitas Indonesia
52
10.
Universitas Indonesia
53
Universitas Indonesia
54
Universitas Indonesia
55
11.
Universitas Indonesia
56
Universitas Indonesia
57
Universitas Indonesia
58
12.
Universitas Indonesia
59
Universitas Indonesia
60
Universitas Indonesia
61
Universitas Indonesia
62
Universitas Indonesia
63
2
Cairan seimbang
Fluid Management :
dengan kriteria
tahap
hasil :
sebagian;
Intake dan
output
dilakukan
seimbang
perawat :
Edema
pada
1. Kaji
oleh
1. Retensi cairan
berlebihan
dapat
distensi
dimanifestasik
an
oleh
tungkai
pembendung
hilang /
vena
berkurang
kenaikan
Ascites
beban
pada
tidak ada
aliran
darah
atau
balek
vena
menurun
pusat
dan
derajatnya
-
perawatan
2. Auskultasi bunyi
catat
dan
atrium kanan.
Kadar
napas,
elektrolit
penurunan dan /
volume
natrium
atau
sering
dalam batas
tambahan,
menimbulkan
normal
contoh
krekels,
kongesti
(135-147
mengi,
catat
mmol/L)
adanya
paru
peningkatan
menunjukkan
dispnea,
takipnea,
akut.
ortopnea,
pernapasan pada
dispnea
gagal
jantung
nocturnal
kanan
(dispnea,
poroksimal,
batuk, ortopnea)
batuk persisten.
dapat
bunyi
2. Kelebihan
Gejala
cairan
paru.
edema
dapat
Gejala
timbul
Universitas Indonesia
64
lambat
tetapi
lebih
3. Ukur
lingkar
abdomen sesuai
indikasi.
sulit
membaik.
3. Peningkatan
ukuran lingkar
abdomen
mengindikasik
4. Program
an
adanya
pemberian
timpunan
diuretik,
cairan
pemantauan
peritonium
elektrolit
yang
di
meningkat.
4. Diuretik
membantu
perpindahan
cairan
keluar
sel
Penggunaan
diuretik dapat
Tindakan
yang
sebagian
dilakukan
elektrolit
oleh
pasien :
5. Pantau
mempengaruhi
dan
(khususnya
kalium
dan
klorida)
yang
hitung
mempengaruhi
keseimbangan
irama jantung
pemasukan
dan
dan
pengeluaran
kontraktilitas
selama 24 jam.
Universitas Indonesia
65
5. Terapi diuretik
dapat
menyebabkan
kehilangan
cairan
dan
elektrolit
(hipovolemia)
6. Pertahankan
bedrest
posisi
meskipun
dengan
semi
fowler.
edema / asites
masih
ada.
Pasien
dapat
melakukan
penghitungan
cairan
yang
masuk
dan
keluar dengan
validasi
perawat
6. Membantu proses
perpindahan
cairan
ke
area
dapat
mengurangi
beban
jantung
tidak
perluasan
terjadi Kategori
membutuhkan
Universitas Indonesia
66
infeksi)
bantuan sebagian.
penyembuhan
Tindakan
luka
(adanya compensatory
regenerasi
dan
whoolly
sel
jaringan
1. Zat
pirogen
mikroorganis
me
1. Monitor adanya
tanda-tanda
dapat
mempengaruh
i hipotalamus
yang
dapat
infeksi
(suhu
dalam
menutup
luka),
tubuh,
nadi,
pengaturan
ditunjukkan oleh
drainase
luka,
suhu
tubuh
: tidak adanya
kondisi
luka,
yang
dapat
tanda-tanda
suhu kulit).
meningkatkan
infeksi, personal
kecepatan
hygiene
metabolik dan
yang
pasien
baik,
2. Kaji
faktor-
terkontrolnya
faktor
faktor transmisi
dapat menaikkan
menurunkan
infeksi
resiko
kemampuan
(menerapkan
(umur,
imunitas,
prinsip sterilisasi
pertambahan
immunosupresi
dalam
usia,
menurunkan
immunosupresi).
kemampuan
luka)
merawat
yang
nadi.
infeksi
2. Umur
melawan
mikroorganisme
3. Kadar leukosit
3. Monitor
nilai
yang
tinggi
laboratorium
mengindikasik
leukosit, hitung
an
jenis
kerusakan
leukosit,
kultur.
leukosit yang
4. Lakukan
perawatan
dengan
tingkat
tinggi
luka
dalam
darah.
tehnik
Universitas Indonesia
67
aseptik
dan
antiseptik
4. Mencegah
koloni
dan
perkembangbi
akan
mikroorganis
5. Kolaborasi
me
pemberian
dalam
luka.
antibiotik
5. Antibiotik
akan
menghambat
pembentukan
asam nukleat
mikroorganis
Tindakan partial
me
yang
compensatory:
berfungsi
menjaga
6. Jaga kebersiahn
lingkungan
kelangsungan
hidup
sekitar
dan
tempat
yang
mikroorganis
me
sehingga
dipergunakan
mikroorganis
oleh pasien
me
mudah
mati.
6. Mengurangi
jumlah
Tindakan
mikroorganis
supportive-
me yang dapat
educative
mengkontami
7. Ajarkan kepada
pasien
keluarga
dan
tanda
pada
Universitas Indonesia
68
dan
gejala
pasien
infeksi.
8. Instruksikan
kepada
7. Meningkatkan
pasien,
keluarga
dan
pengetahuan
pasien
dan
pengunjung
keluarga serta
untuk
partisipasi
menerapkan
pasien
kebersihan
terhadap
tangan
pengendalian
infeksi
8. Tangan
sebagai media
penularan
mikrorganism
e pada luka di
kulit
Aktifitas adekuat
Exercise therapy
dengan kriteria
Tahap membutuhkan
hasil :
sebagian bantuan:
-
Tindakan whooly
Pasi compensatory:
e Exercise therapy
n Tahap membutuhkan
sebagian bantuan:
d Tindakan whooly
Universitas Indonesia
69
a compensatory:
p
1.
1. Hipotensi
ortostatik dapat
terjadi dengan
aktivitas
karena
obat
(vasodiksi)
perpindahan
efek
cairan
atau
pengaruh
fungsi jantung
2. Ketidakmampu
an miokardium
untuk
meningkatkan
2.
volume
sekuncup
selama
aktivitas, dapat
menyebabkan
peningkatan
segera
frekuensi
jantung
kebutuhan
juga
pada
dan
O2
peningkatan
Pasi
kelelahan dan
kelemahan
3. Menunjukkan
Universitas Indonesia
70
peningkatan
d
dikompensasi
jantung
pada kelebihan
aktivitas
4. pemenuhan
dari
kebutuhan
3.
perawatan diri
pasien
tanpa
mempengaruhi
stres
berlebihan
miokard
t
i
s
i
p
4.
5. menyeimbangk
an kebutuhan
aenergi dengan
aktifitas dan
memberi
kesempatan
pemulihan otot
akibat
kelelahan
aktifitas
6. Mencegah
Energy
kerusakan
management.
kardiovasker
Tindakan partial
akibat
Universitas Indonesia
71
t
a
compensatory
kelebihan
5.
beban dalam
memenuhi
kebutuhan
perfusi saat
aktifitas
n
g
d
i
i
6.
n
g
i
n
k
a
n
,
m
e
m
e
n
u
h
i
k
e
b
Universitas Indonesia
72
u
t
u
h
a
n
p
e
r
a
w
a
t
a
n
d
i
r
i
s
e
n
d
i
r
i
Universitas Indonesia
73
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Hari,
tanggal
Rabu, 22
Pebruari
2012
Diagnosa
keperawatan
Penurunan
cardiac output
Tindakan
Cardiac care :
Tahap ketergantungan perawatan
sebagian :
Tindakan yang penuh dilakukan oleh
perawat (whooly compensatory):
1. M
e
m
o
n
it
o
r
ir
a
m
a
d
a
n
fr
e
k
w
e
n
si
d
e
n
y
u
t
ja
n
t
u
n
g
(
P
u
k
u
l.
1
3.
0
0
ir
a
m
Evaluasi
S. pasien menyatakan
dadanya
masih
terasa
berdebardebar
O. heart rate pukul
14.00 WIB 75
x/menit,
laporan
pukul 15.00 WIB
72 x/menit, pukul
19.00 WIB 69
x/menit) , EKG
tanggal 22 Pebruari
2012 sinus rhytme,
aksis
-90,
gelombang p lebar
0,08,
kompleks
QRS 0,12. Ejeksi
fraksi 35%, pasien
masih terlihat sesak
nafas saat duduk
dan berdiri RR
32x/menit.
A. Gangguan cardiac
output
belum
teratasi.
Pasien
masalah tergantung
sebagian
untuk
meningkatkan
cardiac output.
P.
melanjutkan
intervensi
1,2,3,4,6,7,8,9,10,1
1,12
Universitas Indonesia
74
a
ja
n
t
u
n
g
si
n
u
s
r
h
y
t
m
e,
H
R
.
7
8
x
/
m
e
n
it
.
P
u
k
u
l
1
4.
0
0.
ir
a
m
a
te
r
at
u
r,
H
R
.
8
6
x
/
m
e
Universitas Indonesia
75
2.
n
it
)
M
el
a
k
u
k
a
n
a
u
s
k
u
lt
a
si
b
u
n
y
i
ja
n
t
u
n
g
d
a
n
p
a
r
u
(
p
u
k
u
l
1
3.
0
0
ti
d
a
k
te
r
d
a
p
Universitas Indonesia
76
3.
at
b
u
n
y
i
ta
m
b
a
h
a
n
p
a
d
a
ja
n
t
u
n
g,
te
r
d
a
p
at
r
o
n
k
h
i
b
a
s
a
h
p
a
d
a
b
a
s
al
b
a
w
a
h
).
M
e
Universitas Indonesia
77
m
o
n
it
o
r
st
at
u
s
n
e
u
r
o
l
o
g
i
(
p
u
k
u
l
1
3.
0
0,
k
e
s
a
d
a
r
a
n
k
o
m
p
o
s
m
e
n
ti
s,
r
e
s
p
o
n
d
Universitas Indonesia
78
4.
5.
at
a
r)
.
M
e
n
g
a
m
at
i
p
e
r
u
b
a
h
a
n
E
K
G
1
2
le
a
d.
M
e
m
a
n
ta
u
h
a
si
l
s
e
r
u
m
C
K
,
C
K
M
B
(
h
Universitas Indonesia
79
6.
a
si
l
C
K
,
C
K
M
B
b
el
u
m
t
e
r
d
a
p
at
h
a
si
l
b
a
r
u
s
et
el
a
h
p
e
n
g
k
aj
ia
n
).
M
e
m
o
n
it
o
r
f
u
n
g
si
Universitas Indonesia
80
g
i
n
ja
l
m
el
al
u
i
k
a
d
a
r
u
r
e
u
m
,
k
r
e
at
i
n
i
n,
B
U
N
(
k
a
d
a
r
u
r
e
u
m
9
2
m
g
/
d
L
,
k
r
e
at
i
Universitas Indonesia
81
7.
n
i
n
1,
7
0
m
g
/
d
L
s
a
m
a
s
e
p
e
rt
i
p
e
n
g
k
aj
ia
n,
b
el
u
m
a
d
a
h
a
si
l
te
r
b
a
r
u
).
M
e
m
o
n
it
o
r
k
Universitas Indonesia
82
a
d
a
r
el
e
k
tr
o
li
t
te
r
u
ta
m
a
n
at
ri
u
m
,
k
al
i
u
m
d
a
n
m
a
g
n
e
si
u
m
(
ta
n
g
g
al
2
2
P
e
b
r
u
a
ri
2
0
Universitas Indonesia
83
8.
1
2
k
a
d
a
r
m
a
g
n
e
si
u
m
2
,8
m
g
/
d
L
,
k
al
i
u
m
3
,6
m
m
o
l/
L
,
n
at
ri
u
m
1
3
5
m
g
/
d
L
).
M
e
m
a
n
ta
Universitas Indonesia
84
u
h
a
si
l
f
o
t
o
t
h
o
r
a
k
d
a
n
e
c
h
o
c
a
r
d
i
o
g
r
a
fi
(
b
el
u
m
a
d
a
h
a
si
l
e
v
al
u
a
si
f
o
t
o
t
h
Universitas Indonesia
85
9.
o
r
a
k
d
a
n
e
c
h
o
c
a
r
d
i
o
g
r
a
fi
te
r
b
a
r
u
s
et
el
a
h
p
e
n
g
k
aj
ia
n,
C
T
R
6
0
%
,
E
F
3
5
%
).
M
e
m
Universitas Indonesia
86
b
e
ri
k
a
n
o
b
at
o
b
at
a
n
d
a
n
m
e
m
o
n
it
o
r
e
f
e
k
ti
fi
ta
s
A
C
E
i
n
h
i
b
it
o
r,
b
et
a
b
l
o
k
er
,
(
m
Universitas Indonesia
87
e
m
b
e
ri
k
a
n
c
a
p
t
o
p
ri
l
3
x
5
0
m
g
p
a
d
a
p
u
k
u
l
0
7.
0
0,
p
u
k
u
l
1
3.
0
0
W
I
B
d
a
n
p
u
k
u
l
1
Universitas Indonesia
88
9.
0
0
W
I
B
.
L
a
si
k
2
x
1
a
m
p
u
l
p
a
d
a
p
u
k
u
l
0
7.
0
0
W
I
B
d
a
n
p
u
k
u
l
1
5.
0
0
W
I
B
.
C
o
n
c
o
Universitas Indonesia
89
r
1
x
2,
5
m
g
p
a
d
a
p
u
k
u
l
0
7.
0
0
W
I
B
.
O
b
at
o
b
at
a
n
p
e
n
c
e
g
a
h
a
n
tr
o
m
b
u
s
si
m
a
r
c
1
x
Universitas Indonesia
90
2
m
g
p
u
k
u
l
0
7.
0
0
W
I
B
,
a
s
p
il
et
1
x
8
0
m
g
p
a
d
a
p
u
k
u
l
1
2.
0
0
W
I
B
.
L
o
n
t
u
s
1
x
1
0
u
n
Universitas Indonesia
91
it
p
a
d
a
ja
m
0
6.
3
0
W
I
B
.
T
e
k
a
n
a
n
d
a
r
a
h
r
at
a
r
at
a
d
i
b
a
w
a
h
1
5
0
u
n
t
u
k
si
st
o
li
k
d
a
Universitas Indonesia
92
n
d
ia
st
o
li
k
n
y
a
d
i
b
a
w
a
h
9
0
m
m
H
g,
G
D
S
1
2
0
m
g
/
d
L
)
10. M
e
m
o
n
it
o
r
te
k
a
n
a
n
d
a
r
a
h
d
a
Universitas Indonesia
93
n
R
R
(
p
u
k
u
l
0
9.
0
0
w
i
b
T
D
.
1
2
2
/
6
5
m
m
H
g,
R
R
2
8
x
/
m
e
n
it
.
P
u
k
u
l
1
1.
3
0
w
i
b
T
D
.
1
Universitas Indonesia
94
1
0
/
5
8
m
m
H
g,
R
R
3
0
x
/
m
e
n
it
,
p
u
k
u
l
1
5.
0
0
w
i
b
1
2
5
/
6
5
m
m
H
g,
p
u
k
u
l
1
9.
0
0
w
i
b
1
1
Universitas Indonesia
95
5
/
6
2
m
m
H
g,
p
u
k
u
l
2
1.
0
0
w
i
b
1
2
3
/
7
6
m
m
H
g
R
R
2
8
x
/
m
e
n
it
).
Tindakan sebagian oleh pasien
(partially compensatory)
11. M
e
m
p
e
rt
a
h
a
n
k
a
Universitas Indonesia
96
n
li
n
g
k
u
n
g
a
n
k
o
n
d
u
si
f
u
n
t
u
k
is
ti
r
a
h
at
d
e
n
g
a
n
s
el
al
u
m
e
r
a
p
i
k
a
n
te
m
p
at
ti
d
u
r
ti
Universitas Indonesia
97
a
p
h
a
ri
,
k
el
a
u
r
g
a
p
a
si
e
n
ti
d
a
k
m
e
n
a
r
u
h
p
a
k
ai
a
n
d
i
s
e
k
it
a
r
te
m
a
p
t
ti
d
u
r
p
a
si
e
Universitas Indonesia
98
n
)
Tindakan supportive-educative
12. M
e
m
i
n
ta
p
a
si
e
n
k
e
m
b
al
i
m
e
n
g
h
i
n
d
a
ri
v
al
s
a
v
a
m
a
n
e
u
v
e
r
(
m
e
n
g
ej
a
n
)
s
a
Universitas Indonesia
99
at
B
A
B
.
tahap
Rabu, 22
Pebruari
2012
Fluid
Management
:
perawatan sebagian;
Tindakan yang penuh dilakukan oleh
perawat :
1. Mengkaji distensi leher dan
JVP ( pada pukul 13.00 WIB,
tidak terdapat distensi vena
jugularis pada saat berbaring,
JVP 5+2 cmH20).
2. Melakukan auskultasi bunyi
napas (terdapat ronkhi basah
pada bagaian basal paru,
terdapat dypnea saat berbaring
dan meningkat pada saat
berdiri atau beralih posisi
duduk di kursi).
3. Mengukur lingkar abdomen
(pada jam 13.00 lingkar
abdomen 92 cm).
4. Memberikan diuretik (lasik
intravena 2x1 ampul pada
pukul 07.00 dan 15.00 WIB)
5.
6.
Rabu, 22
Pebruari
2012
Resiko
infeksi
tinggi
Tindakan
yang
sebagian
dilakukan oleh pasien :
Memantau intake dan output
cairan dengan retriksi pada
intake cairan < 1500 ml/24 jam
(keluarga menulis intake dan
output dalam kertas yang
disediakan,
perawat
memvalidasi. Jumlah intake
pada hari itu minum rata-rata
200 ml selama 6 kali dalam 24
jam. BAK 12 kali di pispot
kemudian diukur di gelas
pengukur volume 2000 ml/24
jam)
Mempertahankan
bedrest
dengan posisi semi fowler
(sudut 450)
Infection control:
Kategori
membutuhkan bantuan
sebagian.
Tindakan whoolly compensatory
1. Memonitor adanya tanda-tanda
infeksi (suhu tubuh 37,2 0 C,
kulit tdk teraba panas, luka
punggung kaki masih terlihat
merah dengan tepi agak hitam).
S. pasien menyatakan
masih terasa sesak.
O. JVP 5+2 cmH2O,
edema
tungkai
bawah derajat 2,
masih
terdengar
ronkhi basah pada
daerah basal.
A. Masalah kelebihan
cairan
belum
teratasi.
Pasien
masih tergantung
sebagian
dalam
menjaga
keseimbangan
cairan.
P.
Melanjutkan
intervensi
1,2,3,4,5,6
S. pasien menyatakan
kaki kirinya terasa
sakit kalau dipijit
dan digerakkan
Universitas Indonesia
100
2.
3.
4.
5.
6.
O.
Luka
pada
punggung
kaki
masih
terlihat
merah dengan tepi
hitam,
terlihat
bengkak,
luka
sudah
mulai
mengalami
granulasi. Pasien
masih
terlihat
meringis kesakitan
saat berdiri
A. Masalah resiko
infeksi
masih
terjadi.
Pasien
masih mengalami
ketergantungan
P.
Melanjutkan
intervensi
1,2,3,4,5
Tindakan supportive-educative
Mengajarkan kepada pasien
dan keluarga tanda dan gejala
infeksi.
8. Menginstruksikan
kepada
pasien,
keluarga
dan
pengunjung untuk menerapkan
kebersihan tangan dengan
membasuh tangan memakai
alkohol sebelum menjenguk
pasien.
Exercise therapy Tahap
membutuhkan sebagian bantuan:
Tindakan whooly compensatory:
1. M
o S. pasien menyatakan
n
tubuhnya
masih
it
terasa lemah, dada
o
masih terasa sesak.
r O.
pasien
terlihat
ta
nafasnya
terasa
n
sesak saat berdiri
d
(RR 32x/menit),
a
pasien
belum
mampu
berdiri
ta
secara mandiri.
n A. Masalah intoleransi
d
aktifitas
belum
7.
Rabu, 22
Pebruari
2012
Intoleransi
aktifitas
Universitas Indonesia
101
a
teratasi.
Pasien
v
masih tergantung
it
pada perawat.
al P. Lanjutkan intervensi
s
1,2,3,4,5 dan 6.
e
b
el
u
m
d
a
n
s
et
el
a
h
a
k
ti
v
it
a
s
(l
at
i
h
a
n
a
k
ti
fi
ta
s
b
a
r
u
d
i
te
m
p
at
ti
d
u
r
d
a
n
s
Universitas Indonesia
102
e
k
it
a
r
te
m
p
at
.
N
a
d
i
s
a
at
d
u
d
u
k
p
u
k
u
l
1
3.
3
0
W
I
B
9
2
x
/
m
e
n
it
,
s
a
at
b
e
r
d
ir
i
1
1
0
x
Universitas Indonesia
103
2.
m
e
n
it
).
M
e
n
c
at
at
r
e
s
p
o
n
k
a
r
d
i
o
p
u
l
m
o
n
al
te
r
h
a
d
a
p
a
k
ti
v
it
a
s
(t
i
m
b
u
l
ta
k
i
k
a
r
Universitas Indonesia
104
3.
d
i
s
a
at
b
e
r
u
b
a
h
p
o
si
si
d
a
ri
d
u
d
u
k
k
e
b
e
r
d
ir
i,
d
i
p
n
e
a
)
M
e
n
g
e
v
al
u
a
si
p
e
n
i
n
g
k
Universitas Indonesia
105
at
a
n
i
n
t
o
le
r
a
n
a
k
ti
v
it
a
s
(
p
a
si
e
n
m
a
si
h
m
e
n
g
el
u
h
d
a
d
a
n
y
a
te
r
a
s
a
b
e
r
d
e
b
a
rd
Universitas Indonesia
106
4.
e
b
a
r)
.
M
e
m
b
e
ri
k
a
n
b
a
n
t
u
a
n
a
k
ti
v
it
a
s
s
e
c
a
r
a
b
e
rt
a
h
a
p
(
p
a
si
e
n
d
i
b
a
n
t
u
b
e
Universitas Indonesia
107
r
d
ir
i
m
e
n
u
j
u
k
e
k
u
rs
i)
.
Energy management.
Tindakan partial compensatory
5. M
e
n
y
u
s
u
n
ja
d
w
al
la
ti
h
a
n
d
a
n
is
ti
r
a
h
at
b
e
rs
a
m
a
p
a
si
e
n
Universitas Indonesia
108
6.
d
a
n
fi
si
o
te
r
a
p
is
M
e
n
g
i
n
st
r
u
k
si
k
a
n
k
e
p
a
d
a
p
a
si
e
n
d
a
n
k
el
u
a
r
g
a
u
n
t
u
k
m
e
n
g
e
Universitas Indonesia
109
n
al
ta
n
d
a
ta
n
d
a
k
el
et
i
h
a
n
y
ai
t
u
s
e
s
a
k
n
a
f
a
s,
ja
n
t
u
n
g
b
e
r
d
e
b
a
rd
e
b
ar
,
t
u
b
u
h
Universitas Indonesia
110
te
r
a
s
a
le
m
a
h,
k
el
u
a
r
k
e
ri
n
g
at
d
i
n
g
i
n.
Hari,
tanggal
Kamis , 23
Pebruari
2012
Diagnosa
keperawatan
Penurunan
cardiac output
Tindakan
Evaluasi
Cardiac care :
Tahap ketergantungan perawatan
sebagian :
Tindakan yang penuh dilakukan oleh
perawat (whooly compensatory):
1. Memonitor
irama
dan S. pasien menyatakan
frekwensi denyut jantung
dadanya
masih
(HR pukul. 09.00 WIB
terasa
berdebar74x/menit, Pukul 10.00 WIB
debar terutama saat
68x/menit, pukul 12.00 WIB
berdiri akan tetapi
75x/menit, pukul 15.00 WIB
sudah
mulai
76x/menit,
17.00
WIB
berkurang.
75x/menit, jam 21.00 WIB O. heart rate pukul
68x/menit dengan . irama
05.00 (tanggal 24
teratur).
Pebruari 2012 76
2. Melakukan auskultasi bunyi
x/menit, belum ada
jantung dan paru (pukul
evaluasi
baru
09.00 WIB dan pukul 13.30
terkait EKG akan
WIB tidak terdapat bunyi
tetapi pasien masih
tambahan pada jantung,
terlihat
mudah
masih terdapat ronkhi basah
lelah dan belum
pada basal paru).
mampu
berdiri
3. Memonitor status neurologi
lama.
(pukul 09.00 WIB, pukul A. Gangguan cardiac
13.30
WIB
kesadaran
output
belum
komposmentis).
teratasi.
Pasien
Universitas Indonesia
111
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Universitas Indonesia
112
hari
Tindakan supportive-educative
11. Meminta
pasien
menghindari
valsava
maneuver (mengejan) saat
BAB.
Fluid Management : tahap perawatan
sebagian;
Tindakan yang penuh dilakukan oleh
perawat :
1. Mengkaji distensi leher dan JVP
( pada pukul 09.00 WIB, tidak
terdapat distensi vena jugularis
pada saat berbaring, JVP 5+2
cmH20).
2. Melakukan auskultasi bunyi
napas (terdapat ronkhi basah
pada bagian basal paru, terdapat
dypnea saat berbaring dan
meningkat pada saat berdiri atau
beralih posisi duduk di kursi).
3. Mengukur lingkar abdomen
(pada
jam
13.00
lingkar
abdomen 92 cm).
4. Memberikan diuretik (lasik
intravena 2x1 ampul pada pagi
hari pukul 07.00 WIB dan 15.00
WIB
Kamis, 23
Pebruari
2012
5.
6.
7.
Kamis , 23
Pebruari
2012
Resiko
infeksi
tinggi
Tindakan
yang
sebagian
dilakukan oleh pasien :
Memantau intake dan output
cairan dengan retriksi intake
caiaran maksimal inatke 1500
ml/24 jam (keluarga menulis
intake dan output dalam kertas
yang
disediakan,
perawat
memvalidasi. Jumlah intake
pada hari itu minum rata-rata
200 ml selama 6 kali (intake
1200 cc) dalam 24 jam. BAK 10
kali di pispot kemudian diukur di
gelas pengukur rata-rata 300 ml,
volume total 2500 ml/24 jam)
Mempertahankan
bedrest
dengan posisi semi fowler (sudut
masih dipertahankan 450)
Infection control:
Kategori
membutuhkan bantuan
sebagian.
Tindakan whoolly compensatory
1. Memonitor adanya tanda-tanda
infeksi (suhu tubuh 36,2 0 C
pada pukul 09.00 WIB, kulit
S. pasien menyatakan
masih terasa sesak.
O. JVP 5+2 cmH2O,
edema
tungkai
bawah derajat 1,
masih
terdengar
ronkhi basah pada
daerah basal.
A. Masalah kelebihan
cairan
belum
teratasi.
Pasien
masih tergantung
sebagian
dalam
menjaga
keseimbangan
cairan.
P.
Melanjutkan
intervensi
1,2,3,4,5,6
S. pasien menyatakan
kaki kirinya terasa
Universitas Indonesia
113
2.
3.
4.
5.
6.
tdk
teraba
panas,
luka
punggung kaki masih terlihat
merah dengan tepi agak hitam).
Mengkaji faktor-faktor yang
dapat menaikkan resiko infeksi
(antara lain usia sudah tua,
menderita DM >10 tahun,
penurunan fungsional fisik).
Memonitor nilai laboratorium
leukosit (tanggal 23 Pebruari
2012
angka
leukosit
15.000/ml).
Melakukan perawatan luka
dengan tehnik aseptik dan
antiseptik
(memakai
Chlorhexidin 10% dengan
perbandingan Nacl 1:50)
Pemberian
antibiotik
amoksisilin oral 3x500 mg pada
pukul 07.00 WIB, pukul 12.00
WIB dan pukul 19.00 WIB )
Tindakan
partial
compensatory:
Menjaga kebersiahn lingkungan
sekitar dan tempat tidur (tenun
diganti tiap pagi, keluarga dan
pasien menjaga kebersihan
temapt tidur dengan menaruh
sampah di kantung plastik)
Tindakan supportive-educative
Mengajarkan kepada pasien dan
keluarga cara mencegah infeksi
.
8. Menginstruksikan
kepada
pasien,
keluarga
dan
pengunjung untuk menerapkan
kebersihan tangan dengan
membasuh tangan memakai
alkohol sebelum menjenguk
pasien.
Exercise therapy Tahap
membutuhkan sebagian bantuan:
Tindakan whooly compensatory:
1. M
o S.
ni
to
r
ta
n O.
d
ata
n
7.
Kamis, 23
Pebruari
2012
Intoleransi
aktifitas
pasien menyatakan
tubuhnya masih
terasa lemah, dada
masih
terasa
sesak.
pasien
terlihat
nafasnya
terasa
sesak saat berdiri,
pasien
belum
mampu
berdiri
Universitas Indonesia
114
d
secara mandiri.
a A. Masalah intoleransi
vi
aktifitas
belum
ta
teratasi.
Pasien
l
masih tergantung
se
pada perawat.
b P. Lanjutkan intervensi
el
1,2,3,4,5 dan 6.
u
m
d
a
n
se
te
la
h
a
kt
iv
it
as
(l
at
ih
a
n
a
kt
if
it
as
b
ar
u
di
te
m
p
at
ti
d
ur
d
a
n
se
ki
ta
r
te
m
p
at
.
N
Universitas Indonesia
115
2.
a
di
sa
at
d
u
d
u
k
p
u
k
ul
0
9.
3
0
W
I
B
7
6
x/
m
e
ni
t,
sa
at
b
er
di
ri
1
0
5
x
m
e
ni
t)
.
M
e
n
c
at
at
re
s
p
o
n
k
ar
di
Universitas Indonesia
116
o
p
ul
m
o
n
al
te
rh
a
d
a
p
a
kt
iv
it
as
(t
i
m
b
ul
ta
ki
k
ar
di
sa
at
b
er
u
b
a
h
p
o
si
si
d
ar
i
d
u
d
u
k
k
e
b
er
di
ri
,
di
Universitas Indonesia
117
3.
p
n
e
a)
M
e
n
g
e
v
al
u
as
i
p
e
ni
n
g
k
at
a
n
in
to
le
ra
n
a
kt
iv
it
as
(p
as
ie
n
m
as
ih
m
e
n
g
el
u
h
d
a
d
a
n
y
a
te
ra
Universitas Indonesia
118
4.
sa
b
er
d
e
b
ar
d
e
b
ar
).
M
e
m
b
er
ik
a
n
b
a
nt
u
a
n
a
kt
iv
it
as
se
c
ar
a
b
er
ta
h
a
p
(p
as
ie
n
di
b
a
nt
u
b
er
di
ri
m
Universitas Indonesia
119
e
n
uj
u
k
e
k
ur
si
).
Energy management.
Tindakan partial compensatory
5. M
e
n
gi
n
g
at
k
a
n
k
e
m
b
al
i
ja
d
w
al
la
ti
h
a
n
d
a
n
is
ti
ra
h
at
b
er
sa
m
a
p
as
ie
n
d
Universitas Indonesia
120
a
n
fi
si
ot
er
a
pi
s
(l
at
ih
a
n
n
af
as
d
al
a
m
.
d
u
d
u
k
d
a
n
o
n
g
k
a
n
go
n
k
a
n
g
k
a
ki
di
te
pi
te
m
p
at
ti
d
ur
Universitas Indonesia
121
6.
p
u
k
ul
0
9.
3
0
W
I
B
)
M
e
n
gi
n
st
ru
k
si
k
a
n
k
e
p
a
d
a
p
as
ie
n
d
a
n
k
el
u
ar
g
a
u
nt
u
k
m
e
n
g
e
n
al
ta
n
Universitas Indonesia
122
d
ata
n
d
a
k
el
et
ih
a
n
y
ai
tu
se
sa
k
n
af
as
,
ja
nt
u
n
g
b
er
d
e
b
ar
d
e
b
ar
,
tu
b
u
h
te
ra
sa
le
m
a
h,
k
er
in
g
at
di
Universitas Indonesia
123
n
gi
n.
Hari,
tanggal
Jumat ,
24
Pebruari
2012
Diagnosa
keperawatan
Penurunan
cardiac output
Tindakan
Cardiac care :
Tahap ketergantungan perawatan
sebagian :
Tindakan yang penuh dilakukan oleh
perawat (whooly compensatory):
1. Memonitor
irama
dan
frekwensi denyut jantung
(HR pukul. 09.00 WIB
84x/menit, Pukul 10.00 WIB
80x/menit, pukul 12.00 WIB
78x/menit, pukul 15.00 WIB
76x/menit,
17.00
WIB
74x/menit, jam 21.00 WIB
76x/menit dengan . irama
teratur).
2. Melakukan auskultasi bunyi
jantung dan paru (pukul
09.30 WIB dan pukul 13.00
WIB tidak terdapat bunyi
tambahan pada jantung,
masih terdapat ronkhi basah
sudah berkurang).
3. Memonitor status neurologi
(pukul 09.30 WIB, pukul
13.00
WIB
kesadaran
komposmentis).
4. Mengamati perubahan EKG
12 lead (EKG belum
dilakukan ECG lagi pada
tanggal ini)
5. Memonitor fungsi ginjal
melalui
kadar
ureum,
kreatinin,
BUN
(pada
tanggal ini tidak dilakukan
evaluasi lagi).
6. Memonitor kadar elektrolit
terutama natrium, kalium
dan
magnesium
(kadar
natrium
133
mmol/L,
kalium
4,4
mmol/L,
magnesium 2,3 mg/dL,
klorida 10 mm0l/L
7. Memantau hasil foto thorak
dan echocardiografi (belum
ada hasil evaluasi foto
thorak dan echocardiografi
Evaluasi
S. pasien menyatakan
dadanya
masih
terasa
mudah
berdebar-debar saat
berdiri dan sedikit
melangkah.
O. heart rate pukul
05.00 (tanggal 25
Pebruari 2012 78
x/menit, belum ada
evaluasi
baru
terkait EKG akan
tetapi pasien masih
terlihat
mudah
lelah dan belum
mampu
berdiri
lama.
A. Gangguan cardiac
output
belum
teratasi.
Pasien
masalah tergantung
sebagian
untuk
meningkatkan
cardiac output.
P.
melanjutkan
intervensi
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
,11
Universitas Indonesia
124
8.
9.
Jumat, 24
Pebruari
2012
Tindakan supportive-educative
11. Meminta
pasien
menghindari
valsava
maneuver (mengejan) saat
BAB.
Fluid Management : tahap perawatan
sebagian;
Tindakan yang penuh dilakukan oleh
perawat :
1. Mengkaji distensi leher dan
JVP ( pada pukul 09.00 WIB, S. pasien menyatakan
tidak terdapat distensi vena
masih terasa sesak.
jugularis pada saat berbaring, O. JVP 5+1 cmH2O,
JVP 5+1 cmH20).
edema
tungkai
2. Melakukan auskultasi bunyi
bawah derajat 1,
napas (terdapat ronkhi basah
masih
terdengar
Universitas Indonesia
125
3.
4.
5.
6.
Jumat, 24
Pebruari
2012
Resiko
infeksi
tinggi
Infection control:
Kategori
membutuhkan bantuan
sebagian.
Tindakan whoolly compensatory
1. Memonitor adanya tanda-tanda
infeksi (suhu tubuh 36,5 0 C
pada pukul 09.00 WIB, kulit tdk
teraba panas, luka punggung
kaki masih terlihat merah
dengan tepi agak hitam).
2. Memonitor nilai laboratorium
leukosit (tanggal 23 Pebruari
2012 angka leukosit 15.000/ml).
3. Melakukan perawatan luka
dengan tehnik aseptik dan
antiseptik
(memakai
Chlorhexidin
10%
dengan
perbandingan Nacl 1:50)
4. Pemberian
antibiotik
amoksisilin oral 3x500 mg pada
pukul 07.00 WIB, pukul 12.00
WIB dan pukul 19.00 WIB )
Tindakan partial compensatory:
S. pasien menyatakan
kaki kirinya terasa
sakit kalau dipijit
dan
digerakkan
tapi
sudah
berkurang dengan
hari kemarin
O.
Luka
pada
punggung
kaki
masih
terlihat
merah dengan tepi
hitam
yang
berkurang, sudah
terlihat granulasi,
terlihat bengkak.
A. Masalah resiko
infeksi
masih
terjadi.
Pasien
masih mengalami
Universitas Indonesia
126
5.
Tindakan supportive-educative
Mengajarkan kepada pasien dan
keluarga
cara
menaikkan
imunitas tubuh.
7. Menginstruksikan
kepada
pasien,
keluarga
dan
pengunjung untuk menerapkan
kebersihan
tangan
dengan
membasuh tangan memakai
alkohol sebelum menjenguk
pasien.
Exercise therapy Tahap
membutuhkan sebagian bantuan:
Tindakan whooly compensatory:
1. M
e
m
o
ni
to
r
ta
n
d
ata
n
d
a
vi
ta
l
se
b
el
u
m
d
a
n
se
te
la
h
a
kt
iv
it
as
P.
ketergantungan
Melanjutkan
intervensi
1,2,3,4,5,6.7
6.
Jumat, 24
Pebruari
2012
Intoleransi
aktifitas
S. pasien menyatakan
tubuhnya masih
terasa lemah, dada
masih
terasa
sesak.
O.
pasien
terlihat
nafasnya
terasa
sesak saat berdiri,
pasien
belum
mampu
berdiri
secara mandiri.
A. Masalah intoleransi
aktifitas
belum
teratasi.
Pasien
masih tergantung
pada perawat.
P. Lanjutkan intervensi
1,2,3,4,5 dan 6.
Universitas Indonesia
127
(l
at
ih
a
n
a
kt
if
it
as
b
ar
u
m
ul
ai
m
el
a
n
g
k
a
h
p
el
a
np
el
a
n
di
d
e
k
at
te
m
p
at
ti
d
ur
te
m
p
at
.
N
a
di
sa
at
d
u
Universitas Indonesia
128
2.
d
u
k
p
u
k
ul
0
9.
3
0
W
I
B
7
6
x/
m
e
ni
t,
sa
at
b
er
di
ri
8
6
x
m
e
ni
t)
.
M
e
n
c
at
at
re
s
p
o
n
k
ar
di
o
p
ul
m
o
n
al
Universitas Indonesia
129
te
rh
a
d
a
p
a
kt
iv
it
as
(t
i
m
b
ul
p
e
ni
n
g
k
at
a
n
n
a
di
sa
at
b
er
u
b
a
h
p
o
si
si
d
ar
i
d
u
d
u
k
k
e
b
er
di
ri
,
di
Universitas Indonesia
130
3.
p
n
e
a
b
er
k
ur
a
n
g)
M
e
n
g
e
v
al
u
as
i
p
e
ni
n
g
k
at
a
n
in
to
le
ra
n
a
kt
iv
it
as
(p
as
ie
n
m
as
ih
m
e
n
g
el
u
h
d
a
Universitas Indonesia
131
4.
d
a
n
y
a
te
ra
sa
b
er
d
e
b
ar
d
e
b
ar
).
M
e
m
b
er
ik
a
n
b
a
nt
u
a
n
a
kt
iv
it
as
se
c
ar
a
b
er
ta
h
a
p
(p
as
ie
n
di
b
a
Universitas Indonesia
132
nt
u
b
er
di
ri
m
e
n
uj
u
k
e
k
ur
si
).
Energy management.
Tindakan partial compensatory
5. M
e
n
gi
n
g
at
k
a
n
k
e
m
b
al
i
ja
d
w
al
la
ti
h
a
n
d
a
n
is
ti
ra
h
at
b
er
sa
Universitas Indonesia
133
m
a
p
as
ie
n
d
a
n
fi
si
ot
er
a
pi
s
(l
at
ih
a
n
n
af
as
d
al
a
m
.
d
u
d
u
k
d
a
n
o
n
g
k
a
n
go
n
k
a
n
g
k
a
ki
di
te
pi
Universitas Indonesia
134
te
m
p
at
ti
d
ur
,
ja
la
n
di
d
e
k
at
te
m
p
at
ti
d
ur
p
u
k
ul
0
9.
3
0
W
I
B
)
Pembahasan Kasus
Bpk. Pry merupakan penderita CHF fungsional class III dengan penyebab Coronary Artery
Disease (CAD) faktor resiko diabetes mellitus post Coronari Artery Baypass Grafting (CABG) 1
bulan sebelumnya. Keterkaitan CAD dengan CHF seperti teori di depan berkaitan erat dengan
penurunan suplai darah dan oksigen ke miokardium. Miokardium mendapat aliran darah dari
arteri koronaria kanan dan kiri. Arteri sirkumfleksi kiri dan arteri desenden kiri mensuplai
ventrikel kiri dan septum sedangkan arteri koronaria kanan terutama mensuplai ventrikel kanan.
Suplai darah ke jantung sebelah 85% terjadi pada saat diastolik sedangkan suplai darah jantung
bagian kanan banyak pada saat sistolik (Aaronson & Ward, 2010).
Universitas Indonesia
135
CAD yang dialami oleh Bpk. Pry dapat menurunkan perfusi miokardium melalui mekanisme
penyempitan pembuluh darah akibat pembentukan plak (arteriosklerosis koroner). Penyebab
aterosklerosis pada penderita DM tipe 2 bersifat multifaktorial yang melibatkan interaksi
kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemi, hiperlipidemi, stres oksidatif, penuaan
dini, hiperinsulinemi dan/atau hiperproinsulinemi serta perubahan-perubahan dalam proses
koagulasi dan fibrinolisis (Price, 2003). Hipotesis terbaru mengatakan bahwa awal terjadinya
lesi aterosklerosis yaitu berupa adanya perubahan-perubahan fungsi sel endotel. Disfungsi
endotel dapat terjadi baik pada penderita DM tipe 2 dan juga pada penderita DM tipe 1 terutama
bila telah terjadi manifestasi klinis mikroalbuminuria. Disfungsi endotel juga dapat terjadi pada
individu dengan resistensi insulin (pasien obesitas) atau yang mempunyai risiko tinggi untuk
menderita DM tipe 2 (toleransi glukosa terganggu) dan penderita diabetes gestasi (Sudoyo, et al,
2006). Pada penderita DM seperti Bpk. Pry, risiko payah jantung kongestif meningkat 4 sampai 8
kali. Peningkatan risiko ini tidak hanya disebabkan karena penyakit jantung iskemik. Dalam
beberapa tahun terakhir ini diketahui bahwa diabetes dapat mempengaruhi otot jantung secara
independen selain melalui keterlibatan aterosklerosis dini arteri koroner yang menyebabkan
penyakit jantung iskemik. Hal ini diduga karena terjadi perubahan-perubahan antara lain
terjadinya fibrosis interstisial, pembentukan kolagen dan hipertrofi sel-sel otot jantung. Pada
tingkat seluler terjadi gangguan pengeluaran kalsium dari sitoplasma, perubahan struktur
troponin T dan peningkatan aktivitas Pyruvate Kinase. Perubahan-perubahan ini menyebabkan
gangguan kontraksi dan relaksasi otot jantung dan peningkatan tekanan end-diastolic sehingga
dapat menimbulkan kardiomiopati restriktif (Silbernagl & Lang, 2006).
Tindakan untuk mengembalikan fungsi perfusi jaringan myocardium pada Bpk. Pry adalah
dengan revaskulerisasi melalui Percutaneus Coronary Intervension (PCI) atau CABG. Kedua
prosedur ini digunakan pada pasien yang mempunyai resiko tinggi, dengan pilihan yang
ditentukan berdasarkan keparahan penyakit (Aaronson & Ward, 2010). CABG menjadi pilihan
yang dilakukan pada Bpk. Pry karena kondisi arteri koronaria Bpk. Pry berdasarkan hasil
angiografi mengalami gangguan pada 3 cabang arteri besar yang memberi nutrisi pada jantung. 3
(tiga) arteri besar tersebut adalah left artery descenden (LAD) yang mengalami penyempitan
20% pada bagian proksimal dan 50% pada bagian distal, left circumfleksi (LCX) yang
mengalami penyempitan 70% pada bagian proksimal dan 90 % pada bagian mid dan distal, serta
Universitas Indonesia
136
pada righ coronary artery (RCA) mengalami sumbatan total pada proksimal sampai mid.
Kondisi tersebut memenuhi persyaratan untuk dilakukanya tindakan CABG karena 3 arteri besar
(triple vessel disease) Bpk. Pry mengalami gangguan (Libby, et al, 2008).
CABG yang dilakukan pada Bpk. Pry secara teori lebih memberikan hasil yang signifikan untuk
menurunkan gejala angina dan meningkatkan vaskuler miokardium. Seiring dengan perjalanan
waktu kondisi tersebut dapat kembali dalam beberapa tahun sesuai dengan faktor resiko. Pada
kasus Bpk. Pry setelah 1 bulan paska CABG mengalami kegagalan jantung, kondisi penurunan
yang lebih cepat karena berbagai kondisi yang menimbulkan faktor resiko perburukan koroner
yaitu faktor usia dan diabetes milletus (DM). DM yang dialami oleh Bpk. Pry sangat berperanan
dalam terbentuknya arterioslerosis melalui proses dislipidemia dan resistensi insulin (Aaronson
& Ward, 2010).
Selain faktor koroner kemungkinan penyebab kegagalan jantung yang dialami oleh Bpk. Pry
juga dapat karena penurunan miokardium akibat iskemia sebelumnya dan faktor degeneratif
karena usia yang tua. Kemampuan kontraktilitas miokardium sangat mempengaruhi kemampuan
cardiac output (CO) jantung. Penurunan CO akan menurunkan suplai darah ke otot dan skletal
sebagai penopang aktifitas dan gerak sehingga pasien tidak toleransi terhadap aktifitas. Berat dan
ringanya intoleran aktifitas berhubungan dengan indeks hemodinamik fungsi jantung. Hasil
studi analisis dengan memakai Nuclear Magnetic Resonance (NMR) terhadap metabolik otot
rangka menunjukkan adanya kelainan metabolik berupa penurunan phospocreatin (PCR) dan
asidosis intraselluler. Penurunan metabolik otot akan mengakibatkan berkurangnya sistem
konduksi yang terjadi pada otot pada fase depolarisasi yang akan ditandai dengan peningkatan
fase istirahat (Krumholz,et.al., 2002). Pada periode istirahat otot akan menerima 15-20% dari
total CO yang dipergunakan untuk aktifitas otot seperti kontraksi. Penurunan kemampuan CO
akan memepngaruhi kemampuan otot untuk berkontraksi dan menurunkan kemampuan aktifitas.
Kondisi tersebut yang mendasari terjadinya penurunan tingkat kemandirian Bpk. Pry dalam
mempertahankan fungsi tubuhnya (Black & Harwk, 2009). Hubungan perjalanan CHF dengan
intoleransi aktifitas dapat di gambarkan seperti skema di bawah ini ;
Universitas Indonesia
137
kelelahan
Intoleransi latihan
Vasokontriksi
perifer
CO
Gagal LV
peHR,,kontraktilitas
Kompensasi
neurohormonal
Retensi Na
Peningkatn LVEDP
Dipsnea, edema
pulmonal, dilatasi
jantung
Hokum Starling
Peningkatan beban
pada RV, gagal RV
Peningkatan CVP
Edema perifer,
hepatomegali, ascites
Model self care Orem menjadi model yang representative untuk membantu Bpk. Pry dalam
mencapai kemandirian akibat penurunan aktifitas. Model yang self care dikemukakan
Dorothea Orem memiliki dasar pada pemikiran human beings dalam mempertahankan status
kesehatan. Teori self care deficit Orems telah digunakan dalam praktik proses keperawatan
untuk mendidik pasien untuk memperbaiki kemampuan self care, mengevaluasi praktik
keperawatan, dan untuk membedakan perawatan dari praktik medis. Self care merupakan
suatu kemampuan yang didasari oleh individu dalam memprakarsai dirinya untuk
mempertahankan kehidupan, kesehatan, perkembangan, dan kesejahteraan. Self care sebagai
human regulatory function dapat dipelajari dengan penuh kesadaran berlangsung secara terus
menerus, dan memiliki keterkaitan dengan fungsi pengaturan tubuh lainnya yang dimilik
individu. Dengan pendekatan model self care yang memotifasi secara dinamis dan terus
menerus kepada Bpk. Pry diharapakn mencapai tingkat kemandirian dalam pemeliharaan
kesehatan (Tomey & Alligood, 2006). Gambaran berbagai gangguan self care yang dialami
oleh Bpk. Pry terlihat pada masalah-masalah keperawatan di bawah ini :
A. Masalah penurunan cardiac output
Penurunan CO adalah tidaka adekuatnya pompa darahh dari jantung untuk mencukupi
kebutuhan metabolisme tubuh (NANDA dalam Wilkinson, 2005). Penurunan CO pada
Universitas Indonesia
138
penderita CHF dapat diakibatkan oleh interaksi kompleks antara faktor-faktor yang
memengaruhi CO kontraktilitas, after load, preload, atau fungsi lusitropik (fungsi relaksasi)
jantung, dan respons neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan untuk menciptakan
kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi hemodinamik gagal jantung berespons terhadap
intervensi farmakologis standar, terdapat interaksi neurohormonal kritis yang efek
gabungannya memperberat dan memperlama sindrom yang ada pada CHF (Tambayong,
2000).
Cardiac output merupakan penanda penting hemodinamik pada pasien dengan CHF.
Gangguan kontraktilitas dan beban yang tinggi pada ventrikel kiri mengakibatkan disfungsi
sistolik menjadi penyebab penurunan cardiac output. Respon neurohormonal berupa mekanisme
sistem Renin Angiotensin Aldosteron (system RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic
peptide bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga
melalui kontriksi pembuluh darah dan kenaikan volume darah dalam pembuluh dan jantung. Di
lain sisi aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor juga turut menjaga
peningkatan cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas
serta vasokons-triksi perifer melalui mekanisme katekolamin. Respon hormonal yang
berlangsung lama akan mengakibatkan peningkatan beban jantung dan kerusakan miokardium.
Universitas Indonesia
139
Salah satu tindakan keperwatan cardiac care yang terpenting adalah menyiapakn
lingkungan yang cukup untuk beristirahat. Istirahat mempunyai peranan yang sangat
penting pada pasien CHF. Selain untuk menurunkan kebutuhan oksigen dan darah dalam
jaringan istirahat yang cukup juga membantu mengembalikan ukuran jantung pada pasien
gagal jantung yang telah mengalami kardiomegali (Swaringen, 2007). Istirahat yang
diberikan pada pasien CHF harus segera diikuti dengan aktifitas sesuai dengan kondisi yang
dimulai dari tempat tidur. Bedres yang > 1 minggu dapat menaikkan resiko terjadinya
tromboemboli karena aliran darah yang statis dan turbulensi yang sering terjadi pada pasien
CHF.
Tindakan yang lain pada fase ini adalah menghindari valsava maneuver. Tindakan valsava
maneuver didalam diagnostik jantung digunakan untuk mengetahui perubahan tekanan darah.
Aktifitas valsava maneuver
valsava maneuver
pembuluh darah. Kenaikan tekanan darah pada valsava maneuver selama 30 detik dapat
mencapai 40 mmHg (Pilay, 2004). Kenaaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi inilah
yang dikawatirkan dapat memicu terjadinya henti jantung pada Bpk. Pry karena kondisi
jantung yang sudah melemah dan pembuluh darah jantung Bpk. Pry yang kurang bagus.
Pemberian obat-obatan jantung seperti ACE Inhibitor pada Bpk. Pry juga mempunyai
dampak yang penting bagi jantung. Pemberian ACE inhibitor secara klinis terbukti
menurunkan mortalitas karena sifatnya sebagai kardio protektif. ACE inhibitor menghambat
terjadinya dilatasi ventrikel kiri, memicu pemmebntukan NO (nitric oxide)dan prostasiklin.
NO dan prostasiklin mempunyai manfaat menurunkan durasi fibrilasi ventrikel, menurunkan
pembentukan radikal bebas dan meningkatkan sirkulasi koroner (Karim & Kabo, 2005).
Universitas Indonesia
140
Tindakan cardiac care yang diberikan kepada Bpk. Pry diharapakn dapat meningkatkan
kemampuan self care karena membaiknya cardiac output jantung yang menjadi salah satu
penopang kemampuan self care. Kemampuan tersebut sangat membutuhkan fungsi otot yang
bagus yang ditopang oleh adanya persediaan oksigen dan nutrisi yang cukup melalui cardiac
output yang baik.
musculus
papillaris
Selain respon jantung respon kelebihan cairan juga melibatkan respon ginjal yang berupa
peningkatan stimulasi sistem RAA. Penurunan CO mengibatkan ginjal terstimulasi
meningkatkatkan produkis renin yang menstimulasi perubahan angiotensin I yang dikeluarkan
oleh hepar menjadi angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten
(arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf
Universitas Indonesia
141
simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan
menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga
memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung (Silbernagl
& Lang, 2006).
Vasokontiksi pembuluh darah dan retensi cairan merangsang tubuh untuk meningkatkan
pembentukan natriuretic peptide. Komponen itu antara lain Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan
vasodilatsi. Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada
ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel pembuluh
darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan
brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan
tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan
reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung,
maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis,
bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung (Aaronson & Ward, 2010).
Terjadinya retensi cairan di dalam jantung dan pembuluh darah
mengakibatkan kegagalan
sistolik dan diastolik pada penderita CHF. Pada kegagalan diastolik pengisian ventrikel
terganggu, paling sering diakibatkan oleh dinding ventrikel kaku akibat fibrosis atau
hipertrofi. Penurunan curah menyebabkan peningkatan end diastolic pressure (EDP)
ventrikel kiri (preload) dan tekanan vena pulmonalis
pulmonal. Kondisi tersebut mengakibatkan dilatasi pada jantung dan peningkatan tekanan
kapiler pulmonal memacu terjadinya akumulasi cairan pada jaringan interstitial paru (Lilly,
2009). Peningkatan beban cairan di dalam paru yang semakin berat mengakibatkan dispnea
yang sangat terasa apabila pasien berbaring datar (ortopnea) karena cairan banyak
berakumulasi di paru seiring dengan sifat aliran cairan dan tekanan hidrostatik. Dipsnea
episodik yang mengakibatkan pasien terbangun pada malam hari disebut paroxysmal
nocturnal dyspnoea. Akumulasi cairan paru yang memberat dapat mendorong cairan ke
alveolus sehingga mengakibatkan edema paru yang mengakibatkan dispnea pada Bpk. Pry
(Aaronson & Ward, 2010).
Universitas Indonesia
142
Gagal jantung kiri meningkatkan tekanan vaskuler pulmonal , overload tekanan dan
kegagalan aliran jantung kanan (gagal jantung kongestif). Gagal jantung kanan juga sering
diakibatkan oleh kondisi penyakit paru kronik (kor pulmonal), hipertensi pulmonal,
embolisme dan penyakit katup. Kegagalan aliran jantung kanan ke pulmo akan
mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium dan ventrikel kanan yang akan mengakibatkan
statisnya aliran darah balik sehingga meningkatkan tekanan vena sentral sehingga terlihat
adanya distensi vena jugularis, akumulasi cairan pada jaringan perifer (edema perifer) yang
dialami Bpk. Pry. (Silbernagl & Lang, 2006).
Selain mekanisme seperti di atas kelebihan cairan di dalam tubuh (edema) yang terjadi pada
Bpk. Pry juga diakibatkan oleh retensi natrium. Kelebihan garam menyebabkan retensi air.
Air ini kemudian bocor ruang interstisial. Peningkatan retensi natrium di dalam darah
banyak diperankan oleh mekanisme ekskresi dan reabsorbsi natrium oleh ginjal. Jika aliran
darah ke ginjal berkurang oleh kondisi yang mendasari seperti gagal jantung maka ginjal
berespon dengan mempertahankan garam. Retensi garam ini terjadi karena ginjal merasa
bahwa tubuh membutuhkan lebih banyak cairan untuk mengkompensasi aliran darah
menurun. Adanya retensi cairan pada pasien CHF diperburuk dengan menurunnya ginjal
untuk melakukan ekresi karena kerusakan nefron akibat penurunan perfusi. Selain
mekanisme tersebut sel endotel pembuluh darah ginjal juga mengeluarkan endotelin yang
merupakan peptide vasokonstriktor yang poten dengan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah
ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan
semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Peningkatan jumlah cairan di dalam
darah akan mengakibatkan tidak memadainya pemompaan pembuluh darah balik (insufisiensi
vena) sehingga kecenderungan cairan akan banyak berkumpul pada daerah yang lebih bawah
seperti perut dan kaki. Mekanisme inilah yang memunculkan adanya edema pada kaki .
Penatalaksanaan masalah kelebihan cairan pada Bpk. Pry berbasis pada 2 (dua) hal yang
pokok yaitu pemberian diuretik (lasix, furosemid), pembatasan cairan dan pembatasan diet
natrium.
air dari ginjal. Diuretik loop menginhibisi import Na+-K+-2Cl- pada loop Henle asenden tebal.
Dengan demikian, reabsorbsi Na+ dan Cl- diinhibisi retensi ion-ion pada tubulus memicu
Universitas Indonesia
143
pembuangan cairan ke dalam urin (Karim dan Kabo, 2005). Meskipun banyak digunakan,
diuretik belum terbukti meningkatkan ketahanan hidup pada pasien dengan gagal jantung
kongestif. Diuretik telah digunakan dalam kombinasi dengan agen lain untuk memberi
bantuan hidup dalam menurunkan tahanan yang dialami oleh jantung. Diuretik yang
diberikan secara intravena selain meningkatkan eksresi urin juga membantu mengurangi
tekanan kapiler paru dan meningkatkan kapasitas vena. Pemakaian diuretik jenis loop akan
beresiko terjadinya pembuangan natrium yang besar-besaran melalui ginjal sehingga Bpk.
Pry beresiko mengalami kekurangan natrium. Kondisi ini dapat diminimalkan dengan
pemantauan kadar natrium dalam plasma (Obrien & Chennubhotla, 2004).
Pengaruh diuretik dan interaksinya terhadap kerja jantung seperti skema di bawah ini:
digoksin
curah jantung
Aktivasi
simpatik
Aktivasi renin
angiotensin
ACE
inhibitor
-bloker
kontraktilitas &
laju denyut jantung
defisit energy
overload Ca2+
kerusakan miokard
remodeling jantung
spironolakton
kerja
afterload
AT
aldosteron
preload
diuretik
Arteri renalis
Retensi cairan
Vasokontriksi
arteri
Angiotensin II
Hidralazin, ISDN
Universitas Indonesia
144
(Aaronson & Ward, 2010)
Pembatasan cairan asupan cairan pada Bpk. Pry dapat menurunkan beban cairan di dalam
jantung dan pembuluh darah. Pembatasan pemberian cairan 1,5 liter/hari selama 12 minggu
bersamaan dengan diuretik dapat secara signifikan menurunkan edema. Hasil penelitian yang
dilakukan Philipson, et al, 2010 terhadap perbandingan pemberian cairan 1,2 liter-1,6 liter
dengan 1,6-1,7 liter selama 12 minggu pada pasien CHF menghasilkan perbedaan yang
cukup signifikan dalam menurunkan edema. Penelitian ini juga memaparkan hasil pemberian
garam 2-3 gram dalam sehari pada pasien CHF juga secara signifikan membantu
menurunkan edema.
beban
jantung
dan
pembuluh
darah
sehingga
dapat
patogen,
trauma,
destruksi
jaringan,
agen
farmasetikal,
kulit (luka) yang dialami oleh Bpk. Pry dan penurunan imunitas menjadi
faktor utama terjadinya infeksi pada Bpk. Pry. Kulit merupakan barier
pertama terhadap masuknya mikroorganisme karena kulit selain dilapisi
lapisan sel tipis yang rapat juga dilengkapi dengan sistem makrofag.
Universitas Indonesia
145
Rusaknya kulit seperti terjadinya luka lepuh pada Bpk. Pry telah
menigkatkan ruang port de entry mikroorganisme untuk masuk ke dalam
tubuh sehingga menimbulkan efek patogen (Price, 2003).
Faktor pencetus timbulnya luka yang dialami oleh Bpk. Pry adalah penyakit dibetes milletus
(DM) yang menadasari terjadinya kerusakan jaringan kulit dan otot. DM yang ditandai
dengan gangguan metabolit akibat penurunan insulin akan meningkatkan kadar glukosa
dalam darah mengaktivasi enzim aldose reduktase yang merubag glukosa menjadi sorbitol
yang kemudian akan dimobilisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi
sorbitol di dalam sel otot dan kulit menyebabkan keadaan hipertonik selluler sehingga
menimbulkan edema pada kulit. Akumulasi sorbitol juga mengakibatkan stress osmotik yang
akan merusak mitokondria. Hiperglikemia yang dialami oleh Bpk. Pry juga mengakibatkan
terbentuknya advance glycosilation end producs (AGEs) yang bersifat tokisk dan merusak
protein tubuh termasuk protein pada jaringan kulit dan otot sehingga menjadi rapuh dan
mudah rusak. Sorbitol dan AGEs juga mengurangi kemampuan kulit menurunkan radikal
bebas dan menurunkan pembentukan NO yang bersifat sebagai vasodilator. Dengan alasan
itulah jaringan luka yang dialami oleh Bpk. Pry mengalami kesulitan dalam proses
penyembuhan (Sudoyo, et al, 2006).
Kesulitan penyembuhan luka pada Bpk. Pry juga diakibatakan oleh faktor pembentukan
jaringan baru interleukin yang produksinya mengalami penurunan pada penderita DM.
Faktor interleukin juga akan ditunjang dengan memburuknya sistem sirkulasi pada penderita
DM yang ditandai dengan adanya penebalan dinding pembuluh darah akibat penumpukan
metabolik sorbitol dan berkurangnya vasodilator NO. memburuknya sistem sirkulasi akan
mengurangi jumlah aliran darah pada jarigan luka sehingga mengurangi ketersediaan oksigen
dan unsure nutrisi untuk proses penyembuhan (Price, 2003).
Universitas Indonesia
146
Salah satu tindakan yang sangat penting untuk mencegah terjadinya ineksi yang luas pada
Bpk. Pry adalah perawatan luka dengan prinsip aseptik dan antiseptik serta menggunakan
cairan antiseptik klorheksidin. Perawatan luka akan mengurangi jumlah mikroorganisme di
dalam luka yang berpotensi membentuk koloni dan bersifat patogen. Cairan antiseptik juga
merubah suasana jaringan luka menjadi tidak kondusif untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Jumlah mikrooragnisme pathogen yang menurun akan memungkinkan terjadinya granulasi
jaringan baru (Sudoyo, et al, 2006).
Selain perwatan luka pemberian antibiotic juga mempunyai peranan penting dalam
penyembuhan luka Bpk. Pry. Pemberian antibiotik dapat menghambat sintesis asam nukeat
mikroorganisme sehingga dinding mikroorganisme akan mengalami kerapuhan dan bocor.
Mikroorganisme sulit berkembang dan mudah mati. Pemberian antibiotic secara rasional
harus didahului oleh kultur jaringan. Pemberian yang tidak rasional akan menjadikan
mikroorganisme resisten dan akan semakin lebih kuat perkembanganya ( Sudoyo, et al,
2006).
Teratasinya infeksi pada Bpk. Pry akan mempunyai peranan yang sangat besar dalam
kemandirian memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena teratasinya infeksi akan mencegah
kerusakan kulit dan otot serta menghilangkan timbulnya sensasi nyeri saat beraktifitas.
D. Intoleransi aktifitas
Intoleransi aktifitas adalah ketidakcukupan energi secara fisiologi atau psikologis dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Faktor yang mengakibatkan masalah ini antara lain tirah
baring atau immobilisasi, kelemahan secara menyeluruh, ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen, dan gaya hidup yang menetap (NANDA dalam Wilkinson,
2005). Faktor utama yang mengakibatkan intoleransi aktifitas pada Bpk. Pry adalah
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dengan suplai. Ketidakseimbangan tersebut
Universitas Indonesia
147
karena penurunan CO dalam mencukupi kebutuhan darah dan oksigen di jaringan
(Ignativius, 2008). Munculnya intoleransi aktifitas pada Bpk. Pry didukung adanya tandatanda yang berupa;
dispnea. Intoleransi aktivitas terjadi karena adanya respon fisiologis gagal jantung kongesti
yang merubah/mematikan fungsi dari jantung primer dan respon dari bermacam-macam
beban kerja yang berlebihan dan aktivitas dari pasien terganggu karena kelelahan atau
kelemahan (Lewis,et al, 2008).
Tindakan keperawatan yang penting untuk memulihkan self care defisit adalah latihan secara
bertahap melalui fase rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan sekumpulan aktifitas yang yang
diperlukan untuk memperbaiki penyebab dasar penyakit, juga kondisi fisik, mental dan dan
social yang terbaik, sehingga pasien-pasien tersebut dengan upayanya sendiri dapat
mempertahankan atau mengembalikan kondisi terbaiknya (WHO dalam Zaret, 2005).
Rehabilitasi selain mengembalikan fungsi jantung juga meningkatkan tingkat toleransi aktifitas
dan menurunkan mortalitas dan morbiditas pasien secara bermakna. Rehablitasi dimaksudkan
untuk mengubah gaya hidup yang terintegrasi dengan pemakaian obat-oabatan secara teratur
sesuai anjuran serta mengefektifkan suppor psikososial dari keluarga dan lingkungan pasien.
Rehabilitasi dalam melakukan aktifitas selain untuk mengembalikan fungsi jantung juga untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien (Sighn, 2011).
Rehabilitasi yang dilakukan pada Bpk. Pry adalah tahap fase I (inhospital). Program ini
diberikan di ruang rawat inap sampai ruang rehabilitasi kardiovaskuler. Tujuan yang mau
dicapai pada fase rehabilitasi ini adalah untuk mengatasi akibat negatif tirah baring baik oleh
sakit jantungnya maupun pembedaha, menurunkan tingkat kecemasan, dan pasien mampu
melakukan aktifitas dasar sehari-hari Beberapa gerakan yang dilakukan pada fase ini adalah
gerakan pasif aktif dan aktif anggota gerak, duduk di tepi tempat tidur, berdiri di tepi tempat
tidur tidur, sampai latihan jalan beberapa meter (Zaret, 2005).
Universitas Indonesia
148
Hasil studi yang dilakukan Karamanoglu,et al (2011) terhadap 12 penderita CHF yang
mendapat latihan rehabilitasi terjadi perubahan resistensi pulmonalis 675 dyn.s.cm-5
mengalami penurunan rata-rata menjadi 91dyn.s.cm-5 (p < 0.05). Penurunan resistensi
pulmonalis dapat menjadi indikasi kuat terhadap penurunan beban pada jantung dan
peningkatan kemampuan cardiac output. Hasil analisis Mitkov (2010) efek latihan pada fase
rehabilitasi jantung terhadap cardiac output menunjukkan terjadinya kenaikan ejeksi fraksi
ventrikel kiri sebesar 30%-35% pada pasien gagal jantung yang dilakukan ergometer
exercise selama 2 minggu di rumah sakit selama 4-6 kali sehari selama 10 menit dilanjutkan
dengan 12 minggu di rumah. Selain peningkatan ejeksi fraksi juga terjadi peningkatan
cardiac output sebesar 22 mL.
Latihan rehabilitasi yang dilakukan terhadap Bpk. Pry selain dapat menaikkan ejeksi fraksi
juga dapat menurunkan biomarker penanda kerusakan jantung (keratin kinase). Hasil
penelitian yang dilakukan Massie, et al (2008) ditemukan adanya penurunan PH pada otot
dan penurunan fosfokreatin pada pasien-pasien yang dilakukan program latihan. Program
latihan pada pasien jantung mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
CO yang secara linier berhubungan dengan laju konsumsi O2 otot terutama akibat
peningkatan heart rate (HR) dan isi sekuncup (tidak terlalu besar). Laju denyut jantung akan
diikuti oleh akselerasi penurunan tobus vagal dan peningkatan letupan saraf simpatikserta
katekolamin dalam sirkulasi. Stimulasi adrenoreseptor jantung dari etupan saraf simpatik
akan meningkatkan kontraktilitas miokardium dan memungkinkan peningkatan pengosongan
jantung saat sistolik dan peningkatan aliran darah balik vena yang diperankan oleh kontraksi
otot. Peningkatan pengosongan jantung akan meningkatkan kinerja jantung dan mencegah
terjadinya kerusakan jantung lebih lanjut (Aaronson & Ward, 2010).
149
mengurangi tingkat ketergantungan Bpk. Pry terhadap bantuan darai orang lain seperti
keluarga dan perawat sehingga tercapai kemandirian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Daftar Pustaka
Aaronson,P.I & Ward,J.P. (2010). At a Glance Sistem Kardiovaskular, Jakarta; Penerbit Erlangga.
Alligood & Tomey. (2006). Nursing Theory. Mosby.
Black & Hawks (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Positive Outcome.
8 ed. St Louis Missouri : Elsevier Saunders.
Ignatavicius
& Workman. (2009). Medical Surgical Nursing ; Critital Thinking for
Collaburative Care. Vol.1.5ed. Missaouri : Sounders Elseiver .
Ignatavicius & Workman. (2010). Medical Surgical Nursing; Patient Centered Collaburative
care for Collaburative Care. 6ed. Missouri : Sounders Elseiver.
Karim, S. & Kabo. (2005). ECG. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Karamanoglu, Bennett, Sthlberg, Splett, Kjellstrm, Linde & Braunschweig.(2011).
Estimation of cardiac output in patients with congestive heart failure by analysis of right
ventricular pressure waveforms. BioMedical Engineering
Krumholz, H.M, Amatruda, J., Grace L. Smith,G.L., Mattera, J.A., Roumanis,S.A., Radford,
M.J., Crombie,P LCSW,& Vaccarino, V.(2002). Randomized Trial of an Education and
Support Intervention to Prevent Readmission of Patients With Heart Failure. Journal of the
American College of Cardiology.Vol 39.
LaMone, P. & Burke, K. (2008). Medical Surgical Nursing ; Critical Thinking in Client Care,
4ed, New Jersey : Pearson Education.
Lewis, Heitkemper, Dirkssen, O Brien, & Bucher . (2008), Medical surgical nursing: Assesment
and Management of Clinical Problem, Volume 2, USA : Mosby Elseiver.
Libby, Bonow, Mann & Zipes. (2008). Heart Disease; a Textbook of Cardiovascular Medicine.
Phyladephia; Saunder Elsevier
Lilly, L.S.(2009). Pathophysiology of Heart Disease. Boston; Lippincot & Wilkins
Universitas Indonesia
150
Massie, Conway, Rajagopalan, Yonge, Frostick, & Ledingham. (2005). Skeletal muscle
metabolism during exercise under ischemic conditions in congestive heart failure.
Evidence for abnormalities unrelated to blood flow. American Heart Association
Mitkov.
(2004).
Ejection
Fraction,
Arrhythmias,
Dyspnea,
and Functional Capacity in Congestive Heart Failure Patients. American Heart
Association.
Moser & Riegel.(2008). Cardiac Nursing; A Companion to Braunwalds Heart Disease.
Missouri; Saunders Elsevier.
Philipson H, Ekman I, Swedberg K, Schaufelberger M..(2005). A pilot study of salt and water
restriction in patients with chronic heart failure.EJC
Price, S.A. & Wilson, L.M. (2003). Pathophysiology: clinical concepts of disease processes.
Mosby.
Sudoyo, Alwi, Setihadi, Setiati & Simardibarata. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta :
Badan Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia..
Swaringen,P. (2007). Manual of Medical Surgical Nursing Care ; Nursing Intervension and
Collaburative Management. 8ed. Missouri : Mosby Elseiver.
Universitas Indonesia