Professional Documents
Culture Documents
Oleh
BAIQ ANNISA PRATIWI
H1A 011 010
Pembimbing :
Dr. Elly Rosila, Sp.KJ
Dr. Azhari C. Nurdin, Sp.KJ
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kasih karunia dan rahmat-Nya, sehingga referat dengan judul Body Dysmorphic
Disorder dapat diselesaikan dengan baik secara tepat waktu. Adapun referat ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran
Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram di Rumah Sakit Jiwa Mutiara
Sukma.
Saya berharap referat ini dapat menjadi media untuk memberikan
informasi yang berguna bagi pembaca baik teman-teman sejawat, kalangan medis
lain, maupun lapisan masyarakat umum.
Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai
pihak. Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih dan semoga referat ini dapat
bermanfaat.
Mataram, September 2015
Penulis
BAB I
2
PENDAHULUAN
Body Dysmorphic Disorder (BDD) telah dikenali dan dinamakan
dismorfobia lebih dari 100 tahun yang lalu. Walaupun dismorfobia dikenali dan
dipelajari secara luas di Eropa, tetapi tidak disebutkan secara spesifik didalam
kriteria diagnostik di Amerika Serikat, sampai diterbitkannya DSM III di tahun
1980 bahwa dismorfobia adalah suatu contoh dari gangguan somatoform atipikal.
Dalam DSM III-R dan DSM IV, keadaan ini dikenal sebagai Body Dysmorphic
Disorder, karena editor DSM berpendapat bahwa isitilah dismorfofobia secara
tidak akurat berarti adanya pola perilaku penghindaraan fobik.1
Pasien dengan Body Dysmorphic Disorder mempunyai perasaan subyektif
yang pervasif bahwa beberapa aspek penampilannya buruk padahal normal atau
nyaris baik. Inti dari gangguan ini bahwa pasien berkeyakinan kuat atau takut
kalau dirinya tidak menarik atau bahkan menjijikan. Ketakutan ini sulit diredakan
dengan menentraman atau pujian, meskipun penampilan pasien sangat normal.2
Pada dewasa muda gangguan ini bias ringan atau berat. Pikiran pasien
dapat menjadi preokupasi dengan cacat fisik khayal, dengan perasaan bahwa hal
itu memberi pengaruh buruk terhadap penampilannya, dan mencari dokter bedah
untuk memperbaikinya atau menarik diri secara sosial atau bahkan hanya berdiam
diri di dalam rumah. Meskipun dalam bentuk ringan cukup lazim terjadi,
etiologinya hanya sedikit yang diketahui, pola keluarga, biologi dan
penatalaksanaannya. Gangguan ini memiliki beberapa gambaran gangguan
obsesif-konpulsif. Adakalanya samapai pada taraf psikotik. Pemberian SSRI dapat
membantu pada beberapa pasien.3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Body Dysmorphic Disorder (BDD) atau Gangguan Dismorfik Tubuh
adalah suatu preokupasi dengan suatu cacat tubuh yang di khayalkan (sebagai
contohnya, tidak memiliki hidung) atau suatu penonjolan distorsi dari cacat yang
minimal atau kecil.1,4 Untuk dapatnya masalah tersebut dianggap sebagai suatu
gangguan mental, permasalahan harus menyebaban penderitaan yang bermakna
bagi pasien atau disertai dengan gangguan dalam kehidupan pribadi, sosial, dan
pekerjaan pasien.1
Body Dysmorphic Disorder adalah suatu preokupasi terhadap beberapa
kecacatan dalam penampilan yang dibayangkan, oleh orang yang sebenarnya
berpenampilan normal. Jika muncul sedikit kelainan fisik, orang tersebut akan
memerdulikannya secara berlebihan. Preokupasi dikaitkan dengan banyak
mengkonsumsi waktu ritual seperti memandang cermin. Mereka sering perawatan
dermatologis dan bedah kosmetik berbanding ke dokter jiwa. Kondisi ini mudah
diremehkan dan stigma.5
B. Epidemiologi
Body Dysmorphic Disorder ini keadaan yang sedikit dipelajari, sebagian
karena pasien lebih cenderung pergi ke dermatologis, internis, atau ahli bedah
plastik daripada ke psikiater. Usia onset paling sering adalah dari remaja sampai
dekade tiga yakni antara 15-30 tahun dan perempuan lebih sering terkena daripada
laki-laki. Gangguan ini lazim timbul bersamaan dengan gangguan jiwa lain. Satu
studi menemukan bahwa lebih dari 90% pasien dengan Body Dysmorphic
Disorder pernah mengalami episode depresif berat didalam hidup mereka, kirakira 70% pernah mengalami gangguan ansietas, dan kira-kira 30% pernah
mengalami gangguan psikotik.1,5,10
C. Komorbiditas
Komorbiditas dengan gangguan psikiatri lainnya biasanya umum terjadi.
Sekitar 80% orang dengan Body Dysmorphic disorder akan mengalami gangguan
depresif berat pada suatu waktu di dalam hidupnya. Sekitar 37% juga mengalami
fobia sosial dan sekitar 32% memenuhi kriteria ganggguan obsesif-kompulsif.
Gangguan makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa juga kadangkadang-kadang ditemukan. Hubungan terbesar nampaknya dengan gangguan
obsesif-kompulsif, tetapi pada gangguan tersebut preokupasi pikiran lebih
intrusive dan tidak alami daripada Body Dysmorphic Disorder.4 Karena terdapat
komorbiditas ini, sangat penting secara klinis untuk membedakan ketika Body
dysmorphic Disorder sebagai masalah utama dan komorbid akan menghilang jika
gangguan ini diterapi secara efektif.
Keadaan ini juga dihubungkan dengan gangguan waham, meskipun
berdasarkan defenisi cacat pada gangguan dismofik tubuh tidak memiliki
intensitas waham, istilah hipokondriasis monosimptomatik atau psikosis
hipokondrial monosimptomatik digunakan. Sebenarnya, intensitas seperti ini dapat
berubah-ubah seiring waktu sehingga gambaran klinisnya menjadi tumpang tindih
dengan Body Dysmorphic Disorder.4
D. Etiologi
Body Dysmorphic Disorder biasanya berkembang pada usia remaja, yang
menjelaskan bahwa gangguan ini muncul saat seseorang secara umum sangat
sensitif terhadap penampilan mereka. Seperti gangguan kecemasan dan somatik
lainnya, diduga penyebab gangguan ini adalah etiologi multifaktorial. Etiologi ini
mencakup kombinasi antara faktor biologikal, psikologikal, dan lingkungan.4
Faktor biologikal yang diduga berkontribusi pada gangguan ini adalah
genetik. Predisposisi genetik diperkirakan berperan sekitar 20% pada orang
dengan Body Dysmorphic Disorder yang memiliki sedikitnya satu anggota
keluarga yang juga memiliki gangguan sama. Hal ini masih belum jelas apakah
faktor genetik ini murni berdiri sendiri atau masih berhubungan dengan faktor
lingkungan karena belum ada studi khusus yang membahas tentang hal tersebut.
Beberapa penelitian memperkirakan riwayat gangguan obsesif-kompulsif pada
anggota keluarga juga berhubungan dengan Body Dysmorphic disorder.
Abnormalitas pada jalur serotonin dipostulasikan karena serotonin berperan dalam
regulasi kecemasan, fungsi memori, dan proses tidur. Hipotesis menyatakan
bahwa terjadi blok atau kerusakan di reseptor serotonin sehingga mencegah
serotonin untuk bekerja dengan efek yang sempurna pada orang dengan Body
Dysmorphic disorder. Walaupun hipotesis ini masih belum pasti dan tidak
spesifik, tetapi sebagian besar pasien dengan Body Dysmorphic disorder berespon
positif terhadap selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), yang di sisi lain
dapat mendukung teori tersebut. Disregulasi neurotransmitter lain seperti dopamin
dan gamma aminobutyric acid juga diperkirakan menjadi faktor yang
berkontribusi pada perkembangan gangguan ini.4
Faktor psikologikal dan lingkungan yang dapat berpengaruh antara lain
perilaku orang tua yang menekankan penampilan secara berlebihan pada anaknya.
Bullying yang berhubungan dengan penampilan pada masa kanak-kanak terjadi
pada sekitar 60% orang dengan Body Dysmorphic disorder. Kepribadian yang
dapat menjadi faktor yaitu perfeksionis, introversi, narsistik, dan kepribadian
skizoid. Kejadian seperti trauma fisik atau seksual, penolakan, tekanan akademik
maupun sosial saat remaja, dan pengaruh media dapat menjadi kondisi pemicu.4
E. Diagnosis
Diagnosis Body Dysmorphic Disorder membutuhkan preokupasi mengenai
defek khayalan terhadap penampilan atau penekanan yang berlebihan terhadap
sedikit defek. Preokupasi ini menyebabkan distress emosional yang signifikan
atau secara nyata mengganggu kemampuan mereka berfungsi dalam area
penting.1,4
Preokupasi dengan satu atau lebih kecacatan yang dirasakan atau kekurangan
dalam penampilan fisik yang tidak dapat diamati atau tampak sedikit berbeda
dengan yang lain.
F. Gambaran klinis
Permasalahan yang paling sering melibatkan kerusakan tubuh, khususnya
yang berhubungan dengan bagian spesifik tubuh (sebagai contoh hidung).
Kadang-kadang permasalahannya samar-samar dan sukar untuk dipahami, seperti
permasalahan yang ekstrim tentang dagu yang aneh. Satu penelitian
menemukan bahwa pada umumnya pasien memiliki permasalahan tentang empat
bagian tubuh selama perjalanan gangguan. Gejala penyerta yang sering adalah ide
yang menyangkut diri sendiri (ideas of reference) atau waham yang jelas
menyangkut diri sendiri (frank delusion of reference) biasanya tentang adanya
orang lain yang memperhatikan kerusakan tubuh, bercermin secara berlebihan
maupun
menghindari
penuaan
yang
menonjol,
dan
berusaha
untuk
reflektif lainnya.
Menyamarkan cacat yang dirasakan dengan pakaian, make-up, topi,
diperlukan.
Mencari kepastian tentang cacat atau mencoba untuk meyakinkan orang
orang
Merasa cemas dan sadar diri di sekitar orang lain karena cacat yang
dirasakan.
Rambut
19
63
Hidung
15
50
Kulit
15
50
8
Mata
27
Kepala, wajah
20
20
Bibir
17
Dagu
17
Pinggang
17
Gigi
13
Tungkai, lutut
13
10
10
Telinga
Pipi
Bokong
Penis
Leher
Dahi
Otot-otot wajah
Bahu
Panggul
G. Diagnosis Banding
Distorsi citra tubuh juga dapat terjadi pada anoreksia nervosa, gangguan
identitas jenis kelamin, dan beberapa tipe spesifik cedera otak. Body Dysmorphic
Disorder perlu dibedakan dari permasalahan normal tentang penampilan
seseorang. Ciri yang membedakan adalah bahwa orang dengan Body Dysmorphic
10
11
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A., Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis, Jilid 2, Binarupa Aksara, 2010; 81-85
2. Kusmawardhani A.A.A.A, Husain A.B, Adikusumo A, dkk. Buku Ajar
Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2010; 275-276
12
Psychiatr
Res.
2013;
47(10):
14831491.
doi:10.1016/j.jpsychires.2013.06.003.BDD 3
7. Katherine A, Phillips, Eric H., et al. Treating Body Dysmorphic Disorder with
Medication: Evidence, Misconceptions, and a Suggested Approach. Body
Image. 2010; 5(1): 1327. doi:10.1016/j.bodyim.2007.12.003.
8. Michelle C., William M., Kathryn F., Poonam M., Hillary C., Katherine A.P.,
Prevalence and clinical characteristics of body dysmorphic disorder in an adult
inpatient
setting.
Gen
Hosp
Psychiatry.
2011;
30(1):
6772.
doi:10.1016/j.genhosppsych.2007.09.004.
9. Taillon A. et al, Inference-Based Therapy for Body Dysmorphic Disorder.
Clinical Psychology and Psychotheraphy. 2011; 111. doi: 10.1002/cpp.767
10. Buchanan B., Body Dysmorphic Disorder: Identifying and Treating an
Invisible Problem. Australian Clinical Psychologist. 2015; 1(1): 2022
13