You are on page 1of 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Sejarah Forensik
Menurut Dr. Edmon Locard istilah forensik berasal dari bahasa Yunani

Forensis yang berarti debat atau perdebatan merupakan bidang ilmu


pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakkan keadilan
melalui proses penerapan ilmu.8 Sedangkan menurut beberapa pendapat lain
forensik berasal dari bahasa latin yaitu Forum yang berarti tempat atau lokasi
untuk melakukan transaksi.3,8
Sejarah mencatat Anthitius, seorang dokter di zaman Romawi kuno yang
pada suatu forum, semacam institusi peradilan waktu itu, menyatakan dari 21 luka
yang ditemukan pada tubuh maharaja Julius Caesar, hanya satu luka saja, yang
menembus sela iga ke-2 sisi kiri depan yang merupakan luka mematikan. 3,8 Dalam
perkembangan selanjutnya semakin banyak bidang ilmu yang dilibatkan atau
dimanfaatkan dalam penyidikan suatu kasus kriminal untuk kepentingan hukum
dan keadilan.8
Kriminalistik merupakan subdivisi dari ilmu forensik yang menganalisa
dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bukti-bukti biologis,
bukti jejak, bukti cetakan (seperti sidik jari, jejak sepatu, dan jejak ban mobil),
controlled substances (zat-zat kimia yang dilarang oleh pemerintah karena bisa
menimbulkan potensi penyalahgunaan atau ketagihan), ilmu balistik (pemeriksaan
senjata api) dan bukti-bukti lainnya yang ditemukan pada tempat kejadian perkara
(TKP). Kriminalistik dalam proses menganalisa dan menjawab pertanyaanpertanyaan yang muncul, menerapkan atau memanfaatkan ilmu-ilmu alam pada
pengenalan, pengumpulan/pengambilan, identifikasi, individualisasi, dan evaluasi
dari bukti fisik, dengan menggunakan metode/teknik ilmu alam di dalam atau
untuk kepentingan hukum atau peradilan.9

2.2

Sejarah Balistik
Balista adalah bahasa latin untuk busur raksasa. Meriam pertama kali

digunakan pada Pertempuran Crecy dan rancangan pistol pertama ditemukan pada
tahun 1326. Pada tahun 1350, meriam tangan pertama kali diizinkan untuk dibawa
di muka umum. Alexander John Forsyth dari Skotlandia menemukan bubuk
primer pertama pada tahun 1805. Pada tahun 1817, John Hall dari Amerika
Serikat menemukan dua penemuan. Gaspard Kollner dari Wina memberikan
kontribusi penting dengan menambahkan alur ke dalam laras senapan. Penemuan
berikutnya adalah dengan ditemukannya sistem selongsong. Sam Colt
menambahkan sentuhannya pada rancangan senjata api, dan sebuah senjata jenis
terbaru lahir, dengan menciptakan silinder beralur atau revolver.10
Pada awal abad ke-19 (1900-1930) senjata api mulai diproduksi secara
massal dan sejak saat itu juga ilmu senjata api dan peralatan identifikasinya diakui
oleh sistem peradilan di beberapa negara di seluruh dunia. Pengakuan oleh sistem
peradilan ini sebagian disebabkan oleh beberapa orang dari beberapa negara di
seluruh dunia yang melakukan penelitian dan percobaan dalam identifikasi
proyektil yang ditembakkan dan selongsong senjata api. Alur di dalam laras
menjadi standar dalam pembuatan senjata api oleh berbagai pabrikan pada masa
itu.10,11
Seorang pembuat senjata api atau para penegak hukum dapat mengatakan
apakah sebuah peluru yang ada di TKP tersebut terlalu besar untuk berasal dari
suatu senjata tertentu atau apakah alur pada laras cocok dengan yang ditemukan
pada peluru. Para ahli menduga bahwa mungkin ada tanda yang jelas atau
perbedaan khusus untuk setiap senjata api, namun tidak dapat dilihat begitu saja
oleh mata telanjang yang dibuat selama proses perakitan dan diperjelas dengan
penggunaan dan pemeliharaan oleh penggunanya. Memang, para ahli menemukan
perbedaan antara senjata api yang dibuat oleh produsen yang sama, bahkan antara
senjata yang satu dengan senjata lain yang dibuat oleh mesin yang sama. Seorang
profesor yang berasal dari Paris mulai memotret peluru yang ditemukan di TKP

dan peluru yang dikeluarkan dari senjata yang ada di TKP dan mencoba untuk
membandingkan mereka.11
Mikroskop ada pada menjelang akhir abad ke-19, tapi sulit untuk
membandingkan dua pembesaran secara bersamaan untuk melihat apakah terdapat
tanda kecil di peluru atau pada selongsongnya. Selama penyidik bisa meneliti satu
peluru pada satu waktu dengan mikroskop dan harus menyimpan gambaran itu
dalam ingatannya sampai ia meletakkan peluru pembanding di bawah mikroskop,
muncul risiko dimana penyidik akan kehilangan rincian atau kehilangan
perbandingan yang tidak ada.11
Charles E.Waite, seorang penyidik hukum, terlibat dalam kasus Stielow,
sebuah kasus pembunuhan yang berdasarkan kesaksian terjadi akibat kecerobohan
penggunaan senjata api. Charles Stielow didakwa dengan hukuman mati karena
melakukan pembunuhan, yang mana tidak sesuai dengan hasil penyelidikan
Waite, yang menyimpulkan revolver Stielow tersebut tidak bisa menembakkan
peluru yang menyebabkan kematian. Stielow kemudian diampuni dan
dibebaskan.11
Tidak lama setelah itu Waite mulai mengunjungi perusahaan pembuat
senjata api dan mulai membuat catatan tentang bagaimana amunisi dan senjata api
di produksi. Waite kemudian bergabung dengan Mayor Calvin Goddard, seorang
perwira di Korps Ordance; Phillip Gravelle, seorang ahli kimia; dan John Fisher,
seorang fisikawan untuk membentuk Biro Balistik Forensik di New York.
Keempat orang itu adalah ahli pertama yang mempelajari tentang identifikasi
senjata api.11
Pada pertengahan hingga menjelang akhir abad ke-19 ilmu senjata api dan
peralatan identifikasinya terus berkembang. Sebagai contoh, di Amerika Serikat,
Scientific Crime Detection Laboratory (SCDL) mulai beroperasi di Universitas
Northwestern pada akhir 1929 atau pada awal 1930 diikuti dengan pembentukan
Federal Bureau of Identification (FBI) Laboratorium pada tahun 1932. Selama
beberapa tahun kemudian, beberapa laboratorium mulai didirikan dan mulai

beroperasi, terutama di banyak kota-kota besar di Kanada, Inggris, dan Amerika


Serikat.12
Penyalahgunaan senjata api dalam kasus pidana, terutama di Amerika
Serikat sangat meningkat pada tahun 1960-an. Atas dasar kebutuhan untuk
bertukar informasi dan mempromosikan kelanjutan penelitian ilmiah di bidang
senjata api dan peralatan identifikasinya, sebanyak 36 orang mengadakan
pertemuan di Chicago, Illinois, pada bulan Februari tahun 1969 yang
diselenggarakan oleh Assosiation of Firearms and Toolmark Examiners (AFTE).
Pada akhir abad ke-19, ilmu senjata api dan peralatan identifikasinya terus
berkembang dengan lebih banyak ilmuwan forensik yang bergabung sebagai ahli
pemeriksa senjata api dan jejak senjata yang disebabkannya. Perkembangan
berkelanjutan dari sistem komputerisasi pada ilmu senjata api telah memberikan
manfaat

yang

sangat

besar

hingga

terbentuknya

Integrated

Ballistics

Identification System (IBIS). Di Amerika Serikat, unit IBIS di laboratorium


forensik terhubung dalam jaringan nasional dan membentuk National Integrated
Ballistics Identification Network (NIBIN). Sistem serupa juga ditemukan di
Kanada dan beberapa negara di Eropa. Menggunakan teknologi komputer yang
canggih, memungkinkan sistem IBIS untuk menangkap gambar digital dari peluru
yang ditembakkan dan selubung selongsong yang dianalisa untuk memberikan
daftar kemungkinan bagi para pemeriksa.12
Pada masa ini, senjata memiliki cara identifikasi yang unik berdasarkan
pabrikannya. Misalnya, Colt menghasilkan pola alur memutar ke kiri sedangkan
pada Smith and Wesson menghasilkan alur memutar ke kanan. Kebanyakan
senjata memiliki 4 sampai dengan 8 alur, namun yang paling umum memiliki 6
alur. 3,10
Senjata dapat dianalisa dengan cara yang berbeda. Cara yang paling umum
digunakan adalah dilakukan pemeriksaan Gun Shot Residue (GSR) yang
merupakan sisa partikel yang tidak terbakar dari primer dan bubuk mesiu. 3 GSR
mengandung antimon, barium dan timah dalam jumlah besar. Substansi lain yang
mungkin ditemukan adalah aluminium, belerang, timah, kalsium, kalium, silikon,

dan klorin. Selain pemeriksaan GSR, selubung selongsong juga dianalisis.


Selubung biasanya terbuat dari kuningan yang merupakan campuran 70%
tembaga dan 30% seng. Selubung juga mungkin dilapisi oleh nikel. Kuningan
bagus dijadikan sebagai bahan pembuat selubung karena dapat mempertahankan
sidik jari dalam waktu lama terutama ketika menggunakan cairan pembersih.
Senjata dapat diidentifikasi melalui kaliber, yang merupakan diameter dari sisi
dalam laras atau diameter dari peluru. Senjata buatan Eropa ditandai dengan
millimeter. Peluru dengan tipe berbeda digunakan untuk tujuan yang berbeda.
Senjata dan peluru diperiksa untuk melihat jejak penggunaan obat-obatan, rambut,
serologi (darah), jaringan, dan serat.10
2. 3

Pengertian Balistik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) balistik merupakan ilmu

tentang gerak atau dorongan proyektil (peluru meriam yang ditembakkan, peluru
kendali yang diluncurkan, dan sebagainya) termasuk proses dan kekuatannya. 7
Jack Claridge mengatakan dalam tulisannya yang berjudul Ballistics: The Use
and Study of Firearms, bahwa balistik merupakan bagian ilmu forensik yang
berhubungan dengan senjata api; bagaimana senjata tersebut digunakan, mengapa
senjata tersebut digunakan dan mengapa senjata tersebut sering digunakan dalam
praktik pembunuhan.14
Balistik merupakan bagian yang sangat penting dari dunia ilmu Forensik
dan terbukti banyak digunakan dalam memecahkan masalah kriminal. Dalam
beberapa kasus, penelitian balistik dapat membuktikan hubungan diantara banyak
kasus berbeda dalam jangka waktu yang panjang.14 Balistik forensik merupakan
salah satu cabang dari kriminalistik. Balistik forensik merupakan ilmu yang
menganalisa penggunaan senjata api dalam kriminalitas; yang melibatkan analisa
perjalanan peluru keluar dari laras, di udara hingga menuju target. Meski hal ini
tidak menjamin bahwa suatu peluru berasal dari suatu senjata api tertentu, lebih
mudah untuk mengidentifikasi produsennya/pabriknya.14

Wilayah ilmu balistik dapat mengidentifikasi pola alur, jejak yang


disebabkan oleh peredam, selongsong peluru, bubuk mesiu, dan banyak wilayah
berbeda lainnya yang berhubungan dengan penggunaan senjata api dan bukti yang
ditinggalkannya. Memang sebagian ahli balistik dapat memberitahu tentang
beberapa jenis senjata dari suaranya saat ditembakkan. Mereka juga dapat
memperkirakan jarak dan uji kedalaman yang termasuk rangkaian penembakan ke
dalam air, pasir, dan berbagai tempat lainnya untuk memperkirakan seberapa
dekat seseorang untuk dapat menerika luka tembak dari sebuah senjata.13
2. 4

Ruang Lingkup Balistik


Ilmu tentang senjata api dan balistik senjata api sering dibagi menjadi

balistik internal (balistik dalam), balistik eksternal (balistik luar), dan balistik
terminal (balistik akhir).15
1. Balistik Dalam
Balistik dalam adalah suatu ilmu yang mempelajari semua kejadian
proyektil pada saat mulai dinyalakan sampai pada saat proyektil keluar
dari mulut laras.
2. Balistik Luar
Balistik luar adalah suatu ilmu yang mempelajari keadaan peluru beserta
faktor-faktor yang mempengaruhinya di dalam udara bebas setelah keluar
dari mulut laras hingga mengenai target.
3. Balistik Akhir
Balistik akhir adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang pola atau
bentuk tingkah laku dari suatu peluru atau proyektil dan pecahannya
(fragmentasi) pada sasaran serta tentang efeknya, tetapi bukan berbicara
tentang pengaruh luka yang diakibatkan oleh unsur kimia atau racun. Pada
sasaran nantinya kita banyak berhubungan dengan bagaimana menentukan
presentase mengenai target (Probability of Hit) dan menghitung presentase
membunuh (Probability of Kill) dari peluru yang ditembakan ke sasaran.14
2. 5

Identifikasi Senjata Api

Banyak orang tidak menyadari bahwa saat seseorang mendapat luka


tembak dan kondisi korban dapat menjelaskan banyak tentang sifat senjata yang
digunakan. Kebanyakan senjata api memiliki ciri khas mereka sendiri dan bahkan
jika senjata sudah tidak ada di TKP, banyak informasi yang dapat ditentukan dari
peluru, sifat luka, dan residu yang tersisa disekitarnya.13
A.

Senjata api 15
Di Inggris, Firearms Act 1968 menjelaskan senjata api sebagai senjata

berlaras yang mematikan dilihat dari sudut manapun dengan peluru yang dapat
diisi ulang. Penjelasan ini mencakup 4 kelas senjata, yaitu senjata api, senapan,
senjata terlarang dan senjata angin.15
1. S1-Senjata Api
Bagian ini mencakup berbagai macam senjata api, termasuk Bolt action
(senjata yang membutuhkan pengisian manual dengan menarik kokang).
2. S2-Senapan
Senjata ini diklasifikasikan sebagai senjata dengan panjang laras lebih
kurang 24 inchi dan diameter maksimal 2 inchi. Tidak memiliki tempat
peluru atau tempat peluru yang tidak bisa dilepas dan tidak bisa menahan
lebih dari dua selongsong, dan juga tidak termasuk revolver. Apapun selain
yang dikategorikan di atas termasuk senjata S5.
3. S5-Senjata Terlarang
Bagian ini termasuk senjata api yang disamarkan menjadi objek lain
seperti roket dan amunisi yang belum dikategorikan sebelumnya.
4. Senjata angin
Bagian ini menggunakan udara bertekanan tinggi untuk mendorong
proyektil kebawah dan keluar dari ujung laras.

Semua kategori diatas dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian, yaitu:15
1. Semi-otomatis
Setelah terkokang, senjata ini akan mengisi dirinya dari magazine (tempat
peluru), yang dapat menyimpan hingga 33 putaran. Hal ini memungkinkan
untuk isi ulang cepat dan menembak dengan cepat.
2. Revolver

Sebuah revolver adalah jenis pistol yang memiliki amunisi dalam silinder
berputar, mencapai 5 hingga 7 tembakan. Setelah masing-masing
ditembak, silinder diputar dan tembakan berikutnya bisa dilepaskan. Laras
relatif pendek yang berarti itu cukup akurat dan memiliki waktu isi ulang
yang relatif lambat
3. Rifle
Pada dasarnya laras senjata api terutama dirancang untuk digunakan
kisaran yang relatif panjang dalam perang atau berburu . Senapan yang
tersedia sebagai tembakan tunggal, self-loading, manual, bolt action atau
otomatis, meskipun paling sering ditemui adalah self-loading. Bentuk lain
dari senapan serbu adalah laras senapan lebih pendek, yang biasa
digunakan dalam militer .
4. Submachine Gun (SMG)
Sebuah senjata pengisian cepat, tersedia sebagai tembakan tunggal atau
sepenuhnya otomatis. SMG adalah senjata dengan tempat peluru yang
dapat menampung hingga sekitar 100 putaran, kelebihan yang dirancang
untuk dapat menembak terus menerus.
5. Machine Gun
Ini memiliki tingkat ketepatan yang sangat tinggi dengan waktu isi ulang
yang cepat dan kekuatan besar. Senjata jenis ini hanya biasanya digunakan
dalam militer.
6. Shotgun
Senjata dengan laras bagian dalam beralur halus dengan jarak dekat dan
akurasi rendah. Senjata ini dapat menembakkan sejumlah jenis amunisi.
Meskipun ada banyak jenis senapan, laras tunggal atau laras ganda yang
adalah jenis yang paling sering ditemui. Senapan laras tunggal dapat
menembakkan peluru tunggal, self-loading atau secara manual. Laras
biasanya

panjang

tapi

kadang-kadang

bisa

diperpendek

hingga

menghasilkan efek gergaji agar senapan untuk membantu penyembunyian


cirri khasnya. Akhir laras mungkin sedikit meruncing untuk mengurangi

10

tembakan menyebar saat meninggalkan moncong senjata api. Efek ini


dikenal sebagai choke .
B. Peluru15
Salah satu metode utama mengkategorikan peluru didasarkan pada kaliber
mereka. Kaliber mengacu pada diameter peluru, yang dapat dinyatakan dalam
berbagai

istilah,

termasuk

milimeter

(sistem

metrik),

inci

(sistem

kekaisaran/kerajaan) atau per 100 inci (sistem Amerika). Sebagai contoh, sebuah
peluru 9mm juga dapat disebut sebagai peluru 0,35 inci atau kaliber 0,35. Namun
harus dipertimbangkan bahwa kaliber peluru tidak selalu membuktikan kaliber
senjata yang digunakan untuk menembak.
Peluru umumnya terdiri dari logam, meskipun zat seperti plastik atau karet
dapat digunakan. Inti dari peluru yang paling umum terdiri dari timah, karena
sangat padat dan namun mudah dibentuk. Namun ini juga berarti bahwa hal itu
akan mudah berubah bentuk pada target, oleh karena itu sering dikombinasikan
dengan bahan lain, yang paling sering tembaga, timah atau antimon, untuk
memastikan akan menahan tekanan dan tidak berubah bentuk begitu mengenai
target.
Penggunaan peluru timah juga dapat menyebabkan masalah di mana
gesekan antara peluru dan laras akhirnya menyebabkan akurasi kurang. Oleh
karena itu tembaga sering digunakan sebagai jaket peluru untuk mengurangi efek
tersebut. Untuk alasan ini peluru sering dikombinasikan dengan logam lain seperti
tembaga, timah atau antimon untuk memperkuat proyektil. Pelumasan juga dapat
diterapkan pada permukaan peluru.
Sebuah lapisan peluru yang terbuat sepenuhnya dari metal melibatkan
logam seperti tembaga yang digunakan untuk menutupi seluruh permukaan luar
dari peluru. Peluru berlapis penuh sering menampilkan akurasi tinggi dan
penetrasi baik saat mengenai target. Beberapa peluru semi-berlapis, setengah
tembaga dengan ujung timah berongga atau tumpul. Peluru juga dapat tidak

11

berlapis, meskipun proyektil tersebut memiliki kecepatan rendah dan tidak dapat
menembus lebih dalam.
C. Selongsong15
Pemeriksaan selongsong, tepatnya pada kasus logam yang berisi peluru,
propelan dan primer, dapat memberikan informasi penting untuk penyelidikan.
Komposisi sebagian besar selongsong berupa kuningan, paduan seng dan
tembaga, yang ideal karena kepadatan yang rendah, meskipun logam lainnya
dapat digunakan. Mirip dengan kaliber, chambering mengacu pada bentuk dan
ukuran selongsong. Primer modern umumnya terdiri dari timbal, barium nitrat dan
sulfida antimon, meskipun bahan yang digunakan dapat bervariasi. Propelan,
sering disebut sebagai "mesiu", merupakan campuran eksplosif yang dirancang
untuk menyalakan dan menghasilkan gas yang cukup panas untuk memaksa
proyektil dari senjata api.
D. Alur Laras15
Selama proses pembuatan laras senjata api, serangkaian spiral dan alur
diproduksi di sepanjang bagian dalam laras, yang dikenal sebagai rifling atau alur
laras. Saat peluru melewati laras, alur ini menyebabkan proyektil untuk berputar,
meningkatkan stabilitas dan akurasi ketika menciptakan tanda karakteristik pada
peluru itu sendiri. Peluru sering dilihat berdampingan menggunakan mikroskop
perbandingan, memungkinkan pola alur dibandingkan dan dilihat kemiripannya.
Jenis dan jumlah alur spiral, pengukuran alur, dan apakah mereka memutar searah
jarum jam atau berlawanan arah jarum jam dapat membantu mempersempit
pencarian senjata yang digunakan.
E. Nomor Seri15
Selama proses pembuatan, senjata api diproduksi secara legal dan dicap
dengan nomor seri unik untuk identifikasi, biasanya pada laras atau gagang.
Meskipun penjahat mungkin mencoba untuk menghapus nomor seri untuk
menghindari senjata yang ditelusuri, masih memungkinkan untuk mengembalikan

12

nomor seri ke keadaan di mana mereka dapat dibaca. Berbagai teknik dan reagen
telah digunakan untuk berhasil mengembalikan nomor asli tersebut.
Fry Reagen adalah zat yang terdiri dari asam klorida, tembaga ( II )
klorida, etanol dan air, yang biasa digunakan pada besi dan baja. Reagen lain yang
tersedia untuk digunakan pada jenis logam. Awalnya logam dipoles untuk
melicinkan permukaan, proses yang dengan sendirinya dapat mengembalikan
sebagian beberapa digit. Setelah ini, menggunakan reagen etsa menggunakan
kapas untuk kasus nomor seri yang terhapus oleh goresan. Proses ini dapat
diulang sampai seluruh nomor seri dipulihkan. Namun metode etsa bisa sangat
memakan waktu dan jelas dapat merusak bukti.
Sebuah metode alternatif untuk memulihkan nomor seri pada besi atau
baja adalah metode Magnaflux. Seperti dalam metode etsa kimia, yang pertama
kali adalah membersihkan permukaannya. Sebuah magnet kemudian ditempel di
daerah belakang dan campuran serbuk besi dicampur dalam minyak ditambahkan
ke permukaan yang telah dibersihkan sebelumnya. Serbuk besi ini akan mengatur
diri mereka sendiri untuk memvisualisasikan setiap digit yang terhapus. Teknik ini
sangat bermanfaat karena sifatnya non-destruktif, namun tidak efektif pada semua
jenis logam.
F. Residu Tembakan13,15
Peluru mengandung campuran mesiu dan bahan peledak yang tidak
berasap ini meninggalkan jejak terbakar pada kulit korban baik yang terluka
maupun yang terbunuh, bahan ini juga meninggalkan residu halus pada jari-jari
dan tangan individu yang menembakkan pistol sehingga mudah terdeteksi.
G. Penentuan Jarak15
Ketika senjata habis, berbagai residu tembakan akan dikeluarkan ke setiap
permukaan di dekatnya. Pemeriksaan residu tembakan telah digunakan dalam
menentukan jarak dari mana senjata api itu digunakan. Misalnya, semakin dekat
senjata api dengan target, dalam teori, pola residu tembakan lebih terkonsentrasi
padatarget, sedangkan tembakan dari jarak yang lebih jauh akan menghasilkan

13

pola yang lebih luas sehingga jejak residu pada target juga semakin tidak
terdeteksi. Penelitian juga telah dilakukan ke dalam studi komposisi kimia dari
residu tembakan dalam menentukan jarak tembak. Teknik analisis telah digunakan
untuk menganalisis komposisi unsur dari tembakan residu yang dihasilkan selama
penggunaan senjata api pada jarak yang berbeda-beda. Upaya telah dilakukan
untuk menghasilkan model matematika dimana jarak tembak dapat ditentukan
berdasarkan unsur-unsur dan jumlah relatif yang ditemukan pada residu yang
ditemukan. Namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan residu tembakan
dalam menentukan jarak tembak hanya dapat memberikan perkiraan jarak
terdekat.

14

You might also like