Professional Documents
Culture Documents
ASI EKSLUSIF
Dalam upaya meningkatkan pemberian ASI eksklusif, yang terutama ditingkatkan adalah
Menyusui ASI Eksklusif. Menurut petunjuk Bina Gizi Masyarakat, pengertian ASI
eksklusif adalah hanya ASI sampai bayi berumur 4 bulan dan diberikan kolostrum yang
diberikan kepada anak < 4 bulan. Untuk mengetahui anak/bayi tersebut menyusui ASI
eksklusif atau tidak, ditelusuri dari anak menyusu ASI/tidak menyusui. Dari anak yang
menyusu, ditelusuri anak yang hanya diberi ASI saja dan diberi makan/minum, kemudian
anak tersebut dalam 24 jam hanya diberi ASI.
Dari definisi ini, telah diperoleh gambaran bahwa bayi yang < 1 bulan, proporsi menyusu ASI
ekslusif justru lebih rendah dari bayi umur 1 bulan. Proporsi ini terjadi di daerah perkotaan
dan di pedesaan. Hal ini kemungkinan karena ibu-ibu dalam masa kini banyak melakukan
kegiatan untuk memperoleh tambahan pendapatan keluarga. Hal ini didasarkan pada hasil
analisis asosiasi bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif mempunyai hubungan dengan
kegiatan yang dilakukan oleh ibu.
Proporsi pemberian ASI eksklusif di perkotaan dan pedesaan untuk umur bayi < 13 bulan
cenderung tidak jauh berbeda. Hal ini kemungkinan terjadi karena para ibu di desa dan di
kota telah sama-sama terpapar oleh media, sehingga pengetahuan dan kepedulian mereka
terhadap bayi untuk menyusui cukup besar.
Jumlah anak umur 04 tahun dalam keluarga tampaknya mendukung pemberian ASI
eksklusif oleh para ibu. Hal ini didasarkan pada hasil uji regresi bahwa jumlah anak 12
dalam keluarga mempunyai pengaruh dibandingkan dengan keluarga yang tidak mempunyai
12 anak.
Berdasarkan umur, proporsi pemberian ASI eksklusif tampak cukup bervariasi dari umur < 1
bulan sampai umur 3 bulan. Hal ini yang menunjukkan bahwa bayi yang berumur 2 bulan
mempunyai kemungkinan untuk diberi ASI eksklusif 4 kali dibandingkan dengan yang tidak
berumur 2 bulan, tertinggi dibandingkan dengan kemungkinan pada umur 1 bulan dan 3 tiga
bulan.
Sementara itu, proporsi pemberian ASI eksklusif berdasarkan kategori lokasi (di perkotaan, di
pedesaan, di desa tertinggal, dan di desa tak tertinggal), tidak terjadi perbedaan yang cukup
tajam. Hal ini kemungkinan terjadi karena pengaruh modernisasi di desa-desa sehingga para
ibu kurang menyadari pentingnya pemberian ASI eksklusif. Di samping itu, telah terjadi
peningkatan iklan susu buatan yang secara gencar memasarkan produk susunya sebagai
pengganti ASI.
Dalam pemberian ASI ekslusif, walaupun ada kecenderungan bahwa yang pengeluaran ratarata sebulannya tinggi, rata-rata pengeluaran untuk makan tinggi, dan penghasilan bersih dari
pekerjaan utama tinggi, tampaknya tidak mempunyai pengaruh langsung pada kemungkinan
pemberian ASI eksklusif. Hal ini terbukti dengan tidak adanya pengaruh yang bermakna pada
menyusui ASI ekslusif dengan variabel pertolongan pertama/kedua waktu melahirkan,
terpaparnya dari media radio, TV, serta membaca koran. Oleh karena itu, tampaknya masih
diperlukan informasi dari sumber lain mengenai faktor-faktor yang menentukan ibu-ibu
dalam menyusui ASI, khususnya ASI eksklusif.
Kebijakan-kebijakan Pemerintah RI sehubungan penggunaan ASI Eksklusif
1. Inpres No.14/1975 Menko Kesra selaku koordinator pelaksana menetapkan bahwa
salah
satu program dalam usaha perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.
2. Permenkes No.240/1985 Melarang produsen susu formula untuk mencantumkan kalimatkalimat promosi produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih
baik mutunya daripada ASI.
3. Permenkes No.76/1975 Mengharuskan produsen susu kental manis (SKM) untuk
mencantumkan pada label produknya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan warna
tulisan merah dan cukup mencolok.
4. Melarang promosi susu formula yang dimaksudkan sebagai ASI di semua sarana pelayanan
kesehatan.
5. Menganjurkan menyusui secara eksklusif sampai bayi berumur 4-6 bulan dan
menganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
6. Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun swasta.
7. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas tersebut
terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.
8. Pencanangan Peningkatan Penggunaan ASI oleh Bapak Presiden secara nasional pada
peringatan Hari Ibu ke-62 (22Desember1990).
9. Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di semua rumah sakit, rumah
bersalin dan puskesmas dengan tempat tidur.
Kesimpulan
1. Pola pemberian ASI eksklusif pada bayi umur < 12 bulan relatif cukup tinggi,
sedangkan yang berumur 3 bulan relatif cukup rendah, baik secara keseluruhan
ataupun yang dibedakan menurut perkotaan dan pedesaan.
2. Proporsi pemberian ASI ekslusif pada bayi berumur 2 bulan relatif cukup besar, baik
di perkotaan maupun di pedesaan, dan mulai menurun pada umur tiga bulan.
3. Proporsi bayi yang menyusu ASI eksklusif mulai umur < 1 bulan sampai 2 bulan
relatif cukup besar, baik secara keseluruhan maupun berdasarkan pedesaan dan
perkotaan, serta rendah proporsinya pada umur 3 bulan. Proporsi pemberian ASI
ekslusif pada bayi umur 3 bulan di perkotaan lebih rendah dibandingkan di pedesaan.
4. Berdasarkan hal ini adanya hubungan antara sosial ekonomi, semuanya
menggambarkan proporsi pemberian ASI eksklusif pada semua tingkatan yang relatif
cukup besar dibandingkan dengan yang tidak eksklusif.
5. Faktor sosial ekonomi, demografi, pelayanan kesehatan, dan paparan media, yaitu
umur bayi, tingkat pendidikan yang ditamatkan, dan jumlah anak 04 tahun dalam
keluarga.
Saran
1. Diperlukan penyuluhan yang intensif melalui komunikasi langsung oleh petugaspetugas kesehatan di desa: bidan desa, kader-kader Posyandu, dan dalam pertemuan
instrumen kelompok ibu-ibu tentang ASI eksklusif.
2. Diperlukan penyuluhan yang rinci tentang cara-cara menambah makanan tambahan
pada ibu-ibu untuk menjamin kecukupan gizi pada waktu menyusui.
3. Berhubung rendahnya pemberian ASI eksklusif kepada bayi berumur kurang 1 bulan
dibandingkan yang berumur 1 bulan, diperlukan informasi lebih lanjut mengenai
penyebab terjadinya hal ini.
V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
1. Mengembangkan KIE: Meningkatkan penyuluhan dan promosi dengan
mengembangkan KIE yangspesifik melalui metode dan media yang sesuai dengan
sasaran, antara lain :seminar/lokakarya, pelatihan, kampanye, siaran melalui media
elektronik,media cetak, dll.
2. Menggerakkan pengusaha: Advokasi dan sosialisasi kepada dunia usaha agar
memberikan dukungankepada pekerja wanita yang menyusui bayinya dengan
memberikan izinuntuk memerah susunya serta menyediakan ruang khusus untuk
memerasASI yang dilengkapi dengan tempat penyimpanan ASI sementara (ASI
hormone bernama oksitosin yang berfungsi merangsang keluarnya ASI dari payudara.
Sementara itu bagi bayi, dengan adanya kontak kulit akan menstabilkan sistem pernapasan
juga aliran darah. Selain itu, saat bayi diletakkan di kulit ibu, maka ia akan menjilati kulit dan
memungkinkan ia menelan bakteri yang baik yang terdapat di kulit ibu. Secara tidak langsung
ia akan membentuk koloni bakteri baik di ususnya yang akan menyaingi bakteri jahat.
Peraturan terbaru menetapkan, ibu yang melahirkan wajib memberikan Air Susu Ibu (ASI)
secara eksklusif selama 6 bulan sejak anaknya lahir. Kenapa pemberian ASI eksklusif wajib
selama minimal 6 bulan?
Pemerintah menjamin perlindungan bagi para ibu yang akan melaksanakan kewajibannya
tersebut.
Kewajiban untuk memberikan ASI Eksklusif tercantum pada pasal 6 Peraturan Pemerintah
(PP) nomor 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif yang ditetapkan pada 1 Maret 2012.
Bunyinya adalah sebagai berikut, seperti ditulis Selasa (3/4/2012).
Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada bayi yang
dilahirkannya.
Kenapa harus minimal 6 bulan?
Pemerintah mengikuti rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menyarankan ibu
menyusui bayinya selama 6 bulan penuh untuk menghindari alergi dan menjamin kesehatan
bayi yang optimal.
ASI Eksklusif perlu diberikan selama 6 bulan karena pada masa itu bayi belum memiliki
enzim pencernaan yang sempurna untuk mencerna makanan atau minuman lain. Terlebih
semua jenis nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi sudah bisa dipenuhi dari ASI.
Tujuan pemberian ASI Eksklusif seperti tertulis dalam penjelasan PP tersebut adalah
melindungi bayi dari risiko infeksi akut seperti diare, pneumonia, infeksi telinga,
haemophilus influenza, meningitis dan infeksi saluran kemih. ASI Ekslusif juga melindungi
bayi dari penyakit kronis di masa depan seperti diabetes melitus tipe 1.
Menyusui bayi juga berhubungan dengan penurunan tekanan darah dan kolesterol serum
total, penurunan prevalensi diabetes melitus tipe 2 dan juga obesitas saat remaja dan dewasa.
Sementara bagi ibu, menyusui dapat menunda kembalinya kesuburan dan mengurangi risiko
perdarahan pasca melahirkan, kanker payudara, pra menopause dan kanker ovarium.
ASI Ekslusif diberikan selama 6 bulan pertama sejak bayi dilahirkan, tanpa diberi tambahan
makanan atau minuman apapun. Saat memasuki usia 6 bulan, bayi baru diperkenalkan pada
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sedangkan pemberian ASI tetap diteruskan hingga bayi
berusia 2 tahun.
Bila bayi diberi ASI eksklusif 6 bulan penuh, akan mengurangi kemungkinan ibu untuk hamil
lebih dini. Ibu yang menyusui dengan ASI biasanya juga lebih cepat mengembalikan postur
tubuhnya seperti sebelum hamil. Selain itu juga mengurangi kemungkinan kerapuhan pada
tulang ibu.
KEBIKAN TERKAIT PEMBERIAN ASI
ASI saja sampai 6 bulan untuk keuntungan yang optimal bagi ibu dan bayi.
Namun demikian ada beberapa rekomendasi dan catatan penting yang
diungkapkan dalam kajian tim pakar tersebut. Pertama rekomendasi
ini bisa dicapai bila masalah-masalah potensial seperti
status gizi ibu hamil dan laktasi, status mikronutrien (zat
besi, seng dan vitamin A) bayi dan pelayanan kesehatan
dasar rutin bagi bayi (pengukuran pertumbuhan dan
tanda klinis defisiensi mikronutrien) sudah berhasil
diatasi. Bila hal ini belum tercapai maka mungkin akan
timbul masalah seperti terjadinya
growth faltering
pada
bayi ibu laktasi yang memaksakan memberikan ASI
eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Kedua,
perlunya pemberian makanan pendamping ASI yang
tepat dan memperkenalkan makanan bergizi yang
adekuat dan aman dalam hubungannya dengan
pemberian ASI selanjutnya. Dalam hal ini perlu dikaji
makanan pendamping ASI yang tepat termasuk sesuai
dengan kondisi gizi dan umur bayi. Rata-rata pemberian
ASI eksklusif di Indonesia hanya 1,7 bulan maka perlu
diberikan petunjuk yang jelas mengenai makanan
pendamping apa saja yang dapat diberikan. Ketiga,
kondisi yang dibutuhkan untuk menerapkan kebijakan
ini adalah pemberian dukungan sosial dan gizi yang
adekuat untuk ibu yang sedang menyusui. Penerapan
ASI eksklusif 6 bulan harus didukung oleh berbagai
kebijakan seperti cuti untuk ibu menyusui, undangundang pemasaran susu formula, sanksi untuk iklan
susu formula, sanksi untuk bidan yang memberikan dan
mengenalkan susu formula ke
pada bayi, dan peningkatan
kualitas
ante-natal care
.
Kajian Implementasi IMD.
Edmond, dkk. menyebutkan
bahwa menunda inisiasi menyusu akan meningkatkan
kematian bayi.
1
Artinya bidan
yang bersikap positif akan lebih besar kemungkinannya
dijelaskan definisi dari peristilahan yang dipakai dalam
Kepmenkes tersebut mencakup istilah pengganti air
susu ibu, makanan pendamping ASI, susu formula bayi,
susu formula lanjutan, bayi, botol, dot, pemasaran, dan
promosi. Bab II menegaskan bahwa pengganti ASI
hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan persetujuan
dari Ditjen POM Depkes RI.
24
Analisis konteks.
Ditinjau dari segi konteks, tampaknya
peraturan-peraturan yang dibahas dalam analisis ini
masih terlepas dari konteksnya baik konteks individu,
keluarga, masyarakat, maupun institusi. Dalam pelaksanaan di lapangan, faktor konteks atau lingkungan
memainkan peran yang sangat penting dan menentukan
keberhasilan pelaksanaan ASI eksklusif. Studi-studi
Dari
segi peraturan ketenagakerjaan (Undang-Undang
Ketenagakerjaan No.13/2003 Pasal 81),
29
lama cuti
hamil dan melahirkan hanya 3 bulan. ini tentu tidak
cukup bagi pelaksanaan ASI eksklusif 6 bulan kecuali
jika difasilitasi dengan instrumen penyimpan ASI baik
di rumah maupun di tempat kerja.
Situasi sosial-ekonomi masyarakat juga penting
mendapatkan perhatian. Terutama yang harus dicermati
fenomena pergeseran norma sosial dan kultural terkait
pemberian ASI eksklusif, fenomena massifikasi dan
kesetaraan pendidikan tinggi, dan variasi serta jurang
sosial-ekonomi pada berbagai kelompok masyarakat
baik di wilayah urban maupun pedesaan. Gencarnya
pemasaran susu formula melalui kampanye terselubung,
yaitu sebagai hadiah kepulangan ibu dan bayi dari
fasilitas persalinan dilaporkan masih marak terjadi.
1,8
Dalam
kenyataannya, tidak semua tenaga kesehatan penolong
persalinan baik bidan maupun dokter bebas dari peran
sebagai agen susu formula.
Mengenai hambatan dan kendala pelaksanaan ASI
eksklusif 6 bulan sebenarnya sudah mulai banyak
muncul pada dekade terakhir ini. Tetapi apakah yang ada
juga dijadikan bahan pertimbangan dalam mengadopsi
kebijakan yang bermula dari studi WHO tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan mengenai kesesuaian konteks
eksternal seperti telah diulas sebelumnya perlu dijawab
dan dicarikan penyesuaian-penyesuaian. Demikian juga
perlu kiranya diluncurkan studi yang mengkaji kesesuaian
rekomendasi WHO dengan realita situasi antropometri
dan fisiologis ibu hamil di Indonesia dengan prevalensi
Kurang Energi Kronis pada ibu hamil yang tinggi yaitu
masih sekitar 20%.
31
Terkait
dengan sisi partisipasi ini, penting kiranya melibatkan
pihak akademisi dan ilmuwan yang obyektif dan netral
serta tidak berafiliasi pada kepentingan politik tertentu
(termasuk pemerintah dan DPR) untuk menyajikan
informasi, dan data mutakhir secara ilmiah.
Di sisi lain, meskipun bersifat partisipatoris, tidak
berarti kemudian penyusunan kebijakan harus berjalan
lamban. Proses penyusunan kebijakan di bidang ASI
yang terakhir, yaitu RPP Pemberian ASI (semula RPP
Pemasaran Susu Formula) berjalan sangat lambat dan
tersendat, Pembahasan dimulai sejak pertengahan
November 2006 dan sampai Januari 2010 belum juga
selesai.
Simpulan
Kajian ini menemukan bahwa pemberian ASI eksklusif
di Indonesia masih rendah dan fasilitasi IMD belum
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 ayat (2) Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi
kelenjar payudara ibu.
2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang
diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa
menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.
3. Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12 (dua belas) bulan.
4. Keluarga adalah suami, anak, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas
dan ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
5. Susu Formula Bayi adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai
pengganti ASI untuk Bayi sampai berusia 6 (enam) bulan.
6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 ayat (2) Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi
kelenjar payudara ibu.
2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang
diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa
menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.
3. Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12 (dua belas) bulan.
4. Keluarga adalah suami, anak, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas
dan ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
5. Susu Formula Bayi adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai
pengganti ASI untuk Bayi sampai berusia 6 (enam) bulan.
6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
7. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
8. Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber
bahaya.
9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
10. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsurpenyelenggara pemerintahan daerah.
11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
Pasal 2
Pengaturan pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk:
a. menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak
Pasal 5
Tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota dalam program pemberian ASI
Eksklusif meliputi:
a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI
Eksklusif;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI
Eksklusif dalam skala kabupaten/kota;
c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dalam skala kabupaten/kota;
d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan
tempat sarana umum lainnya dalam skala kabupaten/kota;
e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan
pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum,
dan kegiatan di masyarakat dalam skala kabupaten/kota;
f. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan program pemberian ASI
Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan kabupaten/kota;
g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas
penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota.
BAB III
AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi yang
dilahirkannya.
Pasal 7
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak berlaku dalam hal terdapat:
a. indikasi medis:
b. ibu tidak ada; atau
c. ibu terpisah dari Bayi.
Pasal 8
(1) Penentuan indikasi medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan
oleh dokter.
(2) Dokter dalam menentukan indikasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional.
(3) Dalam hal di daerah tertentu tidak terdapat dokter, penentuan ada atau
tidaknya indikasi medis dapat dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Inisiasi Menyusu Dini
Pasal 9
(1) Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib
melakukan inisiasi menyusu dini terhadap Bayi yang baru lahir kepada ibunya
paling singkat selama 1 (satu) jam.
(2) Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara meletakkan Bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga
kulit Bayi melekat pada kulit ibu.
Pasal 10
(1) Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib
menempatkan ibu dan Bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung kecuali
atas indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter.
(2) Dalam hal ibu yang melahirkan Bayi meninggal dunia atau oleh sebab lain
sehingga tidak dapat melakukan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), penolakan dapat dilakukan oleh Keluarga.
Bagian Keempat
Informasi dan Edukasi
Pasal 13
(1) Untuk mencapai pemanfaatan pemberian ASI Eksklusif secara optimal,
Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib
memberikan informasi dan edukasi ASI Eksklusif kepada ibu dan/atau
anggota Keluarga dari Bayi yang bersangkutan
sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI
Eksklusif selesai.
(2) Informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit mengenai:
a. keuntungan dan keunggulan pemberian ASI;
b. gizi ibu, persiapan dan mempertahankan menyusui;
c. akibat negatif dari pemberian makanan botol secara parsial
terhadap pemberian ASI; dan
d. kesulitan untuk mengubah keputusan untuk tidak memberikan ASI.
(3) Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan melalui penyuluhan, konseling dan
pendampingan.
(4) Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.
Bagian Kelima
Sanksi Administratif
Pasal 14
Pasal 22
Pemberian bantuan untuk biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan
ilmiah, dan/ataukegiatan lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (2) dapat dilakukan dengan ketentuan:
a. secara terbuka;
b. tidak bersifat mengikat;
c. hanya melalui Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara
satuan pendidikan kesehatan, dan/atau organisasi profesi di bidang kesehatan;
dan
d. tidak menampilkan logo dan nama produk Susu Formula Bayi dan/atau
produk bayi lainnya pada saat dan selama kegiatan berlangsung yang dapat
menghambat program pemberian ASI Eksklusif.
Pasal 23
(1) Tenaga Kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada atasannya bahwa bantuan
tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat
keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
(2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menerima bantuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan
tertulis kepada Menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak
menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
(3) Penyelenggara satuan pendidikan kesehatan yang menerima bantuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan
tertulis kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendidikan bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak
menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
(4) Pengurus organisasi profesi di bidang kesehatan yang menerima bantuan
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pengurus Tempat Kerja dan/atau
penyelenggara tempat sarana umum, wajib menyesuaikan dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah ini paling lama 1 (satu) tahun.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan yang mengatur
tentang pemberian ASI Eksklusif dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 43
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Maret 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Maret 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 58
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Kesimpulan
1. Pola pemberian ASI eksklusif pada bayi umur < 12 bulan relatif cukup tinggi,
sedangkan yang berumur 3 bulan relatif cukup rendah, baik secara keseluruhan
ataupun yang dibedakan menurut perkotaan dan pedesaan.
2. Proporsi pemberian ASI ekslusif pada bayi berumur 2 bulan relatif cukup besar, baik
di perkotaan maupun di pedesaan, dan mulai menurun pada umur tiga bulan.
3. Proporsi bayi yang menyusu ASI eksklusif mulai umur < 1 bulan sampai 2 bulan
relatif cukup besar, baik secara keseluruhan maupun berdasarkan pedesaan dan
perkotaan, serta rendah proporsinya pada umur 3 bulan. Proporsi pemberian ASI
ekslusif pada bayi umur 3 bulan di perkotaan lebih rendah dibandingkan di pedesaan.
4. Berdasarkan hal ini adanya hubungan antara sosial ekonomi, semuanya
menggambarkan proporsi pemberian ASI eksklusif pada semua tingkatan yang relatif
cukup besar dibandingkan dengan yang tidak eksklusif.
5. Faktor sosial ekonomi, demografi, pelayanan kesehatan, dan paparan media, yaitu
umur bayi, tingkat pendidikan yang ditamatkan, dan jumlah anak 04 tahun dalam
keluarga.
Saran
1. Diperlukan penyuluhan yang intensif melalui komunikasi langsung oleh petugaspetugas kesehatan di desa: bidan desa, kader-kader Posyandu, dan dalam pertemuan
instrumen kelompok ibu-ibu tentang ASI eksklusif.