You are on page 1of 3

Motivator Indonesia Ippho Santosa Bercerita Tentang Makna Perjuangan

Sebagai motivator Indonesia, kadang saya diminta bercerita tentang makna


perjuangan. Biasanya setelah acara.

Sudahkah kita mengajarkan arti perjuangan kepada keluarga kita?

Tulisan berikut, saya cuplik dari salah satu guru saya. Karena teramat penting,
sempatkan satu menit untuk membacanya. Sekali lagi, sempatkan.

Inilah kisah beliau.

Suatu ketika, ayah saya pernah mengatakan, setengah memerintah, Nak ikut
tuh berjuang dengan mahasiswa dan pelajar. Apa yang mereka perjuangkan itu
benar. Pemudalah yang harus berdiri membela rakyatnya. Waktu ayah muda,
ayah berjuang juga melawan penjajah. Sekarang kalian berjuang membela yang
benar, bela kebenaran!

Mulai hari itu, saya yang berusia 14 tahun, bergabung dengan KAPI (Kesatuan
Aksi Pelajar Indonesia).

Tanggal 24 Februari 1966, mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam KAMI
dan KAPI melakukan demo di Lapangan Banteng, dengan tuntutan yang sama,
TRITURA. Saya dan kawan-kawan bergerak menuju istana.

Dalam mengendalikan massa, ternyata pihak aparat menggunakan senjata.


Terdengarlah letusan senjata api yang kemudian diketahui menembus dada
salah seorang mahasiswa. Dan saya berada dalam kerumunan itu.

Lalu, saya berlari, tidak berhenti. Pulang. Setiba di rumah, melihat saya berlarilari begitu, ayah saya langsung berdiri dan menghampiri saya dengan tergopohgopoh. Beliau bertanya, "Ada apa Nak? Lalu saya menceritakan semua apa
yang terjadi.

Tanpa saya duga-duga, ayah saya malah memandang saya dengan tajam lalu
berkata, "Kenapa Elly pulang Nak?

Saya menjawab bingung, Takuuut Yah!

Ayah saya mengangkat tangan kanannya tinggi sekali, menunjuk ke arah istana
dan berkata dengan tegasnya, "Ayah bilang Elly balik! Ya, balik ke istana!"

Saya memandang ayah saya dengan rasa takut, heran, bingung, semua campur
aduk jadi satu. Yang keluar dari mulut saya cuma, Haaah?

Ayah saya meneruskan perintahnya dengan menundukkan sedikit kepalanya


sehingga matanya sejajar dengan mata saya dan mengucapkan kalimat ini,
"Ayah lebih suka anak ayah mati ditembak peluru, daripada mati di kamar
(sambil menujuk arah kamar tidur saya), digigit nyamuk. Paham Elly? Balik !!!"

Saya berdiri mematung, dan datanglah sang penyelamat, ibu saya tersayang.

Beliau langsung ambil posisi, berdiri di depan saya dan berhadapan dengan ayah
saya. Dengan perlahan beliau mengatakan, Elly, capek Yah. Dan dia lagi
ketakutan."

"Dia juga lapar. Juga belum sembahyang, iya kan Nak? Tanya-nya pada saya.

Ayah saya langsung duduk dan pelan-pelan berkata, "Yah sudah, makan dan
sholat dulu, abis itu balik lagi ke istana!

Sambil makan ibu saya mendengarkan cerita saya yang menakutkan dan
menegangkan. Setelah sholat, ibu saya mendekati saya dan berpesan, "Patuh
sama apa yang disuruh ayahmu, balik ke sana tapi jangan sampai ke istana ya.
Sampai Pecenongan saja!"

Terharu, mengenang semuanya. Ya Allah sayangilah kedua orangtuaku,


sebagaimana beliau menyayangiku dulu. Bukan sekali ayah dan ibu saya
mengajarkan saya untuk berjuang bagi kepentingan orang banyak.

Demikianlah cuplikan tulisan Bu Elly Risman, guru saya dan guru dari Bunda
Neno Warisman. Tentang perjuangan.

Akhirnya, sudahkah kita mengajarkan arti perjuangan kepada anak dan keluarga
kita?

You might also like