Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Seminar pendidikan biologi
(AKPC 2704)
Oleh:
Fadil Ramadhan
(A1C213006)
Pembimbing:
Drs. H. Muuchyar, M.P
ABSTRAK
PERBANDINGAN KEANEARAGAMAN HEWAN DI KAWASAN
BANTARAN SUNGAI BARITO DI SIMPANG ARJA DI KECAMATAN
RANTAU BADAUH KABUPATEN BARITO KUALA (Oleh: Hairullah
Aminuddin; Pembimbing Drs. H. Muchyar, M.P; 2016;11 halaman)
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.1.
LATAR BELAKANG
Populasi diartikan sebagai suatu kumpulan kelompok kolektif organisme-
organisme dari spesies yang sama atau kelompok lain yang individunya mampu
bertukar informasi genetik yang mendiami satu ruang dan waktu tertentu, yang
memiliki berbagai ciri atau sifat yang unik dari kelompok dan tidak merupakan
sifat individu di dalam kelompok itu. Kerapatan populasi ialah besarnya populasi
yang berhubungan dengan satuan ruang, yang umumnya dinyatakan sebagai
jumlah individu, atau biomas populasi, persatuan real atau persatuan volume
(Odum, 1993). Kerapatan populasi dalam kajiannya memiliki manfaat untuk
mengetahui keadaan suatu organisme dalam ekosistem apakah stabil atau
terganggu. Makin tinggi nilai kerapatan makin stabil keadaan suatu habitat di
ekosistem, sebaliknya makin rendah nilai kerapatan menandakan suatu habitat
terganggu.
Menurut MacKinnon dkk (2010) Ealng bondol (Haliastur indus)
berukuran sedang 45 cm, berwarna putih dan coklat pirang. Distribusi elang
bondol adalah Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali. Menurut ayat, 2011
menyatakan status kelangkaan hewan ini mengacu pada Kategori berdasarkan
CITES (konvensi internasional untuk perdagangan satwa yang terancam punah).
Konvensi ini menggolongkan burung elang bondol dalam golongan Apendiks II
yaitu jenis-jenis satwa yang populasinya genting mendekati terancam punah
sehingga kontrol perdagangannya secara ketat dan diatur dengan aturan yang
ketat.
Berdasarkan uraian diatas mendorong penulis untuk membahas
mengenai perbandingan kerapatan populasi burung elang bondol di Kabupaten
Hulu sungai tengah dan Kabupaten Kapuas dalam makalah ini.
1.2.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.3.
dengan teknik mengumpulka data dari dua hasil penelitian skripsi yang
memuat kerapatan populasi burung elang bondol (Haliastur indus) sebagai
bahan perbandingan yaitu skripsi Adiyatrin (2014) dan Mulatsih (2013).
1.4. Manfaat penulisan
1. Sebagai bahan informasi mengenai kerapatan populasi elang bondol
(Haliastur indus)
2. Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa dalam membuat penelitian
kerapatan populasi
3. Sebagai bahan pertimbangan untuk konservasi hewan khususnya elang
bondol (Haliastur indus)
BAB II
4.1.
Kerapatan populasi
dan
mengakibatkan
meningkatnya
kerapatan.
Imigrasi
meningkat dapat
bergantung
kepada
spesies
organisme
dan jumlah atau kerapatan populasinya. Dengan kata lain bahwa kerapatan
populasi merupakan salah satu hal yang menentukan pengaruh populasi
terhadap komunitas atau ekosistem (Suke, 2014).
4.2.
burung yang berasal dari suku Accipitridae. Dalam Bahasa inggris burung ini
disebut Brahminy Kite. Burung elang bondol Berukuran 45 cm, berwarna putih
dan coklat pirang. Kepala, leher, dan dada putih; sayap, punggung, ekor dan perut
coklat terang, terlihat kontras dengan bulu primer yang hitam (pada burung
dewasa). Pada burung remaja, seluruh tubuh kecoklatan dengan coretan pada
dada. Iris coklat, paruh dan sera abu-abu kehijauan, tungkai dan kaki kuning
suram.
coretan pada dada. Warna berubah menjadi putih keabuan pada tahun kedua, dan
mencapai bulu dewasa sepenuhnya pada tahun ketiga. Perbedaan antara burung
muda dengan elang paria adalah ujung ekornya bundar, bukan menggarpu. Iris
cokelat, paruh dan sera abu abukehijauan, tungkai dan kaki kuning suram. Habitat
Burung elang bondol adalah pada Kebiasaan elang bondol yang ditemukan
diseluruh daerah, Burung ini memiliki kebiasaan berputar-putar sendirian atau
bersama temannya di atas perairan. Mengunjungi pesisir, sungai, rawa-rawa, dan
danau sampai ketinggian 3.000 m. Distribusi elang bondol adalah Sumatera,
Kalimantan, Jawa dan Bali.
Menurut ayat, 2011 menyatakan status kelangkaan hewan ini mengacu
pada Kategori berdasarkan CITES (konvensi internasional untuk perdagangan
satwa yang terancam punah). Konvensi ini menggolongkan burung elang bondol
dalam golongan Apendiks II yaitu jenis-jenis satwa yang populasinya genting
mendekati terancam punah sehingga kontrol perdagangannya secara ketat dan
diatur dengan aturan yang ketat. Peranan ekologis burung elang bondol adalah
sebagai penyeimbang rantai makanan dan predator hama karena burung ini suka
memakan hewan-hewan seperti ular dan tikus (Husain,2010).
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode pustaka (studi pustaka)
dengan teknik mengumpulka data dari dua hasil penelitian skripsi yang
memuat kerapatan populasi burung elang bondol (Haliastur indus) sebagai
bahan perbandingan yaitu skripsi Adiyatrin (2014) dan Mulatsih (2013).
BAB IV
4.1.
Hasil Penelitian
a. Tabel Jmlah kerapatan
Lokasi
Pulau telo kecamatan
selat kabupaten kapuas
Gunung calang
Kecamatan Batang alai
timur kabuaten hulu
sungai tengah
Kerapatan
0, 14
Kategori
kemelimpahan
Rendah
0, 85
Rendah
b. Tabel Parameter
Parameter
Suhu
Kelembaban udara
Kecepatan angin
30- 33 0C
68 78 %
3,82 6,93 m/s
Gunung calang
Kecamatan Batang
alai timur kabuaten
hulu sungai tengah
27-33 0C
68-84 %
0,4- 2,9 m/s
4.2.
Pembahasan
Pada hasil peghitungan kerapatan terihat jumlah kerapatan berada
pada kisaran dibawah 1 meskipun pada gunung calang memiliki nilai
kerapatan lebih baik. Ada beberapa hal yang mempengaruhi kerapatan
tersebut diantaranya:
a. Kesesuaian lingkungan hidup
Kondisi kerapatan elang bondol yang tidak banyak dan memiliki
nilai kemelimahan rendah diduga karena Elang bondol tergolong hewan
karnivora, dalam rantai makanan posisinya adalah konsumen tingkat 3
yang mana jumlahnya tergantung produsen dibawahnya. Menurut
Mackinon, 2010 Habitat Burung elang bondol adalah pada Kebiasaan
elang bondol yang ditemukan diseluruh daerah, Burung ini memiliki
kebiasaan berputar-putar sendirian atau bersama temannya di atas
perairan. Mengunjungi pesisir, sungai, rawa-rawa, dan danau sampai
ketinggian 3.000 m. Distribusi elang bondol adalah Sumatera,
Kalimantan, Jawa dan Bali. Daerah bukit calang dan pulau telo adalah
habitat yang cocok untuk elang bondol karena pada penilitian keduanya
dijabarkan bahwa lokasi penelitian berada dekat dengan sungai.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi menurut Ngamel (1998)
beberapa faktor pEndukung sebagai berikut:
1) Pakan satwa
Ketersesidiaan jumlah dan mutu pakan sepanjang tahun merupakan
jaminan bagi kondisi habitat yang baik.
2) Air
Tersedianya air yang cukup bagi satwa sepanjang musim membuat
kondisi habitat menjadi baik, sehingga satwa menjadi betah tinggal
di dalamnya dan kemungkinan bermigrasi keluar suaka untuk
mencari air akan menjadi lebih kecil.
3) Tempat berlindung
tempat berlindung amat diperlukan bagi satwa agar mereka merasa
aman dan tenteram tinggal di dalamnya. Biasanya ini berupa hutan
alam asli yang masih utuh dan merupakan zonasi inti atau zonasi
rimba.
b
Kegiatan manusia
Menurut ayat, 2011 menyatakan status kelangkaan hewan ini
mengacu pada Kategori berdasarkan CITES (konvensi internasional untuk
perdagangan satwa yang terancam punah). Konvensi ini menggolongkan
burung elang bondol dalam golongan Apendiks II yaitu jenis-jenis satwa
yang populasinya genting mendekati terancam punah sehingga kontrol
perdagangannya secara ketat dan diatur dengan aturan yang ketat. Pada
kedua penelitian tersebut belum ditemukan data mengenai aktivitas
10
BAB V
5.1 KESIMPULAN
1. Kerapatan populasi burung elang bondol (Haliastur indus) di Kabupaten
Hulu sungai tengah dan Kabupaten Kapuas tidak jauh berbeda
2. Kondisi kerapatan berdasarkan kemelimpahan tergolong rendah
3. Kondisi elang bondol di daerah yang diteliti sesuai dengan kondisi elang
bondol secara global menurut CITES yakni perlu dilestarikan
5.2 SARAN
1. Diperlukan wawancara untuk mengetahui aktivitas manusia yang
mempengaruh habitat elang bondol
2. Diperlukan aksi konservasi untuk menyelamatkan populasi elang bondol
dan mengkontrol populasinya
11
DAFTAR PUSTAKA
Adiyatrin, Muhammad Nirwan. 2014. Keanekaragaman jenis burung diurnal
dikawasan gunung calang desa Hinas kiri Kab. Hulu sungai tengah
Kalimantan selatan. PMIPA FKIP ULM: Banjarmasin (tidak
diublikasikan)
Ayat, Asep. 2011. Burung burung agroforest sumatera (Paduan lapangan), eds.
Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre
Husain, Zainal., Dharmono., dan Kaspul. 2010. Jenis dan kerapatan populasi
burung dikawasan agropolitan kecamatan Mandastana Kabupaten barito
kuala, Jurnal Wahana Bio. Banjarmasin.
MacKinnon, John. 2010. Burung-burung disumatera, jawa bali dan kalimantan.
Bogor: Burung Indonesia
Manurung, Binari. 1995. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Medan: IKIP Medan.
Mulatsih, Retno dwi 2013. Keanekaragaman burung dikawasan puau telo
kabupaten kapuas. PMIPA FKIP ULM: Banjarmasin (tidak diublikasikan)
Ngamel, Markus Decky. 1998. Studi Habitat dan Populasi Burung Mas
(Caloenas nicobarica) di Pulau Nutabari pada kawasan Taman Nasional
Laut Teluk Cendrawasih. Diakses pada tanggal 27 september 2016
Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
12
13