You are on page 1of 13

KERAPATAN POPULASI BURUNG ELANG BONDOL (Haliastur indus)

DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DAN KABUPATEN KAPUAS

MAKALAH
Seminar pendidikan biologi
(AKPC 2704)

Oleh:
Fadil Ramadhan
(A1C213006)

Pembimbing:
Drs. H. Muuchyar, M.P

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG BANGKURAT
BANJARMASIN
SEPTEMBER
2016

ABSTRAK
PERBANDINGAN KEANEARAGAMAN HEWAN DI KAWASAN
BANTARAN SUNGAI BARITO DI SIMPANG ARJA DI KECAMATAN
RANTAU BADAUH KABUPATEN BARITO KUALA (Oleh: Hairullah
Aminuddin; Pembimbing Drs. H. Muchyar, M.P; 2016;11 halaman)

Keanekaragaman jenis dapat diabil untuk menandai jumlah jenis dalam


suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah jenis di antara jumlah total individu
dari seluruh jenis yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakan secara numeric.
Keanekaragaman sebagai jumlah keseluruhan makhluk hidup. Keanekaragaman
sendiri dapat diliha dalam berbagai tingkatan yaitu tingkatan jenis gen dan
ekosistem. Keanekaragaman merupakan suatu sifat yang merupakan ciri dari
suatu komunitas dan ciri ini berkaitan dengan jumlah jenis yang memiliki
komunitas tersebut dan jumlah individu dari setiap jenis didalamnya. Hewan
yang terdapat di kawasan bantaran sungai barito simang arja di kecamatan rantau
badauh kabupaten barito kuala yaitu, keanekaragaman semut pada pohon
mangga, kelelawar dan juga keanekaragaman nyamuk.
Kata kunci : Keanekaragaman, Nyamuk, Semut, dan Kelelawar, Kawasan

BAB I
PENDAHULUAN
2

1.1.

LATAR BELAKANG
Populasi diartikan sebagai suatu kumpulan kelompok kolektif organisme-

organisme dari spesies yang sama atau kelompok lain yang individunya mampu
bertukar informasi genetik yang mendiami satu ruang dan waktu tertentu, yang
memiliki berbagai ciri atau sifat yang unik dari kelompok dan tidak merupakan
sifat individu di dalam kelompok itu. Kerapatan populasi ialah besarnya populasi
yang berhubungan dengan satuan ruang, yang umumnya dinyatakan sebagai
jumlah individu, atau biomas populasi, persatuan real atau persatuan volume
(Odum, 1993). Kerapatan populasi dalam kajiannya memiliki manfaat untuk
mengetahui keadaan suatu organisme dalam ekosistem apakah stabil atau
terganggu. Makin tinggi nilai kerapatan makin stabil keadaan suatu habitat di
ekosistem, sebaliknya makin rendah nilai kerapatan menandakan suatu habitat
terganggu.
Menurut MacKinnon dkk (2010) Ealng bondol (Haliastur indus)
berukuran sedang 45 cm, berwarna putih dan coklat pirang. Distribusi elang
bondol adalah Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali. Menurut ayat, 2011
menyatakan status kelangkaan hewan ini mengacu pada Kategori berdasarkan
CITES (konvensi internasional untuk perdagangan satwa yang terancam punah).
Konvensi ini menggolongkan burung elang bondol dalam golongan Apendiks II
yaitu jenis-jenis satwa yang populasinya genting mendekati terancam punah
sehingga kontrol perdagangannya secara ketat dan diatur dengan aturan yang
ketat.
Berdasarkan uraian diatas mendorong penulis untuk membahas
mengenai perbandingan kerapatan populasi burung elang bondol di Kabupaten
Hulu sungai tengah dan Kabupaten Kapuas dalam makalah ini.

1.2.

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:

1. Kerapatan populasi burung elang bondol (Haliastur indus) di Kabupaten


Hulu sungai tengah dan Kabupaten Kapuas
Metode
Metode yang digunakan adalah metode pustaka (studi pustaka)

1.3.

dengan teknik mengumpulka data dari dua hasil penelitian skripsi yang
memuat kerapatan populasi burung elang bondol (Haliastur indus) sebagai
bahan perbandingan yaitu skripsi Adiyatrin (2014) dan Mulatsih (2013).
1.4. Manfaat penulisan
1. Sebagai bahan informasi mengenai kerapatan populasi elang bondol
(Haliastur indus)
2. Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa dalam membuat penelitian
kerapatan populasi
3. Sebagai bahan pertimbangan untuk konservasi hewan khususnya elang
bondol (Haliastur indus)

BAB II
4.1.

Kerapatan populasi

Kerapatan populasi ialah besarnya populasi yang berhubungan dengan


satuan ruang, yang umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu, atau biomas
populasi, persatuan real atau persatuan volume (Odum, 1993). Suatu populasi
dikatakan

meningkat dapat dilihat dari pertambahan jumlah individu yang

ada sehingga dinamakan kepadatan atau kerapatan populasi. Selain itu


kerapatan populasi juga dapat diartikan sebagai penambahan jumlah individu
(Suke, 2014). Parameter utama populasi yang mempengaruhi ukuran dan
kerapatan populasi yaitu kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), emigrasi,
imigrasi dan migrasi (Manurung, 1995).
1) Natalitas
Natalitas merupakan kemampuan populasi untuk bertambah atau
untuk meningkatkan jumlahnya, melalui produksi individu baru yang
dilahirkan atau diteteskan dari telur melalui aktivitas perkembangbiakan.
Laju natalitas merupakan jumlah individu baru per individu atau per
betina per satuan waktu.
2) Mortalitas
Mortalitas menujukkan kematian individu dalam populasi. Hal ini
kurang lebih merupakan kebalikan daripada natalitas. Laju mortalitas
seringkali dinyatakan sebagai proporsi jumlah individu yang mati dalam
suatu selang waktu dari jumlah individu populasi awal. Mortalitas dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yakni mortalitas ekologik dan mortalitas
minimum (teoritis). Mortalitas ekologik adalah mortalitas yang
direalisasikan, yakni matinya individu di bawah lingkungan tertentu.
Mortalitas ini bukan merupakan konstanta bagi populasi sedangkan
mortalitas minimum (teoritis), yakni matinya individu dalam kondisi
lingkungan yang ideal, optimum dan mati semata-mata karena usia tua
(senesens) sehingga merupakan suatu konstanta bagi suatu populasi
hewan.
3) Emigrasi dan imigrasi

Emigrasi merupakan perpindahan masuk ke dalam suatu area


populasi

dan

mengakibatkan

meningkatnya

kerapatan.

Imigrasi

merupakan perpindahan keluar dari area suatu populasi sedangkan


migrasi menyangkut perpindahan (gerakan) periodik berangkat (pergi)
dan datang (kembali) dari populasi. Terjadinya perpindahan ini erat
kaitannya dengan adanya gangguan dari faktor abiotik dan biotik
(biologis).
Menurut Odum (1993) faktor yang mempengaruhi kerapatan adalah
sebagai berikut:
1) Kelahiran (natalitas): kelahiran merupakan suatu sifat populasi untuk
bertambah. Natalitas biasanya dinyatakan sebagai laju yang ditentukan
dengan membagi jumlah individu-individu baru yang dihasilkan oleh
waktu atau sebagai jumlah individu per satuan populasi.
2) Kematian (mortalitas): kematian-kematian individu di dalam populasi.
Sekalipun di bawah keadaan-keadaan yang paling baik, individuindividu akan mati karena umur tua.
3) Kondisi habitat: pertumbuhan populasi mengalami kerapatan yang
bertambah dengan cepat apabila berada dalam suatu kondisi yang ideal
bagi kelangsungan hidupnya.
Suke (2014) menyatakan suatu populasi dikatakan

meningkat dapat

dilihat dari pertambahan jumlah individu yang ada sehingga dinamakan


kepadatan atau kerapatan populasi. Selain itu kerapatan populasi juga dapat
diartikan sebagai penambahan jumlah individu . Kerapatan dalam studi atau
kajian ekologi memiliki fungsi yang sangat besar, karena pengaruh populasi
terhadap komunitas dan ekosistem tidak hanya jenis organismenya saja tetapi juga
jumlahnya atau kerapatannya (Odum, 1993). Kerapatan populasi dalam kajiannya
memiliki manfaat untuk mengetahui keadaan suatu organisme dalam ekosistem
apakah stabil atau terganggu. Makin tinggi nilai kerapatan makin stabil keadaan
suatu habitat di ekosistem, sebaliknya makin rendah nilai kerapatan menandakan
suatu habitat terganggu. Kerapatan populasi bervariasi menurut waktu dan

tempat. Dalam pengkajian suatu populasi, kerapatan populasi merupakan


parameter utama yang perlu diketahui. Pengaruh suatu populasi terhadap
komunitas atau ekosistem sangat

bergantung

kepada

spesies

organisme

dan jumlah atau kerapatan populasinya. Dengan kata lain bahwa kerapatan
populasi merupakan salah satu hal yang menentukan pengaruh populasi
terhadap komunitas atau ekosistem (Suke, 2014).

4.2.

Uraian mengenai Burung Elang Bondol (Haliastur Indus)


Menurut Ayat (2011) burung elang bondol (Halliastur indus) merupakan

burung yang berasal dari suku Accipitridae. Dalam Bahasa inggris burung ini
disebut Brahminy Kite. Burung elang bondol Berukuran 45 cm, berwarna putih
dan coklat pirang. Kepala, leher, dan dada putih; sayap, punggung, ekor dan perut
coklat terang, terlihat kontras dengan bulu primer yang hitam (pada burung
dewasa). Pada burung remaja, seluruh tubuh kecoklatan dengan coretan pada
dada. Iris coklat, paruh dan sera abu-abu kehijauan, tungkai dan kaki kuning
suram.

Gambar 2.1 Gambar sketsa elang bondol menurut Mackinon


Menurut MacKinnon dkk (2010) Elang bondol (Haliastur indus)
berukuran sedang 45 cm, berwarna putih dan coklat pirang. Dewasa: kepala leher
dan dada berwarna putih; sayap, punggung dan ekor cokelat terang, terlihat
kontras dengan bulu primer hitam. Seluruh tubuh remaja kecoklatan dengan
7

coretan pada dada. Warna berubah menjadi putih keabuan pada tahun kedua, dan
mencapai bulu dewasa sepenuhnya pada tahun ketiga. Perbedaan antara burung
muda dengan elang paria adalah ujung ekornya bundar, bukan menggarpu. Iris
cokelat, paruh dan sera abu abukehijauan, tungkai dan kaki kuning suram. Habitat
Burung elang bondol adalah pada Kebiasaan elang bondol yang ditemukan
diseluruh daerah, Burung ini memiliki kebiasaan berputar-putar sendirian atau
bersama temannya di atas perairan. Mengunjungi pesisir, sungai, rawa-rawa, dan
danau sampai ketinggian 3.000 m. Distribusi elang bondol adalah Sumatera,
Kalimantan, Jawa dan Bali.
Menurut ayat, 2011 menyatakan status kelangkaan hewan ini mengacu
pada Kategori berdasarkan CITES (konvensi internasional untuk perdagangan
satwa yang terancam punah). Konvensi ini menggolongkan burung elang bondol
dalam golongan Apendiks II yaitu jenis-jenis satwa yang populasinya genting
mendekati terancam punah sehingga kontrol perdagangannya secara ketat dan
diatur dengan aturan yang ketat. Peranan ekologis burung elang bondol adalah
sebagai penyeimbang rantai makanan dan predator hama karena burung ini suka
memakan hewan-hewan seperti ular dan tikus (Husain,2010).

Gambar 2.2 Elang bondol (Sumber, swiss winnasis)

BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode pustaka (studi pustaka)
dengan teknik mengumpulka data dari dua hasil penelitian skripsi yang
memuat kerapatan populasi burung elang bondol (Haliastur indus) sebagai
bahan perbandingan yaitu skripsi Adiyatrin (2014) dan Mulatsih (2013).

BAB IV
4.1.

Hasil Penelitian
a. Tabel Jmlah kerapatan
Lokasi
Pulau telo kecamatan
selat kabupaten kapuas
Gunung calang
Kecamatan Batang alai
timur kabuaten hulu
sungai tengah

Kerapatan
0, 14

Kategori
kemelimpahan
Rendah

0, 85

Rendah

b. Tabel Parameter
Parameter

Pulau telo kecamatan


selat kabupaten
kapuas

Suhu
Kelembaban udara
Kecepatan angin

30- 33 0C
68 78 %
3,82 6,93 m/s

Gunung calang
Kecamatan Batang
alai timur kabuaten
hulu sungai tengah
27-33 0C
68-84 %
0,4- 2,9 m/s

4.2.

Pembahasan
Pada hasil peghitungan kerapatan terihat jumlah kerapatan berada
pada kisaran dibawah 1 meskipun pada gunung calang memiliki nilai
kerapatan lebih baik. Ada beberapa hal yang mempengaruhi kerapatan
tersebut diantaranya:
a. Kesesuaian lingkungan hidup
Kondisi kerapatan elang bondol yang tidak banyak dan memiliki
nilai kemelimahan rendah diduga karena Elang bondol tergolong hewan
karnivora, dalam rantai makanan posisinya adalah konsumen tingkat 3
yang mana jumlahnya tergantung produsen dibawahnya. Menurut
Mackinon, 2010 Habitat Burung elang bondol adalah pada Kebiasaan
elang bondol yang ditemukan diseluruh daerah, Burung ini memiliki
kebiasaan berputar-putar sendirian atau bersama temannya di atas
perairan. Mengunjungi pesisir, sungai, rawa-rawa, dan danau sampai
ketinggian 3.000 m. Distribusi elang bondol adalah Sumatera,
Kalimantan, Jawa dan Bali. Daerah bukit calang dan pulau telo adalah
habitat yang cocok untuk elang bondol karena pada penilitian keduanya
dijabarkan bahwa lokasi penelitian berada dekat dengan sungai.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi menurut Ngamel (1998)
beberapa faktor pEndukung sebagai berikut:
1) Pakan satwa
Ketersesidiaan jumlah dan mutu pakan sepanjang tahun merupakan
jaminan bagi kondisi habitat yang baik.
2) Air
Tersedianya air yang cukup bagi satwa sepanjang musim membuat
kondisi habitat menjadi baik, sehingga satwa menjadi betah tinggal
di dalamnya dan kemungkinan bermigrasi keluar suaka untuk
mencari air akan menjadi lebih kecil.
3) Tempat berlindung
tempat berlindung amat diperlukan bagi satwa agar mereka merasa
aman dan tenteram tinggal di dalamnya. Biasanya ini berupa hutan
alam asli yang masih utuh dan merupakan zonasi inti atau zonasi
rimba.
b

Kegiatan manusia
Menurut ayat, 2011 menyatakan status kelangkaan hewan ini
mengacu pada Kategori berdasarkan CITES (konvensi internasional untuk
perdagangan satwa yang terancam punah). Konvensi ini menggolongkan
burung elang bondol dalam golongan Apendiks II yaitu jenis-jenis satwa
yang populasinya genting mendekati terancam punah sehingga kontrol
perdagangannya secara ketat dan diatur dengan aturan yang ketat. Pada
kedua penelitian tersebut belum ditemukan data mengenai aktivitas
10

masyarakat yang mempengaruhi kerapatan burung elang bondol. Padahal


kerapatan burung yang tidak stabil juga tergantung aktivitas manusia
misal perdagangan satwa secara liar atau kondisi vegetsi yang rusak.

BAB V
5.1 KESIMPULAN
1. Kerapatan populasi burung elang bondol (Haliastur indus) di Kabupaten
Hulu sungai tengah dan Kabupaten Kapuas tidak jauh berbeda
2. Kondisi kerapatan berdasarkan kemelimpahan tergolong rendah
3. Kondisi elang bondol di daerah yang diteliti sesuai dengan kondisi elang
bondol secara global menurut CITES yakni perlu dilestarikan

5.2 SARAN
1. Diperlukan wawancara untuk mengetahui aktivitas manusia yang
mempengaruh habitat elang bondol
2. Diperlukan aksi konservasi untuk menyelamatkan populasi elang bondol
dan mengkontrol populasinya

11

DAFTAR PUSTAKA
Adiyatrin, Muhammad Nirwan. 2014. Keanekaragaman jenis burung diurnal
dikawasan gunung calang desa Hinas kiri Kab. Hulu sungai tengah
Kalimantan selatan. PMIPA FKIP ULM: Banjarmasin (tidak
diublikasikan)
Ayat, Asep. 2011. Burung burung agroforest sumatera (Paduan lapangan), eds.
Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre
Husain, Zainal., Dharmono., dan Kaspul. 2010. Jenis dan kerapatan populasi
burung dikawasan agropolitan kecamatan Mandastana Kabupaten barito
kuala, Jurnal Wahana Bio. Banjarmasin.
MacKinnon, John. 2010. Burung-burung disumatera, jawa bali dan kalimantan.
Bogor: Burung Indonesia
Manurung, Binari. 1995. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Medan: IKIP Medan.
Mulatsih, Retno dwi 2013. Keanekaragaman burung dikawasan puau telo
kabupaten kapuas. PMIPA FKIP ULM: Banjarmasin (tidak diublikasikan)
Ngamel, Markus Decky. 1998. Studi Habitat dan Populasi Burung Mas
(Caloenas nicobarica) di Pulau Nutabari pada kawasan Taman Nasional
Laut Teluk Cendrawasih. Diakses pada tanggal 27 september 2016
Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

12

13

You might also like