You are on page 1of 8

Ade Irawati 1, Ns. Alini, M.

Kep 2

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI


PERAWAT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ROKAN HULU
MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE JENJANG SARJANA
TAHUN 2014

Ade Irawati 1, Ns. Alini, M.Kep 2


Alumni dan Dosen S1 Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau

ABSTRAK
Based on Hospital Information System (SIRS 2000), most or 80% of
nurses who work in hospitals educated Diploma, Bachelor (S1 Nursing) 1%
and 0.4% S2. While SPK educated as much as 7%. This is not in accordance
with the standards of the nursing profession as a caregiver-care professional
nursing. The purpose of this study is to look at what factors are associated
with motivation nurse General Hospital Rokan Hulu kejenjang graduate
continuing education in 2014. This type of research is descriptive analytic
cross-sectional study design, the sample totaled 108 respondents with a total
sampling . Processing the data using the chi square test. The results showed
no relationship between age and motivation nurse P = 0.001 <0.05 was no
association between marital status and motivation of nurses P = 0.001 <0.05
there is a relationship between income nurses with nurses motivation P =
0.001 <0.05 there is a relationship between supervisor support the
continuing education of nurses motivation kejenjang undergraduate with a P
value = 0.001 <0.05. It can be concluded that there is a significant
relationship between factors associated with motivation general hospital
nurses Rokan Hulu continue to pursue graduate education in 2014. It is
expected that the results of this study can provide information, knowledge and
can be used as reference material.
Daftar Bacaan : 25 (2003-2014)
Keywords : Motivation, age, income, marital status, and Support Tops

PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang
bergantung pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan memiliki peran
sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 1

Ade Irawati 1, Ns. Alini, M.Kep 2

masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah
sakit adalah perawat.
Jumlah perawat menurut data Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
mencapai sekitar 60 % dari total tenaga kesehatan yang ada di Indonesia. Selain
jumlahnya dominan, keperawatan adalah profesi yang berperan penting dalam
upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan rumah sakit. Dari hasil survey
Departemen Kesehatan tahun 1997 menunjukkan bahwa tenaga kesehatan
diseluruh Indonesia khususnya perawat yaitu sekitar 211.422 orang tenaga
perawat dari 769.832 orang tenaga kesehatan di seluruh Indonesia. Sedangkan
untuk tahun 2010 di rencanakan seluruh tenaga kesehatan 1.305.000 orang tenaga
kesehatan dan 355.411 orang tenaga perawat profesional yang di butuhkan. Secara
keseluruhan tampaknya jumlah pengembangan dan penyediaan tenaga kesehatan
pada tahun 2010 cukup seimbang. Akan tetapi, bila di tinjau secara lebih spesifik
pengembangan untuk kategori tenaga kesehatan profesional masih kurang
mencukupi yaitu salah satunya tenaga perawat.
Menurut data dari Dirjen Bina Upaya Kesehatan (BUK) berdasarkan Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS tahun 2000),
sebagian besar atau 80 % perawat yang bekerja di rumah di rumah sakit
berpendidikan Diploma III, Diploma IV 0,5%, Sarjana (S1-keperawatan) 1%
Ners, dan S2 0,4%. Sedangkan yang berpendidikan SPK sebanyak 7 %. Hal ini
belum sesuai dengan standar profesi keperawatan sebagai pemberi asuhan
keperawatan yang profesional.
Kemajuan IPTEK dibidang keperawatan serta tuntutan masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan khususnya dibidang keperawatan yang
berkualitas juga meningkat. Untuk itu peningkatan profesionalisme kerja perawat
sangat penting sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, karena
pelayanan yang diberikan perawat berdasarkan body of knowledge yang selalu
berkembang dengan pendekatan bio-psiko-sosio-spiritual merupakan pelayanan
yang unik yang dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan (Departemen
Kesehatan RI, 2001). Maka pengembangan keperawatan dengan titik awal dari
pendidikan keperawatan merupakan salah satu langkah yang cukup strategis.
Pengembangan kemampuan intelektual dan kepribadian perlu dilaksanakan
melalui pendidikan dan pelatihan berkesinambungan (Subekti, 2008).
Pendidikan perawat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
perawat, dari hasil penelitian Faizin dan Winarsih (2008) diperoleh hasil bahwa
ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan perawat terhadap kinerja
perawat. Hasil penelitian Ali,Uhartini dan Supriyadi (2006) juga menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan perawat dengan
motivasi perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik selama fase kerja.
Faktor pendidikan perawat dapat membantu seseorang dalam proses tersebut
sehingga mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan dorongan eksplorasi.
Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan dan sikap.
Dengan adanya pengetahuan yang memadai seseorang dapat memenuhi
kebutuhan dalam mengaktualisasikan diri dan menampilkan produktifitas dan
kualitas kerja yang tinggi dan adanya kesempatan untuk mengembangkan serta
mewujudkan kreatifitas. Menurut Afrida (2003) semakin tinggi pendidikan
semakin tinggi produktifitas kerja.

Perawat yang bekerja pada pelayanan merupakan karyawan rumah sakit yang
memerlukan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan produktifitas kerja.
Setiap perawat dituntut agar dapat bekerja efektif, efesien, dan berkualitas dalam
bekerja sehingga daya saing rumah sakit semakin besar. Pengembangan ini
dilakukan untuk tujuan non karier maupun karier bagi perawat melalui pendidikan
dan pelatihan (Hasibuan, 2005). Namun di lapangan masih banyak perawat yang
belum memiliki motivasi untuk mengembangkan diri melalui pendidikan, dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2001), di Jawa Barat diperoleh hasil
lebih dari separuh responden memiliki motivasi rendah untuk mengikuti
pendidikan yaitu 54,0%. Dari penelitian Afriyanti (2008) dalam Jumiati (2011)
perawat yang memiliki motivasi tinggi melanjutkan pendidikan sebanyak 64,6%,
sedangkan yang motivasi sedang ada 35,4%.
Terbatasnya jumlah tenaga profesional keperawatan yang berpendidikan
setingkat sarjana disebabkan oleh kurangnya motivasi perawat untuk melanjutkan
pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, motivasi disini adalah semua proses
yang menjadi penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri
manusia yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu (Slameto, 1995).
Perawat profesional merupakan perawat lulusan perguruan tinggi pada
jenjang sarjana, bagi perawat lulusan DIII keperawatan masih disebut sebagai
perawat vokasional atau profesional pemula. Salah satu indikator makro perawat
profesional adalah minimal berpendidikan sarjana yang ditempuh melalui dua
tahap pendidikan : tahap akademik 8 semester untuk lulusan SMA, dan 3
semester untuk lulusan D III keperawatan dan tahap praktek profesi Ners 2
semester (Nursalam, 2008). Lamanya jangka waktu dan mahalnya biaya untuk
menempuh pendidikan lanjutan bagi perawat yang sudah bekerja di rumah sakit,
motivasi dari diri sendiri menjadi hal yang penting demi kelancaran proses
menempuh pendidikan lanjut dan banyak faktor yang dapat mempengaruhi
motivasi perawat untuk melanjutkan pendidikan.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rohul merupakan rumah sakit tipe C
yang letaknya cukup strategis, dimana terletak diperbatasan dua propinsi, propinsi
Sumatera Utara dan Riau. Dimana sebagian besar tenaga keperawatan
berpendidikan DIII sebanyak 122 orang (84%), tenaga keperawatan dengan
kualifikasi S1 atau Sarjana keperawatan sebanyak 13 orang (8%), dan SPK
sebanyak 10 orang (7%), jadi total keseluruhan perawat yang bekerja, di RSUD
Rohul sebanyak 135 orang.
Dari data diatas dapat dilihat bahwa pengembangan karir perawat di RSUD
Rohul masih kurang. Hal ini dibuktikan oleh masih banyak yang memiliki
kualifikasi pendidikan DIII Keperawatan 84% dimana kualifikasi pendidikan ini
diharapkan dapat dikembangkan atau ditingkatkan ke S1 Keperawatan (ners) dan
pada akhirnya dapat memenuhi tuntutan masyarakat akan pelayanan perawatan
yang profesional. Berdasarkan hasil wawancara dari 13 orang perawat RSUD
Rohul yang terdiri dari 11 orang perawat yang berpendidikan D III keperawatan
mengatakan bahwa faktor jenis kelamin, usia, status perkawinan, pendapatan serta
dukungan atasan yang menyebabkan kurangnya motivasi untuk melanjutkan
pendidikan. Serta 2 orang perawat yang berpendidikan SPK mengatakan bahwa
faktor waktu dan kesempatan yang menyebabkan kurangnya motivasi untuk
melanjutkan pendidikan.
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Ade Irawati 1, Ns. Alini, M.Kep 2

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain penelitian cross
sectional. Penelitian ini di laksanakan di RSUD Rokan Hulu pada tanggal 7-10
April 2014. Populasi pada penelitian ini adalah semua perawat di RSUD Rohul
yang berpendidikan D III Keperawatan yang berjumlah 122 orang. Sampel pada
penelitian ini yaitu perawat di RSUD Rohul, jumlah sampel yang direncanakan
dalam penelitian ini adalah 122 orang akan tetapi ada beberapa hal yang
mengakibatkan jumlah sampel tidak sesuia dengan yang direncanakan semula
karena beberapa kendala diantaranya ada 2 orang responden tidak mengembalikan
kuesioner, 4 orang cuti melahirkan, 3 orang cuti tahunan dan 5 orang tidak
bersedia menjadi responden pada saat penelitian ini dilaksanakan. Sehingga
jumlah akhir sampel pada penelitian ini berjumlah 108 orang.
Tekhnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling (sampel
jenuh). Alat pengumpul data yang digunakan pada penelitian yaitu berupa
kuesioner. Kuesioner untuk mengukur motivasi perawat dalam penelitian ini
menggunakan kuesioner Hasibuan (2010) sehingga tidak dilakukan uji validitas
dan realibilitas. Analisa yang digunakan adalah analisa univariat dan analisa
bivariat. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan , maka diperoleh hasil sebagai
berikut :
1. Analisa Univariat
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 108 responden, sebagian
besar responden yang memiliki motivasi rendah yaitu 65 responden (60,2%).
Sebagian besar responden dalam penelitian ini berada pada kelompok usia
dewasa penuh 69 responden (64,0%). Frekuensi perawat yang belum menikah
lebih sedikit dibandingkan dengan perawat yang sudah menikah dengan jumlah
97 responden (89,8%). Pendapatan perawat yang tinggi dengan yang rendah
tidak terlalu berbeda, frekuensi perawat yang berpendapatan tinggi 58
responden (53,8%). Sebagian besar (57,4) perawat tidak mendapatkan
dukungan atasan dalam melanjutkan pendidikan.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Hasil analisis
disajikan pada tabel 1
a. Hubungan Usia Perawat dengan Motivasi Perawat RSUD Rohul Melanjutkan
Pendidikan Kejenjang Sarjana Keperawatan Tahun 2014.

Hasil analisis hubungan antara usia perawat dengan motivasi perawat RSUD
diperoleh bahwa ada sebanyak 7 (17,9%), perawat yang berusia dewasa muda,
memiliki motivasi tinggi melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana, sedangkan
diantara perawat dewasa penuh ada 36 orang (52,2%), yang memiliki motivasi
tinggi untuk melanjutkan pendidikan.

b. Hubungan Status Perkawinan Perawat dengan Motivasi Perawat RSUD Rohul


Melanjutkan Pendidikan Kejenjang Sarjana Keperawatan tahun 2014.

Hasil analisis hubungan antara status perkawinan perawat dengan motivasi


perawat RSUD diperoleh bahwa ada sebanyak 7 ( 63,7%), perawat yang berstatus
belum kawin, memiliki motivasi tinggi melanjutkan pendidikan ke jenjang
sarjana, sedangkan diantara perawat yang kawin ada 43 orang (44,3%), yang
memiliki motivasi tinggi untuk melanjutkan pendidikan.
c. Hubungan Pendapatan Perawat dengan Motivasi Perawat RSUD Rohul
Melanjutkan Pendidikan Kejenjang Sarjana Keperawatan tahun 2014.
Hasil analisis hubungan antara pendapatan perawat dengan motivasi perawat RSUD
diperoleh bahwa ada sebanyak 34 ( 68,0%), perawat yang punya pendapatan rendah,
memiliki motivasi tinggi melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana, sedangkan diantara
perawat yang berpendapatan tinggi ada 38 orang (65,5%), yang memiliki motivasi tinggi
untuk melanjutkan pendidikan.
d. Hubungan Dukungan Atasan Perawat dengan Motivasi Perawat RSUD Rohul
Melanjutkan Pendidikan Kejenjang Sarjana Keperawatan tahun 2014.
Hasil analisis hubungan antara dukungan atasan perawat dengan motivasi perawat
RSUD diperoleh bahwa ada sebanyak 27 ( 43,5%), perawat yang tidak ada dukungan
atasan, memiliki motivasi tinggi melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana, sedangkan
diantara perawat yang ada dukungan atasan ada 16 orang (34,8%), yang memiliki
motivasi tinggi untuk melanjutkan pendidikan.

PEMBAHASAN
1. Usia Perawat
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil ada hubungan antara umur
perawat dengan motivasi melanjutkan pendidikan kejenjang sarjana dengan nilai p
= 0,001 yang artinya ada hubungan antara usia dengan motivasi melanjutkan
pendidikan kejenjang sarjana keperawatan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Hurlock, (2000) bahwa motivasi
didukung oleh kematangan atau usia seseorang. Semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang berfikir logis dan bekerja
sehingga motivasi seseorang kuat dalam melakukan sesuatu.
Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Edi
Anwar (2009) dengan judul Hubungan Umur perawat dengan motivasi
meningkatkan pendidikan dalam konteks karir tahun 2005, didapatkan hasil
bahwa ada hubungan antara umur perawat motivasi peningkatan pendidikan
dalam konteks karir dengan nilai p (0,003 ) (<0,05).
2. Status Perkawinan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil ada hubungan antara status
perkawinan perawat dengan motivasi melanjutkan pendidikan kejenjang sarjana
dengan nilai p = 0,001 yang artinya ada hubungan antara status perkawinan
dengan motivasi melanjutkan pendidikan kejenjang sarjana keperawatan.

Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Ade Irawati 1, Ns. Alini, M.Kep 2

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Purwanto, (2010) bahwa status
perkawinan seseorang adalah apakah ia sudah menikah atau belum. Seseorang
yang sudah mempunyai pasangan dan menikah, tentu lebih banyak pertimbangan
dalam menentukan minat dari pada yang belum menikah. Hal ini akan
berhubungan dengan adanya dukungan keluarga dalam menentukan keputusan.
Status menikah dan belum menikah tentunya sangat berbeda posisinya diantara
kedua tersebut, masa belum menikah peran diri sendiri menjadi fokus yang paling
berarti dalam menentukan tindakan dan keinginan yang akan dicapai dan
sebaliknya status perawat yang sudah menikah penuh dengan pertimbangan dan
dukungan orang yang terdekat yaitu istri atau suami untuk menentukan keputusan
yang akan diambil, ditambah lagi dengan pertimbangan tanggung jawab sebagai
istri untuk suami dan tanggung jawab suami untuk istri serta tanggung jawab
terhadap kehidupan anak-anak. Hal ini menjadi pertimbangan yang sangat berarti
dalam keinginan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
3. Pendapatan Perawat
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan, ada hubungan antara pendapatan
perawat dengan motivasi melanjutkan pendidikan kejenjang sarjana dengan nilai p
= 0,001 yang artinya ada hubungan antara pendapatan dengan motivasi
melanjutkan pendidikan kejenjang sarjana keperawatan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Cristopher dalam Sumardi, (2004)
bahwa pendapatan akan mempengaruhi motivasi seseorang untuk melanjutkan
pendidikan. Pendapatan sangat berpengaruh terhadap motivasi seseorang untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dimana bila seseorang
mempunyai pendapatan yang tinggi orang akan cendrung memperluas minat
mereka untuk mencakup hal yang semula belum mampu mereka laksanakan untuk
dilaksanakan. Sebaliknya apabila pendapatan rendah maka orang cendrung untuk
mempersempit minat mereka untuk melanjutkan pendidikan.
4. Dukungan Atasan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan, ada hubungan antara dukungan atasan
dengan motivasi melanjutkan pendidikan kejenjang sarjana dengan nilai p = 0,001
yang artinya ada hubungan antara dukungan atasan dengan motivasi melanjutkan
pendidikan kejenjang sarjana keperawatan.
Dukungan atasan sangat penting untuk diterima, karena dukungan atasan dapat
diartikan sebagai sebuah reward yang positif bagi bawahan karena bisa juga
diartikan sebagai sebuah promosi yang harus diterima bawahan, dengan adanya
dukungan atasan, secara langsung akan dirasakan menjadi sebuah motivasi untuk
meraih sesuatu, seperti melanjutkan pendidikan kejenjang sarjana misalnya.
Dukungan atasan menjadi sebuah semangat dan tanggung jawab bawahan untuk
membuktikan bahwa dirinya mampu melaksanakan dukungan tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dukungan atasan sangat penting artinya
seperti yang telah dibuktikan dalam penelitian ini, ada hubungan antara dukungan

dengan motivasi dalam melanjutkan pendidikan kejenjang sarjana keperawatan


bagi perawat di RSUD Rohul tahun 2014.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian hasil penelitian dengan melihat tujuan penelitan yaitu
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi perawat
RSUD Rohul untuk melanjutkan pendidikan kejenjang sarjana keperawatan tahun
2014 dapat diambil kesimpulan : Usia responden dalam penelitian ini mayoritas
dewasa penuh (64,0%), responden dalam penelitian ini mayoritas menikah yaitu
sebanyak (89,8%), responden dalam penelitian ini mayoritas memiliki pendapatan
tinggi (53,8%), responden dalam penelitian ini mayoritas tidak mendapatkan
dukungan atasan dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana (57,4%),
mayoritas perawat memilih motivasi rendah dalam melanjutkan pendidikan
(60,2%).
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y. (2004). Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: UI Press.
Anwar, I. (2003). Dasar-dasar Statistika. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Alfabeta
Asmuji, (2012). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Ar-ruzz Media Astuti,
Hasibuan, S.P, (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 10. Jakarta: PT
Bumi Aksara
Azwar Azrul (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: PT Binarupa
Aksara.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2010). Kebijakan Pengembangan
Tenaga Kesehatan. Jakarta: Depkes.

Dermawan D, (2010) Keperawatan


Profesional Edisi 1. Yogyakarta: Penerbit Gosyen Publishing
Evynatra, (2010). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi Perawat D
III untuk melanjutkan Pendidikan S1 Keperawatan Di Program Studi Ilmu
Keperawatan Unand Padang Tahun 2009. Skripsi PSIK Unand. Diakses dari
http://repository.unand.ac.id/5631/.
Hidayat, A.A, (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika
Jumiati, (2011). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Perawat untuk
Melanjutkan Pendidikan Sarjana Keperawatan di RS PKU Muhammadiyah
Surakarta, diakses dari eprints. Undip.ac.id/ view / year/ 2009. Html
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Ade Irawati 1, Ns. Alini, M.Kep 2

Marquis,L.B, dkk (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan :


Teori & Aplikasi (Edisi 4). Jakarta: EGC
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam, (2007). Manajemen Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Soeroso S, (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia Di Rumah Sakit Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suarli, S, dkk (2012). Manajemen Keperawatan. Surabaya: Penerbit Erlangga
Siregar, (2010). Statistika Deskriptif Untuk Penelitian. Jakarta: Penerbit Raja
Grafindo Persada.
Uno. B,( 2007). Teori Motivasi & Pengukurannya, Jakarta: Bumi Aksara.

You might also like